A. Mandi Wajib
1.Pengertian Mandi
Mandi menurut arti bahasa adalah: mengalirkan air secara mutlak terhadap sesuatu. Menurut
arti syara’ adalah: sampainya air yang suci keseluruh badan dengan cara tertentu.
Sedangkan menurut ulama’ bermadzhab Sayafi’I mendefisikan mandi yaitu: mengalirkan air
keseluruh badan disertai dengan niat. Adapun ulama’ bermadzhab Maliki juga membuat suatu
pengertian yaitu: sampainya air keseluruh badan disertai dengan proses menggosok dengan
niat diperbolehkannya untuk melakukan shalat.
Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain kita melaksanakan suatu ‘ibadah yang
berupa bersuci dari hadats besar, tapi kita juga membersihkan tubuh kita dari segala kotoran
dan itu sangat dianjurkan oleh nabi.seperti dlm haditsnya:
الطهور شطر اإليمان
Artinya;
“ Kesucian adalah sebagian dari iman “
b.Haid
Masa sedikitnya haidh yaitu sehari semalam, umumnya 6-7 hari , sedangkan masa
maksimalnya 15 hari terkadang
ada juga yang 29 tapi jarang terdapat pada istilah perempuan suci antara dua haid cuma 1-2
suci
c. Nifas
Masa paling banyaknya yaitu 60 hari masa sedikitnya nifas seketika, umumnya 40 hari dan
1. Islam.
2. Tamyiz (berakal sehat).
3. Mengetahui pekerjaan yang fardlu dalam mandi.
4. Air yang digunakan harus dengan air yang suci dan mensucikan (air mutlak).
5. Tidak ada sesuatu pada lahirnya yang menghalangi sampainya air ke seluruh kulit tubuh
6. Tetap niatnya hingga akhir sempurnanya mandi.
7. Tidak ada sesuatu akibat yang dapat merubah sifat air sampai ke kulit tubuh.
8. Mengalir airnya sampai ke seluruh tubuh.
Fardlu Mandi
a. Niat melaksanakan mandi wajib atau menghilangkan hadats besar di sertai dengan
mengalirkan air kesekujur badan .
jika seorang melaksanakan niat setelah melaksanakan basuhan mandi maka ia wajib untuk
mengulangi basuhannya.
b.Meratakan air keseluruh badan sampai pada sela-sela badan serta bagian bawah rambut
yang tebal.
Supaya air dapat benar-benar merata, maka orang yang mandi harus melepaskan pilinan
rambut supaya air bias
masuk pada kulit rambut. Adapun mandi bias di lakukan dengan berbagai cara. Bisa dengan
menyilam di air, mengucurkan air kesekujur badan, atau dengan cara apapun sekiranya air
bisa masuk ke seluruh tubuh.
Sunnah Mandi
Sunnah mandi ada banyak sekali, diantaranya adalah:
b. Mandi Sunat/Sunah :
1.Mandi untuk Shalat jum’at
2.Mandi untuk Shalat hari raya
3.Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb
4.Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)
5. Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah
6.Saat hendak Ihram, sa’i, thawaf, dan lain sebagainya.
1.Berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Rasulullah saw. mandi dengan air satu sha’
(sekitar 3,5 liter).
2.Mandi di tempat yang najis, karena dikhawatirkan akan terkena najisnya.
3.Mandi dengan air sisa bersucinya wanita. Rasulullah saw. melarang mandi dengan air sisa
bersucinya wanita, seperti
yang telah disebutkan sebelumnya.
4.Mandi tanpa penutup, misalnya dengan tembok atau yang lainnya. Berdasarkan dalil-dalil
berikut. Maimunah r.a.
berkata, “Aku persiapkan air untuk Rasulullah saw. dan menutupi beliau, kemudian beliau
mandi.” (HR Bukhari). Jika
sekiranya mandi tanpa menggunakan penutup tidak dimakruhkan, pasti Maimunah tidak
menutupi Rasulullah saw.
ketika sedang mandi. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla bersifat
malu, dan menutup
(kesalahan hamba-Nya), menyukai sifat malu. Maka, jika salah seorang dari kalian mandi,
hendaklah menggunakan
penutup.” (HR Abu Dawud).
