PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS TARBIYAH
2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga
tetap terlimpahkan kepada baginda dan Nabi kita Muhammad
Shallallahu’alaihiwasallam, kepada keluarganya yang baik dan suci serta para
sahabatnya yang mulia. Amma Ba’du.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4
A. Latar Belakang.......................................................................... 4
B. Rumusan Masalah..................................................................... 4
BAB II ISI
F. Hikmah Nasakh.................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis, kata naskh yang bentuk isim failnya “nasikh” dan isim
maf’ulnya “mansukh”, mempunyai arti yang beragam antara lain, menghilangkan
(al-izalah), menggantikan (at-tabdil), mengalihkan (at-tahwil), dan memindahkan
(an-naql). Jadi “nasikh” adalah sesuatu yang membatalkan, menghapus,
memindahkan dan mengubah, sedang “mansukh” adalah sesuatu yang dibatalkan,
dihapus, dipindahkan. dirubah dan lain sebagainya.
Nasikh adalah mengangkat hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang
kemudian dengan menghilangkan ‘amal pada hukum-hukumnya atau
menetapkannya. Dalam terminologi hukum Islam (fiqih) hukum yang dibatalkan
namanya mansukh, sedangkan hukum yang datang kemudian (menghapus)
disebut nasikh.
َو َم ٓا َاْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِم ْن َّرُسْو ٍل َّو اَل َنِبٍّي ِآاَّل ِاَذ ا َتَم ّٰن ٓى َاْلَقى الَّش ْيٰط ُن ِفْٓي ُاْم ِنَّيِتٖۚه َفَيْنَس ُخ ُهّٰللا َم ا ُيْلِقى
)52 ( الَّش ْيٰط ُن ُثَّم ُيْح ِكُم ُهّٰللا ٰا ٰي ِتٖۗه َو ُهّٰللا َع ِلْيٌم َحِكْيٌۙم
Artinya:
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul dan tidak (pula) seorang nabi
sebelum engkau (Muhammad), melainkan apabila dia mempunyai suatu
keinginan, setanpun memasukkan godaan - godaan ke dalam keinginannya itu.
Tetapi Allah menghilangkan apa yang di masukkan setan itu. Dan Allah akan
menguatkan ayat - ayatnya. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
(Al Hajj : 52)
)101( َو ِاَذ ا َبَّد ْلَنٓا ٰا َيًة َّم َك اَن ٰا َيٍۙة َّوُهّٰللا َاْعَلُم ِبَم ا ُيَنِّز ُل َقاُلْٓو ا ِاَّنَم ٓا َاْنَت ُم ْفَتٍۗر َبْل َاْكَثُر ُهْم اَل َيْع َلُم ْو َن
1
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 326.
2
Ibid,
5
Artinya:
“Apabila Kami ganti suatu ayat di tempat ayat yang lain, padahal Allah lebih
mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, “Sesungguhnya engkau
(Nabi Muhammad) adalah pembuat kebohongan.” Bahkan kebanyakan mereka
tidak mengetahui.”
ٰهَذ ا ِكٰت ُبَنا َيْنِط ُق َع َلْيُك ْم ِباْلَح ِّقۗ ِاَّنا ُكَّنا َنْسَتْنِس ُخ َم ا ُكْنُتْم َتْع َم ُلْو َن
Terjemahan
َم ا َنْنَس ْخ ِم ْن ٰا َيٍة َاْو ُنْنِسَها َنْأِت ِبَخْيٍر ِّم ْنَهٓا َاْو ِم ْثِلَهاۗ َاَلْم َتْع َلْم َاَّن َهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر
“Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami
ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah
kamu tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?” (Al Baqarah :
106).
Dari definisi yang telah disebutkan, disini jelas bahwa nasakh mempunyai
makna yang banyak, akan tetapi diantara makna-makna tersebut yang paling
mendekati kebenaran adalah bermakna al-izalah (menghilangkan).
3
M. Hasbi Ash Shiddiqi, Ilmu ilmu al Qur’an, (Jakarta; Bulan Bintang, 1972), hlm. 140.
4
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 326.
5
Jurnal kajian al-Qur’an dan al-Hadits, IAIN Kebumen, Nasikh wa Al Mansukh, hlm. 30.
6
Dalam kalimat lainnya ialah mengangkat (menghilangkan) hukum syar’i
dengan dalil hukum syar’i yang lain. Disebutkan kata hukum disini menunjukkan
prinsip bahwa segala sesuatu hukum asalnya adalah boleh tidak termasuk yang
dinasakh.
B. Syarat-syarat Nasakh
Dalam Nasakh terdapat syarat-syarat yang harus diketahui yaitu:
C. Jenis-jenis Nasakh
َقْد َنٰر ى َتَقُّلَب َو ْج ِهَك ِفى الَّس َم ۤا ِۚء َفَلُنَو ِّلَيَّنَك ِقْبَل ًة َتْر ٰض ىَهاۖ َف َو ِّل َو ْج َه َك َش ْطَر اْلَم ْس ِج ِد اْلَح َر اِم ۗ َو َح ْيُث َم ا ُكْنُتْم
َفَو ُّلْو ا ُوُجْو َهُك ْم َش ْطَرٗه ۗ َو ِاَّن اَّلِذ ْيَن ُاْو ُتوا اْلِكٰت َب َلَيْع َلُم ْو َن َاَّنُه اْلَح ُّق ِم ْن َّرِّبِه ْم ۗ َو َم ا ُهّٰللا ِبَغاِفٍل َع َّم ا َيْع َم ُلْو َن
Terjemahan
6
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 334.
