Anda di halaman 1dari 33

THAHARAH DALAM AJARAN ISLAM

A. Pengertian Thaharah
B. Hakikat dan Fungsi Thaharah
C. Sarana Thaharah
D. Macam-macam Thaharah
E. Hikmah Thaharah
A. Pengertian Thaharah
 Kata thaharah berasal dari Bahasa Arab
 Secara etimologi berarti suci, lawan dari haid.
 Seorang wanita dikatakan suci apabila dia
sudah selesai dari haid.
 QS. Al-Maidah ayat 6,
‫َو ِإن ُك نُتۡم ُج ُنٗب ا َفٱَّطَّهُروا‬
jika kamu junub(berhadas besar), maka bersucilah…
 QS. Al-Baqarah ayat 25,
‫ة‬ٞۖ ‫ج َطَّه‬ٞ ‫ي ٓا َأۡز َٰو‬
‫ُّم َر‬ ‫ِف َه‬
…di dalamnya (sorga) ada istri-istri yang suci…
 Kesucian tidak hanya berarti suci dari haid,
tetapi juga suci dari najis dan kotoran batin,
 Seperti kesucian diri dari perbuatan keji dan
kesucian dari akhlak yang tercela.
 Menurut istilah fiqh, thaharah ialah
menghilangkan hadas atau najis yang
menghalangi shalat dan ibadah-ibadah
sejenisnya dengan air, atau menghilangkan
hukumnya (hadas dan najis) dengan tanah.
 Thaharah merupakan keadaan yang terjadi
sebagai akibat hilangnya hadas atau kotoran.
 Hadas adalah keadaan yang menghalangi.
 Hadas terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu hadas
kecil dan hadas besar.
 Hadas kecil adalah suatu keadaan seseorang
yang dapat disucikan dengan wudu’ atau
tayamum, sebagai ganti dari wudu’.
 Hadas besar adalah suatu keadaan seseorang
yang mesti disucikan dengan mandi atau
tayamum, sebagai ganti mandi.
B. Hakikat dan Fungsi Thaharah
 Dalam Bahasa Indonesia thaharah dapat
disebut suci.
 Islam menuntut pemeluknya untuk
senantiasa dalam kondisi suci, baik lahir
maupun batin.
 Allah swt sangat mencintai orang-orang yang
memelihara kesucian dirinya.
 QS. Al-Baqarah ayat 222.
‫ِإَّن ٱَهَّلل ُيِح ُّب ٱلَّتَّٰو ِبيَن َو ُيِح ُّب ٱۡل ُم َتَطِّهِريَن‬
Dan Allah menyukai orang-orang..
 Ajaran kebersihan dan kesucian dalam Islam
antara lainterlihat dari pensyari’atan ibadah
shalat yang dilakukan setiap hari.
 Shalat dapat menyucikan lahiriyah melalui
wudu’ yang merupakan syarat sebelum
melaksanakannya.
 Dapat juga menyucikan batiniyah melalui
pengesaan Allah Swt.
 Adapun kesucian secara batiniyah adalah
menghindarkan diri dari memperserikatkan
Allah Swt dan dari sifat-sifat tercela seperti
dengki, iri hati dan lain sebagainya.
 Secara umum kesucian lahiriyah dan
batiniyah ini merupakan hakikat thaharah.
 Dengan demikian orang yang berada dalam
kondisi suci ini dapat melakukan ibadah
kepada Allah Swt.
 Demikian juga halnya puasa yang tidak boleh
dilakukan oleh orang yang dalam keadaan
haid dan nifas.
 Dengan demikian fungsi thaharah adalah
sebagai syarat untuk keabsahan suatu ibadah.
C. Sarana Thaharah
 Sarana atau alat thaharah terdiri dari air dan
tanah.
 Air dapat dipergunakan untuk berwudu’ atau
mandi sedangkan tanah dapat digunakan
untuk bertayamum, sebagai ganti air dalam
berwudu’ atau mandi.
 Kedua sarana ini digunakan untuk bersuci dari
hadas kecil atau hadas besar.
 Air sebagai sarana thaharah terbagi ke dalam
beberapa macam:
1. Air suci lagi menyucikan (air mutlak).
 Ulama fiqh telah sepakat menetapkan bahwa
air jenis ini suci zatnya dan dapat menyucikan
hadas atau najis.
 Air hujan, air sumur, air salju, air mata air, air
dsungai dan air laut.
 QS. Al-Furqan ayat 48.
‫َو َأنَز ۡل َنا ِم َن ٱلَّس َم ٓاِء َم ٓاٗء َطُهوٗر ا‬
dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih

 QS. Al-Anfal ayat 11.