5.Mandi dengan air yang tidak mengalir. Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seseorang di
antara kalian mandi di air
yang tidak mengalir, sedang dia junub.” (HR Muslim).
Yang diharamkan bagi orang yang junub ( berhadas besar ) dan kepada orang yang haid dan
nifas.
Bagi yang sedang junub, mereka diharamkan :
1.Haram shalat
2.Haram Thawaf
3.Haram menyentuh Al-Qur'an
4.Haram membawa Al-Qur'an
5.Haram berdiam didalam mesjid
6.Haram membaca Al-Qur'an
1.Haram shalat
2.Haram thawaf
3.Menyentuh Al-Qur'an
4.Membawa Al-Qur'an
5.Berdiam didalam mesjid
6.Membaca Al-Qur'an
7.Puasa
8. Di talaq ( diceraikan )
9.Lewat didalam mesjid, karena ditakutkan darahnya menetes.
10.Bercumbu dengan suami antara pusar dan lututnya ( jima )
B. Wudhu
Definisi Secara Bahasa
Kata wudhu berasal dari bahasa Arab ُوضُوْ ءyang artinya bersih atau indah.
َ ْال َوyang maknanya adalah ُ( النَّظَافَةkebersihan) dan
Secara bahasa wudlu diambil dari kata ُضاَئة
ُ( ْال ُحسْنbaik) (Syarhul Mumti' 1/148).
Al-Imam Ibnul Atsir Al-Jazariy -rahimahullah- (Seorang ahli bahasa) menjelaskan bahwa jika
ْ maka yang dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu. Bila
dikatakan wadhu’ ()ال ُوضُوْ ُء,
ْ maka yang diinginkan disitu adalah perbuatannya. Jadi, wudhu
dikatakan wudhu’ ( )ال ُوضُوْ ُء,
adalah perbuatan, sedang wadhu’ adalah air wudhu’. [Lihat An-Nihayah fi Ghoribil Hadits
(5/428)].
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy -rahimahullah- berkata, “Kata wudhu’ terambil dari kata
al-wadho’ah/kesucian ( وْ ُءcccض ْ
ُ )ال ُو. Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat
membersihkan diri dengannya. Akhirnya, ia menjadi orang yang suci”. [Lihat Fathul Bariy
(1/306)].
Definisi Secara Istilah
Definisi wudhu menurut istilah (syar’i) adalah sebagai berikut :
• suatu bentuk peribadatan kepada Allah ta’ala dengan mencuci anggota tubuh tertentu
dengan tata cara yang khusus. (asy-Syarhul Mumti’, 1/148).
• "Menggunakan air yang thohur (suci dan mensucikan) pada anggota tubuh yang
empat (yaitu wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki) dengan cara yang khusus menurut
syari'at" (Al-fiqh al-Islami 1/208)
• Sedangkan menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan -hafizhohullah-,
ِ ضا ِء اَْألرْ بَ َع ِة َعلَى
َ ْصفَ ٍة َم ْخصُو
ِ ْص ٍة فِي الشَر
ع َ ا ْستِ ْع َما ُل َما ٍء طَهُوْ ٍر فِي اَْأل ْع: َم ْعنَى ْال ُوضُوْ ِء
“Makna wudhu’ adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada anggota-anggota
badan yang empat (wajah, tangan, kepala, dan kaki) berdasarkan tata cara yang khusus
menurut syari’at”. [Lihat Risalah fi Al-Fiqh Al-Muyassar (hal. 19)].
B. Dalil Diwajibkannya Wudhu
Ketetapan hukum wudhu berdasarkan pada tiga macam dalil :
1. Al-Quran
Q.S. Al-Maidah ayat 6
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Allah tidak menerima sholat
salah seorang di antaramu, jika ia berhadats, sampai ia berwudhu lebih dahulu." (H.R.
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Turmudzi).
