Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MAKNA NASIKH WA AL-MANSUKH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah “Studi Al-Qur’an”

Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Nabil Atoillah, S.Th.I., M.Hum

Oleh :

M. IHSAN MAFTUH
TOTO SUPRIYANTO

PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
CIAMIS JAWA BARAT
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan
akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat. Terima kasih sebelum dan
sesudahnya Kami ucapkan kepada Bapak Dr. Ahmad Nabil Atoillah, S.Th.I.,
M.Hum selaku dosen mata kuliah “Studi Al-Qur’an” serta teman-teman sekalian
yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil,
sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun
dalam hal yang lainnya kepada dosen serta teman-teman sekalian, untuk itu besar
harapan Kami kritik dan sarannya yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari judul ini (Makna Nasikh Wa Al-Mansukh) sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Ciamis, Januari 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................


DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................
C. Maksud dan Tujuan .........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................
A. Arti Nasikh wa al-Mansukh secara lughawi dan istilahy ......................................
B. Cara mengetahui adanya Nasikh wa al-Mansukh serta urgensinya ...................
C. Macam dan jenis Nasikh .................................................................................................
D. Pendapat Ulama dan hikmah Nasikh ...........................................................................

BAB III PENUTUP .................................................................................................


Kesimpulan ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari awal hingga akhir, al-Qur'an merupakan kesatuan yang utuh.
Tak ada pertentangan satu dengan lainnya. Sehingga Masing-masing saling
menjelaskan bagian satu pada yang lain.
Dari segi kejelasan Pengembangan dan Pengelompokan Al-Qur’annul
Karim, ada empat tingkat pengertian. Pertama, cukup jelas bagi setiap
orang. Kedua, cukup jelas bagi yang bisa berbahasa Arab. Ketiga, cukup
jelas bagi ulama/para ahli, dan keempat, hanya Allah yang mengetahui
maksudnya.
Dalam al-Qur'an dijelaskan tentang adanya induk pengertian hunna
umm al-kitab yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan-
ketentuan induk itulah yang senantiasa harus menjadi landasan pengertian.
sejalan dengan sistematisasi interpretasi dalam ilmu hukum,
hubungan antara ketentuan dan ketetapan pengembangan dalam undang
undang yang hendak ditafsirkan dengan berkaitan dengan ketentuan-
ketentuan lainnya dari undang-undang tersebut dasar maupun undang-
undang lainnya yang sejenis, yang harus benar-benar diperhatikan supaya
tidak ada kontradiksi antara satu ayat dengan ayat lainnya.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum. Sementara, unsur-unsur
bahasa, sistem dan teologi dari teori interpretasi hukum masih harus
dilengkapi dengan satu unsur lain yang tidak kalah pentingnya. yaitu
unsur sejarah yang melatarbelakangi terbentuknya suatu undang-undang.
Dalam ilmu tafsir ada yang disebut asbab al-nuzul, yang
mempunyai unsur historis cukup nyata. Dalam kaitan ini para
mufassir memberi tempat yang cukup tinggi terhadap sesuatu yang
berkaitan dengan pengertian ayat al-Qur'an. Dalam konteks sejarah yang
menyangkut interpretasi itulah kita membicarakan masalah Makna Nasikh-
wa al-Mansukh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penyusun telah merumuskan beberapa
maslah yang akan dibahas dalam dalam makalah ini yaitu :
1. Apa Arti Nasikh wa al-Mansukh secara lughawi dan istilahy
2. Bagaimana Cara mengetahui adanya Nasikh wa al-Mansukh serta
urgensinya
3. Apa saja Macam dan jenis Nasikh
4. Bagaimana Pendapat Ulama dan hikmah Nasikh

5. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari rumusan masalah diatas adalah :
1. Untuk Mengetahui Arti Nasikh wa al-Mansukh secara lughawi dan
istilahy
2. Untuk Memahami Cara mengetahui adanya Nasikh wa al-Mansukh serta
urgensinya
3. Untuk Mengetahui Apa saja Macam dan jenis Nasikh
4. Untuk Mengetahui Pendapat Ulama dan hikmah Nasikh
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Nasikh wa al-Mansukh secara lughawi dan istilahy


