Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONSEP DASAR FIKIH IBADAH THAHARAH

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Ibadah Teori dan
Praktikum
Dosen Pengampu : Dr. H. M. Slamet Yahya, M.Ag

1. Adrian Dwi Saputra ( 234110402001 )


2. Idzar Laela Istiqomah ( 234110402022 )
3. Ikhlasul Amaliah ( 234110402023 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2024
Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kita dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang mana penulisan
makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Fikih Ibadah Teori dan Praktikum. Dalam
penyusunan makalah ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu, terutama kepada dosen yang telah memberi kami petunjuk, sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah ini.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak


kekurangan baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
penyempurna dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
memberi manfaat kepada semua pihak.

Purwokerto,

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................1

Daftar Isi..................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3

1. Latar Belakang.............................................................................................3
2. Rumusan Masalah........................................................................................3
3. Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

1. Pengertian Thaharah....................................................................................4
2. Fungsi Thaharah..........................................................................................5
3. Macam – macam Thaharah dan cara pelaksanaan......................................7
BAB II PENUTUP..................................................................................................17

1. Kesimpulan.................................................................................................18
2. Daftar Pustaka.............................................................................................19

2
A. Latar
Belakang BAB I
PENDAHULUA
N

Dalam hukum islam terdapat suatu hal dimana segala seluk beluknya
termasuk bagian ilmu dan amalan yang sangat penting yakni bersuci, atau
dalam fiqih disebut dengan thaharah. Yang dimaksud dengan thaharah ini tidak
hanya suci secara lahiriyah, namun dapat juga membersihkan secara batiniyah.
Thaharah lebih sering dimaknai sebagai suatu hal yang dilakukan
sebelum beribadah kepada Allah SWT saja, ataupun suatu cara untuk
menghilangkan hadas dan juga najis. Tetapi thaharah juga berkaitan erat
dengan kebersihan dalam menjaga kesehatan diri dan keindahan lingkungan.
Sering kali kita sebagai manusia lalai dalam hal menjaga kebersihan
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Thaharah
2. Fungsi dari Thaharah
3. Macam – macam Thaharah dan cara pelaksanaan
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Thaharah
2. Untuk mengetahui fungsi dari Thaharah
3. Untuk mengetahui macam – macam Thaharah dan cara pelaksanaan

3
BAB II

PEMBAHASA

1. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’
thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan
mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan
menghilangkan najis.1

‫ا َمنُ ْٰٓوا ا َّل ِذ ْي‬²‫لو ِة َلى ق‬² ‫اغسلُ ْوا‬ ‫وج‬ ‫سح ْوا ا ْل ق َ لى واَ ْي‬ ‫واَ ْر جَلكُ ْم سكُ ْم ُبِر وا‬
‫ يٰٓاَ ُّي َها َذا‬² ‫َن‬ ‫ْمتُ ْم ص‬ ‫ال‬ ‫ِد َيكُ ْم ْوهكُ ْم‬ ‫َم َرا ِف‬ ‫ْم‬ ‫ء ْو‬
‫م ْر ٰٓ ضى كُ ْنتُ ْم واِ ْ ن ً با ُك ْنتُ ْم وِا ْ ن ا ْل َ ك‬ ‫لى‬ ² َ
‫ا ْو سف‬ َ ‫َ ن ِّ م ْنكُ ْم ا‬ ْ‫َ فلَ ْم ال ِنِّس ۤا ُ م اَ ْو ا ل‬
ُ‫ْع َب ْي ِن ِاَلى جن‬ ‫َفاط َّه ُر ْو ا‬ ۤ
‫َحد˚ ِّم „ر ج ا َء اَ ْو ع‬ ‫ل َم َغ ۤا ىط سُت‬² ‫َء‬
‫ِ ِّيبًا ص ِع ْي ًدا َ َفتيَ َّم ُم ْوا م‬ ‫ِد ْيكُ ُ وج ْو ِ هكُ ْم‬ ْ ‫ِّ م ْ ن عل ج َ ع َ ل ّلالُ يُ ِر‬ ‫ل ِك ْ ن‬² ‫لُيط ِّه َركُ ْم ُّ ي و‬
‫ا ًء تَ ِجدُ ْوا ط‬ ۤ ‫ا ْ م س ح ْوا‬ ‫ْم و َا‬ ‫ْيدُ ما ن‬ ‫ْيكُ ْم ل َي‬ ‫ِر ْيد ح َر „ج‬
‫ْي‬ ‫ُه‬
‫ِّم‬
‫و ُِلي ِت َّم‬ ‫تَ شكُ ُر ْو َ ن عَل ْيكُ ْم ِ ن‬
‫ْع َمتَ ˚ه‬ ‫َعلَّكُ ْم‬
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan
salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu
dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub,
mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus),
atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu
yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.
“Jika kamu junub (berhadas besar), maka bersucilah.” (QS. Al Maidah [5]:6)
Menurut istilah fiqih, thaharah adalah menghilangkan hadast atau najis yang
menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan
hukumnya (hadast dan najis) dengan tanah. Dengan kata lain, thaharah adalah keadaan
yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadats atau kotoran.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi
SAW juga bersabda:
‫والسالم الصالة عليه قال‬: ‫ح‬
4
‫م ْفتَا‬ ‫ص‬
َ ‫وتَ ْ ح ِر ْي طُها َرة‬ ‫ ُر‬، ‫التَ ْي وتَ ْ ح ِل ْيلُ َها‬
‫ال‬ ‫ال‬ ‫أَل‬، ‫ُم َها‬ ‫ُْالتَ ّ ْك ِبي‬ ‫ُم‬
‫ِة‬ ‫س‬
‫ِل‬
Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah
takbir dan perhiasannya adalah salam

