MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur`an
Dosen Pengampu:
M. Maulana Asegaf, Lc, M.H.I
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Ahmad Ishomuddin NIM 08040323097
Yasmien Malihah Taroid NIM 08020323090
Su`Aidah Syihab NIM 08020323084
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat karunianya baik
secara fisik maupun akal pikiran sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Studi Al-Qur`an dengan judul “Memahami Nasikh dan
Mansukh Dalam Al-Qur`an.”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca makalah ini, agar makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada penulisan makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengampu Studi Al-Qur`an yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Surabaya,………………
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................5
C. Tujuan Masalah....................................................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Naskh, Nasikh dan Mansukh..............................................................................6
B. Pentingnya Mempelajari Nasikh Mansukh...........................................................................7
C. Kegunaan Teori Nasikh Mansukh dalam Studi Al-Qur`an...................................................8
D. Macam-macam Nasakh......................................................................................................10
E. Bentuk-bentuk Nasakh dalam Al-Qur’an...........................................................................12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................................14
B. Saran..................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menurunkan syari’at samawiyah kepada rasul-Nya untuk memperbaiki umat
di bidang aqidah, ibadah dan mu’amalah. Sesungguhnya aqidah semua ajaran samawi
itu satu dan tidak mengalami perubahan, maka dakwah atau seruan para rasul kepada
aqidah yang satu pun sama. Dalam bidang ibadah dan mu’amalah, prinsip dasar
umumnya adalah sama yaitu bertujuan untuk membersihkan jiwa dan memelihara
kesehatan masyarakat, serta mengikatnya dengan ikatan kerjasama dan persaudaraan.
Akan tetapi tuntutan dan kebutuhan antara umat satu dengan yang lainnya tidak sama,
hal ini karena perjalanan dakwah dan taraf pertumbuhan serta pembentukan yang tidak
sama. Begitru pula hikmah al-tashri’ pada suatu periode akan berbeda dengan periode
lain. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa pembuat shari’at adalah Allah SWT yang
rahmat dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatru terhadap otoritas perintah dan larangan-
Nya. Oleh karena itu sangatlah wajar jika Allah menghapuskan suatu shari’at dengan
shari’at yang lain demi menjaga kemaslahatan para hamba berdasarkan pengetahuan-
Nya yang ‘azali tentang yang pertama dan kemudian.
4
tentang bagaimana menghadapi ayat-ayat tersebut. Sehingga timbul pembahasan tentang
Nasikh dan Mansukh.1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah
dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah pengertian naskh, nasikh dan mansukh?
2. Apakah pentingnya mempelajari nasikh dan mansukh?
3. Apakah kegunaan teori nasikh dan mansukh dalam studi Al-Qur’an?
4. Berapakah macam-macam Naskh?
5. Apa contoh-contoh realita Naskh dalam Al-Qur’an ?
6. Apa bentuk-bentuk Naskh dalam Al-Qur`an?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami pengertian naskh, nasikh dan mansukh
2. Untuk memahami pentingnya naskh dan mansukh
3. Untuk mengetahui kegunaan teori naskh dan mansukh dalam studi Al-Qur’an
4. Untuk memahami macam-macam naskh
5. Untuk memahami contoh-contoh realita naskh dalam Al-Qur’an
6. Untuk memahami bentuk-bentuk Naskh dalam Al-Qur`an
A.
1
M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 1994), hal. 143
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Pengertian Mansukh menurut Bahasa berarti sesuatu yang dihapus atau
dihilangkan atau dipindah ataupun disalin atau dinukil. Sedangkan menurut istilah para
ulama’ Mansukh adalah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang
belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang
datang kemudian.
Tegasnya dalam Mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama
yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan kondisi yang
menghendaki perubahan dan penggantian hukum.
Mansukh ialah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Seperti ayat mawaris atau
hukum yang terkanung didalamnya, yaitu menghapus hukum wasiat kepada kedua orang
tua atau kerabat sebagaimana akan dijelaskan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Hukum yang Mansukh adalah hukum syara’.
2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’I yang datang lebih kemudian
dari khitab yang hukumnya Mansukh.
B. Pentingnya Mempelajari Nasikh Mansukh
Mempelajari Nasikh dan Mansukh itu sangat penting di karenakan di dalam
pembahasan tentang Nasikh dan Mansukh terdapat beberapa hikmah yang akan kita
dapatkan. Salah satunya ialah meneguhkan keyakinan bahwa Allah tidak akan terikat
dengan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Sehingga jalan pikiran
manusia takkan pernah bisa mengikat Allah Swt. Allah mampu melakukan apa saja,
sekalipun menurut manusia hal tersebut tidak logis. Tetapi Allah Swt akan menunjukkan,
bahwa kehendak-Nyalah yang akan terjadi, bukan kehendak kita. Sehingga diharapkan
dari keberadaan nāsikh dan mansūkh ini akan mampu meningkatkan keimanan kita
kepada Allah Swt, bahwa Dia-lah yang Maha Menentukan, selain itu kita akan semakin
yakin bahwa Allhah Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang, karena memang pada
kenyataannya hukum-hukum naskh dan mansūkh tersebut semuanya untuk kemaslahatan
dan kebaikan manusia.
