Anda di halaman 1dari 11

NASIKH DAN MANSUKH

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Studi Al-Qur’an”

Oleh:
Afizena Farel Bagas Dana Prakasa (09020522019)
Dewi Agustin (09010522007)
Herlita Rifqi Puspita (09020522029)

Dosen Pengampu:
Amrullah, M.Ag

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UINIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, sehingga kita bisa menyusun tugas makalah Nasikh dan Mansukh ini dengan baik
serta tepat waktu. Tugas ini saya buat untuk memberikan pengetahuan tentang nasikh dan
Mansukh. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa menambah wawasan kita menjadi
lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini
Oleh sebab itu, kritik serta saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Studi Al-Qur’an. Atas perhatian serta waktunya kami sampaikan terima kasih.

Surabaya, 11 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................................... 1
BAB 2. PEMBAHASAN............................................................................................................. 2
A. Definisi Nasikh dan Mansukh.................................................................................... 2
B. Problematika Nasikh dan Mansukh...................................................................... 2-4
C. Ugensitas Nasikh dan Mansukh............................................................................ 4-5
BAB 3. PENUTUP..................................................................................................................... 8
A. KESIMPULAN......................................................................................................... 8
B. SARAN....................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 9

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah menurunkan shari’at samawiyah kepada rasul-Nya untuk memperbaiki umat di
bidang aqidah, ibadah dan mu’amalah. Sesungguhnya aqidah semua ajaran samawiitu satu
dan tidak mengalami perubahan, maka dakwah atau seruan para rasul kepada aqidah yang
satu pun sama. Dalam bidang ibadah dan mu’amalah, prinsip dasar umumnya adalah sama
yaitu bertujuan untuk membersihkan jiwa dan memelihara kesehatan masyarakat, serta
mengikatnya dengan ikatan kerjasama dan persaudaraan. Akan tetapi tuntutan dan
kebutuhan antara umat satu dengan yang lainnya tidak sama, hal ini karena perjalanan
dakwah dan taraf pertumbuhan serta pembentukan yang tidak sama. Begitru pula hikmah
al-tashri’ pada suatu periode akan berbeda dengan periode lain. Tetapi tidak diragukan lagi
bahwa pembuat shari’at adalah Allah SWT yang rahmat dan ilmu-Nya meliputi segala
sesuatru terhadap otoritas perintah dan larangan-Nya. Oleh karena itu sangatlah wajar jika
Allah menghapuskan suatu shari’at dengan shari’at yang lain demi menjaga kemaslahatan
para hamba berdasarkan pengetahuan-Nya yang ‘azali tentang yang pertama dan
kemudian.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi Nasikh dan Mansukh
2. Problematika Nasikh-Mansukh
3. Ugensitas Nasikh-Mansukh dalam Studi Al-Qur’an
4. Kegunaan Teori Nasikh dan Mansukh dalam Studi Al-Qur’an

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Nasikh dan Mansukh
2. Mengetahui problematika Nasikh dan Mansukh
3. Mengetahui ugensitas Nasikh dan Mansukh dalam studi Al-Qur’an
4. Mengetahui kegunaan teori Nasikh dan Mansukh dalam studi Al-Qur’an

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Nasikh dan Mansukh
Kata Nasikh merupakan bentuk isim fail dan Mansukh merupakan bentuk isim maf’ul yang
berasal dari masdar naskh. Secara etimologi naskh memiliki banyak pengertian, yaitu penghilang
atau penghapusan (izalah), pengubahan (tahwil), penggantian (tabdil),dan pemindahan (naql).
Annadlo fatul minal iman kebersihan lebih baik daripada iman Sedangkan menurut terminologi,
para ulama mendefinisikan naskh, walaupun dengan redaksi yang sedikit berbeda, namun dalam
pengertian sama, yaitu ‫( رفع انحكم انشزعى بخطاب شزعى‬mengangkat/menghapus hukum syara‟
dengan khitab syara‟ yang lain), atau dengan kalimat ‫( رفع انحكم باندنيم انشزعى‬menghapuskan
hukum syara‟ dengan dalil syara‟ yang lain). Ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat
Al-Hajj ayat 52,