3. Ijma’
Kaum muslimin telah ijma’ tentang syari’at wudhu sejak zaman Nabi Saw. sampai
hari ini, sehingga wudhu merupakan bagian dari pengetahuan agama yang penting.
Ijma ulama dalam hal ini tidak ada sama sekali pendapat yang mengatakan bahwa
wudhu itu tidak wajib.
Untuk sahnya wudhu harus terpenuhi beberapa syarat dan fardhu. Akan tetapi, untuk
kesempurnaannya ada beberapa hal yang sunnah dilakukan pada waktu berwudhu. Setiap
ibadah memiliki syarat yang wajib dipenuhi sehingga hukum ibadah tersebut dihukumi sah
dalam arti dzimamah mukallaf. Sudah terbebas darinya dan dia tidak wajib mengulangnya.
Syarat merupakan salah satu unsur dimana ia menjadi pijakan sah dan tidaknya suatu ibadah.
Dari sini maka ilmu tentang syarat sah shalat termasuk ilmu yang penting karena ilmu ini
termasuk ukuran yang dengannya kita bisa mengetahui sah dan tidaknya shalat.
C. Keutamaan Wudhu
Tentang keutamaan wudhu terdapat banyak hadis yang menyatakannya. Berikut penulis
mengutip beberapa hadis saja:
F. Sunnah-sunnah Wudhu
1. Membaca Basmalah pada permulaan Wudhu
Sabda Rasulullah Saw :
ِتَ َوضَّ ءُوْ ا بِا س ِْم هلل
Artinya : “berwudhulah kamu dengan menyebut nama Allah”. ( Riwayat Abu Dawud)
الَ ُوضُو َء ِل َم ْن لَ ْم يَ ْذ ُك ِر ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه
“Tídak (sempurna) wudhu seseorang yang tídak menyebut nama Allah (membaca
bísmíllaah).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah, dan díshahíhkan Ahmad Syakír) . Namun
apabíla seseorang lupa membaca basmalah, maka wudhunya tetap sah, tídak batal.
2. Bersiwak
yaitu menggosok gigi dengan batang siwak atau batang yang keras sejenisnya guna
membersihkan gigi.
sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
ِ ق َعلَى ُأ َّمتِى َأل َمرْ تُهُ ْم بِالس َِّوا
َ ك ِع ْن َد ُك ِّل
« صالَ ٍة َّ » لَوْ الَ َأ ْن َأ ُش
“Seandainya jika tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk
bersiwak pada setiap hendak berwudhu”.( H.R. Malik, Syafi’i, Baihaqi, dan Hakim).
Dari ‘Aisyah, ujarnya :
Artinya : sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda : “ siwak itu membersihkan mulut dan
menyenangkan Tuhan”. (H.R. Ahmad, Nasa’i, dan Tirmidzi).
3. Mencuci kedua telapak tangan sampai pada pergelangan pada permulaan wudhu
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
ثُ َّم..…ت َ فَغ، ِه ِم ْن ِإنَاِئ ِهc فََأ ْف َر َغ َعلَى يَ َد ْي، ع َْن ُح ْم َرانَ َموْ لَى ع ُْث َمانَ ْب ِن َعفَّانَ َأنَّهُ َرَأى ع ُْث َمانَ َدعَا بِ َوضُو ٍء
َ َلَهُ َما ثَالcَس
ٍ ث مَ رَّا
ضُأ نَحْ َو ُوضُوِئى هَ َذا
َّ ى – صلى هللا عليه وسلم – يَتَ َو ُ ال َرَأي
َّ ِْت النَّب َ َق
Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, suatu ketika beliau memintanya untuk
membawakan air wudhu , kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua tangan
beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak tiga kali……kemudian beliau berkata, “Aku
dahulu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu seperti yang aku
peragakan ini”. (HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226).
4. Berkumur-kumur
Dasarnya hadis Laqaid bin Shabrah, ujarnya :
Artinya : sesungguhnya Nabi Saw bersabda : “ apabila engkau berwudhu, berkumurlah”.
