Anda di halaman 1dari 19

HADAST, NAJIS, DAN THAHARAH

Makalah

Disusun untuk memenuhui tugas mata kuliah Ilmu Fiqih

Dosen pengampu:

Imas Masrifah, M.Pd.I.

Disusun oleh:
Afril Liani (1222070002)
Ayuning Nur Hasanah (1222070015)
Ilham Januar (1222070031)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wrb

Alhamdulilah, puji serta syukur senantiasa kita panjatkan kepada allah SWT
karna rahmat dan hidayahnya serta Rahman rahimnya kami dapat menyelesaikan
projek “Hadast, Najis dan Thaharah” ini tepat waktu.

Adapun tujuan dan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Ilmu Fiqh. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan tentang Hadast, Najis dan Thaharah bagi para pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Imas Marifah, M.Pd.I. selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Fiqh yang telah memberikan tugas ini. Sehingga,
dapat menambah wawasan kami tentang hadast, najis dan thaharah.

Kami menyadari makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Wassalamu’alaykum Wr. Wb

Bandung, 25 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
A. Hadast ........................................................................................................................... 3
B. Najis .............................................................................................................................. 4
C. Thaharah ..................................................................................................................... 10
1. Wudhu ..................................................................................................................... 10
2. Mandi Wajib ........................................................................................................... 11
3. Tayammum ............................................................................................................. 12
BAB III ................................................................................................................................... 14
PENUTUP .............................................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” sedangkan menurut istilah
syara’ thaharah adalah bersih dari hadast dan najis. Selain itu thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis. Thaharah secara umum
dapat dilakukan dengan empat cara berikut:
1. Membersihkan lahir dari hadast, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada
dalam badan.
2. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
3. Membersihkan hati dari akhlak tercela.
4. Membersihkan hati dari selain Allah.

Kebersihan dalam Islam merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang


kepada Allah, dan sebagai upaya menjadikan dirinya suci/bersih berpeluang
mendekat kepada-Nya. Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan
bagian dari iman. Dengan demikian kebersihan dalam Islam mempunyai aspek
ibadah dan aspek iman. Oleh karena itu, untuk menjelaskan thaharah sering
juga dipakai kata ‚bersuci‛ sebagai padanan kata‚ membersihkan/melakukan
kebersihan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari makalah yang
berjudul “Hadast, Najis, dan Thaharah” adalah sebagai berikut:

1. Apa itu hadast dan bagaimana cara mensucikan diri dari hadast?
2. Apa itu najis dan bagaimana cara mensucikan diri dari najis?
3. Apa saja yang dapat dilakukan untuk thaharah dan bagaimana tata caranya?

1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diambil beberapa tujuan dari
makalah yang berjudul “Hadast, Najis dan Thaharah” diantaranya adalah:

1. Memahami apa itu hadast dan cara mensucikan diri dari hadast.
2. Memahami apa itu najis dan cara mensucikan diri dari najis.
3. Mengetahui apa saja yang dapat dilakukan dalam thaharah dan tata cara
melakukannya dengan benar.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Hadast
Hadast adalah segala sesuatu yang dapat membatalkan wudhu dan shalat.
Hadast terbagi menjadi dua yaitu hadast kecil dan hadast besar. Secara umum,
ulama dan ahli ilmu fiqh sudah menyepakati bahwa buang air kecil, buang air
besar (BAB), kentut, mengeluarkan mazi dan wadi yang dikeluarkan dalam
keadaan sehat adalah termasuk hadast kecil. Selain itu, tidur dengan pantat atau
punggung yang tidak menempel di alas permukaan, gila atau hilang akal,
bersentuhan kulit dengan lawan jenis, menyentuh kemaluan adalah hal-hal yang
menyebabkan hadast kecil sehingga diwajibkan untuk bersuci kembali. Jika
sedang dalam keadaan hadast kecil, kita tidak dapat melakukan ibadah seperti
mendirikan sholat, menyentuh Al-Qur’an, atau melakukan tawaf.

