Anda di halaman 1dari 15

NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR’AN

Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah ‘Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu :MUYASSAROH ZAINI M.Ag

Kelompok 8 Anggota :

ARUM MULIYA ANDARI

ii
M.WAHYU WIRASANDI

PRODI PAI KELAS I SEMESTER 1 FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOTIM

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.
Wb.,

Puji serta syukurh kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
kenikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang
ditentukan. Shalawat dan salam semoga elalu dilimpahkan kepada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul “NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR’AN” ini disusun guna
memenuhi tugas dari MUYASSARAH ZAINI MA dari mata kuliah ‘Ulumul Qur’an. Tak
lupa ucapan terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami
sehingga makalah kami dapat terselesaikan dengan baik.Kami selaku penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna baik dalam segi
ii
bahasa,penyusunan, maupun pengetikannya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran untuk kami terkait makalah ini agar kami bisa menyusun makalah lebih baik lagi.

Sekali lagi kami selaku penulis mengucapkan maaf dan terimakasi dan memohon maaf
sebesar- besarnya kepada para pembaca makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr,
Wb,.

Anjani, 20 Desember 2020

Penyusu

n, A.

ii
Daftar Isi
KATA
PENGANTAR.............................................................................................................................................1
BAB
I..................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................................
.1
A. Latar
Belakang...............................................................................................................................................1
BAB
II.................................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................................................................
..3
A. Nasikh dan Mansukh dalam Al-
Qur’an.........................................................................................................3
BAB
III................................................................................................................................................................7
PENUTUP.........................................................................................................................................................
..7

B.
KESIMPULAN..................................................................................................................................................
7

4
4
BAB I

PENDAHULU

AN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada
Rasul Allah (Nabi Muhammad SAW). Al-quran dijadikan sebagai pedoman
hidup umat islam dalam menata dan melaksanakan kehidupan dunia dan
akhirat. Prinsip kita menjadikan Al- Qur’an sebagai pedoman hidup bukan
hanya pada tahu dan paham tentang isi dari kandungan namun juga pada
pengetahuan dan pemahaman cara mengkaji Al-Qur’an tersebut. Dalam
pembahsan Al-Qur’an ini banyak sekali yang harus dikupas secara mendalam
salah satunya yaitu Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an.Nasikh ini
merupakan mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang
memberikan kesan Nasikh hanya terjadi pada hukum-hukum yang
berhubungan dengan furu’ ibadah yang muamalat dengan orang-orang yang
megakui Nasikh. Lanatas mengapa yang berkaitan dengan akidah, dasar-
dasar akhlak dana etika, pokok-pokok ibadah dan muamalah dan berita
mahdoh tidak mengalami Nasikh?. Untuk mengetahui jawaban dari
pertanyaan tersebut maka dalam makalah ini kita akan mengkaji lebih dalam
mengenai Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an tersebut.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an


1. Makna Nasikh dan ruang
lingkupnya
Naskh secara bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya berarti
“Izalatu al- syay’I waa’damuhu” (menghilangkan sesuatu dan mentiadakannya),
yang berarti “Naqlu al syay’I” (memindahkan dan menyalin sesuatu), berarti
“Tabdil” (penggantian), berarti “Tahwil” (pengalihan).1
Sedangkan Naskh secara istilah : mengangkat (mengahapus) hukum syara’
dengan dalil/khithab syara’ yang lain”. Maksud mengangkat hukum syara’ adalah
terutusnya kaitab hukum yang Mansukh dengan perbuatan mukallaf2.Definisi di
atas apabila dijelaskan lagi dapat kita tarik beberapa kesimpulan yakni :
a. Dipastikan Naskh apabila ada 2 (dua) hal yaitu Naskh dan
Mansukh b. Naskh harus turun belakangan dari Mansukh
c. Menilai suatu ayat sebagai penaskh dan yang dinaskhkan apabilan ayat-
ayat kontradiktif itu tidak dapat dikompromikan dan diamalkan secara
bersama3 sedangkan syarat kontradiksi;adanya persamaan subjek, objek,
waktu dan lain- lain.4
d. Al-Nasikh pada hakikatnya adalah Allah, kadang-kadang dimaksud juga
dengan ayat yang menasikh Mansukh. Sedangkan Mansukh hukum yang
diangkat atau dihapus5

Dari definisi di atas dijelaskan bahwa komponen Naskh terdiri dari;


adanya pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum yang telah
ada, harus ada naskh harus ada Mansukh dan harus ada yang dibebani
hukum atasnya. Dalam naskh

1
Imam Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an (Beirut : Dar al Fikri, tth.), jilid
II, hlm. 175.
2
Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an hlm. 224
3
Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 177
6
4
Quraish Shihab, membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 143.
5
Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 179

7
diperlukan syarat yaitu hukum yang Mansukh adalah hukum syara’,
dalil pengahpusan hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang
kemudian dari kitab yang dimansukh, dan kitab yang dihapus atau diangkat
hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu6.

