Anda di halaman 1dari 15

AL-QARDH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu : Abdus Salam, S.E.I., M.E.I.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Kafi A’la Illiyin (215211118)


2. Silviana Putri (215211119)
3. Arya Maulana BV (215211120)

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan berbagai


nikmat di antaranya nikmat iman, serta kesehatan yang tak terkira harganya.
Semoga dengan melimpahnya rahmat tersebut, kita senantiasa istiqamah di
jalan yang Allah ridhoi. Shalawat serta salam tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad Saw. kepada keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in
hingga sampai kepada kita selaku umatnya. Semoga cahaya Nabi Muhammad
senantiasa menuntun kita untuk menapaki kehidupan akhir zaman.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu
syarat dalam mata kuliah Fiqh Muamalah. Dalam makalah ini penyusun
mengangkat judul “AL-QARDH”. Penyusun mengucapkan terimakasih
kepada dosen pengampu atas bimbingannya serta kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini,
masih terdapat banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu,
penyusun memohon maaf sebesar-besarnya jika terdapat banyak kekurangan
tersebut. Penyusun dengan senang hati menerima kritik dan saran sehingga
lebih baik lagi dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penyusun khususnya.

Surakarta, 9 Februari 2023

Kelompok 4

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................1
DAFTAR ISI ....................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................3
A. Latar Belakang ......................................................................3
B. Rumusan Masalah .................................................................3
C. Tujuan ...................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................4

A. Tinjauan Umum Tentang Al-Qardh ......................................4


1. Pengertian Al-Qardh .......................................................4
2. Dasar-Dasar Al-Qardh.....................................................4
3. Rukun dan Syarat Al-Qardh.............................................6
B. Berakhirnya Qardh ................................................................7
1. Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan
Dalam Qardh....................................................................7
2. Berakhirnya Qardh...........................................................8
C. Implementasi Al-Qardh.........................................................9
1. Implementasi Qardh Dalam Masyarakat.........................9
2. Pengambilan Manfaat Dalam Qardh................................
3. Mempercepat Pelunasan Utang Sebelum Meninggal......

BAB III PENUTUP .........................................................................

A. Kesimpulan .....................................................................
B. Kritik dan Saran...............................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam memerintahkan umat Islam untuk bekerja semaksimal mungkin
untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang halal, baik tujuan
kebutuhan tersebut memberi keberkahan dan agar tidak jatuh ke dalam
kemiskinan. Kekurangan merupakan resiko besar bagi manusia dan bukan
pada beberapa individu jatuh ke dalam kebutuhan. Oleh karenanya,
seseorang harus bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidup, karena
dalam hal seseorang belum siap untuk bekerja, Islam melarang orang
untuk meminta dan mengharapkan keringanan orang lain.
Sebagai makhluk sosial, manusia tentunya tidak bisa bertahan hidup
sendiri mengingat pada faktanya manusia perlu berinteraksi satu dengan
yang lain. Interaksi atau kerjasama ini tidak lepas dari mentalitas tolong
menolong antar sesama, misalnya dalam hal kebutuhan financial ada
kewajiban dan piutang. Kewajiban yang dimaksud di dalam Islam disebut
dengan qardh yang pada dasarnya adalah kemajuan yang dimulai dengan
satu orang dilanjutkan ke orang berikutnya dengan penuh niat untuk
membantunya.
Oleh karena itu, dalam pembuatan makalah ini penulis ingin lebih
mendalami mengenai qardh itu sendiri dan berharap dengan makalah ini
pembaca dapat menambah wawasannya mengenai qardh, serta
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari jika menemui kasus yang
berhubungan dengan qardh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu qardh?
2. Apa saja yang menjadi rukun dan syarat qardh?
3. Hal apa saja yang diperbolehkan dan tidak di dalam qardh?
4. Bagaimana qardh itu berakhir?
5. Bagaimana implementasi qardh di masyarakat?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
bagi pembaca mengenai qardh di dalam Islam dan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Fiqh Muamalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Al-Qardh