Sementara hadast besar adalah hadast yang berada pada seluruh tubuh
manusia sehingga harus disucikan seluruh tubuhnya dan dilarang untuk
melakukan ibadah sebelum mandi wajib atau mandi besar. Menurut para ulama
dan ahli fiqh, hadast besar terdiri dari mengeluarkan mani (dalam keadaan sadar
maupun tidur atau mimpi basah), berhubungan badan, dalam keadaan haid atau
nifas. Tiga perkara ini adalah hadast besar yang jika terjadi tidak boleh
melakukan perkara seperti sholat, membaca Al-Qur’an, Berpuasa, memasuki
masjid, tawaf dan lainnya sebelum bersuci. Allah berfirman dalam QS. Al-
Maidah ayat 6:

۟ ‫س ُح‬
‫وا ِب ُر ُءو ِس ُك ْم‬ َ ‫ق َو ْٱم‬ ۟ ُ‫صلَ ٰوةِ فَٱ ْغ ِسل‬
ِ ِ‫وا ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْٱل َم َراف‬ َّ ‫ٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓو ۟ا ِإذَا قُ ْمت ُ ْم ِإلَى ٱل‬
َ‫سفَ ٍر أ َ ْو َجا َٰٓ َء أَ َحدٌ ِمن ُكم ِمن‬
َ ‫ض ٰ َٰٓى أَ ْو َع َل ٰى‬
َ ‫وا ۚ َو ِإن ُكنتُم َّم ْر‬ ۟ ‫ط َّه ُر‬
َّ ‫َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْٱل َك ْع َبي ِْن ۚ َو ِإن ُكنت ُ ْم ُجنُبًا فَٱ‬
َّ ُ ‫وا بِ ُو ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْيدِي ُكم ِم ْنهُ ۚ َما ي ُِريد‬
ُ‫ٱَّلل‬ ۟ ‫س ُح‬ َ ‫ط ِيبًا فَٱ ْم‬ َ ‫ص ِعيدًا‬ َ ‫وا‬ ۟ ‫ُوا َما َٰٓ ًء فَت َ َي َّم ُم‬ َ ِ‫ْٱلغَآَٰئِ ِط أ َ ْو ٰلَ َم ْست ُ ُم ٱلن‬
۟ ‫سا َٰٓ َء فَلَ ْم ت َِجد‬
َ‫ط ِه َر ُك ْم َو ِليُتِ َّم نِ ْع َمت َ ۥهُ َعلَ ْي ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬ َ ُ‫ِليَجْ عَ َل َعلَ ْي ُكم ِم ْن َح َرجٍ َو ٰلَ ِكن ي ُِريدُ ِلي‬

3
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Al-
Maidah : 6)

B. Najis
Najis berasal dari bahasa Arab najasah artinya najis. Najis menurut istilah
syariat Islam yaitu suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan
suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti shalat.

Benda-benda yang kelihatan kotor atau terkena kotoran, belum tentu najis,
demikian juga sebaliknya benda-benda yang terkena najis kadang-kadang
kelihatannya masih bersih. Dalam suatu contoh, pakaian yang terkena tanah
kelihatannya menjadi kotor tetapi itu tidak najis dan tetap sah jika dipakai untuk
melakukan shalat. Hanya karena pakaian yang kotor itu tidak bagus
kelihatannya maka sebaiknya pakaian itu harus kita bersihkan jangan sampai
kita shalat (beribadah) menghadap Allah Swt. dengan memakai pakaian yang
kotor, walaupun itu sah hukumnya.

Macam-macam najis banyak dibicarakan dalam Islam, mulai dari


pembagian najis dan bagaimana tata cara menghilangkannya. Najis adalah
setiap benda yang dianggap kotor oleh syariat Islam dan wajib dibersihkan
karena menjadi penghalang seseorang dalam beribadah kepada Allah Swt, dan

4
setiap muslim wajib menyucikannya tergantung najis itu sendiri. Najis dapat
dibagi menjadi tiga macam yakni:

