A. PENGERTIAN
Kata thaharah bersal dari bahasa Arab
yang secara bahasa artinya kebersihan
atau bersuci. Thaharah menurut syariat Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun najis
sehingga seorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam
keadaan suci seperti shalat. Kegiatan bersuci dari najis meliputi bersuci pakaian dan
tempat.[1] Sedangkan bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara berwudhu, mandi dan
tayammum serta mandi.
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri. (QS. Al-
Baqarah: 222)
Artinya:
Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci. (HR. Muslim)
Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya bahwa, thaharah merupakan kegiatan bersuci dari najis
maupun hadas.untuk mengetahui mana yang dimaksud dengan najis dan mana yang dimaksud
dengan hadas. Maka dari itu, di bawah ini akan dibahas mengenai najis dan hadas.
Dalam kajian ilmu fikih, dikenal tiga macam air, yaitu sebagai berikut.
a. Air Mutlak
Air mutlak ialah air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci serta untuk
mencuci. Seperti untuk berwudhu, mandi, dan membersihkan najis.
Contoh airnya adalah seperti air hujan, air salju atau es atau embun, air laut dan begitu juga dengan
air zamzam.
Air hujan
Sebagaimana firman Allah:
Artinya:
Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengannya. (QS.
Al-Anfal:11)
Air laut, sebagaimana Sabda Rasulullah:
Artinya:
Laut itu airnya suci, bangkainya pun halal.( HR.al-Khamsah)
Air zamzam
Hadis yang diriwayatkan oleh Ali r.a:
..
Artinya:
Bahwasanya Rasulullah saw meminta dimbilkan satu ember zamzam, kemudian beliau minum
dan berwudhu dengan air zamzam tersebut.(HR.Ahmad)
b. Air mustamal
Air mustamal ini adalah air sisa yang mengenai badan manusia karena telah digunakan
untuk wudhu atau mandi. Air mustamal disini maksudnya bukanlah air yang sengaja ditampung
dari bekas mandi atau wudhu. Tetapi adalah percikan air wudhu atau air mandian yang
bercampur dengan air dalam bejana atau bak.
Dalam berbagai ungkapan hadis, air mustamal tidaklah najis, sehingga penggnaannya adalah
sah.
Seperti hadis riwayat Maimunah berikut ini:
Artinya:
Kami mandi jinabah bersama Rasulullah saw dari satu tmpat air yag sama. (HR. Tarmidzi)
c. Air yang tercampur dengan benda suci atau bukan najis
Air yang bercampur dengan benda suci statusnya akan tetap suci selama kemutlakannya
terjaga, yaitu tidak berubah bau, warna, atau rasanya. Misalnya ketika air itu bercampur dengan
daun bidara, ai sabun, air kapur dan juga seperti lebah, semut dan lain-lain.
2. Debu yang suci
Ketika seseorang ingin bersuci (dalam artian bersuci dari hadas), dan dia tidak menemukan air
untuk itu, maka di berikan kemudahan untuk masalah itu. Yaitu dengan bersuci dengan debu,
yang disebut dengan istilah bertayammum.
3. Benda-benda yang dapat menyerap kotoran, seperti batu, tisu, kayu dan semacamnya. Dalam hal
ini, dikhususkan untuk menghilangkan najis, seperti untuk beristinja.
NAJIS
A. PENGERTIAN NAJIS
Najis menurut bahasa adalah apa saja yang kotor. Sedangkan menurut syara berrarti
kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah, seperti darah dan kencing.
B. PEMBAGIAN NAJIS
Secara wujud najisnya, najis dibagi kedalm dua macam[3], yaitu najis ainiyah dan
najis hukmiyah.
a. Najis Ainiyah adalah semua najis yang berwujud atau dapat dilihat melalui mata atau mempunyai
sifat yang nyata, seperti warna atau baunya. Contohnya adalah seperti kotoran, kencing dan darah.
b. Najis Hukmiyah adalah semua najis yang telah kering dan bekasnya sudah tidak ada lagi serta
sudah hilang antara warna dan baunya. Contohnya adalah kencing yang mengenai baju yang
kemudian kering sedang bekasnya tidak nampak.