Naskh secara bahasa artinya: menghilangkan, menghapuskan, memindahkan,
menulis. Adapun secara istilah, maka ada dua macam: Pertama. Naskh
menurut istilah para ulama ushul fiqih Muta-akhirin. Mereka memiliki ta’rif
yang berbeda-beda.
Al-Baidhowi rahimahullah (wafat 685 H) mendefinisikan dengan, “Naskh
adalah penjelasan berhentinya hukum syari’at dengan jalan syar’i yang datang
setelahnya.”
Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 620 H) menyebutkan definisi naskh
dengan menyatakan, “Menghilangkan hukum yang ada dengan perkataan
(dalil) yang dahulu, dengan perkataan yang datang setelahnya.”
Diantara ta’rif yang ringkas dan mencakup adalah yang dikatakan oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, yaitu, “Menghapuskan hukum
dalil syar’i atau lafazhnya dengan dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.”
Kedua, Naskh menurut istilah Salafush Shalih Mutaqoddimin. Istilah naskh
yang ada pada mereka lebih luas daripada definisi para ulama ushul
Mutaakhirin.
Hudzaifah ra berkata, “Yang memberi fatwa kepada manusia hanyalah tiga
orang; Orang yang mengetahui yang mansukh dari Al-Qur’an, atau amir
(pemimpin) yang harus (berfatwa), atau orang dungu yang memaksakan diri.”
Imam Ibnul Qayyim berkata mengomentari perkataan di atas: “Yang
dimaksudkan oleh beliau (Hudzaifah) dan yang dimaksudkan oleh
kebanyakan Salaf dengan (istilah) nasikh dan mansukh terkadang adalah
menghapuskan hukum sekaligus. Dan ini merupakan istilah mutaakhirin, dan
terkadang adalah menghapus penunjukkan dalil ‘am, muthlaq, zhahir, dan
lainnya. Kemungkinan dengan takhshish (pengkhususan), taqyid (penentuan),
atau membawa yang muthlaq kepada muqayyad (yang ditentukan), dan tafsir
(penjelasan) serta tanbih (mengingatkan).
Nasikh artinya yang menghapuskan, yaitu dalil Al-Kitab atau As-Sunnah
yang menghapuskan hukum dalil syar’i atau lafazhnya. Pada hakikatnya
nasikh (yang menghapuskan) adalah Allah Subhanahu wataala.
Mansukh artinya yang dihapuskan, yaitu hukum dalil syar’i atau lafazhnya
yang dihapuskan.

B. Cara mengetahui adanya Nasikh wa al-Mansukh serta urgensinya


Cara untuk mengetahui nasakh dan mansukh dapat dilihat dengan cara-cara
sebagai berikut.
1. Keterangan tegas dari nabi atau sahabat, seperti hadis yang artinya:
Aku (dulu) pernah melarangmu berziarah ke kubur, sekarang
Muhammad telah.mendapat izin untuk menziarahi ke kubur ibunya, kini
berziarahlah kamu ke kubur. Sesungguhnya ziarah kubur itu
mengingatkan pada hari akhir. (Muslim, Abu Daud, dan Tirmizi).
2. Kesepakatan umat tentang menentukan bahwa ayat ini nasakh dan ayat
itu mansukh.
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan kemudian turunnya dalam
perspektif sejarah.
Nasikh tidak dapat ditetapkan berdasarkan ijtihad, pendapat mufassir, atau
keadaan dalil-dalil yang secara lahir tampak kontradiktif, atau terlambatnya
keislaman seseorang dari dua perawi.
Ketiga-tiga persyaratan tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan
adanya nasakh dan mansukh dalam Alquran. Jadi, berdasarkan penjelasan di
atas dapat dipahami bahwa nasakh mansukh hanya terjadi dalam lapangan
hukum dan tidak termasuk penghapusan yang bersifat asal (pokok).