‫َو ُيَنِّز ُل َع َلۡي ُك م ِّم َن ٱلَّس َم ٓاِء َم ٓاٗء ِّلُيَطِّهَر ُك م ِبِهۦ‬
Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu
dengan hujan itu

 HR. al-Khamsah
‫ هوطهور‬... ‫عن أبى هريرة رضي هللا عنه أن النبي ص م قال‬
‫ مأه الحل ميتته‬.
…dia (laut), suci airnya dan halal bangkainya.
2. Air suci lagi menyucikan tetapi makruh
memakainya.
 Air jenis ini merupakan sisa dari minuman
binatang seperti ayam, kucing atau burung
buas seperti elang dsb.
 Air ini boleh dipakai untuk mengangkatkan
hadas, akan tetapi hukumnya makruh, dan
malah makruh tanzih bilamana ada air yang
lain.
3. Air yang suci lagi menyucikan tetapi diragukan
kesuciannya.
 Seperti air sisa minuman himar (keledai).
 Bilamana tidak ada air mutlak, air ini boleh dipakai
untuk wudu’ atau mandi, namun harus disertai
denganm tayamum dalam rangka mewujudkan kehati-
hatian.
 Bila berwudu’ terlebih dulu dengan air tersebut
kemudian tayamum, menurut kesepakatan ulama fiqh
dibolehkan.
 Sebaliknya bila tayamum terlebih dulu, kemudian
berwudu’ menurut jumhur ulama dibolehkan,
 Tetapi menurut Zufar (110-158), dari mazhab Hanafi,
tidak dibolehkan.
4. Air yang suci tetapi tidak menyucikan.
 Air yang sudah dipakai untuk mengangkatkan
hadas atau bentuk ibadat lainnya seperti
memperbaharui wudu’.
 Air jenis ini tidak boleh dipakai untuk
mengangkatkan hadas, akan tetapi boleh
dipakai untuk menghilanghkan najis.
5. Sebagai tambahan air yang bercampur (al-
mukhallathah).
 Para ahli fiqh membagi air jenis ini menjadi:
 Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci.
 seperti air mutlak bercampur susu, air buah atau
nira, dsb.
 Bilamana keadaannya berubah secara
keseluruhan tidak sah digunakan untuk
mengangkatkan hadas.
 Akan tetapi kalua tidak berubah secara
keseluruhan, diperhatikan mana yang lebih
dominan.
 Apabila yang lebih dominan adalah air, maka
boleh dipakai untuk menghilangkan hadas.
 Bila yang lebih dominan adalah campurannya,
maka tidak boleh dipakai.
 Air yang bercampur dengan sesuatu yang tidak
suci (najis).
 Air ini tidak boleh dipergunakan sama sekali,
baik untuk menghilangkan hadas maupun
kotoran.
 Najis-najis yang dapat mencampuri air
tersebut ada yang disepakati oleh ulama
mengenai kenajisannya dan hukum air yang
dicampurinya.
 Ada pula yang tidak disepakati.
 Adapun yang disrpakati ialah:
1. Daging babi dengan seluruh bagian-bagian
tubuhnya.
QS. Al-Maidah ayat 3
ِ‫ٱۡل ِخ نِز ير‬ ‫ُحِّر َم ۡت َع َلۡي ُك ُم ٱۡل َم ۡي َتُة َو ٱلَّد ُم َو َلۡح ُم‬
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
2. Daging bangkai selain hewan air, sebagaimana
dijelaskan ayat yang telah disebutkan di atas.
3. Darah, QS. Al- Maidah ayat 145.
‫َأۡو َد ٗم ا َّم ۡس ُفوًح ا‬
atau darah yang mengalir
Golongan Hanafiyah.
 Apabila air dicampuri najis yang menyebabkan
perubahan pada salah satu dsifatnya, menjadi air
najis, naik air itu dalam jumlah sedikit maupun
banyak.
 Sifat-sifat air yang dapat berubah itu adalah warna,
rasa, dan baunya.
 Jika air yang dalam jumlah sedikit dicampuri oleh
najis, baik salah satu sifatnya berubah atau tidak,
tetap dianggap sebagai air najis.
 Sebaliknya air yang dalam jumlah banyak dicampuri
najis, tetapi tidak membawa perubahan pada salah