Sedangkan secara timbangan berat ringannya[4], najis dibagi kedalam tiga golongan, yaitu
najis mughallazah, mukhaffafah, dan mutawassithah.
a. Najis Mughallazah adalah adalah najis yang tergolong berat. Najis ini disebut sebagai najis yang
berat karena cara menyucikannya tidak semudah najis-najis yang lain. yang termasuk
kedalam najis ini adalah anjing dan babi.
Adapun cara untuk menyucikan najis ini adalah dengan disamak. Cara penyamakannya
dalah dengan membasuh najis tersenut dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satu air itu
dicampur dengan lumpur, baik najis itu bersifat ainiyah maupunhukmiyah, baik berada pada
tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
b. Najis Mukhaffafah adalah najis yang ringan. Kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun
selain susu dan umurnya belum sampai dua tahun.
Adapun cara untuk menyucikan najis ini adalah dengan diperciki air sampai merata, baik
najis itu bersifat ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat
shalat.
c. Najis Mutawassithah adalah najis yang sedang atau pertengahan antara kedua najis sebelumnya.
Yaitu najis selain anjing dan babi atau najis selain kencin bayi laki-laki yang belum makan apapun
selain susu. Yaitu seperti kencing manusia, tahi, binatang dan darah.
Adapun cara untuk menyucikannya adalah dengan megalirinya air sehingga dapat
menghilagkan bekasnya dan hilang pula seifa-sifatnya, seperti warna, rasa maupun baunya, baik
najis itu bersifat ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat
shalat.
C. BENTUK-BENTUK NAJIS
Bersuci dari najis merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang sudah
baligh. Anak kecil, baik laki-laki maupun perempuan perlu dilatih melakukan hal tersebut. Setelah
menginjak usia tujuh tahun, ia harus disuruh untuk bersuci. Dan pada usia sepuluh tahun, ia harus
dipukul jika menolak perintah tersebut.
Diantara najis yang harus disucikan adalah sebagai berikut[5].
1. Babi, termasuk didalamnya daging, tulang, rambut dan kulitnya, hal ini didasarkan pada firman
Allah ....atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu adala kotor.(QS. Al-Anam:145)
2. Kencing manusia, baik itu masih bayi maupun sudah dewasa, laki-laki ataupun perempuan. Hal
tersebut didasrkan pada hadis nabi saw yang menyebutkan, Ada seorang badui kencing di Mesjid
Nabi, saat lantainya masih berupa pasir dan batu kerikil. Nabi pun melarang tindakan itu.
Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk membawakan seember air dan
menyiramkannya.(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Kotoran manusia. Hal itu sebagaimana sabda Nabi, Jika salah seorang diantara kamu pergi untuk
buang air besar, hendaklah ia membawa tiga batu untuk bersuci dengannya, karena ketiganya
sudah cukup memadai baginya.(HR Abu Dawud, Ahmad, Nasai dan Darimi).
4. Darah Haid. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Apabila pakaian dari salah seorang
diantara kalian terkena darah haid, hendaklah ia menggosoknya, lalu menyiramnya dengan air,
untuk kemudian shalat dengannya.(HR. Bukhari dan Muslim)
5. Darah nifas, dalam hal ini darah nifas disamakan dengan darah haid.
6. Air liur dan keringat anjing. Hal itu seduah dijelaskan beliau melalui sabdanya, Sucinya bejana
adalah salah seorang diantara kalian jika dijilat oleh seekor anjing adalah dengan mencucinya
tujuh kali dan yang pertama kali adalah dengan tanah.(HR. Muslim).
7. Kencing dan kotoran binatang atau burung yang tidak boleh dimakan dagingnya. Misalnya srigala,
burung yang memiliki cakar, dan keledai.
8. Madzi, yaitu cairan yang berwarna putih yang keluar dari saluran air kencing saat seseorang
terangsang. Sabda Rasulullah, Mengenai keluarnya madzi, ada keharusan wudhu. (Mutafaqqun
alaihi).
9. Wadi, yaitu cairan berwarna putih yang keluar setelah kencing karena suatu penyakit, kedinginan
atau karena sebab lainnya.
10. Sisa atau bekas makan dan minum babi dan anjing. Sisa makanan dan minuman hewan ini najis,
karena air liurnya bercampur dengan makanan dan minumannya tersebut.