‫ك ِم ْن َر س ُ ول َو َّل ن َ ب ِ ي إ ِ َّّل إ ِ ذ َ ا ت َ َم ن َّ ى أ َلْ ق َ ى‬ َ ِ‫َو َم ا أ َ ْر سَ لْ ن َا ِم ْن ق َ بْ ل‬


ُ َّ‫ال شَّ يْ طَ ا ُن ف ِ ي أ ُ ْم ن ِ ي َّ ت ِ هِ ف َ ي َ نْ سَ ُخ ّللاَّ ُ َم ا ي ُ لْ قِ ي ال شَّ يْ طَ ا ُن ث ُمَّ ي ُ ْح ِك مُ ّللا‬
‫آ ي َ ا ت ِ هِ ۗ َو ّللاَّ ُ عَ لِ يم َح ِك يم‬
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi,
melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan
terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah
menguatkan ayat-ayat- Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.1
Ulama-ulama mutaqqadimin bahkan memperluas arti nasikh hingga mencakup :
a. Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian
b. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang
kemudian;
c. Penjelasan susulan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar;
d. Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.
Mansukh ialah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Seperti ayat mawaris atau hukum yang
terkandung di dalamnya, yaitu menghapuskan hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat
sebagaimana akan dijelaskan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam naskh
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Hukum yang mansukh adalah hukum syara‟.
b. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar‟i yang datang lebih kemudian dari
khitab yang hukumnya mansukh.

1
Ibnu al-Jauzi, Nawasikh al-Qur’an, (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah), h. 20

2
c. Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat dengan waktu tertentu.

B. Problematika Nasikh-Mansukh
Pada garis besarnya, para Ulama’ dalam menyikapi problem nasikh - mansukh ada dua
golongan, yakni golongan yang menerima adanya nasikh - mansukh. dengan berbagai
variannya, dan golongan ulama’ yang menolak adanya nasikh - mansukh dengan berbagai
argumentasinya. Beberapa ulama’ yang menerima adanya nasikh - mansukh adalah : al -
Syafi’ i (w. 204 H.), al-Nahas (w. 388 H.), alSuyuthi (w. 911 H.) dan al-Syaukani (w.1280
H.). Sedang ulama yang menolak adanya nasikh - mansukh adalah Abu Muslim al-Isfahani
(w. 322 H.), al-Fahrur Rozi (w. 606 H.), Muhammad Abduh (w. 1325) H, Rasyid Ridho
(w. 1354 H.) dan Taufiq Sidqi (w. 1298 H).
Para ulama’ yang menerima adanya nasikh - mansukh dalam Islam mempunyai
argumentasi rasioal maupun nash (naqli). Diantaranya yang bersifat rasional adalah:
Kehendak Allah SWT bersifat mutlak, absolut, sehingga
1. Allah SWT bebas menyuruh hambanya untuk melakukan sesuatu atau melarangnya.
Demikian juga Allah SWT bebas menetapkan sebagian hukum-hukum Nya atau
menghapus (menasakh), karena Allah SWT Maha Tahu kemaslahatan terhadap hamba-
Nya dibalik pembatalan tersebut. Syariat Islam ternyata memerintahkan sesuatu perbuatan
yang
2. Dibatasi dengan waktu tertentu, seperti puasa Ramadlan, sehingga dengan datangnya
bulan syawal berarti perintah puasa terhapus Risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW
diperuntukkan
3. Kepada umat manusia secara keseluruhan (kafah). Sedang sebelumnya telah ada syariat
para Rasul yang terdahulu. Dengan datangnya Islam syariat agama terdahulu terhapus
(mansukh). Logikanya, jika tidak ada naskh terhadap hukum syariat, berarti hukum syariat
agama yang terdahulu masih berlaku. Jika demikian berarti risalah Islamiyah tidak kafah
Tidak ada dalil
4. Naqli (Nash) yang jelas melarang. Oleh sebab itu logis dimungkinkannya adanya nasakh
dan mansukh.