Beranjak dari keterangan di atas, tentu syarat-syarat tersebut akan


dihubungkan langsung dengan hal-hal mengalami Naskh maka dalam hal ini
akan dijelaskan hal- hal yang mengalami Naskh. Naskh hanya terjadi pada
perintah (amr) dan larangan (nahy), baik yang diungkapkan dengan tegas dan
jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita yang bermaksud
perintah atau larangan, selama tidak terhubung dengan akidah zat Allah dan
sifat-sifat Allah, kitab-kitab Allah, pada rasul, hari kiamat, dan juga tidak
terkait dengan etika atau akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan
muamalat7. Sebagaimana pendapat al-Zarqani tentang hal ini “Definisi Naskh
adalah mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang memberi
kesan bahwa Naskh hanya terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan
dengan furu’ ibadah dan muamalat menurut orang-orang yang mengakui
Naskh. Adapun yang berkaitan dengan akidah, dasar-dasar akhlak dan etika,
pokok-pokok ibadah dan muamalat dan berita-berita mahdhah, maka
menurut jumhur ulama tidak terjadi naskh padanya”.

Pedoman untuk mengetahui naskh dan Mansukh ada beberapa cara


berikut :

1. Ada keterangan pegas pentransimisian yang jelas dari Nabi


SAW;
2. Konsensus (Ijma) umat bahwa ayat ini naskh dan ayat
Mansukh;
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan
berdasarkan histori.

Naskh tidak dapat ditetapkan berdasarkan pada ijtihad para mujtahid tanpa
penukilan yang shahih, tidak juga penadapat para ahli tafsir atau karena ayat-
ayat kontrakdiktif secara lahirin, terlambatnya keislaman salah seorang dari
dua periwayat. Yang di pegang dalam masalah ini adalah penukilan yang
8
meyakinkan dan sejarah.

6
Manna Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 224.
7
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 225.

9
2. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur’an
Naskh terbagi kedalam 3 bagian:
a. Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Para ulama yang mengakui adanya
naskh telah sepakat adanya naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan itupun
telah terjadi menurut mereka. Salah satu contohnya ayat ‘iddah satu
tahun di-naskhan dengan
‘iddah 4 bulan 10
hari8
b. Naskh Al-Qur’an dengan Sunnah. Naskh yang macam ini terbagi menjadi
dua.
Pertama naskh Al-Qur’an dengan hadits ahad. Jumhur ulama berpendapat,
hadits ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah naskh
yang mutawatir, menunjukan keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan
padanya, sedangkan hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni
dan tidak sah pula menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu
yang sifat dugaan/diduga.9
c. Naskh sunnah dengan al-Qur’an. Jumhur ulama membolehkan naskh
seperti ini, salahsatu contohnya adalah menghadap ke Baitul maqdis yang
ditetapkan oleh sunnah, kemudian ketetapan ini di nashkan oleh Al-
Qur’an.10
d. Nash sunnah dengan sunnah, sunnah maca mini terbagi pada empat
macam, yaitu : Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir, Naskh
sunnah ahad dengan sunnah ahad, naskh sunnah ahad dengan sunnah
mutawatir, dan Naskh mutawatir dengan sunnah ahad.11

8
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 228.
1
1
9
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 237.

10
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 229

11
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 299.

1
1
3. Ayat-ayat yang masyur
naskhnya
Adapun ayat-ayat yang masyur naskhnya dapat kita lihat di bawah ini, diantara
ayat yang masyur naskhnya terdapat dalam surah al-baqarah ayat 180
dinaskhan dengan hadits; “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepda setiap
orang yang mempunyai hak akan haknya maka tidak ada wasiat bagi waris”. Ayat
240 dalam surah al-baqarah dinaskhan dengan ayat 234 terdapat dalam surah
yang sama. Dan ayat 224 dalam surah al-baqarah dinaskhan dengan ayat 286
dalam surah yang sama.
Setelah sedikit membahas seluk beluk tentang naskh tentu terjadi naskh
dalam syariat tidak terlepas dari hikmah, karena jika tanpa hikmahnya bisa saja
dikatakan Allah bermain-main dengan hukum yang diturunkannya. Adapun
hikmah adanya naskh adalah untuk menjaga kemaslahatan hamba,
perkembangan tasyri menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan
dakwah dan perkembangan kondisi manusia, cobaan dan ujian bagi mukalaf,
apakah ia mengikuti atau tidak dan menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi
umat. Sebab jika naskh itu beralih kepada yang lebih berat maka terdapat
tambahan pahala, jika beralih ke yang lebih ringan maka ia mengandung
kemudahan dan keringanan bagi hambanya.12

1
1
12
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm.
232.

1
1
BAB III
PENUTUP
B. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwa naskh adalah
mengangkat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil atau khitab syara’ yang lain.
Dalam Naskh diperlukan syarat, yaitu hukum yang Mansukh adalah syara’ dalil
penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’I yang datang lebih kemudian
dari khitab yang di Mansukh, dam khitab yang dihapus dan diangakat
hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu. Dalam hal ini
naskh dalam alqur’an dapat dbagi tiga bagian, nash Al- Qur’an dengan Al-Qur’an,
Naskh Al-Qur’an dengan sunnah dan naskh alqur,an dengan sunnah.

1
1
Daftar Pustaka

Badrudin, ‘Ulumul Qur’an (Serang, A-Empat) tahun 2020

1
1

Anda mungkin juga menyukai