Anda di halaman 1dari 10

THAHARAH (BERSUCI)

Thaharah atau bersuci merupakan salah satu dasar fundamental dari agama islam.
Thaharah secara etimologi adalah membersihkan kotoran atau sejenisnya. Sedangkan
thaharah menurut syariat berarti kegiatan bersuci (membersihkan kotoran) dari hadas
ataupun najis sehingga seseorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang
dituntut harus dalam keadaan suci.
Thaharah berbicara mengenai :
1. Hadas, adalah sesuatu yang keluar dari tubuh sendiri, biasanya keluar dari dua
lubang, seperti BAB dan BAK.
2. Najis, adalah sesuatu yang tidak bersih atau tidak suci yang berasal dari luar tubuh
kita.
Cara untuk thaharah dapat dibagi menjadi dua :
1. Menggunakan air (lazimnya orang berthaharah), seperti wudhu, mandi junub, mandi
wajib, mandi mayat.
2. Menggunakan debu atau dikenal dengan sebutan tayamum, digunakan pada saat
urgensi seperti tidak ada air yang memungkinkan untuk wudhu atau sedang sakit
yang tidak boleh terkena langsung dengan air.

A. Air
Air didalam syariat islam terbagi menjadi 4, yaitu air mutlak, air musta’mal, air
mutaghayar, dan air mutanajjis. Air suci dan dapat menyucikan hanya satu yaitu air mutlak.
Air yang sifat nya suci namun tidak dapat menyucikan (tidak dapat digunakan untuk
berthaharah) ada dua yaitu air musta’mal dan air mutaghayar. Dan air yang sifatnya tidak
suci serta tidak dapat menyucikan adalah air mutanajis.

1. Air mutlak
Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk
bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Air mutlak adalah air
yang keadaannya belum mengalami proses perubahan apapun, tidak berubah rasa,
warna, dan baunya. Air ini sifatnya suci serta dapat digunakan untuk menyucikan. Air
ini terbagi menjadi 7, yaitu :
- Air laut
- Air hujan
- Air sungai
- Air telaga
- Air mata air
- Air salju
- Air embun
Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli
penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air
mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah

2. Air Musyammas
Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan
menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi
atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai
untuk bersuci. Secara umum air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan
manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun tak mengapa bila
dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh
dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.

3. Air Musta’mal
Air yang sudah digunakan untuk bersuci/air bekas bersuci atau dapat dikatakan
sebagai air mutlak yang telah digunakan untuk wudhu atau mandi. Air musta’mal
berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau bekas
digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah.

Air sisa bekas cuci tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan
mandi
janabah, statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak
disebut sebagai air musta’mal, karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi
janabah.

Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua
qullah (270 liter). Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka
tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.

4. Air Mutaghayar
air mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya disebabkan
tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan
kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang masih asli ia disebut
air mutlak dengan nama air mata air.

Ketika air ini dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya
maka orang akan mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang
menjadikan air mata air kehilangan kemutlakannya. Air ini suci namun tidak
menyucikan.

5. Air mutanajis
Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua
qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu
sifatnya—warna, bau, atau rasa—karena terkena najis tersebut. Air sedikit apabila
terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak
ada sifatnya yang berubah. Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci,
karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk
menyucikan.

B. Najis
Najis adalah sesuatu hal kotor yang wajib dibersihkan oleh seorang muslim. Najis adalah
kotoran yang bagi setiap muslim wajib mensucikan darinya dan mensucikan
apa yang dikenainya. Secara bahasa, an-najasah bermakna kotoran (‫)الق ذارة‬, disebut
sebagai sesuatu yang kotor (assyai u tanajjasa). Asy-Syafi'iyah
mendefinisikan an-najasah dengan kotoran yang menghalangi salat.

Jika kotoran tersebut menempel pada pakaian atau tempat, maka pakaian atau tempat
tersebut tidak dapat digunakan untuk beribadah (semisal shalat) sebelum kotoran
tersebut disucikan dengan cara-cara tertentu sesuai dengan tingkatan najis tersebut.

