Anda di halaman 1dari 13

NASIKH & MANSUKH

PEMBIMBING :

BAPAK MUHAMMAD HUSEIN, M.A.

DISUSUN OLEH :

ANNISA SOLIHA ASVIANI (23641002)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga
tetap terlimpahkan kepada baginda dan Nabi kita Muhammad
Shallallahu’alaihiwasallam, kepada keluarganya yang baik dan suci serta para
sahabatnya yang mulia. Amma Ba’du.

Makalah ini dibuat, untuk menambah pengetahuan tentang Nasikh dan


Mansukh. Juga untuk memenuhi tugas mata kuliah ‘Ulumul Qur’an dari Bapak
Muhammad Husein, M. A. Di Fakultas Tarbiyah Program Studi Bimbingan
Konseling Pendidikan Islam Institut Agama Islam Negeri Curup.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih terdapat


banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas kesalahan dan
ketidaksempurnaan yang ditemukan dalam makalah ini, serta kritik dan saran
yang membangun. Demikian, kami ucapkan terimakasih.

Curup, 9 November 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4

A. Latar Belakang.......................................................................... 4

B. Rumusan Masalah..................................................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat ................................................................. 4

BAB II ISI

A. Pengertian Nasikh Mansukh................................................. 5

B. Syarat – Syarat Nasakh........................................................ 7

C. Jenis – Jenis Nasakh............................................................. 7

D. Macam – Macam Nasakh..................................................... 8

E. Hal – Hal Yang Mengalami Nasakh.................................... 11

F. Hikmah Nasakh.................................................................... 11

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Allah menurunkan syari’at samawiyah kepada Rasu-Nya untuk memperbaiki


umat di bidang ‘aqidah, ‘ibadah dan mu’amalah.
Sesungguhnya ‘aqidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak mengalami
perubahan, maka dakwah atau seruan para Rasul kepada ‘aqidah yang satu pun
sama. Hal ini sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,
melainkan kami wahyuhkan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku‛(QS. al-Anbiya’:25)
Dalam bidang ‘ibadah dan mu’amalah, prinsip dasar umumnya adalah sama
yaitu bertujuan untuk membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan
masyarakat, serta mengikatnya dengan ikatan kerjasama dan persaudaraan. Akan
tetapi tuntutan dan kebutuhan antara umat yang satu dengan yang lainnya tidak
sama, hal ini dikarenakan perjalanan dakawah dan taraf pertumbuhan serta
pembentukan yang tidak sama. begitu pula hikmah tasyri’ pada suatu periode akan
berbeda dengan periode yang lain. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa pembuat
syari’at adalah Allah SWT yang rahmat dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu
begitu pula terhadap otoritas perintah dan larangan-Nya.
Oleh karena itu sangatlah wajar jika kemudian Allah menghapuskan suatu
syari’at dengan syari’at yang lain demi menjaga kemaslahatan para hamba
berdasarkan pengetahuan-Nya terhadap segala sesuatu.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Nasakh dan Mansukh?


2. Apa saja syarat dan jenis dari Nasakh?
3. Apa saja macam Nasakh dalam Al Qur’an?
4. Apa hikmah adanya Nasakh?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Nasikh dan Mansukh.


2. Mengetahui syarat dan jenis Nasakh.
3. Mengetahui macam Nasakh dalam Al Qur’an.
4. Mengetahui hikmah adanya Nasakh.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasakh dan Mansukh.

Secara etimologis, kata naskh yang bentuk isim failnya “nasikh” dan isim
maf’ulnya “mansukh”, mempunyai arti yang beragam antara lain, menghilangkan
(al-izalah), menggantikan (at-tabdil), mengalihkan (at-tahwil), dan memindahkan
(an-naql). Jadi “nasikh” adalah sesuatu yang membatalkan, menghapus,
memindahkan dan mengubah, sedang “mansukh” adalah sesuatu yang dibatalkan,
dihapus, dipindahkan. dirubah dan lain sebagainya.

Nasikh adalah mengangkat hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang
kemudian dengan menghilangkan ‘amal pada hukum-hukumnya atau
menetapkannya. Dalam terminologi hukum Islam (fiqih) hukum yang dibatalkan
namanya mansukh, sedangkan hukum yang datang kemudian (menghapus)
disebut nasikh.