1. Najis mughallazhah (berat) yaitu najis yang berat; yakni najis anjing dan
babi serta keturunan dari keduanya.
2. Najis mukhaffafah (ringan/enteng) yaitu air kencing bayi laki-laki yang
umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu
ibunya.
3. Najis mutawassithah (pertengahan/sedang) yaitu najis kotoran seperti
kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai, (selain
bangkai ikan, belalang, mayat manusia) dan najis-najis yang lain selain
yang tersebut dalam najis ringan dan berat. Najis mutawassithah dapat
dibagi menjadi dua bagian:
a) Najis ‘ainiyah (yang ada zat dan sifat-sifatnya) : yaitu najis yang
bendanya berwujud, seperti darah, air kencing dan sebagainya.
b) Najis hukmiyah (yang zat dan sifat-sifatnya tidak ada): yaitu najis yang
tidak berwujud, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering.
4. Najis yang dapat dimaafkan;
a) Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu
busuk dan sebagainya.
b) Najis yang sedikit sekali.
c) Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum sembuh.
d) Debu yang bercampur dengan najis dan lain-lainnya yang suka
dihindarkan.

Dalam hal ini, terdapat dua macam benda najis yang menjadi suci dengan
sebab peralihan sifat, yaitu najis yang disamak dan khamar dengan beralih
menjadi cuka. Selain kedua macam ini, tidak ada zat najis yang menjadi suci
atau disucikan. Namun, sesuatu yang dikenai najis dapat dibersihkan kembali
dengan cara tertentu sesuai dengan jenis najis yang mengenainya.

5
Najis adalah kotoran yang bagi setiap muslim wajib menyucikannya, dan
menyucikan apa yang dikenainya. Thaharah memiliki empat sarana untuk
bersuci, yaitu air, debu, sesuatu (kulit binatang) yang bisa disamak dan
bebatuan untuk beristinja. Air dapat dipergunakan untuk berwudhu atau mandi.
Debu dapat digunakan untuk bertayamum, sebagai ganti air dalam berwudu
atau mandi. Bangkai kulit binatang bisa disamak (dibersihkan menjadi suci)
kecuali kulit babi dan kulit anjing serta hewan keturunan dari keduanya.
Bebatuan digunakan untuk bersuci setelah buang air kecil dan air besar.

Cara menyucikan najis berbeda-beda, tergantung najisnya. Cara yang lebih


banyak dilakukan adalah mencuci atau membasuhnya dengan air, meskipun
telah bersuci menggunakan tiga batu setelah istinja misalnya. Bahkan, bila
diikuti dengan air setelah menggunakan tiga batu tersebut, maka menjadi lebih
baik (afdhal). Bila ingin meringkas dengan salah satu dari air atau batu, maka
bersuci dengan menggunakan air lebih utama. Karena air lebih bisa
menghilangkan benda dan bekasnya. Dalam hal ini,ada tiga cara melakukan
thaharah (membersihkan najis) tergantung pada jenis najis yang mengenai suatu
benda, antara lain sebagai berikut:

1. Najis mughallazhah menurut jumhur ulama, jika suatu benda terkena najis
yang berasal dari anjing dan babi, seperti kotorannya, air liurnya dan
lainlain, maka cara menyucikannya ialah benda itu dicuci dengan air
sebanyak tujuh kali, satu kali di antaranya dicampurkan degan debu/tanah.
Adapun salah satu di antaranya dicampur dengan tanah berdasarkan hadist
Rasul SAW:
ِ َّ ‫ت َو َع ِف ُروهُ الث‬
ِ ‫امنَةَ فِى الت ُّ َرا‬
‫ب‬ َ ُ‫َاء فَا ْغ ِسلُوه‬
ٍ ‫س ْب َع َم َّرا‬ ِ ‫إِذَا َولَ َغ ْالك َْلبُ فِى‬
ِ ‫اإلن‬

Artinya: Rasulullah SAW: “Apabila ada anjing menjilat kedalam bejana


dari kalian, maka bersihkanlah dengan tanah, kemudian membasuhnya
tujuh kali.” (HR. Muslim).