1. Pengertian Al-Qardh
Secara etimologi, qardh yaitu memotong atau sebagian. Di dalam
kamus Al-Munawwir al-qardh berarti al-sulfah yaitu pinjaman. Pengertian
qardh menurut terminologi, antara lain dikemukakan oleh ulama
Malikiyah adalah “sesuatu penyerahan harta kepada orang lain yang tidak
disertai imbalan atau tambahan dalam pengembaliannya.”1
Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, qardh merupakan kepemilikan
terhadap sesuatu untuk dikembalikan dengan yang sama atau sejenis dan
yang sepadan. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
qardh adalah salah satu jenis pendekatan untuk bertakarrub kepada Allah
dan merupakan jenis muamalah yang bermotif pertolongan dari orang lain
untuk memenuhi kebutuhannya dengan konsekuensi pihak yang diberi
pertolongan harus mengembalikan sesuatu yang diberikan dengan yang
sejenis dan sepadan.
2. Dasar-Dasar Qardh
Konsensus Para Ualam’ bahwa mudharabah hukumnya dibolehkan
berdasarkan AI-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, adapun dalil dari
AIQur’an antara lain surat AI- Muzammil ayat 20, Firman Allah SWT:

ِ َّ ‫ِئ‬ ِ ِ
‫ين‬ ْ ‫وم َْأدىَنٰ من ثُلُثَ ِى ٱلَّْي ِل َون‬
َ ‫ص َفهۥُ َوثُلُثَهۥُ َوطَٓا َف ةٌ ِّم َن ٱلذ‬ ُ ‫َّك َت ُق‬ َ َّ‫ِإ َّن َرب‬
َ ‫ك َي ْعلَ ُم َأن‬

‫اب َعلَْي ُك ْم ۖ فَٱ ْقَرءُو ۟ا َم ا‬


َ َ‫ص وهُ َفت‬
ِ
ُ ْ‫َّه َار ۚ َعل َم َأن لَّن حُت‬
َ ‫ِّر ٱلَّْي َل َوٱلن‬
ُ ‫ك ۚ َوٱللَّهُ يُ َق د‬
َ ‫َم َع‬
ِ ِ ِ
‫ض ِربُو َن ىِف‬
ْ َ‫اخ ُرو َن ي‬ َ ‫َتيَ َّس َر م َن ٱلْ ُق ْرءَ ِان ۚ َعل َم َأن َس يَ ُكو ُن من ُكم َّم ْر‬
َ َ‫ض ٰى ۙ َوء‬
‫اخ ُرو َن يُ َٰقتِلُ و َن ىِف َس بِ ِيل ٱللَّ ِه ۖ فَ ٱ ْقَرءُو ۟ا َم ا‬ ِ ْ َ‫ض َيْبَتغُ و َن ِمن ف‬
َ َ‫ض ِل ٱللَّه ۙ َوء‬ ِ ‫ٱَأْلر‬
ْ
۟ ‫ٱلز َك ٰو َة وَأقْ ِر‬
َّ ‫ٱلص لَ ٰو َة َوءَاتُ و ۟ا‬
َّ ‫يم و ۟ا‬ِ ِ
ً ‫ض وا ٱللَّهَ َق ْر‬
‫ض ا َح َس نًا ۚ َو َم ا‬ ُ َ ُ ‫َتيَ َّس َرمْنهُ ۚ َوَأق‬
1
Hani, Umi. 2017. Buku Ajar Fiqih Muamalah: Universitas Islam Kalimantan Muhammad
Arsyad Al-Banjary.

4
‫ٱس َت ْغ ِف ُرو ۟ا‬
ْ ‫َأج ًرا ۚ َو‬ ْ ‫ندٱللَّ ِه ُه َو َخْي ًرا َو‬
ْ ‫َأعظَ َم‬
۟ ‫تق د‬
َ ‫ِّموا َأِلن ُف ِس ُكم ِّم ْن خَرْيٍ جَتِ ُدوهُ ِع‬
ُ َُ
‫ور َّر ِحي ۢ ٌم‬
ٌ ‫ٱللَّهَ ۖ ِإ َّن ٱللَّهَ َغ ُف‬

Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri


(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang
bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah
mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa
akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang
yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah
(bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat
dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan
apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S
AIMuzammil: 20)
Qirodh diperbolehkan dalam islam yang didasarkan pada as-sunnah
dan ijma’.
Nabi Muhammad SAW bersabda:

