MAKALAH
Disampaikan Dalam Presentasi, Pada Presentasi Mata Kuliah Fiqih Ibadah
Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwalul Syakhsiyyah Semester Empat (IV)
IAIN Manado Tahun Akademik 2016/2017
OLEH :
Ikram Hassan
15.1.1.039
Yunitha Malondo
15.1.1.027
Dosen Pembimbing
A. Latar Belakang
dan berlindung kepadanya dari keburukan kami. Aku bersaksi bahwa tidak
ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya,
Terutama dalam hal shalat. Apabila kita melakukan sholat tanpa adanya
harus suci badannya, pakaiannya serta tempatnya dari hadats maupun najis.
Padahal dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti tidak luput dari hadats dan
ibadah.
usaha kami, tentunya tidak terlepas dari kekurangan yang perlu di benarkan
A. Rumusan Masalah
“Bersih dan terhindar dari semua yang kotoran dan daki, baik yang
Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran
atau najis/hissi/yang dapat terlihat seperti kencing atau lainnya, dan najis
mengerjaan shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan,
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua
mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau
tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi
وا َماْ صالَةَ َوأَنتُ ْم ُس َكا َرى َحتَّ َى تَ ْعلَ ُم ْ وا الَ تَ ْق َرب
َّ ُوا ال ْ ُين آ َمن َ يا أَيُّهَا الَّ ِذ
ضى َ ْوا َوإِن ُكنتُم َّمر ْ ُيل َحتَّ َى تَ ْغتَ ِسل
ٍ ِون َوالَ ُجنُبا ً إِالَّ َعابِ ِري َسب َ ُتَقُول
أَ ْو َعلَى َسفَ ٍر أَ ْو َجاء أَ َح ٌد ِّمن ُكم ِّمن ْال َغآئِ ِط أَ ْو الَ َم ْستُ ُم النِّ َساء فَلَ ْم
َ ُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم إِ َّن هّللاْ طيِّبا ً فَا ْم َسح
َ ًص ِعيدا َ واْ وا َماء فَتَيَ َّم ُم ْ تَ ِج ُد
ان َعفُ ّواً َغفُورا َ َك
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa
yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam
keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
‘ب‘ ا‘ ْل‘ ُم‘ تَ‘ طَ‘ ه‘ِّ ِر‘ ي‘ َ‘ن ‘ُّ ‘إِ‘ َّن‘ هَّللا َ‘ يُ‘ ِح
‘ُّ ‘ب‘ ا‘ل‘تَّ‘ َّو‘ ا‘بِ‘ ي‘ َ‘ن‘ َو‘ يُ‘ ِح
“Sesunguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
b. Kaifiat/cara bersuci.
a. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk badan, seperti mandi,
3
Diambil dalam al-Qur’an surah Al-Baqarah: 222
b. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan
tempat.4
menyucikan (membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari
langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (beum berubah) keadaannya,
seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air
‘ِ َ‘و‘ يُ‘نَ‘ ِّز‘ ُل‘ َع‘ لَ‘ ْي‘ ُك‘ ْم‘ ِم‘ َ‘ن‘ ا‘ل‘ َّس‘ َم‘ ا‘ ِء‘ َم‘ ا‘ ًء‘ لِ‘ يُ‘طَ‘ ه‘ِّ َر‘ ُك‘ ْم‘ بِ‘ ه
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
“suci menyucikan” walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari
semua sifatnya yang tiga (warna, rasa dan baunya) adalah sebagai berikut:
batu belerang.
4
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung: Pt sinar baru Algensindo, 2006, Hal 13
d. Berubah karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar
pakaian dan badan, tetapi tidak dapat menyucikan hadats.5 Zatnya suci,
tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam
a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan
suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tersebut diatas, seperti
b. Air sedikit, kurang dari dua kulah, sudah terpakai untuk menghilangkan
hadas atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah
c. Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari
a. Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai
lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b. Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit
berarti kurang dari dua kulah tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya
5
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2010, Hal 229
Kalau air itu banyak, berarti dua kulah atau lebih6, hukumnya tetap
)(رواه الخمسه .ان ْال َما ُءقُلَّتَي ِْن لَ ْم يُنَ ِّج ْسهُ َش ْي ٌء
َ اِ َذا َك
“Apabila air cukup dua kulah,tidaklah di najisi oleh suatu apa
Yaitu air yang terjemur di terik matahari (dalam wadah yang suka
berkarat. Seperti : besi,timah, kaleng dsb, kalau sudah dingin lagi tak
makruh.7
dan muntah dapat di hilangkan tempat yang terkena najis itu dengan
mencucinya satu kali dengan air. Jika hilang najis tersebut, maka tempat
tersebut telah (bersih). Bila dicuci tiga kali, maka lebih baik dan lebih
utama.
