Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

NASIKH MANSUKH

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Studi Al-Qur’an dan Hadits
Dosen Pengampu : M. Ibnu Ahmad M. Pd.

Oleh Kelompok 5 :
1. Faza Fauziah Az Zahra (210106110035)
2. Layalil Maghfiroh Zain (210106110036)
3. Siti Rosyidatul Abidah (210106110033)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.,


Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
kenikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang
ditentukan. Shalawat dan salam semoga elalu dilimpahkan kepada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “Nasikh Dan Mansukh” ini disusun guna memenuhi tugas M.
Ibnu Ahmad, M. Pd. dari mata kuliah ‘Studi Al-Qur’an dan Hadits’. Tak lupa ucapan terima
kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah kami
dapat terselesaikan dengan baik. Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna baik dalam segi bahasa, penyusunan, maupun pengetikannya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran untuk kami terkait makalah ini agar kami bisa menyusun
makalah lebih baik lagi.
Sekali lagi kami selaku penulis mengucapkan maaf dan terima kasih dan memohon
maaf sebesar-besarnya kepada para pembaca makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Malang, 21 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1


BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 2

A. Pengertian Nasikh Mansukh....................................................................... 2

B. Pendapat Ulama tentang Nasikh Mansukh ............................................... 3

C. Macam dan Bentuk Nasikh Mansukh ....................................................... 4

D. Hikmah Nasikh Mansukh ........................................................................... 8


BAB III PENUTUP .................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalamullah yang merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad SAW. Al-
Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai kebahagiaannya didunia dan
di akhirat. Dari awal hingga akhir, Al-Qur'an merupakan kesatuan utuh. Al-Quran diturunkan
oleh Allah kepada Nabi Muhammad secara berangsur angsur kemudian diamalkan langsung
oleh beliau sebagai contoh dan penjelas terhadap isi kandungan al-Qur’an agar para umat Islam
lebih mudah dalam memahaminya, yang kemudian amalan nabi tersebut dinamakan Hadis. Al-
quran dijadikan sebagai pedoman hidup umat islam dalam menata dan melaksanakan
kehidupan dunia dan akhirat.
Dalam penjelasan Al Qur’an ada yang dikemukakan secara terperinci, ada pula yang garis
besarnya saja, Ada yang khusus, adayang masih bersifat umum dan global. Ada ayat-ayat yang
sepintas lalu menunjukkan adanya gejala kontradiksi yang menurut Quraish Shihab para ulama
berbeda pendapat tentang bagaimana menghadapi ayat-ayat tersebut. Sehingga timbul
pembahasan yang mendalam yaitu tentang Nasikh dan Mansukh.

B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian Nasikh Mansukh?
B. Bagaimana pendapat para ulama mengenai Nasikh Mansukh?
C. Bagaimana bentuk dan macam-macam Nasikh Mansukh?
D. Apa hikmah yang terkandung dalam Nasikh Mansukh?

C. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui pengertian Nasikh Mansukh.
B. Untuk memahami pendapat para ulama mengenai Nasikh Mansukh.
C. Untuk mengetahui bentuk dan macam macam Nasikh Mansukh.
D. Untuk mengetahui hikmah yang terkandung dalam Nasikh Mansukh.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh Mansukh

Kata Nasikh dan Mansukh merupakan bentuk perubahan dari kata Nasakh, masdar dari
kata kerja nasakha. Kata nasakh sendiri mempunyai banyak makna. Ia bisa berarti
menghilangkan (al-izalah)1, sebagai terdapat dalam QS. Al-Hajj ayat 52
Artinya: “dan kami tidak mengutus seorang rasul da tidak (pula) seorang nabi sebelum engkau
(Muhammad), melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan
godaan-godaan ke dalam keinginannya itu. Tetapi Allah menghilangkan apa yang dimasukkan
setan itu. Dan Allah akan menguatkan ayat-ayatnya. Dan Allah maha mengetahui lagi maha
bijaksana”.
Sedangkan pengertian menurut istilah adalah:
‫رفع شيئ وإثبات غيره مكانو‬
(mengangkat atau menghapuskan) sesuatu dan menetapkan yang lain pada tempatnya).
Dalam kalimat lainnya ialah mengangkat (menghilangkan) hukum shara’ dengan dalil
hukumnya shara’ yang lain. disebutkan kata hukum disini menunjukkan prinsip bahwa segala
“sesuatu hukum asalnya adalah boleh” tidak termasuk yang dinasakh.
Kata Nasikh (yang menghapus) maksudnya adalah Allah ( yang menghapus hukum itu.
Seperti firmannya dalam surat al-baqarah : 106 yang Artinya: ayat mana saja yang Kami
nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik
daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang
dihapus. Maka ayat mawarith (warisan) atau hukum yang terkandung di dalamnya misalnya
adalah penghapusan (Nasikh) hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat sebagaimana
akan dijelaskan.
B. Pendapat Para Ulama Tentang Nasikh Dan Mansukh