Kemudian kita dapat mengetahui proses tasyri’ (penetapan dan penerapan hukum)
Islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta ‘illatul ḥukmi (alasan ditetapkannya suatu
hukum). Mengetahui perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan
7
perkembangan dakwah dan kondisi umat Islam. Dengan adanya pembahasan Nasikh dan
Mansukh kita dapat mengetahui bahwa Allah menghendaki kebaikan dan kemudahan
bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat
tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung
kemudahan dan keringanan.2
Dengan memahami nasikh-mansukh dalam al-Qur’an ini pula, kita menyadari
bahwa hukum Allah itu tidak bersifat kaku dan stagnan. Pernyataan di atas menjadi
penjelasan bahwasanya syari’at Islam kita tidak kaku, Namun dinamis dan selalu
berkembang.
C. Kegunaan Teori Nasikh Mansukh dalam Studi Al-Qur`an
Para ulama menerangkan adanya perbedaan pendapat tentang kedudukan nasikh dan
mansukh yang disebabkan oleh banyaknya penafsiran tentang kajian ini. Pada akhirnya
dapat dilihat adanya suatu fungsi pokok bahwa nasikh dan mansukh merupakan salah
satu metode interpretasi hukum. Jadi, dalam penggalian ajaran dan hukum Islam yang
terdapat dalam AlQuran ilmu ini sangat penting untuk mengetahui proses tasyri’
(penetapan dan penerapan hukum), apakah sejalan dengan dinamika dan kebutuhan
masyarakat yang selalu berubah, serta sejauh mana elastisitas dan perubahan hokum bisa
dibedakan. Adanya nasikh dan mansukh memberikan sebuah pelajaran bahwa Allah
memberikan hukum secara bertahap, akibatnya hukum bisa berubah sesuai dengan
kondisi masyarakat. Seperti pergantian hukum khamr atau minuman keras yang sampai
empat kali tahapan. Masyarakat Arab yang terkenal berwatak keras memiliki tradisi
meminum khamr yang sudah mengakar tentu tidak bisa dirubah sekaligus, sehingga
dalam kasus ini Allah tidak serta-merta langsung mengharamkan khamr. Awalnya, di
dalam Alquran hanya dijelaskan tentang buah-buahan yang bisa dibuatkan sesuatu yang
memabukkan. Lalu, Allah menjelaskan bahwa khamr itu mudharatnya lebih besar
daripada manfaatnya. Kemudian, Allah melarang mendekati shalat dalam keadaan
mabuk. Terakhir, barulah Allah mengharamkan khamr secara keseluruhan karena
merupakan bagian dari perbuatan setan. Suatu hukum yang terpakai pada suatu masa
belum tentu bisa diterapkan di masa yang lain. Ketika kondisi berubah maka kebutuhan
akan konsep hukum yang baru juga mutlak diperlukan.
2
Sumber Tafsir Ilmu Tafsir Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. www.bacaanmadani.com
8
Adapun syarat berlakunya naskh mansukh sebagaimana dijelaskan oleh al-Zarqāni
dalam kitab Manahilu al 'Irfan fi Ulumi al Qur'an adalah sebagai berikut:
a. Hukum yang mansūkh (dihapus) adalah hukum syari’at bukan hukum yang berlaku
abadi, seperti hukum aqidah;
b. Dalil yang menasakh ( menghapus ) adalah dalil syar’i bukan dalil aqli (akal);
c. Dalil yang menasakh ( menghapus ) datang setelah dalil hukum yang dihapus (tidak
datang secara bersamaan);
d. Antara dalil yang menasakh ( menghapus ) dan yang mansukh (dihapus) terdapat
pertentangan yang tidak dapat dikompromikan.
9
sesudah al
Mumtahana
Al-Baqarah: 221 Al-Maidah: 5 turun Perkawinan
di Madinah kecuali beda agama
ayat 3. Turun
sesudah al-Fath
Al-Baqarah: 217 Al-Tawbah: 36 Perintah
Nomor 9 turun di memerangi
Madinah(kecuali 2 orang
ayat terakhir) musyrik
D. Macam-macam Nasakh
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa dalil syar’i terdiri dari Al-Qur`an dan Sunnah
Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian nasakh ada empat macam:
َ ٰۗ يٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نَا َج ْيتُ ُم ال َّرسُوْ َل فَقَ ِّد ُموْ ا بَ ْينَ يَ َديْ نَجْ ٰوى ُك ْم
ًص َدقَة
10
Artinya: “apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah
sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya
dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat,
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah.