bahwa air tersebut tidak berubah dari tekstur aslinya, yaitu air yang jernih
dan mengalir. Oleh karena itu, bila air berubah dari keadaan jernih
menjadi keruh, maka tidak baik dijadikan sebagai salah satu alat untuk
bersuci.
keturunan salah satu dari keduanya dengan hewan yang suci, maka
8
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal 14-16
9
Syaikh Abbas Kararah, Shalat menurut empat madzhab, Jakarta: Pustaka Azam, 2003,
Hal 24-25
Untuk melakukan kaifiat/mencuci benda yang kena najis, terlebih
ُ طَه ُْو ُراِنَا ِءاَ َح ِد ُك ْم اِ َذا َولَ َغ فِ ْي ِه ْال َك ْلب: ص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمَ ال النَّبِ ُّيَ َق
ِ ت اَ ْواَل هُ َّن بِالتُّ َرا
ب ٍ اَ ْن يَ ْغ ِسلَهُ َس ْب َع َمرَّا
“Cara mencuci bejana seseorang dari kamu, apabila dijilati
benda itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci
lantas beliau percikkan air itu pada kencing kanak-kanak tadi, tetapi
Muslim)
ُ صلَّى هَّللا
َ ِ قال َرس ُْو ُل هَّللا
َ : ال َ َض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق
ِ ح َر ِ َو َع ْن أَبِي ال ّس ْم
ِ ((يُ ْغ َس ُل ِم ْن بَ ْو ِل ْال َج: َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
ِ وي َُرشُّ ِم ْن بَ ْو ِل ال ُغ،اريَ ِة
.))الم
وصححه الحاك ُم،أخرجه أبو داود والنسائي
baunya, yaitu yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zat, bau, rasa
masih ada zat, warna, rasa, atau baunya, terkecuali warna atau bau
baunya.10
tak ada dalil yang menunjukan bahwa benda itu najis. Benda najis itu
banyak diantaranya:
semuanya suci.
‘ْ ‘َع‘ لَ‘ ْي‘ ُك‘ ُم‘ ا‘ ْل‘ َم‘ ْي‘ تَ‘ ةُ‘ ُح‘ ‘ِّر َم
‘ت
begitu juga mayat manusia, tidak masuk dalam arti bangkai yang umum
dalam ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai, seperti
daging, kulit, tulang , bulu, urat dan lemaknya, semuanya itu najis menurut
10
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal 21
dan kulit. Bagian-bagian tulang, kuku, tanduk dan bulu, semuanya suci.
Begitupun bagian-bagian yang tidak bernyawa dari anjing dan babi pun
tidak najis.
dalil dari makna umum bangkai dalam ayat tersebut, karena bagian
َ َاح ُر َم اَ ْكلُه
اوفِى ِر َوايَ ِة لَحْ ُمهَا َ اِنَّ َم
pengertian hadis tersebut selain dari daging tidaklah haram. Lagi pula
mazhab kedua ini berpendapat bahwa yang dinamakan bangkai itu adalah
2. Darah
Segala macam darah itu najis selain hati dan limpa.
Firman Allah Swt:
‘ْ ‘َ‘و‘ لَ‘ ْ‘ح‘ ُم‘ ا‘ ْل‘ ِ‘خ‘ ْن‘ ِز‘ ي‘ ِر‘ ا‘ ْل‘ َم‘ ْي‘ تَ‘ ةُ‘ َو‘ ا‘ل‘ َّد‘ ُم‘ َع‘ لَ‘ ْي‘ ُك‘ ُم‘ ُح‘ ِّر‘ َم
‘ت
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, dan daging
babi.” (Al-Maidah:3)
darah: ikan dan belalang, hati dan limpa.” (Riwayat Ibnu Majah)
yang sudah di sembelih, begitu juga darah ikan. kedua macam darah ini
3. Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang
4. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu (dua pintu tempat buang
Semua itu najis selain dari mani (Mani diwajibkan untuk mandi),
baik yang biasa -seperti tinja, air kencing- ataupun yang tidak biasa,
ada syahwat yang sedikit, iya hanya mengambil air wudhu saja), baik dari
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ َّما ِجى َءلَهُ بِ َح َج َري ِْن َو َر ْوثَ ٍة لِيَ ْستَ ْن ِجى بِهَاَ ُاِنَّه
ٌال هَ ِذ ِه ِر ْكس
َ َالح َج َر ْي ِن َو َر َّدالر َّْوثَةَ َوق
َ اَ َخ َذ
"Sesungguhnya Rasulullah SAW diberi dua biji batu dan sebuah
tinja keras untuk dipakai istinja'. Beliau mengambil dua batu saja,
najis." (Riwayat Bukhari).