1
Manna> Khali>l al-Qat}t}an, Maba>h}ith Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996), hlm. 326. Lihat Pula Quraish shiha>b, Membumikan al-Qur’a>n, (Bandung: Mizan,
1992), hlm. 143. Lihat Pula Jalaluddin as-Shuyu>thi, al-Ithqa>n fi> ‘Ulu>m alQur’a>n, (Bairut: Dar al-Fikr, t.t),
Jilid II, hlm. 20. Lihat Pula Az-Zarqani, Manhil al-Irfan, Beirut: Dar al-Fikr, t.t, Jilid II, hlm. 71. Lihat Pula
Ahmad Von Denffer, An Introduction To The Sciences of The Qur’an, Pent. A. Nashir Budiman, Jakarta,
Rajawali, 1988, hlm. 118.

2
Pendapat Ulama tentang Nasikh-Mansukh dan Dalil-Dalilnya Secara umum ada tiga pendapat
mengenai Nasakh ini, yaitu2 :
1. Bahwa Nasakh secara akal bisa terjadi dan secara Sam`i/Syar`i telah terjadi.

Pendapat ini merupakan ijma` kaum Muslimin, sebab kemunculan Abu Muslim Al-Ashfahani
beserta yang sepaham dengan beliau. Mereka mengemukakan dalil-dalil kebolehan Nasakh
tersebut, baik secara `Aqli maupun secara Sam`i/ Syar`i yaitu: Dalil Aqli Menurut akal, Nasakh
itu tidak dilarang atau akal tidak menganggap mustahil terjadinya Nasakh itu.
Sebab, Nasakh itu didasarkan atas kebijaksanaan Allah swt yang mengetahui kemaslahatan
hamba-Nya pada sewaktu-waktu. Sehingga Allah menyuruh suatu perbuatan pada waktu
tersebut. Tetapi Allah mengetahui pula mudharat yang mengancam seseorang pada waktu yang
lain.
Sehingga melarang sesuatu perbuatan pada waktu yang lain tadi. Hal ini diperkuat dengan
praktek-praktek, sebagai berikut:
1) Dokter mula-mula menyuruh minum obat bagi pasien, tetapi setelah sembuh disuruh
berhenti minum obatnya tadi.
2) Guru mengajar, mula-mula memberikan penjelasan yang mudah, kemudian diubah
dengan diganti pelajaran yang lebih tinggi.
3) DPR/DPRD juga sering membuat keputusan/peraturan tertentu, yang setelah berjalan
beberapa waktu, lalu diubah dengan diganti keputusan/peraturan yang lain.
4) Kalau saja masalah itu tidak boleh menurut akal dan syara`, tentunya tidak boleh juga
syara` membuat peraturan yang terbatas waktunya, karena peraturan yang terbatas
waktunya itu, secara tidak langsung sudah membutuhkan Nasakh. Padahal
kenyataannya, banyak peraturan-peraturan yang demikian itu.