1. Najis Mukhaffafah
Najis ini adalah najis ringan yaitu air kencing bayi yang baru lahir atau belum berusia
2 tahun dan belum memakan apapun kecuali ASI ibunya, dapat dibersihkan dengan
cara digosok gosok atau dialiri dengan air hingga bersih.

2. Najis Mutawasittah
Merupakan jenis najis sedang seperti kotoran manusia, darah haid, cairan bening
yang keluar tanpa khalwat (mani’), nanah bercampur darah, sesuatu yang
berakohol, bangkai hewan (kecuali ikan dan belalang) dan muntah. Dapat
dibersihkan hingga hilang bukti fisiknya.
Najis Mutawassithah dibagi menjadi dua :
- Najis ainiyah : adalah najis yang berujud, yakni yang nampak dapat dilihat.
- Najis hukmiyah : adalah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas
kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.

3. Najis Mughalazah
Najis mughalazah adalah najis berat yang jika terkena dengan kita maka tidak dapat
disucikan menggunakan air, namun dibersihkan dengan cara samak, yaitu dengan
cara dicuci dengan air mutlak sebanyak 7x yang salah satu siramannya mengandung
tanah.

Al-Iraqi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut bejana secara


khusus karena itulah alat perabot yang biasa dijilat anjing.” Berdasarkan dalil
tersebut, wajib hukumnya mencuci bejana atau pakaian yang dijilat anjing sebanyak
tujuh kali, satu kali di antaranya dicuci dengan tanah. Itu merupakan pendapat
Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhum, Muhammad bin Siriin,
Thawus, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur dan lainnya.
Yang termasuk dalam najis berat adalah anjing, babi, dan keturunannya. Baik itu air
liurnya, bekasnya, maupun hewannya langsung.
ISTINJA’

Istinja yang sering dipahami sebagai perbuatan membersihkan kubul atau dubur,
dalam bahasa Arab merupakan derivasi dari kata najâ yanjû, yang berarti memotong atau
melepas diri (qatha‘a). Orang istinja artinya orang sedang berupaya melepas dirinya dari
kotoran yang menempel di anggota tubuhnya. Adapun istinja dalam terminologi syariat
adalah membersihkan sesuatu yang keluar dari kemaluan, kubul ataupun dubur,
menggunakan air atau batu yang terikat beberapa syarat tertentu.

A. Hukum dan Alat Beristinja


Ulama sepakat bahwa hukum istinja dari sisa kotoran yang menempel setelah buang
hajat adalah wajib. Bahkan, walau tak diwajibkan pun tabiat setiap orang pasti
mendorong melakukannya. Karena tabiat yang sehat tentu risih dan terganggu dengan
kotoran yang ada pada dirinya.
Alat istinja ada dua: (1) air dan (2) batu atau benda lain yang memiliki kesamaan sifat
dan fungsi dengannya, yaitu bukan benda cair, suci, berpotensi membersihkan najis
yang melekat di kubul maupun dubur, dan bukan termasuk benda yang dimuliakan,
seperti buku, roti, dan semisalnya.
Di antara dalil air menjadi alat istinja adalah hadist riwayat Anas bin Malik ra
meriwayatkan:

‫ى هللا عليه و َسلَّ َم يَ ْد ُخ ُل ْالخَ الَ َء فََأحْ ِم ُل َأنَا َوغُاَل ٌم نَحْ ِوي ِإدَا َوةً ِم ْن َما ٍء و َعنَزَ ةً فَيَ ْستَ ْن ِجي بِ ْال َما ِء‬ َ ‫َكانَ َرسُوْ ُل هللا‬
َّ ‫صل‬

“Bilamana Rasulullah saw masuk ke kamar kecil untuk buang hajat, maka saya (Anas ra)
dan seorang anak seusia saya membawakan wadah berisi air dan satu tombak pendek,
lalu beliau istinja dengan air tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)

dalil kebolehan istinja dengan batu adalah hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud ra :