Adapun argumentasi yang bersifat naqli antara lain ialah : Syari’at para Rasul
terdahulu di-
1. Naskh dengan syariat Rasul yang kemudian, seperti dibolehkannya nikah dengan
saudara sekandung pada syariat Nabi Adam AS, kemudian di-naskh oleh syariat
sesudahnya baik Yahudi, Nasrani maupun Islam. Syariat Nabi Ya’qub membolehkan
mengawini dua wanita bersaudara sekaligus, kemudian dinaskh pada syariat Nabi Musa
AS, dan lain sebagainya. Beberapa ayat al-Qur’an menunjukkan secara eksplisit
2. Tentang absahnya naskh dalam Islam seperti : QS. alBaqarah :106, QS. al-Nahl: 101,
QS. al-Ra’d : 39, QS. al-Nisa’ : 160 Kesepakatan ulama salaf tentang adanya
3. Nasikh – mansukh bukti riil (nyata) dalam al-Qur’an dan al-Sunnah banyak
4. Terdapat nasikh - mansukh.

3
Mengenai argumentasi ulama’ yang menolak adanya nasikh - mansukh dalam al-
Qur’an dan al-Sunnah dapat diringkaskan sebagai berikut:
1. Berdasarkan pertimbangan rasio, yakni :
a. Syariah adalah bersifat kekal abadi sampai hari qiyamat, hal ini menghendaki
hukumnya herlaku sepanjang masa, tidak ada yang di nasakhkan Kebanyakan bentuk
hukum dalam al-Qur’an bersifat b. kulli dan ijmal (global), bukan juz’i (parsial) dan
tafsil (terperinci). Hal ini agar supaya bisa fleksibel, sehingga tidak perlu naskh.
b. Tidak ada ayat al-Qur’an maupun al-Sunnah yang jelas
c. Tentang adanya naskh Pendapat ulama’ tidak sama tentang jumlah ayat-ayat yang
d. mansukh Ayat-ayat yang kelihatannya berlawanan ternyata dapat
e. Dikompromikan, baik dengan teknik `am dan takhsis maupun ijmal dan tafshil
f. Tidak ada hikmah yang didapat dari fenomena nask
2. Naqli yang dikemukakan oleh ulama’ yang menolak nasikh dan mansukh ialah :
a. Pernyataan QS. Fushshilat: 42 bahwa Dalam al-Qur’an tidak ditemukan adanya
kebatilan, padahal hukum Tuhan yang dibatalkan adalah kebatilan.
b. Redaksi dalam kitab Taurat Nabi Musa AS.
c. Redaksi dalam Sabda Nabi Isa AS.
d. Penafsiran Surat d. al-Baqarah:106 bahwa Allah tidak mengganti ayat atau membuat
manusia lupa tentang ayat kecuali Allah menggantikan yang lebih baik. Kelompok ini
memahami bahwa kata “ayat” disitu diartikan “mu’jizat” atau ayat pada kitab sebelum
al-Qur’an yang di-naskh oleh al Qur’an.
Untuk menyikapi dua kelompok ulama’ di atas. Muhammad Abduh membuat suatu usaha
rekonsiliasi, yakni dengan memaknai kata “naskh” bukan dengan pembatalan tetapi dengan
arti tabdil (pergantian. pengalihan. pemindahan ayat hukum di tempat ayat hukum yang
lain). Dalam arti bahwa kesemua ayat al-Qur’an tetap berlaku, tidak ada kontradiksi, hanya
saja karena perbedaan kondisi umat atau perseorangan maka berlaku hukum yang berbeda.

C. Ugensitas Nasikh-Mansukh
Prinsip dasar dari kajian nasikh dan mansukh adalah melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik yang dilakukan langsung oleh Allah dalam kitabnya Al-Qur’an. Terkait dengan
adanya nasikh dan mansukh ini, maka tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya Al-Quran dan
tujuan yang ingin dicapainnya. Turunnya kitab suci Alquran memang tidak terjadi sekaligus,
tapi berangsurangsur dalam kurun waktu lebih kurang 23 tahun. Awalnya persoalan ini banyak
dipertanyakan oleh orang, namun akhirnya waktulah yang menjawab kalau semua itu
bertujuan untuk pemantapan dan penyempurnaan syari’at. Pengetahuan tentang nasikh dan
mansukh sangat besar manfaatnya supaya pengetahuan tentang hukum tidak kacau dan kabur.
Bahkan, sejak masa para sahabat pengetahuan tentang nasikh dan mansukh sudah
diperintahkan secara tegas. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdul Wahab bin Mubarok al-
Anmathi bahwasannya Ali bin Abi Thalib r.a menceritakan suatu kisah kepada para sahabat
(ketika bertanya kepada seorang hakim), maka Ali r.a berkata “Apakah engkau mengetahui