1
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), hal. 9

5
Hukum taharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan
agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.

Firman Allah Swt :


‫سأَ لُو نَ ك‬
َ ‫حَتّى تَ ْق َّ ن وال يض ُِا ْل َمح ِ في سا َء َ فاعتَ ِزلُوا أَذًى ُ ه َو ُق ْل ا ع‬ ‫َ فإ َِذا ط ُه‬
‫ْل َم ِحيض ِن ي‬ ‫ال ِِّن‬ ‫َربُو‬ ‫ْر َ ن‬
‫و‬
‫ّلالُ أَ َم َركُ ُم ح ْيث م ْ ن َْ فأتُ و‬ ‫ب التَ ّ َّوا ِبي َ ن ُي ِحب‬ ‫( ا ْل ط ِّه ِري‬٢٢٢)
‫َّن تَ ط َّه ْر َ ن‬ ‫ّلالَ ِ إ َّ ن‬ ‫ُمت َن وُي ِح‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan


mencintai orang-orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)
Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.
)‫لم‬¥¥‫ان (رواه مس‬¥ ‫ة من االيم‬¥ ¥ ‫النظاف‬
Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)2
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang
harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah
SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.
2. Fungsi Thaharah
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :
a) Membiasakan hidup bersih dan sehat
b) Membiasakan hidup yang selektif
c) Sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sholat
4
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
6
d) Sebagai sarana untuk menuju surga

4
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
7
e) Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT3
Manfaat Thaharah
Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.
a. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat
oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan.
b. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-
hari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
c. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak
mudah terjangkit penyakit.
d. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun
lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.4

3. Macam – macam Thaharah dan cara pelaksanaan


Sebelum ke macam - macam alangkah baiknya mengetahui jenis – jenisnya :
a) Jenis Thaharah
Thaharah secara umum menjadi dua macam ,yaitu thaharah hakiki dan thaharah hukmi
1) Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan,
pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah
terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing,
tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki. Caranya
bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan
memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus
dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan,
disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna,dan rasa
najisnya.
2) Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil
maupun hadats besar (kondisi janabah). Seorang yang tertidur batal wudhu’-nya, boleh
jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang
dengan cara berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah tertentu seperti shalat, thawaf dan
lainnya.