‫ فََأتَ ْيتُ ه بِ َروْ ثَ ة‬.‫ت َح َج َر ْي ِن ولَ ْم َأ ِج ْد ثَالِثً ا‬ ٍ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه و َسلَّ َم ْالغَاِئطَ فََأ َم َرنِي َأ ْن آتِيَهُ بِثَاَل ثَ ِة َأحْ َج‬
ُ ‫ فَ َو َج ْد‬،‫ار‬ َ ‫َأتَى النَّبِ ُّي‬
‫فََأخَ َذهُ َما‬

“Suatu ketika ketika Nabi saw buang air besar, lalu memerintahkan saya agar
membawakannya tiga batu. Kebetulan, waktu itu saya hanya menemukan dua batu dan
tidak menemukan satu batu lagi. Lalu saya mengambil kotoran binatang (yang sudah
kering). Akhirnya, beliau pun mengambil kedua batu tersebut dan membuang kotoran
binatang yang saya berikan. Bersabda, ‘Sesungguhnya kotoran binatang itu najis’.” (HR
al-Bukhari).

Dalam riwayat Imam Ahmad dan ad-Daraquthni, terdapat tambahan redaksi yang
menyebutkan bahwa Nabi bersabda, ‘I‘tini bi ghairiha’, atau ‘Carikan saya benda yang
lain sebagai ganti dari kotoran tadi’. Artinya, batu yang digunakan bersuci tidak boleh
kurang dari tiga, namun bisa lebih bila memang dibutuhkan.
WUDHU

Wudhu' adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan diri dari hadas kecil dengan
menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian
anggota tubuh menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah
ritual khas atau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secara fisik atas
kotoran, melainkan sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya lewat wahyu
dari Allah SWT.

A. Hukum Wudhu
Wudhu` itu hukumnya bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita
berwudhu.
1. Hukumnya Wajib/ Fardhu
Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal
berikut ini :
1) Melakukan Shalat
2) Menyentuh Mushaf
3) Tawaf di Seputar Ka`bah

2. Hukumnya Sunnah
Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :
1) Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat
2) Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah
3) Ketika Akan Tidur
4) Sebelum Mandi Janabah
5) Ketika Marah
6) Ketika Membaca Al-Quran
7) Ketika Melantunkan Azan dan Iqamat
8) Dzikir
9) Khutbah
10) Ziarah Ke Makam Nabi SAW

B. Rukun Wudhu
1. Niat wudhu menurut Mazhab Syafi’i, yaitu :
“Saya berniat wudlu untuk menghilangkan hadats kecil hanya karena Allah semata”
2. Membasuh muka sampai batas keluarnya rambut
3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4. Mengusap kepala
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
6. Tertib

C. Sunnah Wudhu
1. Memulai dengan Basmalah
2. Menggosok gigi atau siwak
3. Mencuci dua telapak tangan ketika hendak wudhu
4. Berkumur-kumur 3x
5. Memasukkan air ke hidung kemudian mengeluarkannya
6. Menyilang-nyilangi jenggot
7. Menyiang-nyilangi anak-anak jari
8. Membasuh tiga-tiga kali
9. Tayamun, mendahulukan yang kanan dari yang kiri
10. Menggosok anggota wudhu ketika berwudhu
11. Muwallat, berturut-turut tidak menyela dengan kegiatan lain
12. Meyapu kedua telinga
13. Memanjangkan cahaya, melebihkan/melewati batas anggota wudhu ketika membasuh
14. Sederhana, tidak boros memakai air
15. Berdo’a setelah wudhu