2. Bahwa nasakh tidak mungkin terjadi secara akal maupun Sam`i/ Syar`i.

Pendapat ini adalah dari seluruh kaum Nasrani masa sekarang ini, mereka menyerang Islam
dengan dalih "Nasakh" ini. Mereka beranggapan Nasakh ini adalah Bada`.
Mereka beralasan terkadang tanpa hikmah dan kadang pula ada hikmahnya. Tetapi baru
diketahui setelah sebelumnya tidak diketahui. Alasan mereka tidaklah benar, sebab hikmah

2
Rozi, “Pandangan Ulama Tentang Nasikh Mansukh,”Laduni.id, 21 Februari 2019,
https://www.laduni.id/post/read/54678/pandangan-ulama-tentang-nasikh-mansukh

3
nasikh (yang menghapus) atau hikmah yang di-mansukh (yang dihapus) tentu sangat diketahui
oleh Allah swt.
Oleh karenanya, ketika Allah swt mengalihkan hambanya dari satu ketentuan hukum kepada
ketentuan hukum yang lain sudah pasti terdapat kemaslahatan didalamnya. Sebenarnya kaum
Yahudi mengakui bahwa syari`ah Nabi Musa a.s itu me-nasakh kepada hukum-hukum syari`ah
sebelumnya dan memang dalam nash-nash Taurat terdapat beberapa Nasakh, seperti
diharamkannya sebagian besar hayawan atas Bani Israil setelah sebelumnya diperbolehkan
memakannya. Allah swt. Berfirman Ali Imran ayat 93.
"semua makanan adalah halal bagi Bani Israil (Ya`qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat
diturunkan. Katakanlah :(jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum
turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar"
Dalam kitab Taurat pun juga dituturkan, bahwa Nabi Adam a.s memperbolehkan kawin antara
saudara kandung yang kemudian diharamkan pada masa Nabi Musa a.s. juga dalam Taurat
disebutkan bahwa Nabi Musa mulanya menyuruh membunuh orang-orang yang menyembah
sapi kecil (al-`ijlu), tetapi kemudian melarang hal tersebut.
3. Nasakh itu menurut akal mungkin terjadi tetapi menurut syara` dilarang

Pendapat ini merupakan pendirian golongan Inaniyah, dan Abu Muslim al-Ashfahani. Mereka
mengakui terjadinya Nasakh menurut logika. Tetapi mereka mengatakan dilarang secara
syara`. Abu Muslim serta yang sependapat dengannya berdalil dengan al-Qur`an yaitu: surat
al-Fusshilat ayat 42:
"yang tidak datang kepadanya (al-Qur`an) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji"
Mereka menafsirkan ayat ini, bahwa hukum-hukum al-Qur`an itu tidak batal atau tidak dihapus
selamanya. Padahal menurut al-Qurthuby, maksud dari ayat diatas adalah hukum-hukum al-
Qur`an itu, tidak akan ada kitab selainnya yang akan menghapuskan atau membatalkan hukum-
hukumnya, baik kitab sebelum al-Qur`an maupun setelahnya.
C. Macam Macam Dan Bentuk Bentuk Nasikh Mansukh

Macam-macam Nasikh. Karena sumber atau dalil-dalil syara’ ada dua yaitu al-Qur`an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW, maka ada beberapa jenis Nasikh, yaitu:3
a. Naskh sunnah dengan sunnah.

3
Manna‟ Khalil al-Qaththan, Mabahis…,hlm. 228-230

4
Suatu hukum yang dasarnya sunnah kemudian di-Naskh dengan dalil syara’ dari sunnah
juga. Contohnya: larangan ziarah kubur yang di-Naskh menjadi boleh
b. Naskh sunnah dengan al-Qur`an.

Suatu hukum yang telah ditetapkan dengan dalil sunnah kemudian di-Naskh atau dihapus
dengan dalil al-Qur`an, seperti ayat tentang ṣalat yang semula menghadap Baitul Maqdis
diganti dengan menghadap ke Kiblat setelah turun QS. al-Baqarah ayat 144:

‫َط َر ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام‬


ْ ‫ضاهَا ۚ فَ َو ِل َو ْج َهكَ ش‬
َ ‫س َماءِ ۖ فَلَنُ َو ِليَنَّكَ قِ ْبلَةً ت َْر‬ َ ُّ‫قَدْ ن ََر ٰى تَقَل‬
َّ ‫ب َو ْج ِهكَ فِي ال‬

Artinya: "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidil Haram....
c. Naskh al-Qur`an dengan al-Qur`an.