4
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
8
3
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

4
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
9
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan
bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari
hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi thaharah hukmi adalah kesucian
secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun
seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah hukmi didapat
dengan cara berwudhu’ atau mandi janabah

Macam-Macam Thaharah :
Secara umum, pembagian thaharah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu thaharah
ma'nawiyah dan thaharah nissiyah. Thaharah ma'nawiyah (hati atau rohani), sedangkan
thaharah nissiyah (badan atau jasmani) :
1. Thaharah ma’nawiyah
Thaharah ma'nawiyah atau thaharah qalbu (hati), adalah bersuci dari syirik dan maksiat
dengan cara bertauhid dan melakukan kegiatan amal sholeh. Thaharah ini menjadi yang
paling utama dibandingkan thaharah nissiyah, karena thaharah nissiyah tak dapat
dilaksanakan jika hati kita belum suci. Untuk itu, sebagai muslim kita harus mensucikan
diri dan jiwa kita dari perbuatan syirik dan munafik serta kegiatan maksiat lain seperti
dengki, sombong, dendam, benci, riya' dan lain-lain.
2. Thaharah hissiyah
Thaharah nissiyah atau thaharah badan/jasmani, adalah mensucikan bagian tubuh dari
hadats (baik hadats kecil maupun hadats besar), najis dan segala jenis kotoran. Untuk
menghilangkan hadats kecil kita harus berwudhu dan untuk menghilangkan hadats besar
kita harus mandi besar. Jika dalam kondisi tidak ada air, maka kita boleh melakukan
tayammum dengan menggunakan pengganti air yaitu tanah atau debu. Kita juga harus
membersihkan tubuh dari macam macam najis yang ada.
Macam-macam Najis – Hadas dan cara mensucikannya.
Najis adalah suatu benda kotor yang menyebabkan seseorang tidak suci. Najis dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Najis Mukhoffafah (ringan), seperti air kencing bayi laki-laki yang berusia kurang dari
2 tahun dan belum makan apa-apa selain ASI. Sedangkan air kencing bayi perempuan
tidak tergolong dalam najis mukhoffafah, tapi tergolong najis mutawassitoh. Cara
mensucikannya najis mukhaffafah, cukup dengan memerciki air pada tempat yang
terkena najis.Maksud memercikkan, airnya tidak harus mengalir.
2. Najis Mutawasithoh (sedang), seperti: tinja/kotoran manusia/hewan, darah, nanah,
bangkai, muntah-muntahan, bangkai, dan minuman yang memabukkan. Najis
mutawassitoh dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
a). Najis 'Ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indera. Najis ini dapat
diketahui warna/bentuknya, baunya atau rasanya. Atau salah satu dari sifat itu nyata
adanya. Cara
10
menyucikannya : dicuci dengan air yang mengalir sampai hilang warna/bentuknya,
baunya dan rasanya.
b). Najis Hukmiyah yaitu najis yang tidak dapat diketahui dengan indera. Najis ini tidak
dapat diketahui warna/bentuknya, baunya maupun rasanya, namun kita yakin najis
tersebut ada. Seperti percikan air kencing pada sarung dan sudah kering. Walaupun tidak
terlihat, tapi kita meyakini sarung itu terkena percikan air kencing. Cara menyucikannya :
dicuci dengan air suci yang mengalir, tanpa harus hilang warna/bentuknya, baunya dan
rasanya, karena tidak nyata.
3. Najis Mugholazah (berat), seperti air liur, kotoran anjing dan babi yang mengenai
badan, pakaian, atau tempat. Cara mensucikannya: Benda yang terkena najis ini
hendaklah dibasuh tujuh kali, dan salah satu diantaranya hendaklah dibasuh dengan air
yang dicampur dengan tanah.
Hadas
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah sesuatu
yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri sehingga
sah untuk melaksanakan ibadah.
Bermacam hadas dan cara mensucikannya:
Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :
1) Hadas kecil
Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu
apabila hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :
o Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.
o Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.
o Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.
o Hilang akal karena sakit atau mabuk.
2) Hadas besar
Hadas besar adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar
atau junub. Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :
o Bersetubuh (hubungan suami istri)
o Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain
o Keluar darah haid
o Nifas
o Meninggal dunia
Empat Keadaan Air dalam Thaharah