(H.R. Abu Dawud dan Baihaqi)
5. Menghirup air dan menghembuskannya (istinsyaq dan istintsar)
Yakní menghírup aír ke hídung dengan nafasnya, lalu mengeluarkannya kembalí. Híruplah aír
darí tangan kanan, lalu keluarkan dengan memegang hídung dengan tangan kírí. Dísunahkan
untuk ístínsyaq dengan kuat, kecualí jíka sedang berpuasa, karena díkhawatírkan aír akan
masuk ke perut.
Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam bersabda:
َ ََاق ِإالَّ َأ ْن تَ ُكون
صاِئ ًما ِ َوبَالِ ْغ فِى ا ِال ْستِ ْنش
“Bersungguh-sungguhlah (lakukanlah dengan kuat) ketíka ístínsyaq, kecualí jíka engkau
sedang berpuasa.” (HR. Ahmad, Hakím, Baíhaqí, dan dísahíhkan Ibnu Hajar).
6. Menyela-nyela jenggot
Dasarnya hadis Utsman, ujarnya :
Artinya : “sesungguhnya Nabi Saw. biasa menyela-nyela jenggotnya”.(H.R. Ibnu Majah dan
Tirmidzi dan ia mengesahkannya).
7. Menggosok celah jari-jemari
Ketíka membasuh tangan atau kakí, dísunahkan untuk menyela-nyelaí jarí-jemarí,
berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
َ و َخلَّلْ بَ ْينَ اَأل
صابع
“Dan selaílah antara jarí-jemarí.” (HR. Abu Daud, Nasa’í, dan dísahíhkan Al-Albaní).
8. Membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali
Dalil bahwa Nabi Saw membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali adalah hadits yang
diriwayatkan Humroon dari tentang wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika
melihat cara wudhu Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
ثُ َّم.…ت ٍ ث مَ رَّا َ فَغ، ِه ِم ْن ِإنَاِئ ِهc فََأ ْف َر َغ َعلَى يَ َد ْي، و ٍءcض
َ َلَهُ َما ثَالcَس ُ ع َْن ُح ْم َرانَ َموْ لَى ع ُْث َمانَ ْب ِن َعفَّانَ َأنَّهُ َرَأى ع ُْث َمانَ َدعَا بِ َو
… َغ َس َل َوجْ هَهُ ثَالَثًا
Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, suatu ketika beliau memintanya untuk
membawakan air wudhu , kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke tangan beliau.
Maka ia membasuh tangannya sebanyak 3 kali…kemudian dia membasuh wajahnya sebanyak
3 kali….( HR. Bukhori 164, Muslim no. 226).
Dari Utsman, ujarnya,
Artinya :” sesungguhnya Nabi saw berwudhu tiga kali-tiga kali.”(H.R. Ahmad, Muslim,
Tirmidzi).
9. Memulai bagian kanan
sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
ِ لَيُ ِحبُّ التَّيَ ُّمنَ فِى طُه-صلى هللا عليه وسلم- ِ » َكانَ َرسُو ُل هَّللا
« ُور ِه ِإ َذا تَطَهَّ َر
“Adalah kebiasaan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam sangat menyukai mendahulukan kanan
dalam thoharoh (berwudhupent.)”(.HR. Bukhori 168, Muslim no. 268).
dari Aisyah r.a. ia berkata, “Rasulullah Saw. suka mendahulukan anggota kanan ketika
memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala halnya”.(Riwayat Bukhari Muslim).
10. Menggosok anggota wudhu agar lebih bersih
Yaitu menggosokkan tangan pada anggota wudhu saat menyiramkan air atau sesudahnya.
Dari Abdullah bin Zaid, ujarnya :
Artinya : “sesungguhnya Nabi Saw. dibawakan air sepertiga genggaman tangan, lalu beliau
wudhu dan menggunakannya untuk menggosok kedua lengannya.”(H.R. Ibnu Khuzaimah).
11. Berturut-turut antar anggota wudhu
Yakni sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh, dan sebelum kering
anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan seterusnya.
