Disusun Oleh:
1. Ricky
2. Riska suparnika
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Nasikh Mansukh” ini dengan baik. Sholawat serta salam penulis
haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing ummat
manusia dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang yakni Agama Islam.
Penulis,
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. LatarBelakang........................................................................................................1
B. RumusanMasalah..................................................................................................2
C. TujuanPenulisan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
1. Pengertian Nasikh.............................................................................................3
2. Pengertian Mansukh..........................................................................................4
Nasakh ......................................................................................................................6
Takhshis ....................................................................................................................6
A. Kesimpulan..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Al Qur’an adalah kalamullah yang merupakan mu’jizat bagi Nabi
Muhammad SAW. Al Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk
mencapai kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. Dalam Al Qur’an terkandung
banyak hikmah dan pelajaran. Al Qur’an memuat ayat yang mengandung hal-hal
yang berhubungan dengan keimanan, Ilmu pengetahuan, tentang cerita-cerita,
seruan kepada uma tmanusia untuk beriman dan bertaqwa, memuat tentang
ibadah, muamalah, dan lain lain.
1
B. RumusanMasalah
1. Bagaimanakah pengertian dari Naskh dan Mansukh?
2. Apa sajakah rukun-rukun dan syarat-syarat Naskh?
3. Apa perbedaan antara Naskh, Takhsish dan Bada ?
4. Apa saja dasar–dasar penetapan Naskh dan Mansukh?
5. Bagaimana perbedaan pendapat tentang adanya ayat-ayat Mansukh
dalam Al-Qur’an?
6. Bagaimana bentuk-bentuk dan macam-macam Naskh dalam Al-
Qur’an?
7. Apa hikmah adanya Naskh dalam Al Qur’an?
C. TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Nasikh dan Mansukh
2. Untuk mengetahui rukun-rukun dan syarat-syarat Nasakh
3. Untuk mengetahui perbedaan antara Naskh, Takhsish dan Bada ?
4. Untuk mengetahui saja dasar–dasar penetapan Naskh dan Mansukh
5. Untuk mengetahui perbedaan pendapat tentang adanya ayat-ayat
Mansukh dalam Al-Qur’an?
6. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dan macam-macam Naskh dalam
Al-Qur’an?
7. Untuk mengetahui hikmah adanya Nasakh dalam Al Qur’an
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasikh dan Mansukh
1. Pengertian Nasikh
Secara bahasa, nasakh bisa diartikan dengan berbagai arti, yakni: (1) Izalah
(menghilangkan), (2) Tabdil (mengganti), (3) Tahwil (memalingkan), dan (4)
Naql (memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain). Namun,
sebagian ulama’ menolak makna keempat ini, dengan alasan bahwa si nasikh
(orang/ayat yang me- nasakh) tidak dapat mendatangkan lafazh yang di-mansukh
itu, tetapi hanya mendatangkan lafazh lain. Sedangkan secara istilah, menurut
Manna’ al-Qattan, nasakh adalah:
“Mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan khithab (dalil) syara’ yang
lain.”
3
dianggap telah dinasikh oleh perintah atau izin berperang pada periode Madinah.
Ada pula yang beranggapan bahwa ketetapan hukum Islam yang membatalkan
hukum yang berlaku pada masa pra Islam merupakan bagian dari pengertian
Nasikh.
2. Pengertian Mansukh
Mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang dihapus/dihilangkan/dipindah
ataupun disalin/dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’, mansukh ialah
hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah
dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang
kemudian.
Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama
yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan
kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum tadi.
1.Adanya mansukh (ayat yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang
dihapus itu adalah berupa hukum syara’ yang bersifat ‘amali, tidak terikat atau
tidak dibatasi dengan waktu tertentu. Sebab, bila terikat dengan waktu maka
hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Karena itu, maka yang
demikian itu tidak dapat dinamakan dengan nasakh. Di samping itu, mansukh
(ayat yang dihapus) tidak bersifat “ajeg” secara nashshi, dan ayat yang mansukh
itu lebih dahulu diturunkan daripada ayat yang nasikh (menghapus).