ِ ‫ض َامَّرَتنْي‬ ِ ِ ِ َ َ‫ ق‬.‫م‬,‫َع ْن ابن َم ْس عُ ْو ِد ا ّن النَّيب ص‬


ُ ‫ َم ا م ْن ُم ْس ل ٍم ي ْق ِر‬:‫ال‬
ً ‫ض ُم ْس ل ًما َق ْر‬
)‫ص َدقٍَة َمَّر ًة (رواه ابن ماجه وابن حبان‬ َ ‫ِإالَّ َكا َن َك‬
Artinya: “Dari ibnu mas’ud bahwa Rasullah SAW bersabda: tidak ada
seorang muslim yang menukarkan kepada seorang muslim qorodh dua
kali, maka seperti sedekah sekali”. (HR. Ibnu Majjah dan Ibnu Hibban)
Ijma’
Konsensus kaum muslimin bahwa qirodh dibolehkan dalam islam.
Hukum qirodh ialah dianjurkan bagi muqridh (orang yang membayar) dan

5
mubah bagi muqtaridh (orang yang diajak akad qirodh). Berdasarkan
hadits diatas. Juga ada hadits lain:

ً‫َّس َع ْن ُم ْس لِ ٍم ُك ْربَة‬
َ ‫ َم ْن َنف‬:.‫م‬.‫ال رسول اهلل ص‬ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬.‫ع‬.‫َع ْن اَ ِب ُهَر ْي َر َةر‬
‫لى‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َّس اهللُ َعْن هُ ُك ْربَ ةً م ْن ُك َرب َي ْوم الْقيَ َام ة َو َم ْن يَ َّس َر َع‬
َ ‫م ْن ُك َرب ال دُّنيَا َنف‬
ِ ‫مع ِس ِر ي َّس ر اهلل علَي ِه ِفى ال ُّدنْياَ وااْل َ ِخ ر ِة ومن س تر مس لِما س تره اهلل‬
‫ف ال ُّد ْنيَا‬ ُ ُ ََ َ ً ْ ُ ََ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ُْ
)‫َأخْي ِه (اخرجه مسلم‬ ِ ‫ف عو ِن‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ ‫َوااْل َخَرة َواهللُ ف َع ْون الْ َعْبد َما كاَ َن الْ َعْب ُد‬
Artinya: Abu hurairoh berkata,” Rasulullah SAW. Telah bersabda, barang
siapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-
kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan dia dari kesusahan-
kesusahan hari kiamat. Barang sisapa member kelonggaran kepada
seorang yang kesusahan, nisca Allah akan memberi kelonggaran baginya
didunia dan di akhirat, dan barang siapa menutupi aib seorang muslim,
niscaya Allah men utupi aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah
selamanya menolong hamba-Nya,, selama hamba-Nya mau menolong
saudaranya”.(HR. Muslim)2

3. Rukun dan Ketentuan Qardh


Bagi ulama Hanafiyah, rukun akad hanya ada satu, yaitu pernyataan
penawaran dan persetujuan (shigat ijab dan kabul). Sedangkan jumhur
ulama berpendapat para pihak yang berakad dan objek akad merupakan
rukun akad. Ada juga ulama yang menjadikan muqtadha al-aqd
(karakteristik akad) sebagai rukun akad. Rukun akad al-qardh, antara lain:
a. Muqrudh (da’in), yaitu pihak yang memberi pinjaman harta atau yang
memilih piutang (hak tagih).
b. Muqtaridh (madin), yaitu pihak yang menerima pinjaman harta atau
yang memiliki utang (wajib bayar)
c. Al-qardh (al-ma’qud ‘alaih), yaitu harta yang dipinjamkan yang wajib
dikembalikan padanannya kepada pemilik.
d. Shigat al-‘aqd, yaitu pertanyaan ijab dan kabul.3

2
Hasan, Akhmad Farroh. 2014. Research Repository UIN Maulana Malik Ibrahim. FIQH
Muamalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktik): UIN Malik Ibrahim
3
Ningsih, Prilla Kurnia. 2020. FIQH Muamalah. 21. 1: Depok.