Kata nasakh sendiri mempunyai banyak makna. Ia bisa berarti ;

1. Menghilangkan (al-izalah)1 sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Hajj


ayat 52

‫َو َم ٓا َاْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِم ْن َّرُسْو ٍل َّو اَل َنِبٍّي ِآاَّل ِاَذ ا َتَم ّٰن ٓى َاْلَقى الَّش ْيٰط ُن ِفْٓي ُاْم ِنَّيِتٖۚه َفَيْنَس ُخ ُهّٰللا َم ا ُيْلِقى‬
)52 ( ‫الَّش ْيٰط ُن ُثَّم ُيْح ِكُم ُهّٰللا ٰا ٰي ِتٖۗه َو ُهّٰللا َع ِلْيٌم َحِكْيٌۙم‬

Artinya:

“Dan kami tidak mengutus seorang rasul dan tidak (pula) seorang nabi
sebelum engkau (Muhammad), melainkan apabila dia mempunyai suatu
keinginan, setanpun memasukkan godaan - godaan ke dalam keinginannya itu.
Tetapi Allah menghilangkan apa yang di masukkan setan itu. Dan Allah akan
menguatkan ayat - ayatnya. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
(Al Hajj : 52)

2. Menggantikan (at-tabdil)2 sebagaimana terdapat dalam QS. An Nahl ayat


101

)101( ‫َو ِاَذ ا َبَّد ْلَنٓا ٰا َيًة َّم َك اَن ٰا َيٍۙة َّوُهّٰللا َاْعَلُم ِبَم ا ُيَنِّز ُل َقاُلْٓو ا ِاَّنَم ٓا َاْنَت ُم ْفَتٍۗر َبْل َاْكَثُر ُهْم اَل َيْع َلُم ْو َن‬

1
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 326.
2
Ibid,

5
Artinya:

“Apabila Kami ganti suatu ayat di tempat ayat yang lain, padahal Allah lebih
mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, “Sesungguhnya engkau
(Nabi Muhammad) adalah pembuat kebohongan.” Bahkan kebanyakan mereka
tidak mengetahui.”

3. Pengalihan (at-tahwil)3, sebagaimana yang berlaku dalam ilmu waris.


4. Mengutip atau memindahkan (an-naql)4, sebagaimana dalam surat Al
Jasiyah ayat 29 :

‫ٰهَذ ا ِكٰت ُبَنا َيْنِط ُق َع َلْيُك ْم ِباْلَح ِّقۗ ِاَّنا ُكَّنا َنْسَتْنِس ُخ َم ا ُكْنُتْم َتْع َم ُلْو َن‬

Terjemahan

(Allah berfirman), “Inilah Kitab (catatan) Kami yang menuturkan


kepadamu dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Kami telah
menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.”

5. Mengganti atau menukar (At-Taghyir)5, sebagaimana dalam surat Al


Baqarah ayat 106 :

‫َم ا َنْنَس ْخ ِم ْن ٰا َيٍة َاْو ُنْنِسَها َنْأِت ِبَخْيٍر ِّم ْنَهٓا َاْو ِم ْثِلَهاۗ َاَلْم َتْع َلْم َاَّن َهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر‬
“Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami
ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah
kamu tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?” (Al Baqarah :
106).
Dari definisi yang telah disebutkan, disini jelas bahwa nasakh mempunyai
makna yang banyak, akan tetapi diantara makna-makna tersebut yang paling
mendekati kebenaran adalah bermakna al-izalah (menghilangkan).

Sedangkan pengertian menurut istilah adalah:

‫رفع شيئ ثبات وإ غيره مكانه‬

(mengangkat atau menghapuskan) sesuatu dan menetapkan yang lain pada


tempatnya.

3
M. Hasbi Ash Shiddiqi, Ilmu ilmu al Qur’an, (Jakarta; Bulan Bintang, 1972), hlm. 140.
4
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 326.
5
Jurnal kajian al-Qur’an dan al-Hadits, IAIN Kebumen, Nasikh wa Al Mansukh, hlm. 30.