4
tentang nasikh dan mansukh”? Hakim menjawab “Tidak”. Ali r.a berkata “Engkau telah sesat
dan menyesatkan”.2
Para ulama menerangkan adanya perbedaan pendapat tentang kedudukan nasikh dan
mansukh yang disebabkan oleh banyaknya penafsiran tentang kajian ini. Pada akhirnya dapat
dilihat adanya suatu fungsi pokok bahwa nasikh dan mansukh merupakan salah satu metode
interpretasi hukum. Jadi, dalam penggalian ajaran dan hukum Islam yang terdapat dalam Al-
Quran ilmu ini sangat penting untuk mengetahui proses tasyri’ (penetapan dan penerapan
hukum), apakah sejalan dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah, serta
sejauh mana elastisitas dan perubahan hokum bisa dibedakan. Adanya nasikh dan mansukh
memberikan sebuah pelajaran bahwa Allah memberikan hukum secara bertahap, akibatnya
hukum bisa berubah sesuai dengan kondisi masyarakat. Seperti pergantian hukum khamr atau
minuman keras yang sampai empat kali tahapan. Masyarakat Arab yang terkenal berwatak
keras memiliki tradisi meminum khamr yang sudah mengakar tentu tidak bisa dirubah
sekaligus, sehingga dalam kasus ini Allah tidak serta-merta langsung mengharamkan khamr.
Awalnya, di dalam Alquran hanya dijelaskan tentang buah-buahan yang bisa dibuatkan sesuatu
yang memabukkan. Lalu, Allah menjelaskan bahwa khamr itu mudharatnya lebih besar
daripada manfaatnya. Kemudian, Allah melarang mendekati shalat dalam keadaan mabuk.
Terakhir, barulah Allah mengharamkan khamr secara keseluruhan karena merupakan bagian
dari perbuatan setan. Suatu hukum yang terpakai pada suatu masa belum tentu bisa diterapkan
di masa yang lain. Ketika kondisi berubah maka kebutuhan akan konsep hukum yang baru juga
mutlak diperlukan.

2
Ibnu al-Jauzi, op.cit., h.29

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nasikh merupakan penghapusan, pengubahan, penggantian sedangkan mansukh adalah
hukum yang diangkat atau dihapuskan. Para ulama’ dalam menyikapi problem nasikh -
mansukh ada dua golongan, yakni golongan yang menerima adanya nasikh - mansukh.
dengan berbagai variannya, dan golongan ulama’ yang menolak adanya nasikh - mansukh
dengan berbagai argumentasinya. Adanya nasikh dan mansukh memberikan sebuah
pelajaran bahwa Allah memberikan hukum secara bertahap, akibatnya hukum bisa berubah
sesuai dengan kondisi masyarakat. Suatu hukum yang terpakai pada suatu masa belum
tentu bisa diterapkan di masa yang lain. Ketika kondisi berubah maka kebutuhan akan
konsep hukum yang baru juga mutlak diperlukan.
B. Saran
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga diperlukan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca.

6
DAFTAR PUSTAKA
Auliya, S., & Gazali, HA (2018). “Urgensi Kajian Nasikh Dan Mansukh Dalam Bingkai
Generasi Kekinian (Upaya Membumikan Teori Klasik Untuk Masa Kini)”. Islam
Transformatif: Jurnal Kajian Islam , 2 (2), 181-192.
Indonesia, U. J. J. T. “HISTORISITAS NASIKH MANSUKH DAN
PROBLEMATIKANYA DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN”.
Irfan, I. (2016). “Penerapan Nasikh Mansukh dalam Al-Qur’an (Doctoral dissertation”,
Universitas Islam Negri Makassar).
Syaifulloh, A. (2018). “NASIKH DAN MANSUKH: LANGKAH ULAMA’DALAM
MEMAHAMI AL-QUR’AN DAN HADIS”. Jurnal Studi Islam dan Sosial, 1(1),
107-127.

Anda mungkin juga menyukai