6
Dalam akad qardh terdapat parameter (dhawabith) mengenai syarat
dan larangan. Parameter tersebut menyangkut 3 hal yaitu, objek akad
qardh, personalia akad (muqridh), dan sifat akad qardh.

a. Syarat objek qardh dari segi kepemilikan berlaku ketentuan atau syarat
al-mabi’ (benda yang diperjualbelikan), yaitu harta atau objek yang di-
qardh-kan harus milik muqridh dikarenakan sifat al-tamlik-nya sama,
yaitu harta atau objek berpindah kepemilikannya dari milik muqridh
jadi hak milik muqtaridh.
b. Harta yang dijadikan objek harus yang ada padanannya (mitsaliyat)
yang telah disepakati ukurannya, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas.
c. Mengenai personalia akad atau muqridh harus dari pihak yang
berkemampuan melakukan tabbaru’ dikarenakan akad qardh masuk di
dalam akad yang menyebabkan pindahnya kepemilikan objek akad
tanpa diiringi iwadh (imbalan).
d. Penguasaan (al-qabdh) akad qardh tidak sempurna, kecuali objek
akadnya dipindahkan penguasaannya dari muqridh kepada muqtaridh
karenanya dipindahkan penguasaannya dari muqridh kepada
muqtaridh karena al-qardh merupakan bagian dari akad tabbaru’ yang
tidak sah akadnya, kecuali setelah objeknya dikuasai muqtaridh. 4
e. Pengembalian manfaat qardh, pihak muqridh tidak boleh mengambil
manfaat atas akad qardh, baik manfaat tersebut sudah disepakati atau
dijanjikan dalam akad. Manfaat disini adalah imbalan (iwadh).

B. Berakhirnya Qardh
1. Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan dalam Qardh
Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa hak property dalam qardh terjadi
dengan qardh. Menurut Syafi’i, muqtaridh mengembalikan sejenis
property atau objek yang terutang merupakan sesuatu yang identik,
dikarenakan jika lebih dekat dengan komitmennya dan dengan asumsi
yang terutang adalah signifikan, ia mengembalikannya dalam struktur
komparatif dengan alasan bahwa Nabi berutang unta pada periode bikari

4
Ibid. hal 162

7
sebelumnya. Mengembalikan unta ruba’iyah dan berkata “Tidak diragukan
lagi, hebat diantara kamu adalah orang-orang yang paling baik dalam
membayar kewajiban”.

Sementara itu, yang tidak mungkin dalam qardh menurut Syafi’iyah,


dicontohkan dengan asumsi A memberikan kewajiban kepada B dengan
syarat B menawarkan rumahnya kepada A, atau dengan syarat B
mengembalikan kredit dengan jumlah yang lebih besar. Hal ini tidak
diperbolehkan, Nabi Muhammad SAW melarang mencampurkan
perdagangan dengan kewajiban. Akad qardh adalah akad yang berkenaan
dengan kejujuran, jika diindikasikan ada kemaslahatan, maka keluar dari
subtansi.5

2. Berakhirnya Qardh
Kewajiban akan berakhir setelah berakhirnya periode yang telah
disepakati dan seseorang yang berhutang telah memenuhi kewajiban
tersebut. Dalam hal ini, peminjam harus segera mengembalikan sesuatu
yang telah dipinjamkan dengan kuantitas dan kualitas yang sepadan.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT, dalam QS. Al-Isra’ ayat 34 yang
artinya “Dan penuhilah jaminan itu, sesungguhnya jaminan itu harus
dipertanggung jawabkan”.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa janji merupakan suatu
komitmen yang harus segera dipenuhi setelah waktunya telah tiba. Karena
semua janji, baik yang kecil maupun besar akan dipertanggungjawabkan
di dunia dan akhirat. Berkenaan dengan utang piutang, maka ada beberapa
hal yang harus dipenuhi menurut Imam Syafi’i, antara lain:
a. Perpanjangan waktu pelunasan dengan ketentuan jika yang
berhutang mengalami kesulitan untuk bekerja, maka orang yang
berpiutang dianjurkan memberikan kelonggaran dengan menunggu
orang yang berhutang dapat membayarnya.
b. Dalam pandangan Syafi’iyah, apapun yang dikembalikan dalam
keadaan dibayar, pemiliknya membayar uang pada saat
diterimanya. Selain itu, menurut Syafi’iyah, muqtaridh

5
Anriani. 2022. Konsep Al-Qardh Menurut Mazhab Syafi’i (Implementasinya Pada Lembaga
Keuangan dan Masyarakat): IAIN Parepare.