6
Dalam kalimat lainnya ialah mengangkat (menghilangkan) hukum syar’i
dengan dalil hukum syar’i yang lain. Disebutkan kata hukum disini menunjukkan
prinsip bahwa segala sesuatu hukum asalnya adalah boleh tidak termasuk yang
dinasakh.

Kata Nasikh (yang menghapus) maksudnya adalah Allah yang menghapus


hukum itu.

Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapus.

B. Syarat-syarat Nasakh
Dalam Nasakh terdapat syarat-syarat yang harus diketahui yaitu:

1. Hukum yang Mansukh adalah hukum syar’i.


2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i.
3. Khitab yang dihapus atau yang diangkat hukumnya tidak terikat
(dibatasi) dengan waktu tertentu.

C. Jenis-jenis Nasakh

1. Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an. Misalnya ayat tentang ‘iddah


empat bulan sepuluh hari.6
2. Nasakh Al-Qur’an dengan as-Sunnah7
a. Nasakh al-Qur’an dengan hadits ahad akan tetapi Jumhur
al-‘Ulama’ sepakat bahwa ini tidak berlaku karena al-Qur’an
adalah mutawati.
b. Nasakh al-Qur’an dengan hadits mutawatir, nasakh semacam
ini diperbolehkan oleh Malik, Abu Hanifah dan Ahmad.
3. Nasakh as-Sunnah dengan Al-Qur’an, ini dibolehkan oleh jumhur
sebagaimana masalah menghadap ke Bayt al - Maqdis yang
ditetapkan dengan as-Sunnah dan didalam Al-Qur’an tidak terdapat
dalil yang menunjukkannya. Ketetapan ini kemudian di nasakh
oleh al-Qur’an dengan firman-Nya:

‫َقْد َنٰر ى َتَقُّلَب َو ْج ِهَك ِفى الَّس َم ۤا ِۚء َفَلُنَو ِّلَيَّنَك ِقْبَل ًة َتْر ٰض ىَهاۖ َف َو ِّل َو ْج َه َك َش ْطَر اْلَم ْس ِج ِد اْلَح َر اِم ۗ َو َح ْيُث َم ا ُكْنُتْم‬
‫َفَو ُّلْو ا ُوُجْو َهُك ْم َش ْطَرٗه ۗ َو ِاَّن اَّلِذ ْيَن ُاْو ُتوا اْلِكٰت َب َلَيْع َلُم ْو َن َاَّنُه اْلَح ُّق ِم ْن َّرِّبِه ْم ۗ َو َم ا ُهّٰللا ِبَغاِفٍل َع َّم ا َيْع َم ُلْو َن‬

Terjemahan

6
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 334.
7
Ibid, hlm. 336.

7
“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka
akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka
hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau
berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang
yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu
adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa
yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah : 144)

Tetapi nasakh versi ini pun ditolak oleh Imam Syafi’i dalam salah satu
riwayat. Menurutnya apa saja yang ditetapkan Sunnah tentu di dukung oleh al-
Qur’an dan apa saja yang ditetapkan oleh al- Qur’an tentu pula didukung oleh as-
Sunnah. Hal ini karena Al-Qur’an dan As-Sunnah harus senatiasa sejalan dan
tidak bertentangan.8

4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah Dalam hal ini ada empat bentuk
yaitu:
a. Nasakh mutawatir dengan mutawatir
b. Nasakh ahad dengan ahad
c. Nasakh ahad dengan mutawatir
d. Nasakh mutawatir dengan ahad
tiga bentuk pertama diperbolehkan sedangkan yang ke empat
terjadi silang pendapat.9

D. Macam-macam Nasakh dalam Al-Qur’an.

1. Nasakh dari segi bacaan dan hukumnya sekaligus.10


Yaitu bacaan dan tulisan ayatnya pun tidak ada lagi
termasuk hukum ajarannya telah terhapus dan diganti dengan
hukum yang baru.
Misalnya penghapusan ayat tentang keharaman kawin
dengan saudara satu susuan karena sama- sama menetek kepada
seorang ibu dengan sepuluh kali susuan dengan lima kali susuan
saja.
2. Nasakh hukumnya tanpa menasakh bacaannya.11
Yaitu tulisan dan bacaannya tetap ada dan boleh dibaca
sedangkan isi hukumnya sudah dihapus atau tidak boleh
diamalkan. Misalnya pada surat al- Baqarah ayat 240 tentang istri-

8
Ibid, hlm. 336.
9
Ibid, hlm. 337.
10
Ibid, hlm. 336.
11
Ibid, hlm. 336.

8
istri yang dicerai suaminya harus ber’iddah selama satu tahun dan
masih berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama
‘iddah satu tahun.