satu sifatnya, maka air itu tetap suci.
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan
jumlah air yang disebut sedikit atau banyak.
 Menurut Hanafiyah:
 Banyak, bilamana digoyang salah satu
sudutnya tidak mudah bergoyang sudutnya
yang lain.
 Atau ukuran minimal 10 x 10 hasta, dengan
kedalaman yang tidak sampai ke dasarnya
bilamana diceduk.
 Air yang kurang dari ukuran tersebut berarti
jumlahnya sedikit.
 Malikiyah
 Tidak menetapkan ukuran tertentu mengenai jumlah
air ini.
 Menurut mereka yang menjadi patokan bukan
jumlah air, akan tetapi perubahan salah satu sifatnya
sebagai akibat dari percampurannya dengan najis.
 Apabila air itu dicampuri najis, baik sedikit atau
banyak, maka dianggap sebagai air najis.
 Namun demikian air yang dalam jumlah satu bejana
kecil yang hanya cukup sekedar untuk beruduk atau
mandi, bila dicampuri oleh najis yang tidak merubah
salah satu sifatnya, hukum memakainya adalah
makruh.
 Golongan Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
 Air yang banyak adalah dalam jumlah minimal
dua kulah.
 Dua kulah adalah ukuran yang Panjang, lebar
dan tingginya satu seperempat hasta.
 Dua kulah sama dengan 5 qirab.
 Satu qirab sama dengan 100 liter Irak.
 Dua kulah sama dengan 500 liter Irak.
 Bilamana air tersebut dicampuri oleh najis,
baik jenis keras maupun lunak, tetap
dianggapsebagai air lagi menyucikan.
 Dengan syarat tidak terjadi perubahan pada
warna, rasa atau baunya.
Bila air itu kurang dari dua kulah kemudian
dicampuri oleh najis maka air tersebut
menjadi najis meskipun tidak berubah salah
satu sifatnya.
 HR. al-Hakim: Dari Abdullah bin Umar bahwa
Nabi Saw bersabda: Bila air mencapai dua
kulah tidak mengandung kotoran. Menurut
Riwayat Abu daud, disebut “tidak bernajis”.
 Ulama sepakat (Ijma’), menetapkan bahwa:
 Air dalam jumlah yang banyak apabila
bercampur dengan najis yang mengakibatkan
berubahnya rasa, warna dan baunya, menjadi
air najis.
 Menurut jumhur ulama, hukum
menghilangkan najis dari pakaian, badan dan
tempat adalah wajib bagi orang yang akan
shalat.
 QS. Al-Muddatsir ayat 4.
٤ ‫وَِثَياَبَك َفَطِّهۡر‬
dan pakaianmu bersihkanlah
D. Macam-macam Thaharah
1. Wudhu’
2. Tayamum
3. Mandi
E. Hikmah Thaharah
1. benda-benda najis, baik dari dalam maupun
luar tubuh manusia adalah benda-benda
kotor yang banyak mengandung bibit
penyakit dan dapat membawa mudarat bagi
mkesehatan tubuh manusia. Karena itu,
dengan bersuci berarti telah melakukan
usaha untuk menjaga Kesehatan.
2. Kebersihan dan Kesehatan jasmani melalui
bersuci akan menambah kepercayaan diri
sendiri. Karena itu, dalam kehidupan sehari-
hari, manusia selalu mengutamakan
kebersihan dan kesucian.
3. Syari’at bersuci berisi ketentuan-ketentuan
dan adab, jika dilaksanakan dengan penuh
kesadaran dan kedisiplinan akan menumbuhkan
kebiasaan yang baik. Ketentuan dan adab
bersuci dalam Islam berbentuk ajaran yang
mempertinggi harkat dan martabat manusia.
4. Sebagai hamba Al;lah Swt, yang harus
mengabdi kepada-Nya dalam bentuk ibadah
maka bersuci merupakan salah satu syarat
sahnya sehingga menunjukkan pembuktian awal
ketundukannya kepada Allah Swt.
‫وهللا أعلم بالصواب‬

Anda mungkin juga menyukai