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Umar bin Khottob
rodhiyallahu ‘anhu
فَ َرجَ َع.» َ فَقَا َل « ارْ ِج ْع فََأحْ ِس ْن ُوضُو َءك-صلى هللا عليه وسلم- ص َرهُ النَّبِ ُّى
َ ض َع ظُفُ ٍر َعلَى قَ َد ِم ِه فََأ ْب َ ضَأ فَت ََر
ِ ْك َمو َّ َأ َّن َر ُجالً تَ َو
صلَّى
َ ثُ َّم
“Bahwasanya ada seorang laki-laki berwudhu dan meninggalkan bagian yang belum dibasuh
sebesar kuku pada kakinya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam melihatnya maka Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Kembalilah , perbaguslah wudhumu”. (Riwayat
Ahmad dan Muslim)
12. Mengusap kedua telinga
Cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
« هcِ » ثُ َّم َم َس َح بِ َرْأ ِس ِه َوُأ ُذنَ ْي ِه بَا ِطنِ ِه َما بِال َّسبَّا َحتَي ِْن َوظَا ِه ِر ِه َما بِِإ ْبهَا َم ْي
“kemudian beliau menyapu kedua telinga sisi dalamnya dengan dua telunjuknya dan sisi
luarnya dengan kedua jempolnya”.(Riwayat An-Nasa’i)
Dari Miqdam bin Ma’diyakrib, ujarnya :
Artinya : “ sesungguhnya Rasulullah Saw. ketika wudhu mengusap kepalanya dan kedua
telinganya, bagian luar maupun dalamnya, dan memasukkan jari-jarinya kedalam lubang
telinganya”. (H.R. Abu Dawud dan Thawawi)
13. Melebihkan dalam membasuh
Dari Abu Hurairah r.a. ujarnya :
Artinya : sesungguhnya Nabi Saw. bersabda : “kelak pada hari kiamat umatku datang dengan
kening yang memancarkan cahaya karena bekas air wudhu.” Abu Hurairah berkata :” barang
siapa diantara kamu sanggup melebihkan pancaran cahayanya, hendaklah ia lakukan.” (H.R.
Ahmad, bukhari dan Muslim)
14. Tidak berlebihan dalam menggunakan air sekalipun berwudhu dengan air laut
Dísunahkan untuk tídak berlebíhan dalam menggunakan aír wudhu, karena Rasulullah
shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu tíga kalí, tíga kalí lalu bersabda:
فَ َم ْن َزا َد َعلَى هَ َذا فَقَ ْد َأ َسا َء َوتَ َع َّدى َوظَلَ َم
“Barangsíapa menambah (lebíh darí tíga kalí), maka ía telah berbuat buruk dan zalím.” (HR.
Nasa’í, Ahmad, dan dísahíhkan Syua’íb Al-Arnauth)
15. Doa sesudah wudhu
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
« ت ْ ولُهُ ِإالَّ فُتِ َحcضُأ فَيُ ْبلِ ُغ – َأوْ فَيُ ْسبِ ُغ – ْال ُوضُو َء ثُ َّم يَقُو ُل َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هَّللا ُ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُد هَّللا ِ َو َر ُس
َّ َما ِم ْن ُك ْم ِم ْن َأ َح ٍد يَت ََو
» لَهُ َأب َْوابُ ْال َجنَّ ِة الثَّ َمانِيَةُ يَ ْد ُخ ُل ِم ْن َأيِّهَا شَا َء.
“Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu dan ia menyempurnakan wudhunya kemudian
membaca, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah,
dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah” melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu
surga yang jumlahnya delapan, dan dia bisa masuk dari pintu mana saja ia mau”.(H.R.