‫َو ٱَّلِذ يَن ُيَتَو َّفْو َن ِم نُك ْم َو َيَذ ُروَن َأْز َٰو ًجا َو ِص َّيًة َأِّلْز َٰو ِجِه م َّم َٰت ًع ا ِإَلى ٱْلَح ْو ِل َغْي َر ِإْخ َر اٍجۚ َف ِإْن َخ َر ْج َن َفاَل ُجَن اَح‬
‫َع َلْيُك ْم ِفى َم ا َفَع ْلَن ِفٓى َأنُفِس ِهَّن ِم ن َّم ْعُروٍف ۗ َو ٱُهَّلل َع ِزيٌز َحِكيٌم‬

Artinya:

“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga
setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika
mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah : 240)

Ketentuan hukum ayat tersebut dihapus oleh ayat 234 surat al-
Baqarah , sehingga keharusan ‘iddah satu tahun tidak berlaku lagi.

‫َو اَّلِذ ْيَن ُيَتَو َّفْو َن ِم ْنُك ْم َو َيَذ ُرْو َن َاْز َو اًجا َّيَتَر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِهَّن َاْر َبَع َة َاْش ُهٍر َّوَع ْش ًراۚ َفِاَذ ا َبَلْغ َن َاَج َلُهَّن َفاَل ُجَناَح َع َلْيُك ْم‬
‫ِفْيَم ا َفَع ْلَن ِفْٓي َاْنُفِس ِهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِۗف َو ُهّٰللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر‬

Artinya :

“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri


hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian
apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai
apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah: 234)

3. Menasakh bacaan ayat tanpa menasakh hukumnya.12


Yaitu tulisan ayatnya sudah dihapus sedangkan hukumnya
masih tetap berlaku.
Sebagaimana hadits Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu dan
Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘Anhu ;
‫الشيخ والشيخةاذازنيافارجموهماالبتةنكاالمن هللا و هللا عليم حكيم‬
Artinya : “Orang tua laki – laki dan perempuan yang berzina, maka
rajamlah keduanya itu dengan pasti sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.”

4. Nasakh dengan pengganti dan tanpa pengganti: Secara umum,


bahwa adanya nasakh ini menunjukkan bahwa syari’at Islam
12
Ibid, hlm. 336.

9
merupakan syari’at paling sempurna yang menasakh syari’at -
syari’at yang datang sebelumnya. Karena syari’at Islam berlaku
untuk semua situasi dan kondisi, maka adanya nasakh berfungsi
untuk menjaga kemaslahatan umat. Terkadang ada nasakh terhadap
suatu hukum tetapi tidak ditentukan hukum lain sebagai
pennggantinya, selain bahwa ketentuan hukumnya sudah berubah.
Misalnya penghapusan keharusan bersedekah sebelum menghadap
Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu (ingin)


melakukan pembicaraan rahasia dengan Rasul, hendaklah kamu
mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan)
pembicaraan itu. Hal itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Akan tetapi,
jika kamu tidak mendapatkan (apa yang akan disedekahkan),
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-
Mujadalah : 12)

Ketentuan ini dinasakh dengan firman-Nya:

“Apakah kamu takut (menjadi miskin) jika mengeluarkan sedekah


sebelum (melakukan) pembicaraan rahasia dengan Rasul? Jika kamu tidak
melakukannya dan Allah mengampunimu, tegakkanlah salat, tunaikanlah
zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Mahateliti terhadap
apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadalah : 13)

5. Nasakh dengan pengganti yang seimbang Nasakh disamping


menghapuskan suatu ketentuan juga menentukan hukum baru
sebagai penggantinya. Penggantinya itu sering seimbang atau sama
dengan ketentuan yang dihapusnya. Misalnya nasakh dari sholat
menghadap ke Bayt al - Muqaddas yang beralih menghadap ke
Baytal - Haram (Ka’bah)

6. Nasakh dengan pengganti yang lebih berat, misalnya penghapusan


hukuman penahan di rumah (terhadap wanita yang berzina).