6
2. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang lain dari pada kedua
macam tersebut. Najis pertengahan ini dibedakan berdasarkan keadaannya
yaitu najis hukmiyyah (yang zat dan sifat-sifatnya tidak ada lagi) atau
ainiyah (yang ada zat dan sifat-sifatnya).
a. Najis hukmiyyah, yaitu najis yang tidak terlihat (tidak nampak), seperti
bekas kencing, arak yang sudah kering. Cara mencuci najis ini cukup
dengan mengalirkan air diatas benda yang terkena najis tersebut.
Apabila rupa najis ini tidak mau hilang serta digosok-gosok,
dimaafkan.
b. Najis ‘ainiyyah, yaitu yang terlihat atau berwujud (masih ada zatnya,
rasa, warna, dan baunya), seperti darah, nanah, air kencing dan
sebagainya. Maka cara mensucikan najis ini hendaklah dengan
dihilangkan zat, rasa, warna, dan baunya. Adanya bau dan warna pada
benda menunjukkan adanya najis dibenda tersebut, kecuali bila setelah
dihilangkan dengan cara digosok dan dikucek, maka dimaafkan.
Pendapat para ulama mazhab tentang benda mengkilap, keras dan
kedap air yang terkena najis mutawassithah dengan selain air antara
lain;
a) Mazhab Syafi’i: pendapat tidak boleh Jelasnya, benda mengkilap,
keras dan kedap air, yang terkena najis walaupun belum kering
hukumnya najis. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya tepat, karena
sesungguhnya hukum ya adalah najis ‘aini. Pendapat tersebut
dimaksudkan untuk meng-counter pendapat yang menyatakan
bahwa untuk menyucikannya cukup denga diusap. Pendapat
(Imam Nawawi) dalam kitab Raudhatu at Thalibin menyatakan:
‘saya berpendapat bahwa menurut pendapat mazhab syafi’i jika
najis terkena benda mengkilap, keras dan kedap air, seperti pedang
dan cermin tidak bisa suci hanya dengan diusap, harus disiram
(dengan air). Para ulama berbeda pendapat terhadap penyucian

7
najis selain dengan air, baik berupa cair ataupun padat. Satu
kelompok berpendapat boleh selagi sesuatu tersebut suci dan bisa
menghilangkan barang najisnya (‘ain-najasah) baik cair ataupun
padat. Sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya.
kelompok lainnya berpendapat tidak boleh menghilangkan najis
dengan selain air, kecuali dalam hal istijmar (cebok dengan batu)
yang disepakati para ulama, sebagaimana pendapat Imam Maliki
dan Imam Syafi’i.
b) Mazhab Maliki: pendapat boleh, dimaafkan (menyucikan denga
selain air) terhadap benda semisal pedang yang mengkilap dan
keras. Yang dimaksud ‘semisal pedang’ adalah benda sejenisnya
seperti pisau, cermin kaca, berlian, dan benda-benda lain yang
mengkilap, keras dan kedap air (shiqalah wa shalabah) yang bisa
rusak jika dicuci dengan air. Kemudian menjelaskan tentang
alasan (illah) dimaafkannya, karena ada perbedaan pendapat,
yakni ‘karena bisa rusak’ jika dicuci dengan air. ‚Jika najis terkena
benda mengkilap, keras dan kedap air seperti pedang, cermin dan
sejenisnya maka tidak suci hanya dengan diusap. Benda tersebut
tidak bisa suci kecuali dengan dicuci denga air seperti benda
lainnya, sebagaimana pendapat Imam Ahmad ibnu Hambal dan
Imam Daud azZhahiri. Sedangkan Imam Malik dan Imam Abu
Hanifah berpendapat benda tersebut suci dengan diusap.
c) Mazhab Abu Hambali: pendapat Tidak boleh, Jika najis terkena
benda yang mengkilap, keras dan kesap air seperti cermin dan
sejenisnya maka harus mencucinya dengan air dan tidak suci
hanya dengan diusap, karena benda yang terkena najis, tidak
cukup hanya diusap seperti bejana lainnya.
d) Mazhab Hanafi: pendapat boleh tidak menggunakan air, najis jika
terkena cermin atau pedang maka untuk menyucikannya cukup