7
Ibid, hlm. 336.
7
“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka
akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka
hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau
berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang
yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu
adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa
yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah : 144)
Tetapi nasakh versi ini pun ditolak oleh Imam Syafi’i dalam salah satu
riwayat. Menurutnya apa saja yang ditetapkan Sunnah tentu di dukung oleh al-
Qur’an dan apa saja yang ditetapkan oleh al- Qur’an tentu pula didukung oleh as-
Sunnah. Hal ini karena Al-Qur’an dan As-Sunnah harus senatiasa sejalan dan
tidak bertentangan.8
4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah Dalam hal ini ada empat bentuk
yaitu:
a. Nasakh mutawatir dengan mutawatir
b. Nasakh ahad dengan ahad
c. Nasakh ahad dengan mutawatir
d. Nasakh mutawatir dengan ahad
tiga bentuk pertama diperbolehkan sedangkan yang ke empat
terjadi silang pendapat.9
8
Ibid, hlm. 336.
9
Ibid, hlm. 337.
10
Ibid, hlm. 336.
11
Ibid, hlm. 336.
8
istri yang dicerai suaminya harus ber’iddah selama satu tahun dan
masih berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama
‘iddah satu tahun.
َو ٱَّلِذ يَن ُيَتَو َّفْو َن ِم نُك ْم َو َيَذ ُروَن َأْز َٰو ًجا َو ِص َّيًة َأِّلْز َٰو ِجِه م َّم َٰت ًع ا ِإَلى ٱْلَح ْو ِل َغْي َر ِإْخ َر اٍجۚ َف ِإْن َخ َر ْج َن َفاَل ُجَن اَح
َع َلْيُك ْم ِفى َم ا َفَع ْلَن ِفٓى َأنُفِس ِهَّن ِم ن َّم ْعُروٍف ۗ َو ٱُهَّلل َع ِزيٌز َحِكيٌم
Artinya:
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga
setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika
mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah : 240)
Ketentuan hukum ayat tersebut dihapus oleh ayat 234 surat al-
Baqarah , sehingga keharusan ‘iddah satu tahun tidak berlaku lagi.
َو اَّلِذ ْيَن ُيَتَو َّفْو َن ِم ْنُك ْم َو َيَذ ُرْو َن َاْز َو اًجا َّيَتَر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِهَّن َاْر َبَع َة َاْش ُهٍر َّوَع ْش ًراۚ َفِاَذ ا َبَلْغ َن َاَج َلُهَّن َفاَل ُجَناَح َع َلْيُك ْم
ِفْيَم ا َفَع ْلَن ِفْٓي َاْنُفِس ِهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِۗف َو ُهّٰللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر
Artinya :
9
merupakan syari’at paling sempurna yang menasakh syari’at -
syari’at yang datang sebelumnya. Karena syari’at Islam berlaku
untuk semua situasi dan kondisi, maka adanya nasakh berfungsi
untuk menjaga kemaslahatan umat. Terkadang ada nasakh terhadap
suatu hukum tetapi tidak ditentukan hukum lain sebagai
pennggantinya, selain bahwa ketentuan hukumnya sudah berubah.
Misalnya penghapusan keharusan bersedekah sebelum menghadap
Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah:
Artinya,
10
Ayat ini kemudian dinasakh dengan ayat:
F. Hikmah Nasakh
11
menunjukkan, bahwa kehendak-Nya lah yang akan terjadi, bukan
kehendak kita. Sehingga diharapkan dari keberadaan Nasakh dan
Mansukh ini akan mampu meningkatkan keimanan kita kepada
Allah SWT, bahwa Dia-lah yang Maha Menentukan.13
2. Dengan nasakh dan mansukh ini diharapkan pula kita akan
mempunyai prediksi dan pengertian bahwa Allah itu memang
adalah zat yang Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang, bahkan
lebih kasih dari pada yang berhati kasih dan lebih sayang dari pada
siapa saja yang berhati sayang. Mengapa? Karena memang pada
kenyataannya hukum-hukum Nasakh dan Mansukh tersebut
semuanya demi untuk kemaslahatan dan kebaikan kita.
3. Memelihara kemaslahatan hamba
4. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan
perkembangan dakwah dan kondisi umat Islam
5. Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau
tidak
6. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika
nasakh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya
terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan
maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.
BAB III
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
13
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 334.
12
Khalil al-Qattan, Mabahith Fi ‘ Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir,
Bogor, Pustaka Lentera Antar Nusa, 1996.
Anitya Rahmadiya, Ridho Pramadya Putra. Jurnal kajian al-Qur’an dan al-Hadits,
IAIN Kebumen, Nasikh wa Al Mansukh.
13