8
mengembalikan barang yang sama jika barangnya bagus. Jika
barang tersebut memiliki qimi, mereka akan mengembalikannya
dengan barang yang nilainya sama dengan barang yang mereka
pinjam.6

C. Implementasi Al-Qardh
1. Implementasi Qardh Dalam Masyarakat
a. Harta yang diutangkan dalam Qardh di masyarakat
Adapun rukun harta yang diutangkan adalah sebagai berikut:
1) Berupa harta yang dipersamakan atau sejenis, seperti uang,
barang terukur, tidak berbeda jauh satu sama lain sehingga
menimbulkan perbedaan nilai. Misalnya, meminjam
barang kemudian mngembalikan berbagai jenis barang,
menurut Imam Syafi’i tidak boleh membayar utag dengan
syarat-syarat tertentu.
2) Harus dalam komoditi utang, pinjaman manfaat (jasa)
adalah ilegal.
3) Kewajiban yang diketahui, yaitu jumlah dan sifatnya
diketahui. Misalnya, jika anda meminjamkan properti anda
kepada orang lain, barang harus dilihat secara langsung.
Jika barang masih utuh seperti yang dipinjam, maka akan
dikembalikan utuh.
b. Harta yang dikembalikan
Para ulama sepakat bahwa kreditur harus mengembalikan harta
itu, misalnya meminjam harta mitsli, kemudian harus membayar
kembali harta mitsli atau sejenisnya. Menurut mazhab Syafi’i, jika
utang berupa harta qiyami, yaitu domba, dan dilunasi dengan
seekor kambing yang ciri-cirinya sama dengan kambing yang
menjadi pinjaman.
c. Waktu Pengembalian
Menurut Ulama Malikiyah, para ulama berbeda pendapat
tentang pengembalian pinjaman, yang semula harus dikembalikan

6
Anriani. 2022. Konsep Al-Qardh Menurut Mazhab Syafi’i (Implementasinya Pada Lembaga
Keuangan dan Masyarakat): IAIN Parepare.

9
setelah kesepakatan atau waktu. Sedangakan menurut ulama
Syafi’iyah, pinjaman itu tidak ada jangka waktunya dan dapat
dikembalikan sewaktu-waktu, karena qardh adalah akad yang
tidak ada jangka waktunya.
d. Tambahan dalam Utang-piutang (Al-Qardh)
Dalam qardh terdapat dua macam penambahan yaitu, sebagai
berikut:
1) Tambahan diharapkan menjelang awal pemahaman,
perluasan ini telah dibatasi berdasarkan kesepakatan para
peneliti, memperluas tingkat atau ukuran properti yang
diperoleh. Manfaat tambahan atau manfaat lain yang
diperoleh dari hutang tersirat, seperti bungka bank,
menyiratkan adanya riba.
2) Jika pada awal akad tidak ada syarat, maka uatang dapat
dilunasi. Jadi pelunasan ini diperbolehkan dan termasuk
angsuran yang besar mengingat hadits yang telah
dinyatakan dalam pasal penting al-qardh (kewajiban).
e. Sumber Dana Qardh dan Kendala Pelaksanaan di LKS
Sumber pembiayaan Qardh bank syariah ada dua, yaitu sumber
internal dan non bank (eksternal):
1) Qardh ditujukan untuk bantuan keuangan sementara dan
siklusnya cepat. Dana talang ini dapat diperoleh dari modal
atau nilai bank (sumber internal).
2) Qardh yang direncananya akan mebantu UKM datu bakti
sosial, aset tersebut dengan pengumpulan diperoleh dari
cadangan Ziswaf.7

D. Pengambilan Manfaat dalam Qardh

7
Anriani. 2022. Konsep Al-Qardh Menurut Mazhab Syafi’i (Implementasinya Pada Lembaga
Keuangan dan Masyarakat): IAIN Parepare.