8
dengan diusap, karena tidak menyerap najis, Artinya, najis yang
terkena bagian luarnya cukup dihilangkan dengan diusap. Kalimat
karena tidak menyerap najis’ menyelesaikan bahwa alasan
bolehnya adalah karena merupakan benda mengkilap, keras dan
kedap air, sehingga seandainya hanya kedap air saja maka tetap
tidak suci kecuali dengan air. Pendapat penulis ini didasarkanatas
dasar hasil shahih bahwa para sahabat Nabi Saw perang dengan
orang-orang kafir dengan menggunakan pedang, kemudian
mereka mengusap pedangnya kemudian shalat dengan tetap
membawanya.Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada
jenis benda atau alat mengkilap, keras dan kedap air, seperti alat
produksi (mesin) yang mutanajjis yang jika dicuci dengna
menggunakan air akan merusak produk atau merusak alat tersebut,
sementara penyucian bisa menggunakan bahan selain air yang
dapat menghilangkan sifat-sifat najis yaitu bau,warna dan rasa.
3. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing bayi laki-laki yang belum
memakan makanan selain ASI. Cara untuk menghilangkan najis pada
kencing bayi itu cukup dicipratkan dengan air pada pakaian yang
terkena kencing bayi laki-laki jika ia belum mengkonsumsi makanan
(najis mukhaffafah), jika bayi laki-laki itu telah mengkonsumsi
makanan, maka pakaian yang terkena air kencing itu harus dicuci (najis
mutawassithah). Sedangkan jika bayi itu perempuan maka pakaian yang
terkena air kencingnya harus dicuci baik ia sudah mengkonsumsi
makanan atau belum (najis mutawassithah). Berdasarkan hadis, sebagai
berikut:
َ ‫ يُ ْغ‬: ‫سلَّ َم‬
‫س ُل ِم ْن بَ ْو ِل‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قا َل َر‬: ‫َّللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
َّ ‫س ْو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫ي‬ ِ ‫َع ْن أَبِي الس ْمحِ َر‬
َ ‫ض‬
ِ ُ‫ش ِم ْن بَ ْو ِل الغ‬
‫الم‬ ِ ‫ْال َج‬
ُّ ‫ وي َُر‬،‫اريَ ِة‬
Artinya:‛Kencing bayi perempuan (cara mensucikannya) disiram, dan
kencing bayi laki-laki diciprati air‛. (HR. Bukhari)

9
Menurut para ulama, hukum kencing bayi laki-laki dibedakan dari bayi
perempuan karena air kencing bayi perempuan lebih bau dan lebih kotor
dari pada kencing bayi laki-laki. Dengan demikian cara menghilangkan
dan membersihkan najis adalah bisa dengan mencuci, menyiram,
menyiprat, dan mengusap dengan air. Caracara tersebut berdasarkan
ketetapan syara’ yang dirinci dalam beberapa hadist shahih. Cara
mencuci dan menyiramnya dapat dilakukan bagi semua jenis dan
macam najis bagi semua tempat, sedangkan mengusap dengan
mengunakan dengan beberapa batu diperolehkan pada najis yang
melekat pada kubul dan dubur (istinja).

C. Thaharah
1. Wudhu
Wudhu merupakan cara atau bentuk menyucikan diri yang sudah
disyariatkan oleh Islam. Secara bahasa, wudhu artinya bersih dan indah.
Sedangkan menurut syara', wudhu adalah membersihkan anggota badan
untuk menghilangkan hadas kecil.

Kewajiban wudhu disebabkan keluar sesuatu dari lubang buang air kecil
dan buang air besar, bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan yang
bukan mahram, antara keduanya tanpa pembatas. Selain itu, tidur yang tidak
memungkinkan seseorang tahu jika keluar angin dari duburnya, hilang akal
karena mabuk, gila dan sebagainya, serta menyentuh kemaluan dengan
telapak tangan atau menyentuh lubang dubur, dan murtad (keluar dari agama
Islam). Bacaan doa niat wudhu:

ُ‫ث ِل َر ْفعِ ْال ُوض ُْو َء ن ََويْت‬ ْ َ‫ت َ َع ٰالى ِ َّٰللِ فَ ْرضًا اْال‬
ِ َ‫صغ َِر ْال َحد‬

Artinya : “Saya niat wudhu untuk mengangkat hadats kecil fardhu karena
Allah Ta’aala”.