Sebagian ulama mengatakan Al-Qur’an tidak boleh dinasakh dengan Sunnah. Sebab mereka
menganggap bahwa kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran agama Islam lebih
tinggi dari Sunnah. Sedangkan Sunnah merupakan sumber ajaran agama Islam kedua yang
berfungsi sebagai penjelas (al-bayān) Al-Qur’an. Semetnara kelompok ulama yang lainnya
mengatakan bahwa nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah hukumnya boleh. Argumentasi
mereka didasarkan kepada pemahaman bahwa Sunnah sama seperti Al-Qur’an merupakan
wahyu Allah Swt. meski redaski Hadis bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Kelompok
kedua ini meyakini bahwa praktek nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah terjadi pada QS. Al-
Baqarah [2]: 180 tentang kewajiban wasiat kepada orang tua dan kerabat. Menurut pendapat
kedua ini ayat tersebut dinasakh dengan hadis:
ِ صيَةَلِ َو
ار ٍّ ِإ َّن هَّللا أ ْعطَى َك َّل ِذي َح
ِ َوالَ َو،ُق َحقَّه
“Sesungguhnya Allah telah memberikan seseorang sesuai dengan haknya, dan tidak ada
wasiah bagi ahli waris” (HR. al-Turmudzi).
Hukum yang ditetapkan dengan dalil Sunnah kemudian dinaskh (dihapus) dengan dalil
Al-Qur`an. Contoh: Nabi Muhammad Saw. pernah melakukan salat dengan menghadap ke
Baitul Maqdis selama 16 bulan. Kemudian Sunnah ini dinasakh dengan QS. Al-Baqarah [2]:
144;
11
d. Naskh Sunnah dengan Sunnah
Hukum yang ditetapkan dengan Sunnah kemudian dinasakh dengan Sunnah juga.
Contohnya: Nabi Muhammad Saw. pernah melarang ziarah kubur. Kemudian hukum
Imam Malik berkata bahwa sepuluh kali susuan dinasakh dengan lima kali
susuan begitu juga bacaannya. Akan tetapi nasakh tersebut terjadi sesaat sebelum
nabi wafat. Sehingga sebagian orang masih tetap membacanya. Namun setelah
banyak orang tahu bahwa ayat tersebut dinasakh maka mereka tidak membacanya
lagi. Sedangkan lima kali susuan hanya dihapus bacaannya, sedangkan hukumnya
tetap berlaku.
12
Ayat tersebut dinasakh dengan QS. Al-Mujadilah [58]: 13;
3.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hazim bahwa Ubay bin Ka’b berkata kepada Zirrin bin
Hubaisy, “saya pernah membaca surah al-Ahzab bersama Rasulullah Saw. seperti
jumlah ayat dalam surah al-Baqarah, bahkan lebih banyak lagi. Tetapi kemudian
banyak yang dihapus hingga menjadi 73 ayat. Di antara ayat yang dihapus adalah
tentang rajam (seperti ayat di atas).”
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nasikh merupakan penghapusan, pengubahan, penggantian sedangkan mansukh
adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Para ulama’ dalam menyikapi problem
nasikh - mansukh ada dua golongan, yakni golongan yang menerima adanya nasikh -
mansukh.
Dengan berbagai variannya, dan golongan ulama’ yang menolak adanya nasikh -
mansukh dengan berbagai argumentasinya. Adanya nasikh dan mansukh memberikan
sebuah pelajaran bahwa Allah memberikan hukum secara bertahap, akibatnya hukum
bisa berubah sesuai dengan kondisi masyarakat. Suatu hukum yang terpakai pada suatu
masa belum tentu bisa diterapkan di masa yang lain. Ketika kondisi berubah maka
kebutuhan akan konsep hukum yang baru juga mutlak diperlukan.
Dengan memahami nasikh-mansukh dalam al-Qur’an ini pula, kita menyadari
bahwa hukum Allah itu tidak bersifat kaku dan stagnan. Pernyataan di atas menjadi
penjelasan bahwasanya syari’at Islam kita tidak kaku, Namun dinamis dan selalu
berkembang.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa dalil syar’i terdiri dari Al-Qur`an dan Sunnah Nabi
Muhammad Saw. Dengan demikian nasakh ada empat macam:
a. Nasakh Al-Qur`an dengan Al-Qur`an
b. Naskh Al-Qur`an dengan Sunnah
c. Nasakh Sunnah dengan Al-Qur`an
d. Naskh Sunnah dengan Sunnah
B. Saran
Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam menyusun makalah ini, karena
itu, kami mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca untuk membenarkan segala
kekurangan dan kesalahan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
14
DAFTAR PUSTAKA
https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/issue/view/480
Kementerian Agama, 2014, Tafsir Ilmu Tafsir Kelas X MA
https://jurnal. uin-antasari. ac. id/index.php/jils/issue/view/472
Kementrian Agama, 2020, Tafsir Indonesia MAPK Kelas XII
Ahmad Sarwad, Nasakh dan Mansukh, 2020.
15