“Saya bersakti tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi nabi Muhammad adalah hamba
dan sekaligus Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah saya termasuk orang-orang yang bertaubat,
jadikanlah saya termasuk orang-orang yang mensucikan diri dan jadikanlah saya termasuk
golongan hambamu yang sholeh”.
D. Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu
1. Apa saja yang keluar dari kemaluan dan dubur
2. Tidur nyenyak hingga tiada kesadaran lagi, tanpa tetapnya piinggul di atas lantai
3. Hilangnya kesadaran akal karena mabuk atau sakit.
4. Memegang kemaluan dengan telapak tangan/tanpa alat.
5. Bersentuhan dengan yang bukan mahram (tanpa alas)

JINABAH (MANDI JUNUB)


Mandi junub adalah mandi yang diwajibkan oleh agama Islam atas orang-orang mukalaf
dari kalangan pria maupun wanita untuk membersihkan diri dari hadats besar menurut
aturan Syari’at Islam. Sebab-sebab yang menyebabkan hadats besar, yaitu :
1. Melakukan hubungan kelamin
2. keluar mani disertai syahwat
3. Selesai menjalani masa haid dan nifas (bagi wanita)
4. Orang Islam yang meninggal dunia (kecuali mati syahid)
5. Seorang kafir yang baru masuk Islam.

A. Rukun Junub
1. Niat

Artinya: “sengaja aku mandi untuk menghilangkan hadas besar karna Allah ta’ala”.

2. Meratakan air ke seluruh tubuh


3. Tertib, artinya dilaksanakan dengan berurutan.

B. Sunnah Junub
1. Memulai dengan mencuci tangan 3x
2. Membasuh kemaluan
3. Berwudhu terebih dahulu
4. Menuangkan air ke atas kepala 3x sambil menyelang-nyelangi rambut
5. Mengalirkan air ke seluruh tubuh dengna memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri tanpa
mengabaikan ketiak, telinga, pusat,, dan jari-jari serta menggosok anggota tubuh yang
dapat di gosok

TAYAMUM
Tayamum secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan
tanah untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Caranya dengan menepuk-
nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan
niat untuk bersuci dari hadats.
Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus. Dan itu
terjadi pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya yang akan kami
sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah, tidak perlu bergulingan di atas
tanah, melainkan cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa
menggantikan dua hal sekaligus, yaitu hadats kecil dan hadats besar.
A. Syarat-Syarat Tayamum
1. Sudah masuk waktu shalat
2. Kesulitan mendapatkan air atau berhalangan memakai air karena sakit.
3. Dengan tanah atau debu (sebagian ulama membolehkan dengan batu atau pasir)
4. Tanah atau debu tersebut harus suci dari najis
B. Rukun Tayamum
1. Niat
2. Mengusap muka dengan tanah/atau debu
3. Mengusap tangan sampai siku-siku.

C. Sebab-Sebab Tayamum
1. Sakit yang tidak boleh terkena air
2. Berada dalam perjelanan jauh yang sulit mendapatkan air.
3. Tidak mendapatkan air untuk wudlu.

D. Cara Bertayamum
1. Niat bertayamum karena hendak mengerjakan shalat. Niat cukup dilaksanakan dalam
hati tetapi disunnahkan untuk melafadzkan niat tersebut. Niat tayamum adalah sebagai
berikut :

“Saya niat tayamum agar dapat melaksanakan shalat fardu karena Allah semata”

2. Menghadap kiblat, kemudian tebarkan kedua telapak tangan satu kali pada dinding,
kaca, atau benda lain yang diyakini ada debu.
3. Tiup kedua telapak tangan

4. Usapkan telapak tangan satu kali pada wajah.


5. Usapkan kedua tangan sampai pergelangan secara bergantian dari bagian dalam ke
bagian luar dimulai dari tangan kanan yang diusap. (punggung tangan kanan dan kiri
serta telapak tangan kanan dan kiri tidak boleh bersentuhan)

E. Yang membatalkan tayamum


1. Semua hal yang membatalkan wudlu (buang air besar/kecil, hilang akal, menyentuh
kemaluan)
2. Mendapatkan air (sebelum melaksanakan shalat).

Anda mungkin juga menyukai