10
Tata cara wudhu yang benar sesuai tuntunan yakni:

1. Membaca niat
2. Membasuh telapak tangan
3. Berkumur
4. Membasuh lubang hidung
5. Membasuh wajah mulai dari ujung kepala mengenai rambut hingga ke
bawah dagu
6. Membasuh tangan hingga mengenai siku
7. Mengusap kepala
8. Mengusap kedua telinga
9. Membasuh kaki
10. Berdoa setelah wudhu
11. Tertib artinya berurutan

2. Mandi Wajib
Mandi wajib ialah mandi yang dituntut melakukannya sebelum
melaksanakan keawajiban agama tertentu. Mandi yang bila tidak dilakukan
menyebabkan beberapa ajaran agama tidak boleh dikerjakan. Ada pun
sebab-sebab mandi wajib, yaitu:

1. Keluar mani yang disertai syahwat, baik ketika tidur maupun terbangun,
baik laki-laki atau wanita.
2. Hubungan kelamin, baik keluar mani maupun tidak keluar.
3. Terhenti haid; maksudnya, apabila darah haid seorang perempuan
berhenti, wajib ia mandi.
4. Terhenti nifas; maksudnya, apabila darah nifas seorang perempuan telah
berhenti, wajib ia mandi.

11
5. Meninggal dunia; maksudnya, apabila seseorang menemui ajal,
wajiblah ia dimandi.
6. Masuk Islam; maksudnya, seorang kafir atau non-muslim masuk Islam,
wajib ia mandi.

Adapun cara mandi adalah sebagai berikut:

(1) Berniat di dalam hati untuk membersihkan atau menyucikan badan


sebagai pelaksanakan tuntunan agama, guna mendapatkan pahala.
(2) Memulai dengan mencuci tangan tiga kali.
(3) Membasuh kemaluan.
(4) Berwudu secara sempurna seperti halnya wudu buat shalat.
(5) Menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyelang-
nyelingi rambut agar air sampai membasahi akar atau pangkalnya.
(6) Mengalirkan air ke seluruh badan dengan memulai sebelah kanan,
kemudian sebelah kiri sampai pada bagian-bagian, seperti ketiak, bagian
dalam telinga, pusar, jari-jari tangan dan jari-jari kaki, serta menggosok-
gosok bagian-bagian yang dapat digosok.

3. Tayammum
 Rukun Tayamum
1) Membaca Niat Tayamum
2) Mengusap Wajah
3) Mengusap Tangan
4) Tertib
 Syarat-Syarat Tayamum
1) Sulit Menemukan Air
2) Menggunakan Debu yang Suci
3) Mengerti Tata Cara Tayamum

12
4) Tayamum Dilakukan dalam Waktu Salat
5) Mengetahui Arah Kiblat sebelum Melakukan Tayamum
 Tata Cara Tayamum dan doanya yang Benar
1) Siapkan Debu yang Bersih
Gunakan debu yang berada di tembok, kaca, atau tempat lain yang
dirasa bersih.
2) Menghadap Kiblat
Disunahkan menghadap kiblat, lalu letakkan kedua telapak tangan
pada debu, dengan posisi jari-jari kedua telapak tangan dirapatkan.
3) Membaca Niat
Dalam keadaan tangan masih diletakan di tembok atau debu, lalu
ucapkan basmalah dan niat berikut:

‫ستابَا َح اة الص َََّل اة هللا تَعَالَى‬


ْ ‫نَ َويْتُ التَّيَ ُّم َم اِل‬

Artinya: Aku berniat tayamum agar diperbolehkan salat karena


Allah.

4) Usapkan Kedua Telapak Tangan pada Seluruh Wajah


Berbeda dengan wudu, dalam tayamum tidak diharuskan untuk
mengusapkan debu pada bagian-bagian yang ada di bawah rambut
atau bulu wajah.

13
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Hadast adalah segala sesuatu yang dapat membatalkan wudhu dan


shalat. Hadast terbagi menjadi dua yaitu hadast kecil dan hadast besar.yang
dimana hadast kecil disucikan dengan wudhu atau tayamum sedangkan hadas
besar itu dengan mandi wajib .

Najis berasal dari bahasa Arab najasah artinya najis. Najis menurut
istilah syariat Islam yaitu suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya
mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti
shalat. najis ada tiga yaitu mugholadoh , mukhofafah dan mutawasitoh .