11. Daging bangkai, yaitu daging semua binatang yang hidup di darat, yang kalau mati
darahnya tetap mengalir. Sementara binatang yang hidup di dalam air, sperti ikan dengan berbagai
macamnya, jika mati hukunya tidak najis. Adapun binatang yang tidak punya darah mengalir,
seperti lalat, semut, nyamuk dan jangkrik, jika mati tidak merupakan najis.
12. Darah binatang yang disembelih dan darah yang mengalir deras dari tubuh manusia ataupun
binatang.
13. Bagian tubuh ternak yang dipotong saat maih hidup.. Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
Bangian apapun yang dipotong dari binatang yang masih hidup, adalah bangkai. (HR,
Abu Dawud dan Tirmidzi)
Apabila kita menyiramkan air ketanah atau lantai yang terkena najis, lalu bekasnya hilang,
maka hukumnya sudah suci. Demikian itulah ketentuan yang berlaku, kecuali lidah anjing yang
menjilat bejana. Untuk menyucikan bejana tersebut harus dibasuh tujuh kali yang salah satunya
dengan pasir. Bahkan untuk kehati-hatian, sebaiknya seluruh tahapan dilakukan dengan
menggunakan pasir.
Untuk menyucikan khuf, sepatu atau sandal yang terkena najis, cukup dengan menggosok-
gosokkannnya ke tanah sampai bekasnya hilang.
Bersuci dari najis setelah buang air kecil ataupun besar, cukup dengan menggunakan beberapa
buah batu yang dapat membersihkan bagian yang terkena najis. Namun demikian, akan lebih baik
jika menggunakan air. Dan yang akan lebih baik lagi jika menggunakan air setelah beberapa buah
batu, dari pada hanya menggunakan air atau batu saja.
Jika tanah yang trerkena najis menjadi kering oleh sinar matahari, atau oleh hembusan
angin yang bisa menghilangkan bekas najisnya, maka hukumnya suci. Dan untuk menyucikan
kencing bayi laki-laki yang hanya menyusu, cukup dengan menyiramkan air secara merata pada
bagian yang terkena. Adapun pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan, harus dicuci
seperti kalau mencuci air kencing orang dewasa.
Hadas besar
Seseorang yang berhadas besar karena bersutubuh atau bagi wanita karena haidh
atau nifas,[9] dilarang mengerjakan:
a. Shalat (sembahyang) baik wajib maupun sunat.
b. Thawaf di kabah, baik fardhu ataupun sunat
c. Menyentuh/memegang dan membaca Al-Quran
d. Diam/berhenti didalam mesjid.
Sabda Rasulullah saw. yang artinya :Aku tidak menghalalkan mesjid bagi orang haidh, nifas dan
junub.
Hadits riwayat Abu Daud
e. Berpuasa baik puasa wajib maupun sunat.
f. Mencerai (menthalaq) isteri yang haidh atau nifas
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa ia pernah menceraikan isterinya yang sedang dalam haidh , maka Umar
bertanya kepada Rasulullah saw. maka Nabi menyuruh Ibnu Umar agar kembali kepada isterinya,
nantikn sampai I suci dari haidnya, kemudian jika dikehendakinya boleh di tahannya , tapi bila
hendak di cerai juga boleh di lakukan sebelum ia di campuri.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
Artinya:
Allah tidak akan menerima shalat orang yang masih berhadas sehingga ia berwudhu.(HR.
Bukhari, muslim dan lainnya)[10]
Tayammum
Allah berfirman: Jika kalian sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air atau
menyentuh perempuan lalu kalian tidak memperoleh air, mak bertayammumlah denagn tanah
yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (QS.al-Maidah: 6)
Para ulama berselisih pendapat, apakah tayammum itu kemurhan atauazimah ( keadaan
terdesak)? Sebagian ulama fikih mengatakan, Ketika tidakada air, tayammum itu azimah. Tetapi
demi uzur, tayammum adalah kemurahan.[11]
b. Cara bersuci dari hadas besar
Apabila seseorang sedang berhadas besar, maka yang wajib ia lakukan adalh mandi wajib. Agar
ia kembali suci seperti semula dan dapat melakukan ibadah yang ditntut harus dalam keadaan
suci, seperti shalat.
Cara mandi wajib yang paling sederhana, atau hanya melakukan hal yang wajib saja, maka ada
dua hal yang dilakukan. Pertama, niat. Dan kemudian mengguyur sekujur tubuh dengan air yang
suci dan menyucikan secara merata.