11
Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkait dengan hukumnya
untuk digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab fiqh, mereka
membaginya menjadi 4 macam, yaitu :
a) Air Mutlaq
Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli,
dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci atau pun benda
najis. Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu untuk
berwudhu’ dan mandi janabah. Air yang suci itu banyak sekali, namun tidak semua air
yang suci itu bisa digunakan untuk mensucikan. Diantara air-air yang termasuk dalam
kelompok suci dan mensucikan ini antara lain adalah :
· Air Hujan
· Salju
· Embun
· Air Laut
· Air Zam-zam
· Air Sumur atau Mata Air
· Air Sungai
b) Air Musta’mal
Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik
air yang menetes dari sisa bekas wudhu’ di tubuh seseorang, atau sisa juga air bekas
mandi janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian masuk lagi ke dalam
penampungan. Para ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal.
Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu (‫ يستعمل‬- ‫ )استعمل‬yang bermakna
menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk
melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah.
Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau
bekas digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah. Air sisa
bekas cuci tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah,
statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut
sebagai air musta’mal, karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi janabah.
Perbedaan pendapat itu dipicu dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW yang kita terima
dari Rasulullah SAW. Beberapa nash hadits itu antara lain :
Artinya: Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah
sekali-kali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub. (HR. Muslim)
”Janganlah sekali-kali seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir, kemudian
dia mandi di dalam air itu”. Riwayat Muslim,”Mandi dari air itu”. Dalam riwayat Abu
Daud,”Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Muslim)

12
Dari seseorang yang menjadi shahabat nabi SAW berkata,”Rasululllah SAW melarang
seorang wanita mandi janabah dengan air bekar mandi janabah laki-laki. Dan melarang
laki-laki mandi janabah dengan air bekas mandi janabah perempuan. Hendaklah mereka
masing-masing menciduk air. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW pernah mandi dengan air bekas Maimunah ra. (HR.
Muslim)
Riwayat Ashhabussunan: ”Bahwasanya salah satu isteri Nabi telah mandi dalam satu
ember kemudian datang Nabi dan mandi dari padanya lalu berkata isterinya, ”saya tadi
mandi janabat, maka jawab Nabi SAW.: ”Sesungguhnya air tidak ikut berjanabat”.
c) Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci
Jenis air yang ketiga adalah air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang
bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus,
tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat padanya. Namun bila air telah
keluar dari karakternya sebagai air mutlak atau murni, air itu hukumnya suci namun tidak
mensucikan. Misalnya air dicampur dengan susu, meski air itu suci dan susu juga benda
suci, tetapi campuran antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni
menjadi larutan susu. Air yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air mutlak, sehingga
secara hukum tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu' atau mandi janabah. Meski pun
masih tetap suci.
d) Air Mutanajjis
Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis.
Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum, bisa
ikut menjadi najis juga atau bisa juga sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis. Keduanya
tergantung dari apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur benda
yang najis. Dan perubahan itu sangat erat kaitannya dengan perbandingan jumlah air dan
besarnya noda najis.
Pada air yang volumenya sedikit seperti air di dalam kolam kamar mandi, secara logika
bila kemasukan ke dalamnya bangkai anjing, kita akan mengatakan bahwa air itu menjadi
mutanajjis atau ikut menjadi najis juga. Karena air itu sudah tercemar dengan
perbandingan benda najis yang besar dan jumlah volume air yang kecil.
Agar kita bisa menilai apakah air yang ke dalamnya kemasukan benda najis itu ikut
berubah menjadi najis atau tidak, maka para ulama membuat indikator, yaitu rasa, warna
atau aromanya.

- Berubah Rasa, Warna atau Aroma


Bila berubah rasa, warna atau aromanya ketika sejumlah air terkena atau kemasukan
barang najis, maka hukum air itu iut menjadi najis juga. Hal ini disebutkan oleh Ibnul
Munzir dan Ibnul Mulaqqin.