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” sedangkan menurut istilah


syara’ thaharah adalah bersih dari hadast dan najis. Thoharoh pun terbagi
menjadi beberapa bagian seperti wudhu ,tayamum dan mandi wajib.

B. Saran
Saran dari kami bahwa Sanya kita semua harus selalu meningkatkan
kebersihan teliti dalam bersuci baik dari hadast maupun dari najis karena bisa
jadi hal kecil yang kita sepelekan justru itu yang akan menjerumuskan . Semoga
sedikit ilmu ini bisa kita sama sama realisasikan walau tak seberapa tapi semoga
bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka karena kita memelihara
kebersihan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Andi, M. (2019). Bersuci (Mandi, Wudhu, dan Tayammum). Pendidikan Agama Islam,
2(1), 11. Retrieved from http://fasya.iain-manado.ac.id/wp-
content/uploads/2017/01/Modul-Praktikum-Ibadah.pdf. Diakses pada tanggal 25
Maret 2023 pukul 07.15 WIB.

Anwar, H. M. (1987). Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib. 9. Retrieved from


http://repo.iain-tulungagung.ac.id/8632/5/BAB II.pdf. Diakses pada tanggal 07
Maret 2023 pukul 14.15 WIB.

cnnindonesia.com. 24 Oktober 2022. Tata Cara Thaharah dari Hadas Kecil dan Hadas
Besar. Diakses pada tanggal 07 Maret 2023 pukul 14.21 WIB.
https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20221024093715-569-864455/tata-cara-
thaharah-dari-hadas-kecil-dan-hadas-besar

inews.id. 23 Maret 2022. Tata Cara Thaharah, Niat, Pembagian, Hikmah. Diakses
pada tanggal 25 Mart 2023 pukul 17.20
https://www.inews.id/amp/lifestyle/muslim/tata-cara-thaharah-niat-pembagian-
hikmah

Jumiati, S. (2019). Hubungan Pemahaman Materi Pendidikan Agama Islam Tentang


Thaharah Dengan Pola Hidup Bersih Siswa Di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 40 Pekanbaru. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699. Diakses pada tanggal 07 Maret 2023 pukul 14.00 WIB.

masjidpedesaan.or.id. 01 Juni 2021. Macam-Macam Hadas dan Cara


Membersihkannya. Diakses pada tanggal 07 Maret 2023 pukul 14.18
https://masjidpedesaan.or.id/macam-macam-hadas-dan-cara-membersihkannya/

medcom.id. 15 November 2022. Tata Cara Tayammum Lengkap dengan Syarat,


Rukun, Niat dan Doanya. Diakses pada tanggal 25 Maret 2023 pukul 07.15 WIB.

15
https://www.medcom.id/amp/ybJQYo4N-tata-cara-tayamum-lengkap-dengan-
syarat-rukun-niat-dan-doanya

muslim.or.id. 18 Februari 2023. Mengenal Mani, Wadi dan Madzi. Diakses pada
tanggal 07 Maret 2023 pukul 14.34 WIB. https://muslim.or.id/274-mengenal-
mani-wadi-dan-madzi.html

Najed, N. H. (2018). Fikih Islam dan Metode Pembelajarannya (Thaharah, Ibadah dan
Keluarga Muslim). Diakses pada tanggal 25 Maret 2023 pukul 17.18 WIB.

Studi, P., Mazhab, P., Hukum, D. A. N., Perbandingan, K., Fikih, M., Syariah, F., …
Negeri, U. I. (2014). NIM :. Diakses pada tanggal 07 Maret 2023 pukul 14.55
WIB.

pai.ftk.uin-alauddin.ac.id. 05 September 2018. Thaharah dan Penjelasannya. Diakses


pada tanggal 07 Maret 2023 pukul 13.38 WIB. http://pai.ftk.uin-
alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/211

ppff.ponpes.id. 23 September 2021. Pengertian Najis, Macam-Macam Najis dan Cara


Menghilangkan Najis. Diakses pada tanggal 07 Maret 2023 pukul 13.55 WIB.
https://ppff.ponpes.id/2021/09/23/pengertian-najis-macam-macam-najis-dan-
cara-menghilangkan-najis/

16

Anda mungkin juga menyukai