ِْت اَ ْن اَسْأ َ َل َرس ُْو َل هللاُ نت َر ُجاًل َم َّذا ًء فَا ْستَحْ يَي ُ ُك: ال َ ََع ْن َعلِ ٍّى ق
َ َت ْال ِم ْق َدا َد فَ َسأَلُهُ فَق
ُال يَ ْغ ِس ُل َذ َك َره ُ ْص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَأ َ َمرَ
ُ َويَتَ َوضَّأ
"Dari Ali. Ia berkata, "Saya sering keluar mazi, sedangkan saya
ان
ِ ط َ اِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َوااْل َ ْن
َ صابُ َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّش ْي
"Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk)
tanah." (Riwayat Muslim).
Cara mengambil dalil dengan hadis tersebut ialah, dalam hadis ini
disebabkan tiga perkara : (1) karena hadas, (2) karena najis, (3) karena
kehormatannya. Di mulut anjing sudah tentu tidak ada hadas, tidak pula
daripada anjing.
mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau
dipotong itu juga najis. Kalau yang bangkainya suci, yang dipotong
sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil dari ikan hidup.
‘ارهَٓااَثَاثًا
ِ بارهَا َواَ ْش َع
ِ اواَ ْو
َ ََو ِم ْن اَصْ َوا فِه
"Dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu
syaratnya. Begitu juga kulit bangkai, dapat menjadi suci dengan cara
disamak.12
11
Abu Malik Kamal ibnu as-Sayyid Salim, Fiqih sunnah Waninta(terj), Depok: Madina
Pustaka, 2011 Hal 7
12
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal 16-20
E. Adab Buang Air Kecil dan Besar
kaki kanan, tatkala keluar; sebab sesuatu yang mulia hendaklah dimulai
dengan kanan, dan sebaliknya setiap yang hina dimulai dengan kiri.
Ibnu Hibban)
(Riwayat Baihaqi)
4. Hendaklah Jau dari orang sehinga bau kotoran tidak sampai kepadanya,
6. Jangan buang air kecil atau besar di air yang tenang, kecuali apabila air
kemungkinan ada binatang yang akan tersakiti dalam lubang itu, dan
13
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal 23
9. Tidak buang air kecil di tempat mandi, tidak juga di air yang tidak
mengalir, atau bahkan di air yang mengalir. Abdullah bin Mugaffal r.a.
untuk buang air kecil di air yang tidak mengalir. Sementara itu Ibnu
10. Tidak buang air kecil sambil berdiri karena hal itu bertentangan
dengan etika, sopan-santun, dan adat istiadat . Hal itu juga bisa
ada kekhawatiran atas hal itu, maka seseorang boleh saja buang air
berdiri. Rasulullah saw. Tidak pernah buang air kecil, kecuali sambil
dalil yang paling kuat dalam persoalan ini, Aisyah berbicara dengan
قريبا
“Mendekatlah”
Kemudian akan mendekati beliau hingga tiba di depan beliau.
duduk lebih aku suka dari pada buang air kecil sambil berdiri, meski
11. Membersihkan diri setelah buang air dengan batu atau benda yang
sejenis dengan itu; benda padat yang suci dan bisa menghilangkan
diri setelah buang air juga dapat di lakukan dengan air. Aisyah r.a.
seember air untuknya. Lalu beliau membersihkan diri dengan air itu.
12. Tidak bersuci dengan tangan kanan karena untuk menjaga tangan itu
beliau air dalam wadah besi atau kulit. Beliau bersuci dengan air itu ,
14. Membilas kemaluan dan celana (pakaian) dengan air setelah buang air
“Jika Rasulullah saw, buang air kecil, beliau lalu berwudhu dan
kecil. Ibnu Umar juga melakukan hal yang serupa usai buang air kecil
14
Muhammad Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Hal 43-46
III.PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran atau
najis hissi (yang dapat terlihat) seperti kencing atau lainnya, dan najis
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan
Menurut ulama hanafi, air ini dapat menghilangkan najis dari pakaian
Yaitu air yang terjemur di terik matahari (dalam wadah yang suka
berkarat. Seperti : besi,timah, kaleng dsb, kalau sudah dingin lagi tak
makruh
3. Macam-macam najis
ini dengan memercikkan air atas benda itu meskipun tidak mengalir.
yang keluar dari dua pintu (dua pintu tempat buang air kecil dan air
dan Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
5. Adab-adab buang air besar yaitu : Sunat Mendahulukan kaki kiri ketika
hendaklah jau dari orang sehinga bau kotoran tidak sampai kepadanya,
jangan berkata-kata selama di dalam kakus, dan jangan buang air kecil
B. Saran
Ibnu as-Sayyid Salim, Abu Malik Kamal Fiqih sunnah Waninta(terj), Depok:
Kararah, Syaikh Abbas, Shalat menurut empat madzhab, Jakarta: Pustaka Azam,
2003
Masyhur, Kahar, Shalat wajib: Menurut madzhab yang empat, Jakarta: Pt Rineka
Cipta, 1995