- Tidak Berubah Rasa, Warna atau Aroma

13
Sebaliknya bila ketiga krieteria di atas tidak berubah, maka hukum air itu suci dan
mensucikan. Baik air itu sedikit atau pun banyak.5
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah :
ada beberapa macam bentuk yaitu : wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinjak.
Wudhu
dilakukan bagi orang yang akan melakukan ibadah sholat, sebab merupakan salah satu
dari syarat sahnya sholat yang terdapat dalam firman Allah Q.S. Al-Maidah: 6
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”
Dan dalam suatu hadits Rosulullah Saw bersabda :
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang jika berhadas, Hingga ia berwudhu”(HR.
Bukhari dan Muslim)
Syarat-syarat Wudlu’
• Islam
• Mumayiz
• Tidak berhadas besar
• Air suci mensucikan
• Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke
kulit Rukun Wudhu
• Niat
• Membasuh muka
• Membasuh dua tangan sampai siku
• Menyapa sebagian kepala
• Membasuh dua telapak kaki
• Tertib
Sunah
Wudhu
• Membaca basmalah
• Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan sebelum berkumur
• Berkumur

14
5
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html

15
• Memasukkan air ke hidung
• Menyapu seluruh kepala
• Menyapu kedua telinga luar dan dalam
• Menyela-nyela jari kedua tangan dan menyela-nyela jari kedua kaki
• Mendahulukan anggota kanan
• Membasuh setiap anggota tiga kali
• Jangan berbicara
Hal-Hal yang Membatalkan Wudlu’
• Keluar sesuatu dari dua jalan atau salah satunya
• Hilang akal
• Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan
• Menyentuh kemaluan dngan telapak tangan.
• Tidur
Tayamum
secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang suci karena tidak ada air
atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah menyapakan tanah
atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat da
rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau
dilarang menggunakan air disebabkan sakit.
Firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 43.

‫ا َمنُ ْوا ا َّل ِذ ْي‬² ‫لوَة تَ ْق‬² ‫رى وا‬² ‫ك‬² ‫ُ س‬ ‫ي َّ ال و َال َ تقُ ْولُ ْو َ ن ما‬ ‫وِا ْ ن تَ ْغتَ سلُ ْو ا ْ ي „ل‬
‫ يٰٓاَ ُّي َها ال‬² ‫َن‬ ‫َربُوا ص‬ ‫ْنتُ ْم ال ٰحتى‬ ‫تَ ْعلَ ُم ْوا‬ ‫جنُ ًبا‬ ‫حتٰ ى عا ِب ِر‬
‫س ِب‬
ٰٓ
‫ضى ُك ْنتُ ْم‬ ‫لى اَ ْو‬² َ ‫َا ْو‬
‫سف‬ ‫ل َمستُ ُم اَ ْو ا ْل ْ نُك ْم ا‬² ‫ْ م ال ِنِّس ۤا َء‬ ‫ط ِِّي ًبا ص ِع ْيًدا َ فتَ ي ً ء َت ِجُد‬
‫م ْر ع‬ ‫َغ ۤا ىط ِّ م َ ن ل َحد˚ ِّم „ر ج ۤا َء‬ ‫ْوا م ۤا‬ ‫َّم ُم ْوا‬
‫ْ م ِب ج ْو ِ هكُ ْم ا ْمسح ْوا‬ َ‫ غُف ْو ًرا كا َ ن ّلال‬٣٤‫۝‬
‫ُو واَ ْي‬ ‫َّن‬ ‫عُف ًّوا‬
ُ‫ِد ْيك‬

Artinya : “.”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan


kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan
jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar
berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan,
16
salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah
menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah
kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu).
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS An Nisa:43)

17
Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila seseorang telah melaksanakan
salat dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak wajib mengulang
sekalipun waktu salat masih ada.
Adapun syarat dan rukun, sunah serta hal-hal yang terkait dengan tayamum adalah
sebagai berikut.
Syarat Tayamum:
Syarat tayamum adalah sebagai berikut :
a. Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan tayamum.
b. Sudah masuk waktu salat
c. Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan
d. Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
e. Menggunakan tanah atau debu yang suci.