Ada beberapa pendapat ulama tentang Naskh al-Qur`an dengan al-Qur`an ada yang
mengatakan tidak ada Nāsikh dan Mansūkh dalam ayat-ayat al-Qur`an karena tidak ada
yang batil dari al-Qur`an, diantaranya adalah Abu Muslim al-Isfahani, berdasarkan firman
Allah Swt:
ٍ ‫ََل َيأْتِي ِه ْال َباطِ ُل مِ ْن َبي ِْن َيدَ ْي ِه َو ََل مِ ْن خ َْل ِف ِه ۖ ت َ ْن ِزي ٌل مِ ْن َحك‬
‫ِيم َحمِ ي ٍد‬
Artinya: "yang tidak datang kepadanya (al-Qur`an) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." (QS.
Fuṣṣilat : 42 )
Pendapat kedua mengatakan bahwa ada Nasikh Mansukh dalam ayat-ayat al-Qur`an tetapi
bukan menghapus atau membatalkan hukum, yang berarti hanya merubah atau mengganti
dan keduanya masih berlaku. Contoh QS. al-Anfal ayat 65 yang menjelaskan satu orang
muslim harus bisa menghadapi 10 orang kafir, di-naskh dengan ayat 66 yang menjelaskan
bahwa satu orang muslim harus dapat menghadapi dua orang kafir. Ayat 66 me-naskh ayat
sebelumnya akan tetapi bukan menghapus kandungan ayat 65. Kedua ayat ini masih
berlaku menyesuaikan dengan kondisi dan situasi. Demikian menurut beberapa ulama.
Naskh al-Qur`an dengan al-Qur`an. Ada beberapa pendapat ulama tentang Naskh al-Qur`an
dengan al-Qur`an ada yang mengatakan tidak ada Nāsikh dan Mansūkh dalam ayat-ayat al-
Qur`an karena tidak ada yang batil dari al-Qur`an, diantaranya adalah Abu Muslim al-Isfahani,
berdasarkan firman Allah Swt:
ِ ‫ََل َيأ ْ ِتي ِه ْال َب‬
‫اط ُل ِم ْن َبي ِْن َي َد ْي ِه َو ََل ِم ْن خ َْل ِف ِه ۖ تَ ْن ِزي ٌل ِم ْن َح ِك ٍيم َح ِمي ٍد‬

5
Artinya: "yang tidak datang kepadanya (al-Qur`an) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." (QS.
Fuṣṣilat : 42 ) Pendapat kedua mengatakan bahwa ada Nasikh Mansukh dalam ayat-ayat al-
Qur`an tetapi bukan menghapus atau membatalkan hukum, yang berarti hanya merubah atau
mengganti dan keduanya masih berlaku. Contoh QS. al-Anfal ayat 65 yang menjelaskan satu
orang muslim harus bisa menghadapi 10 orang kafir, di-naskh dengan ayat 66 yang
menjelaskan bahwa satu orang muslim harus dapat menghadapi dua orang kafir. Ayat 66 me-
naskh ayat sebelumnya akan tetapi bukan menghapus kandungan ayat 65. Kedua ayat ini masih
berlaku menyesuaikan dengan kondisi dan situasi. Demikian menurut beberapa ulama.
Ciri-ciri naṣh yang tidak dapat di-Naskh. Tidak semua naṣ (dalil) dalam al-Qur`an maupun
hadis dapat di-naskh, diantara yang tidak dapat di-naskh antara lain yaitu: 4
a. Naṣh yang berisi hukum-hukum yang tidak berubah oleh perubahan keadaan manusia,
baik atau buruk, atau dalam situasi apapun. Misalnya kepercayaan kepada Allah Swt,
Rasul, kitab suci, hari akhirat, dan yang menyangkut pada pokok-pokok akidah dan
ibadah lainnya, termasuk juga pada pokok-pokok keutamaan, seperti menghormati
orang tua, jujur, adil dan lain-lain. Demikian pula dengan naṣ yang berisi pokokpokok
keburukan atau dosa, seperti syirik, membunuh orang tanpa dasar, durhaka kepada
orang tua, dan lain-lain.
b. Naṣh yang mencakup hukum-hukum dalam bentuk yang dikuatkan atau ditentukan
berlaku selamanya. Seperti tidak diterimanya persaksian penuduh zina (kasus li’an)
untuk selamanya (Q.S. an-Nur : 4).
‫ش َهادَة ً أَبَدًا ۚ َوأُو ٰلَئِكَ هُ ُم‬ ُ ‫ت ث ُ َّم لَ ْم يَأْتُوا بِأ َ ْربَعَ ِة‬
َ ‫ش َهدَا َء فَا ْج ِلدُوهُ ْم ث َ َمانِينَ َج ْلدَة ً َو ََل ت َ ْقبَلُوا لَ ُه ْم‬ َ ‫َوالَّذِينَ يَ ْر ُمونَ ْال ُم ْح‬
ِ ‫صنَا‬
َ‫ْالفَا ِسقُون‬