Muslim)
At Tirmidzi menambahkan lafafdz,
َاللَّهُ َّم اجْ َع ْلنِى ِمنَ التَّوَّابِينَ َواجْ َع ْلنِى ِمنَ ْال ُمتَطَه ِِّرين
“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termsuk
orang-orang yang selalu mensucikan diri” (H.R. At-Tirmidzi). Setelah selesaí wudhu,
kemudían membaca (doa):
َ َواجْ َع ْلنِي ِمن، َ اللَّهُ َّم اجْ َع ْلنِي ِمنَ التَّوَّابِين، ُولُهccc ُدهُ َو َر ُسcccْهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َعبcccك لَهُ َوَأ ْش
َ ِريccc َدهُ الَ َشcccْهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هَّللا ُ َوحcccَأ ْش
ْال ُمتَطَه ِِّرين
“Aku bersaksí bahwa tídak ada ílah yang berhak dííbadahí dengan benar kecualí Allah
semata, tídak ada sekutu bagí-Nya, dan aku bersaksí bahwa Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya. Ya Allah, jadíkanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadíkanlah
pula aku termasuk orang-orang yang membersíhkan dírí.” (HR. Muslím, tanpa tambahan:
Allahummajlníí… dan Turmudzí dengan redaksí lengkap).
16. Shalat dua rakaat sesudah wudhu
Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
« َغفَ َر هَّللا ُ لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه، ُِّث فِي ِه َما نَ ْف َسه َ ضَأ نَحْ َو ُوضُوِئى هَ َذا ثُ َّم
ُ الَ ي َُحد، صلَّى َر ْك َعتَي ِْن َّ » َم ْن تَ َو
“Barangsiapa berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian sholat 2 raka’at ,setelahnya dan
ia tidak berbicara di antara keduanya, maka akan diampuni seluruh dosanya yang telah lalu”.
(H.R.Bukhari, Muslim, dan lain-lain).
G. Makruh-makruh dalam wudhu
a. Pembatal-pembatal wudhu
1) Tinja dan kencing
Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Atau salah seorang di antara kalian datang dari buang air
atau kalian menyentuh wanita lalu dia tidak menemukan air, maka bertayammumlah kalian
dengan tanah yang baik.” (QS. Al-Maidah: 6)
Juga hadits Shafwan bin Assal dia berkata, “Nabi -shallallahu alaihi wasallam-
memerintahkan kami kalau kami sedang safar agar kami tidak melepaskan sepatu-sepatu kami
selama tiga hari-tiga malam kecuali kalau dalam keadaan junub, akan tetapi kalau buang air
besar, kencing dan tidur.” (HR. At-Tirmizi)
Semisal dengannya wadi, dia adalah air yang keluar setelah seseorang melakukan suatu
pekerjaan yang melelahkan atau sesaat setelah selesai kencing. Hukumnya sama seperti
kencing.
2) Madzi
yaitu cairan yang keluar dari kemaluan ketika sedang melakukan percumbuan dengan istri
atau ketika mengkhayalkan hal seperti itu.
Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau
bersabda tentang seseorang yang mengeluarkan madzi,
“Hendaknya dia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3) Kentut
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- memberi fatwa kepada seseorang yang ragu apakah
dia kentut dalam shalat ataukah tidak, “Jangan dia memutuskan shalatnya sampai dia
mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid)
4) Semua hadats besar juga adalah pembatal wudhu
yaitu: Keluarnya mani, jima’, haid, nifas, hilangnya akal dengan pingsan, gila atau mabuk dan
murtad. Insya Allah semua ini akan kami bahas pada pembahasan mandi wajib.
Sedangkan yang diperselisihkan oleh para ulama apakah dia pembatal wudhu:
1. Tidur.
Ada dua jenis dalil yang lahiriahnya bertentangan di sini. Yang pertama adalah hadits
Shafwan bin Assal yang telah berlalu, yang menunjukkan bahwa tidur adalah pembatal
wudhu. Yang kedua adalah dalil-dalil yang menunjukkan bahwa para sahabat pernah lama
menunggu Nabi -shallallahu alaihi wasallam- untuk keluar melaksanakan shalat isya, sampai-
sampai sebagian di antara mereka tertidur kemudian bangun kemudian tertidur lagi kemudian
tertidur lagi, baru setelah itu Nabi keluar untuk mengimami mereka. (HR. Al-Bukhari)
Bahkan dalam sebuah riwayat Abu Daud dari Anas disebutkan, “Kemudian mereka
mengerjakan shalat dan mereka tidak berwudhu.” Maka hadits ini menujukkan bahwa
tidurnya mereka tidak membatalkan wudhu mereka.