10
Para ulama sepakat bahwa stiap utang yang mengambil manfaat
hukumnya haram, apabila hal itu disyaratkan atau di tetapkan
dalamperjanjian.Hal ini sesuai dengan kaidah “semua utang yan manfaat,
maka iatermasuk riba”

Apabila manfaat kelebihan tidak disyaratkan pada waktu akad maka


hukumnya boleh.Oleh karena itu dalam konteks ini seorang penerima gadai
yang memberikan utang tidak boleh mengambil manfaat atas barang
gadaian,apabila hal itu disyaratkan dalam perjanjian.Apabila
disyaratkan,menurut pendapat yang rajih dari mazhab hanafi,hukumya boleh
tetapi makruh,kecuali apabila diizinkan oleh rahin (orang yang
menggadaikan)

E. Mempercepat Pelunasan Utang Sebelum Meninggal

Utang berbeda dengan Hibah, shadaqah, dan hadiah.Hibah, shadaqah


dan hadiah merupakan pemberian yang tidak perlu di kembalikan.Sedangkan
utang adalah pemberian kepemilikan atas barang dengan ketentuan bahwa
harus dikembalikan, baik denan barangnya maupun harganya

Pengembalian barang dianjurkan untuk dilakukan secepatnya orang


yang beruntung telah memiliki uang atau barang untuk pengembaliannya
itu.Hadis abuhurairah " dari Abu Hurairah bahwa kehadapan rasullulah
dibawa seorang laki – laki yang meninggal dan mempunyai utang, kemudian
rasullualah bertanya. Apakah untuk utangnya itu ia menyediakan pelunasan? "
,8Dari hadis itu bahwa utang itu sebaiknya segera dilunasi agar tidaak menjadi
beban pada saat orang yang berutang mennggal dunia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

8
Fahimah, Lim. 2019. Buku Daras Fiqih Muamalah (Ekonomi): IAIN Bengkulu

11
Dapat di tarik kesimpulan bahwa Qardh adalah salah satu jenis
pendekatan untuk bertakarrub kepada Allah dan merupakan jenis
muamalah yang bermotif pertolongan dari orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya dengan konsekuensi pihak.Qirodh diperbolehkan dalam
islam yang didasarkan pada as-sunnah dan ijma.Hukum qirodh ialah
dianjurkan bagi muqridh (orang yang membayar) dan mubah bagi
muqtaridh (orang yang diajak akad qirodh).

Rukun akad hanya ada satu, yaitu pernyataan penawaran dan


persetujuan (shigat ijab dan kabul). Dalam akad qardh terdapat parameter
(dhawabith) mengenai syarat dan larangan. Parameter tersebut
menyangkut 3 hal yaitu, objek akad qardh, personalia akad (muqridh), dan
sifat akad qardh.

Kewajiban qardh akan berakhir setelah berakhirnya periode yang telah


disepakati dan seseorang yang berhutang telah memenuhi kewajiban
tersebut.Dalam hal ini, peminjam harus segera mengembalikan sesuatu
yang telah dipinjamkan dengan kuantitas dan kualitas yang
sepadan.Menurut Ulama Malikiyah, para ulama berbeda pendapat tentang
pengembalian pinjaman, yang semula harus dikembalikan setelah
kesepakatan atau waktu. Sedangakan menurut ulama Syafi’iyah, pinjaman
itu tidak ada jangka waktunya dan dapat dikembalikan sewaktu-waktu,
karena qardh adalah akad yang tidak ada jangka waktunya.

Para ulama sepakat bahwa stiap utang yang mengambil manfaat


hukumnya haram, apabila hal itu disyaratkan atau di tetapkan
dalamperjanjian.Apabila manfaat kelebihan tidak disyaratkan pada waktu
akad maka hukumnya boleh.

B. Kritik dan Saran

Penulis tentunya masih menyadari bahwa paper diatas masih


banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.Dengan hal ini
nantinya penuilis akan melakukan perbaiakan penyusunan makalah itu

12
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Ningsih, Prilla Kurnia. 2020. FIQH Muamalah. 21. 1: Depok

Hani, Umi. 2017. Buku Ajar Fiqih Muamalah: Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad Al-Banjary.

Hasan, Akhmad Farroh. 2014. Research Repository UIN Maulana Malik


Ibrahim. FIQH Muamalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan
Praktik): UIN Maulana Malik Ibrahim.

Anriani. 2022. Konsep Al-Qardh Menurut Mazhab Syafi’i (Implementasinya


Pada Lembaga Keuangan dan Masyarakat): IAIN Parepare.

Fahimah, Lim. 2019. Buku Daras Fiqih Muamalah (Ekonomi): IAIN


Bengkulu

13
14

Anda mungkin juga menyukai