"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh
itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik."
c. Naṣh yang menunjukkan kejadian atau berita yang telah terjadi pada masa lampau.
Seperti kisah kaum ‘Ad, kaum Ṡamūd, dan lain-lain. Me-naskh-kan yang demikian
berarti mendustakan berita tersebut.

4
Bacaanmadani, “Pengertain Naisikh dan Mansukh, Macam-macam, dan Bentuk-bentuk Nasikh dalam Al-
Qur’an,” https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-nasikh-dan-mansukh-macam.html?m=1

6
Syarat Naṣ Yang Dapat Di-Naskh.
Jika dilihat dari segi syarat-syarat naṣh-naṣh yang dapat di-naskh menurut Abu Zahrah seperti
yang dikutip Nasiruddin Baidan, ada beberapa kriteria, yaitu:
a. Hukum yang mansūkh (dihapus) tidak menunjukkan berlaku abadi.
b. Hukum yang mansūkh bukan suatu hukum yang disepakati oleh akal sehat tentang baik
dan buruknya.
c. Ayat nāsikh (yang menghapus) datang setelah yang di-mansukh (dihapus) dan keadaan
kedua naṣ tersebut sangat bertentangan dan tidak dapat dikompromikan.

Bentuk-bentuk Naskh dalam al-Qur`an. Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas
ulama membagi Naskh menjadi tiga macam yaitu:
a) Penghapusan terhadap hukum (ḥukm) dan bacaan (tilāwah) secara bersamaan. Ayat-
ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan lagi. Misal,
sebuah riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah: Artinya: “Dahulu termasuk yang
diturunkan (ayat al-Qur`an) adalah sepuluh kali susuan yang diketahui, kemudian di-
nasakh dengan lima susuan yang diketahui. Setelah Rasulullah Saw. wafat, hukum yang
terakhir tetap dibaca sebagai bagian alQur`an”
b) Penghapusan terhadap hukumnya saja sedangkan bacaanya tetap ada. Misalnya, ayat
tentang mendahulukan sedekah pada QS. Mujadilah : 12:
ْ َ‫صدَقَةً ۚ ٰذَلِكَ َخي ٌْر لَ ُك ْم َوأ‬
‫ط َه ُر ۚ فَإِ ْن لَ ْم‬ َ ‫َجْوا ُك ْم‬
َ ‫ين‬ ْ َ‫سو َل فَقَ ِد ُموا بَيْنَ يَد‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا إِذَا نَا َج ْيت ُ ُم‬
ُ ‫الر‬
ٌ ُ ‫غف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ َّ ‫ت َِجدُوا فَإِ َّن‬
َ َ‫َّللا‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan


khusus dengan Rasul, hendaknya kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin)
sebelum pembicaraan itu”.

Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tiada memperoleh
(yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang“Ayat ini di-Naskh oleh ayat selanjutnya (ayat 13):

َّ ‫الزكَاة َ َوأَطِ يعُوا‬


َ‫َّللا‬ َّ ‫علَ ْي ُك ْم فَأَقِي ُموا ال‬
َّ ‫ص ََلةَ َوآتُوا‬ َ ‫ت ۚ فَإِذْ لَ ْم ت َ ْفعَلُوا َوت‬
َّ ‫َاب‬
َ ُ‫َّللا‬ ْ َ‫أَأ َ ْشفَ ْقت ُ ْم أ َ ْن تُقَ ِد ُموا بَيْنَ يَد‬
َ ‫ي نَج َْوا ُك ْم‬
ٍ ‫صدَقَا‬
َ‫ير بِ َما تَ ْع َملُون‬ َّ ‫سولَهُ ۚ َو‬
ٌ ِ‫َّللاُ َخب‬ ُ ‫َو َر‬