4
2.Adanya mansukh bih (ayat yang digunakan untuk menghapus), dengan syarat,
datangnya dari Syari’ (Allah) atau dan Rasulullah s.a.w. sendiri yang bertugas
menyampaikan wahyu dari Allah. Sebab penghapusan sesuatu hukum tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan ijma’ (konsensus) ataupun qiyas (analogi).
4.Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu ialah orang-orang yang
sudah aqil-baligh atau mukallaf), karena yang menjadi sasaran hukum yang
menghapus dan atau yang dihapus itu adalah tertuju kepada mereka.
a.Adanya dua ayat hukum yang saling bertolak belakang, dan tidak dapat
dikompromikan, serta tidak dapat diamalkan secara sekaligus dalam segala segi.
5
menurutnya dapat diartikan sebagai “mengeluarkan sebagian satuan (afrad) dari
satuan-satuan yang tercakup dalam lafad ‘amm”.
Nasakh
1.Satuan yang terdapat dalam Nasakh bukan merupakan bagian satuan yang
tedapat dalam Mansukh.
2.Nasakh adalah menghapuskan hokum dari seluruh satuan yang tercakup dalam
dalil mansukh.
3.Nasakh hanya terjadi dengan dalil yang dating kemudian.
4. Nasakh adanya menghapuskan hubungan Mansukh dalam rentang waktu yang
tidak terbatas.
5.Setelah terjadi nasakh, seluruh satuan yang terdapat dalam nasikh tidak terikat
dengan hokum yang tedapat dalam mansukh.
Takhshis
1.Satuan yang tedapat dalam takhshis merupakan sebagian dari satuan yang
terdapat dalam lafadz ‘aam.
2.Takhshis adalah merupakan hokum dari sebagian satuan yang tercakup dalam
dalil ‘aam.
3.Takhshis dapat terjadi baik dengan dalil yang kemudian maupun menyertai dan
mendahuluinya.
4.Takhshis tidak menghapuskan hokum ‘aam sama sekali. Hokum ‘aam tetap
berlaku meskipun sudah dikhushuskan.
5.Setelah terjadi Takhshis, sisa satuan yang terdapat pada ‘aam tetap terikat oleh
dalil áam.
6
1.Melalui pentransmisian yang jelas dari nabi dan para sahabat, seperti hadis:
“Kuntu naihaitukum ‘an ziyarat Al- qubur ala fa zuruha” (Aku (dulu) melarang
kalian ziarah kubur, sekarang berziarahlah.
2.Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh.
3.Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut
nasikh, dan mana yang duluan turun disebut mansukh.
7
F. Bentuk-bentuk dan macam-macam nasikh dalam al-quran
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, nasikh dalam Al-quran dibagi menjadi
empat macam yaitu:
1.Nasikh sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat
pada ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang perang (qital) pada ayat 65 surat Al-
Anfal yang mengharuskan satu orang muslim melawan sepuluh kafir:
Artinya: Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada
dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan
dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya
mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-
orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Ayat ini, menurut jumhur ulama dinasikh oleh ayat yang mengharuskan satu
orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama:
Artinya: Sekarang Allah Telah meringankan kepadamu dan dia Telah mengetahui
bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang
sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika
diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang
yang sabar.
2.Nasikh dhimmy, yaitu jika terdapat dua nasikh yang saling bertentangan dan
tidak dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta
kedua-keduanya diketahui waktu turunnya, ayat yang datang kemudian
menghapus ayat yang terdahulu. Contohnya, ketetapan Allah yang mewajibkan
berwasiat bagi orang-orang yang akan mati yang terdapat dalam surat Al-Baqarah
180:
8
bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang
yang bertakwa.
Ayat ini, menurut pendukung teori naskh di-naskh oleh hadis Ia washiyyah li
waris (Tidak ada wasiat bagi ahli waris).