Artinya,

“(Terhadap) para wanita kalian yang melakukan perbuatan keji,


hendaklah hadirkan empat orang saksi dari kalian (yang menyaksikannya).
Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah para
wanita itu dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai
Allah memberi jalan lain kepada mereka.” (An-Nisa : 15)

10
Ayat ini kemudian dinasakh dengan ayat:

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya


seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan
hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sebagian orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nur:2)

7. Nasakh dengan pengganti yang lebih ringan, misalnya:

“Di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang -


orang sebelum kamu …..” (QS. al-Baqarah: 183)

Ayat tersebut kemudian dinasakh dengan ayat sebagai berikut:

“Dihalalkan bagi kamu padamalam hari bulan puasa bercampur dengan


isteri - isteri kamu, mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka” (QS. Al-Baqarah: 187)

E. Hal-hal yang mengalami nasakh

Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang


diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan
dengan kalimat Khabar (Berita) yanng bermakna ‘Amr (Perintah) atau
Nahy (Larangan).

Bagaimana cara mengetahui Nasik1h dan Mansukh:

1. Keterangan tegas dari Nabi atau Sahabat


2. Ijma’ umat bahwa ayat ini Nasikh dan yang itu Mansukh
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan
datang berdasarkan sejarah

F. Hikmah Nasakh

Adapun hikmah yang terdapat pada Nasakh adalah sebagai berikut:

1. Mengukuhkan keberadaan Allah, bahwa Allah takkan pernah


terikat dengan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan logika
manusia. Sehingga jalan pikiran manusia takkan pernah bisa
mengikat Allah SWT. Allah mampu melakukan apa saja, sekalipun
menurut manusia hal tersebut tidak logis. Tetapi Allah akan

11
menunjukkan, bahwa kehendak-Nya lah yang akan terjadi, bukan
kehendak kita. Sehingga diharapkan dari keberadaan Nasakh dan
Mansukh ini akan mampu meningkatkan keimanan kita kepada
Allah SWT, bahwa Dia-lah yang Maha Menentukan.13
2. Dengan nasakh dan mansukh ini diharapkan pula kita akan
mempunyai prediksi dan pengertian bahwa Allah itu memang
adalah zat yang Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang, bahkan
lebih kasih dari pada yang berhati kasih dan lebih sayang dari pada
siapa saja yang berhati sayang. Mengapa? Karena memang pada
kenyataannya hukum-hukum Nasakh dan Mansukh tersebut
semuanya demi untuk kemaslahatan dan kebaikan kita.
3. Memelihara kemaslahatan hamba
4. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan
perkembangan dakwah dan kondisi umat Islam
5. Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau
tidak
6. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika
nasakh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya
terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan
maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

BAB III
Kesimpulan

Kendati banyak para ulama yang berselisih pendapat mengenai


diperbolehkannya Nasakh dan Mansukh akan tetapi perlu diketahui bahwa seiring
dengan perkembangan dakwah dan kemajuan zaman serta pergantian kaum yang
satu dengan yang lainnya maka hukum shar’i menyesuaikan dengan keadaan
masyarakat yang ada.

Banyak hikmah yang dapat dipetik setelah mempelajari Nasakh dan


Mansukh, sehingga setelah mengetahui lebih dalam lagi maka kita makin kuat
keimanan kita dan kepercayaan kita bahwa Allah tidak akan menguji hambanya di
luar batas kemampuannya.

DAFTAR PUSTAKA
13
Manna Khalil al Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 334.

12
Khalil al-Qattan, Mabahith Fi ‘ Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir,
Bogor, Pustaka Lentera Antar Nusa, 1996.

M. Hashbi ash-Shiddiqi, Ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang,


1972.

Anitya Rahmadiya, Ridho Pramadya Putra. Jurnal kajian al-Qur’an dan al-Hadits,
IAIN Kebumen, Nasikh wa Al Mansukh.

13

Anda mungkin juga menyukai