Rukun Tayamum:
- Niat
- Mengusap debu ke muka
- Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
- Tertib
Sunah
Tayamum:
Dalam melaksanakan tayamum, seseorang hendaknya memperhatikan sunah-sunah
tayamum sebagai berikut.
a. Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum
b. Membaca ta’awuz dan basmalah
c. Menepiskan debu yang ada di telapak tangan
d. Merenggangkan jari-jari tangan
e. Menghadap kiblat
f. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri
g. Membaca do’a (seperti do’a sesudah
wudu) Hal yang membatalkan Tayamum:
Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :

18
o Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum

19
o Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)
o Murtad (keluar dari agama Islam)6

Mandi besar
atau mandi wajib adalah mandi dengan cara tertentu untuk menghilangkan hadats besar,
hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6.
“Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.”
Penjabaran lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :
“sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau (bersetubuh)
mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw. Pada bermulaan Islam.
Kemudian beliau memerintahkan kami mandi sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
Syarat-Syarat mandi besar:
• Beragama islam
• Sudah tammyiz
• Bersih dari haid dan nifas
• Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air pada seluruh anggota tubuh
seperti cat, lilin dan sebagainya
• Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa merubah sifat air untuk
mandi seperti minyak wangi dan lainnya
• Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)
• Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah
• Air yang digunakan harus suci dan mensucikan7
Pengertian istinja’
Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan menurut istilah, ialah
membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan qubul(anus dan penis)
dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya. Istinja’ hukumnya
wajib.
Hal-hal yang dilarang ketika buang air:
o Dilarang menjawab suara adzan
o Dilarang menjawab salam
o Bila bersin hendaknya memuji Allah dalam hati saja, tidak boleh menjawab dengan
suara keras

6
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2013), h. 64.
20
7
Muhamad Dainuri,Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam(Magelang :Sinar Jaya Offset,1996)h.18-19

21
o Dilarang mengucapkan kalimat-kalimat dzikir
o Dilarang sambil makan, minum dan
sebagainya Alat-alat yang digunakan untuk
istinja’:
¶ Air
¶ Batu (jika tidak ada air)
¶ Kertas atau tissue (jika tidak ada air)
¶ Daun-daunan yang tidak biasa dimakan (jika tidak ada
air) Tata cara istinja’:
- Ada air dapat dibersihkan dengan batu atau kertas sampai bersih. Membasuh tempat
keluarnya najis dengan air hingga bersih
- Jika tidak Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak
ada batu dapat digunakan benda-benda lain asal keset atau keras.

22
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Secara etimologi thaharah berarti bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik yang
kasat mata ataupun yang tidak kasat mata, seperti aib dan dosa. Kata thatharah sendiri
berasal dari kata thahara-yathhuru-thahuran-thaharatan yang berarti suci. Secara
terminologi ath thaharah adalah bersih atau suci dari najis baik najis faktual semisal
tinja maupun najis secara hukmi, yaitu hadats. Dengan kata lain, thaharah adalah
keadaan yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadats atau kotoran.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah ialah WAJIB di
atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan
sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci,
tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi
dan berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan
air, sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan
istinja’.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari
yaitu membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan
beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi sebagai rukhsah
(keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air
Mandi Wajib adalah mandi untuk menghilangkan hadast besar, baik karena junub,
atau karena haid, yaitu dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dari atas kepala
hingga ujung kaki

23
DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqih
Ibadah. Jakarta: AMZAH.
Muchtar, Asmaji. 2014. Fatwa-Fatwa Imam Asy Syafi’i. Jakarta:
AMZAH. Mulkhan, Abdul Munir. 1994. Teologi dan Fiqih. Yogyakarta:
ROIKHAN. Rasjid, Sulaiman. 1986. Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru
Algensindo.
Ritonga, Rahman dan Zainuddin.1997. Fiqih Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif,
1987.
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara
Ilmu, 2013.
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html
[1]H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif,
1987), h. 9.
[2] http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

[3] Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf,


(Surabaya: Mutiara Ilmu, 2013), h. 64.
[4] http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

[5]http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[6]http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html

24
25

Anda mungkin juga menyukai