Yang benar dalam masalah ini adalah pendapat yang membedakan antara tidur yang nyenyak
dengan tidur yang tidak nyenyak atau sekedar terkantuk-kantuk. Yang pertama membatalkan
wudhu -dan tidur inilah yang dimaksudkan dalam hadits Shafwan-, sedang tidur yang kedua
tidak membatalkan wudhu -dan inilah yang dimaksudkan dalam hadits Anas-, wallahu a’lam.
Ini adalah pendapat Malik, Az-Zuhri, Al-Auzai dan yang dikuatkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnu
Rusyd, Ibnu Abdil Barr, Asy-Syaikh Ibnu Bazz dan Asy-Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.
[Lihat An-Nail: 1/190, Syarh Muslim karya An-Nawawi: 4/74 dan Al-Ausath: 1/142]
2.Darah istihadhah.
yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita, bukan pada waktu haidnya dan bukan pula
karena melahirkan.
Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah bahwa darah istihadhah tidaklah
membatalkan wudhu, karena tidak adanya dalil shahih yang menunjukkan hal itu. Dan hukum
asal pada wudhu adalah tetap ada sampai ada dalil yang menetapkan batalnya. Asy-Syaukani
berkata dalam An-Nail,
“Tidak ada satu pun dalil yang bisa dijadikan hujjah, yang mewajibkan wudhu bagi wanita
yang mengalami istihadhah.”
Di antara dalil lemah tersebut adalah hadits Aisyah tentang sabda Nabi kepada seorang
sahabiah yang terkena istihadhah, “Kemudian berwudhulah kamu setiap kali mau shalat.”
Hadits ini adalah hadits yang syadz lagi lemah, dilemahkan oleh Imam Muslim, An-Nasai,
Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dan selainnya.
[Lihat Al-Fath: 1/409, As-Sail: 1/149 dan As-Subul: 1/99]
3. Menyentuh kemaluan.
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- pernah ditanya oleh seseorang yang menyentuh
kemaluannya, apakah dia wajib berwudhu? Maka beliau menjawab,
“Tidak, itu hanyalah bagian dari anggota tubuhmu.” (HR. Imam Lima dari Thalq bin Ali)
Maka hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan tidaklah membatalkan wudhu.
Tapi di sisi lain beliau -shallallahu alaihi wasallam- juga pernah bersabda,
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka hendaknya dia berwudhu.” (HR. Imam
Lima dari Busrah bintu Shafwan) Dan ini adalah nash tegas yang menunjukkan batalnya
wudhu dengan menyentuh kemaluan.
Pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan Asy-Syaikh Ibnu Al-
Utsaimin adalah pendapat yang memadukan kedua hadits ini dengan menyatakan: Menyentuh
kemaluan tidaklah membatalkan wudhu akan tetapi disunnahkan -tidak diwajibkan- bagi
orang yang menyentuh kemaluannya untuk berwudhu kembali.
Jadi perintah yang terdapat dalam hadits Busrah bukanlah bermakna wajib tapi hanya
menunjukkan hukum sunnah, dengan dalil Nabi -shallallahu alaihi wasallam- tidak
mewajibkan wudhu padanya -sebagaimana dalam hadits Thalq-. Wallahu a’lam bishshawab.