Artinya: “Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah
sebelum pembicaraan dengan Rasul? maka jika kamu tiada memperbuatnya dan
Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan

7
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang anda
kerjakan.”
c) Penghapusan terhadap bacaan saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku. Contoh
kategori ini adalah ayat rajam. Mula-mula ayat rajam ini termasuk ayat al-Qur`an. Ayat
ini dinyatakan mansukh bacaanya, sementara hukumnya tetap berlaku itu adalah:
Artinya: “Jika seorang pria tua dan wanita tua berzina, maka rajamlah keduanya”.
Cerita tentang orang tua yang berzina dan kemudian di-Naskh di atas diriwayatkan oleh
Ubay ibn Ka’ab bin Abu Umamah bin Sahl.

D. Hikmah yang terkandung dalam Nasikh Mansukh

Adapun beberapa hikmah keberadaan ketentuan nasikh dan mansukh, yaitu :5


a. Mengukuhkan keberadaan Allah, bahwa Allah takkan pernah terikat dengan ketentuan-
ketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Sehingga jalan pikiran manusia takkan
pernah bisa mengikat Allah SWT. Allah mampu melakukan apa saja, sekalipun
menurut manusia hal tersebut tidak logis. Tetapi Allah akan menunjukkan, bahwa
kehendak-Nya lah yang akan terjadi, bukan kehendak kita. Sehingga diharapkan dari
keberadaan Nasakh dan Mansukh ini akan mampu meningkatkan keimanan kita kepada
Allah SWT, bahwa Dia-lah yang Maha Menentukan.
b. Dengan nasakh dan mansukh ini diharapkan pula kita akan mempunyai prediksi dan
pengertian bahwa Allah itu memang adalah zat yang Maha Bijak, Maha Kasih, Maha
Sayang, bahkan “al-Ham alRahimin” yaitu lebih kasih dari pada yang berhati kasih dan
lebih sayang dari pada siapa saja yang berhati sayang. Mengapa? Karena memang pada
kenyataannya hukum-hukum Nasakh dan Mansu>kh tersebut semuanya demi untuk
kemaslahatan dan kebaikan kita.
c. Memelihara ke maslahatan hamba
d. Perkembangan tashri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah
dan perkembangan kondisi umat Islam
e. Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak
f. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasakh itu beralih ke hal
yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal
yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

5
Manna Khalil al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, diterjemah Mudzakkir, (Bogor, Pustaka Lentera Antar
Nusa, 1996), hlm. 334.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwa naskh adalah mengangkat
(menghapus) hukum syara’ dengan dalil atau khitab syara’ yang lain. Dalam Naskh diperlukan
syarat, yaitu hukum yang Mansukh adalah syara’ dalil penghapusan hukum tersebut adalah
khitab syar’I yang datang lebih kemudian dari khitab yang di Mansukh, dam khitab yang
dihapus dan diangakat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu. Dalam hal
ini naskh dalam alqur’an dapat dbagi tiga bagian, nash Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Naskh
Al-Qur’an dengan sunnah dan naskh Al-Qur’an dengan sunnah.
Banyak hikmah yang dapat dipetik setelah mempelajari Nasikh dan Mansukh, sehingga setelah
mengetahui lebih dalam lagi maka keimanan kita makin kuat serta percaya bahwa Allah tidak
akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

al-Qattan, K. (1996). Mabahith Fi 'Ulum Al-Qur'an. Bogor: Lentera Antar Nusa.

Mansur. (2019, January 28). Pengertian Nasikh dan Mansukh, Macam-macam, dan Bentuk-
bentuk Nasikh dalam AlQur'an. Retrieved September 22, 2022, from Bacaan Madani:
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-nasikh-dan-mansukh-macam.html?m=1

Rozi. (2019, February 21). Pandangan Ulama Tentang Nasikh Mansukh. Retrieved
September 22, 2022, from laduni.id: https://www.laduni.id/post/read/54678/pandangan-
ulama-tentang-nasikh-mansukh

10

Anda mungkin juga menyukai