Dinasikh oleh ketentuan 'iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan
tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris
dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri
mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
4.Nasikh juz'iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi semua individu
dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau menghapus
hukum yang bersifat muthlaq dengan hukum yang muqayyad. Contohnya, hukum
dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita
َو ٱَّلِذ يَن َيْر ُم وَن ٱْلُم ْح َص َٰن ِت ُثَّم َلْم َيْأُتو۟ا ِبَأْر َبَع ِة ُش َهَدٓاَء َفٱْج ِل ُدوُهْم َثَٰم ِنيَن َج ْل َد ًة َو اَل َتْقَبُل و۟ا َلُهْم َش َٰه َد ًة
َٰٓل
َأَبًداۚ َو ُأ۟و ِئَك ُهُم ٱْلَٰف ِس ُقوَن
9
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Dihapus oleh ketentuan lain, yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika
si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama.
َو ٱَّلِذ يَن َيْر ُم وَن َأْز َٰو َج ُهْم َو َلْم َيُك ن َّلُهْم ُش َهَدٓاُء ِإٓاَّل َأنُفُسُهْم َفَش َٰه َد ُة َأَحِدِهْم َأْر َبُع َش َٰه َٰد ٍۭت ِبٱِهَّللۙ ِإَّن ۥُه َلِم َن
ٱلَّٰص ِدِقيَن
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi nasikh kepada
tiga macam yaitu:
10
3.Penghapusan terhadap bacaannya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku.
contoh kategori ini biasanya diambil dari ayat rajam. Mula-mula ayat rajam ini
terbilang ayat Al-Quran. Ayat yang dinyatakan mansukh bacaannya, sementara
hukumnya telap berlaku itu adalah:
Artinya: “Jika seorang pria tua dan wanita tua berzina, maka rajamlah
keduanya...”
Adapun dari sisi otoritas mana yang lebih berhak menghapus sebuah nash, para
ulama membagi nasikh ke dalam empat macam:
1. Nasikh Al-Quran dengan Al-Quran
2. Nasikh Al-Quran dengan As-sunnah.
3. Nasikh As-Sunnah dengan Al-Quran.
4. Naskh As-Sunnah dengan As-Sunnah.
11
5) Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia
mengamalkan hukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah kepada yang
sukar. Sebab, semakin sukar menjalankan suatu peraturan Tuhan, akan semakin
bear manfaat, faedah dan pahalanya.
6) Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi ummat Islam, sebab dalam
beberapa nasakh banyak yang memperingan beban dan memudahkan pengamalan
guna menikmati kebijaksanaan dan kemurahan Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nasakh adalah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil
hukum (khithab) syara’ yang lain. Sesuatu yang membatalkan, menghapus,
memindahkan disebut Nasikh. Sadangkan mansukh ialah hukum syara’ yang
diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan
diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian.
Umumnya para ulama’ membagi Nasakh menjadi empat macam, yaitu nasakh
al-Qur’an dengan al-Qur’an, nasakh al-Qur’an dengan Sunnah, nasakh sunnah
dengan Al-Qur’an, nasakh sunnah dengan sunnah.
Hikmah nasakh secara umum ialah untuk menunjukkan bahwa syari’at agama
islam adalah syari’at yang paling sempurna, selalu menjaga kemaslahatan hamba
agar kebutuhan mereka senantiasa terpelihara dalam semua keadaan dan di
sepanjang zaman, untuk menjaga agar perkembangan hukun Islam selalu relevan
dengan semua situasi dan kondisi umat yang mengamalkan, mulai dari yang
12
sederhana sampai ke tingkat yang sempurna, untuk menguji orang mukallaf,
apakah dengan adanya perubahan dan penggantian-penggantian dari nasakh itu
mereka tetap taat, setia mengamalkan hukum-hukum Tuhan, atau tidak, untuk
menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia mengamalkan
hukum-hukum perubahan, untuk member dispensasi dan keringanan bagi ummat
13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qhaththan, Manna’ Khalil. 2009. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: PT. Litera
AntarNusa. HALIM JAYA.
Chirzin, Muhammad. 1998. Al Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa.
14