C. Macam-macam dan jenis Nasikh


1. Al-Quran dinasikhkan dengan Al-Quran
Ulama Sepakat Mengatakan ini diperbolehkan. Demikian juga mengenai
jatuhnya. Umpama menurut ayat masa iddah bagi perempuan itu lamanya
satu tahun. Ayat iddah ini ternasikhkan oleh ayat lain. Masa iddah itu
cukup empat bulan sepuluh hari.
2. Al-Quran dinasikhkan dengan Sunnah
Yang termasuk dalam hal ini, terdapat dua macam definisi, yaitu:
Pertama, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Ahad. Menurut jumhur
tidak diperbolehkan, karena Al-Quran itu mutawatir, harus diyakini.
Sedangkan hadist ahad masih diragukan.
Kedua, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Mutawatir. Hal ini
diperbolehkan menurut imam malik, abu hanifah dan ahmad bin hambal.
3. Sunnah dinasikhkan dengan Al-Quran
Ini diperbolehkan menurut jumhur. Menghadap sembahyang ke baitul
mukaddis itu ditetapkan oleh sunnah, sedangkan di dalam Al-Quran tidak
ada yang menunjukkan demikian itu. Di sini dinasikhkan oleh Al-Quran
QS 2:144.
4. Sunnah dinasikhkan dengan Sunnah
Yang termasuk golongan ini ada empat macam, yaitu:
1. Mutawatir dinasihkan dengan mutawatir pula.
2. ahad dinasihkan dengan ahad pula.
3. ahad dinasikhkan dnegan mutawatir.
4. mutawatir dinasikhkan dengan ahad.

D. Pendapat Ulama dan Hikmah Nasikh


Masalah naskh padadasarnya bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ia
merupakan bagian yang berada dalam disiplin Ilmu Tafsir dan
Ilmu Ushul Fiqh. Dalam kaitan ini Imam Subki menerangkan adanya
perbedaan pendapat tentang kedudukan naskh. naskh berfungsi mencabut
(raf) atau menjelaskan (bayan). Dilihat dari jenis-jenis naskh yang diuraikan
di atas. Jika ditinjau dari segi formalnya maka fungsi pencabutan itu lebih
nampak. Tapi kesemuanya masalah ini berkaitan bila ditinjau
dari segi materinya, maka fungsi penjelasannya lebih menonjol. Meski
demikian, pada akhirnya dapat dilihat secara keseluruhan adanya
suatu fungsi pokok bahwa naskh merupakan salah satu interpretasi
hukum.
Adapun Hikmah Keberadaan Naskh Menurut Manna Al-Oaththan terdapat
empat ketentuan naskh, yaitu:
1. Menjaga kemaslahatan hamba.
2. Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat
kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi
manusia itu sendiri.
3. Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang
kemudian di hapus.
4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab apabila ketentuan
nasikh lebih berat daripada ketentuan mansukh, berarti mengandung
konsekuensi pertambahan pahala. Sebaliknya, jika ketentuan dalam
nasikh lebih mudah daripada ketentuan mansukh, itu berarti kemudahan
bagi umat.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Nasikh menurut bahasa yaitu mengaitkan kepada arti yang hilang. Nasikh
mengandung beberapa makna yaitu: menghilangkan, mengganti,
memalingkan, dan menukilkan. Sedangkan menurut istilah, ialah membuang
hukum syar’i dengan kitab syar’i. Ulama’ mutaqoddim memberi batasan
naskh sebagai dalil syar’i yang ditetapkan kemudian, tidak hanya untuk
ketentuan-ketentuan hukum, tapi juga mencakup pengertian pembatasan bagi
suatu pengertian bebas. Sebaliknya ulama’ mutaakhir memperciut batasan-
batasan pengertian tersebut untuk mempertajam perbedaan antara nasikh,
mukhossim, dan muqoyyid sehingga pengertian naskh terbatas hanya untuk
ketentuan hukum yang datang kemudian.
Adapun bagaimana cara mengetahui nasikh adalah harus melalui banyak
jalan, diantaranya: naskh yang sharih dari Rosulullah SAW, keterangan para
sahabat, perlawqanan yang tidak dapat dikompromikan, serta diketahui tarih
turunnya ayat-ayat itu. Masalah nasikh bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri.
Ia merupakan bagian yang berada dalam disiplin ilmu tafsir dan ilmu ushul
fiqih.
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Syiddieqy, Mohammad Hasbi, Tengku. Ilmu-Ilmu Al-quran. Semarang: PT


Pustaka Rizki Putra, 2002.
Jauzi, Ibnu. Nasikh Mansukh. Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Quthan, Manaul. Pembahasan Ilmu Al-quran Dua. Jakarta: PT Rineka Cipta,
1995.
http://almanhaj.or.id/content/3087/slash/0
https://republika.co.id/berita/lms4tr/nasikh-dan-mansukh (Dikutip Tanggal 5
Januari 2021 Pukul 20.00)

Anda mungkin juga menyukai