[Lihat Al-Ausath: 1/193, A-Mughni: 1/180, An-Nail: 1/301, Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/ 278-
284 dan As-Subul: 1/149]
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh kaum muslimin pada tata cara berwudhu
diantarnya :
1. Melafazkan niat
Kebiasaan salah yang sering dilakukan kaum muslimin ini bukan hanya dalam masalah
wudhu saja, bahkan dalam berbagai macam ibadah. Rosululloh tidak pernah melafazhkan niat
ketika berwudhu sedangkan orang yang mengamalkan perkara ibadah yang tidak pernah ada
contohnya dari Rosululloh maka amalan itu tertolak (Lihat hadits Arba’in Nawawiyah no. 5)
dan bahkan akan mendatangkan murka Alloh. Patokan dalam tata cara ibadah adalah
mengikuti Rosululloh, bukan akal pikiran atau perasaaan kita sendiri yang akan menjadi
hakim mana yang baik dan mana yang buruk. Andaikan itu adalah hal yang baik, mengapa
Rosululloh tidak mengajarkannya atau tidak melakukannya? Apa mereka merasa lebih pintar,
lebih sholih, lebih bertaqwa, lebih berilmu daripada Rosululloh? Apakah mereka merasa
bahwa Rosululloh bodoh terhadap hal-hal yang baik sampai mereka berkarya sendiri? Maka
siapakah yang kalian ikuti dalam ibadah ini wahai para pelafazh niat…???
2. Membaca doa-doa khusus dalam setiap gerakan wudhu seperti doa membasuh muka, do’a
membasuh kepala dan lain-lain.
Tidak ada riwayat shohih yang menjelaskan tentang hal tersebut.
3. Tidak membaca “bismillah”
padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna wudhu’
sesorang yang tidak membaca basmallah.” (HR. Ahmad)
4. Hanya berkumur tanpa istinsyaq (memasukkan air ke hidung)
padahal keduanya termasuk dalam membasuh wajah. Adapun yang sesuai sunnah adalah
menyatukan antara berkumur-kumur dangan beristinsyaq dengan satu kali cidukan
berdasarkan hadits Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu tentang tata cara berwudhu. (HR.
Bukhari, Muslim)
5. Tidak membasuh kedua tangan sampai siku,
hal ini sering kita lihat pada orang yang berwudhu cepat bagaikan kilat sehingga tidak
memperhatikan bahwa sikunya tidak terbasuh. Padahal Alloh Ta’ala berfirman,
“Dan basuhlah kedua tanganmu hingga kedua siku.” (Al Maaidah: 6)
6. Memisah antara membasuh kepala dengan membasuh telinga
padahal yang benar adalah membasuh kepala dan telinga dalam satu kali ciduk. Dan ini hanya
dilakukan satu kali, bukan tiga kali seperti pada bagian lain, hal ini berdasarkan hadits dari
Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu tentang tata cara berwudhu.
(HR.Bukhari,Muslim)
7. Tidak memperhatikan kebagusan wudhunya sehingga terkadang ada anggota wudhunya
yang seharusnya terbasuh tetapi belum terkena air.
Rosululloh pernah melihat seorang yang sedang sholat sedangkan pada punggung telapak
kakinya ada bagian seluas uang dirham yang belum terkena air, kemudian beliau
memerintahkannya untuk mengulang wudhu dan sholatnya.
8. Was-was ketika berwudhu
Sering kita melihat ketika seseorang berwudhu hingga sampai ke tangannya, dia teringat
bahwa lafazh niatnya belum mantap sehingga dia mengulang wudhunya dari awal bahkan
kejadian ini terus berulang dalam wudhunya tersebut hingga iqomah dikumandangkan, hal
seperti ini adalah was-was dari syaithon yang tidak berdasar.
C. Tayamum
1. Pengertian
Tayammum adalah salah satu cara bersuci, sebagai ganti berwudlu atau mandi apabila
berhalangan memakai air. (Imam Zarkasyi, 1995:20)
2. Syarat tayammum
a. Islam
b. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c. Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air
akan kambuh sakitnya
d. Telah masuk waktu shalat
e. Dengan debu yang suci
f. Bersih dari Haid dan Nifas
3. Rukun tayammum
a. Niat
b. Mengusap muka dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan ke debu
c. Mengusap kedua tangan sampai siku, dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan
atau diletakkan ke debu, jadi dua kali memukul.
d. Tertib
4. Sunnah tayammum
a. Membaca basmallah
b. Mendahulukan anggota kanan
c. Menipiskan debu di telapak tangan
d. Berturut-turut
5. Hal-hal yang membatalkan tayammum
a. Semua yang membatalkan wudlu
b. Melihat air, bagi yang sebabnya ketiadaan air
c. Karena murtad