Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan
ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadats tidak dapat menunaikan
ibadah tersebut.

Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata cara atau
aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis
ibadah yang dikerjakan juga tidak sah.

Wudhu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil.
Wudhu merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah sholatnya jika dia
melakukan tanpa berwudhu.

Berawal dari deskripsi di atas ditambah dengan tugas mata fiqih maka di dalam makalah
ini kami mencoba menguraikan hal-hal tersebut walau tidak dapat dikatakan menyeluruh.
Minimal dengan adanya makalah ini, kita mengetahui gambaran thaharah dan wudhu secara
umum. Aamiin.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian thaharah?
2. Bagaimana klasifikasi air dan penggunaannya dalam bersuci?
3. Apa yang disebut benda-benda najis?
4. Bagaimana klasifikasi najis dan cara mensucikannya?
5. Apa pengertian dan dasar hukum wudhu?
6. Apa syarat dan rukun wudhu?
7. Apa sunnat-sunnat wudhu?
8. Apa hal-hal yang membatalkan wudhu?

1
C. TUJUAN PERMASALAHAN
1. Untuk mengetahui pengertian thaharah
2. Untuk mengetahui klasifikasi air dan penggunaannya dalam bersuci
3. Untuk mengetahui benda-benda najis
4. Untuk mengetahui klasifikasi najis dan cara mensucikannya
5. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum wudhu
6. Untuk mengetahui syarat dan rukun wudhu
7. Untuk mengetahui sunnat-sunnat wudhu
8. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan wudhu

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. THAHARAH DARI HADATS DAN NAJIS

1. Pengertian Thaharah

Thaharah adalah merupakan salah satu syarat dalam melakukan suatu amal ibadah,
terutama dalam shalat, haji, dan sebagainya baik itu bersuci dari hadats kecil maupun bersuci
dari hadats besar.
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih”1, sedangkan pengertian thaharah secara
terminologi syara’ berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis dengan
menggunakan air yang dapat mensucikan serta dengan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran
agama Islam.2 Ada yang mengartikan sebagai tindakan menghilangkan hadats dengan air atau
debu yang bisa menyucikan.3
Menurut istilah, thaharah berarti membersihkan diri dari hadats dan najis4 yaitu
mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis dengan menggunakan air yang dapat
mensucikan serta dengan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Menurut istilah
para ulama Ahli Tasawuf ialah membersihkan diri dari segala perbuatan yang dilarang oleh
Syara’ atau dari perbuatan yang akan menimbulkan dosa dan dari budi pekerti yang buruk atau
perangai yang jahat.
Begitulah pentingnya thaharah bahkan ada yang menyebutkan bahwa kebersihan adalah
sebagian dari pada iman. Namun banyak ulama berbeda pendapat tentang makna bersuci
merupakan separuh iman. Dua pendapat yang paling masyhur adalah:
1. Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-dosa, baik dosa batin
maupun dosa lahir. Karena iman ada dua bentuk, yaitu meninggalkan dan melakukan,
maka tatkala sudah meninggalkan dosa-dosa berarti sudah memenuhi separuh iman.

1
Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap (Semarang: CV. Toha Putra, 1978), h.46.
2
Terj. Labib Mz, Hadits Pilihan Shahih Bukhari, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2005), h.71
3
kitab al-Mughni (II/12) karya Ibnu Qudamah dan kitab Taudhiihul Ahkam min Buluughil Maraam karya
Abdullah al-Basam (I/87)
4
Hafsah, Fiqh (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 1.

3
2. Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua macam, yaitu
bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci diartikan dengan suci dari hadats
kecil dan hadats besar maka yang dimaksud dengan iman adalah shalat. Jadi bersuci itu
separuh dari shalat. Shalat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok amalan
iman.5

Thaharah secara umum dapat dibagi menjadi dua macam pembagian yang besar, yaitu:
1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan,
pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah
terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing,
tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki. Thaharah
secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan,
pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung
level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu
dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya
dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa,
hingga hilang warna, bau dan rasa najisnya.
2. Thaharah Hukmi
Thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil
maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara
fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya
kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih
secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang
menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu bila ingin
melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Demikian pula dengan
orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti

5
Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam, Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh  
Hafizhohulloh (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya), Hadits ke-23.

4
bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai
dari mandi janabah.
Jadi thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang
tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan
ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu atau mandi janabah.6

2. Klasifikasi Air Dan Penggunaannya Dalam Bersuci

Air yang dapat digunakan untuk bersuci secara sah atau benar dikategorikan ke dalam 7
macam yakni air hujan, air laut atau air asin, air sungai, air sumur, air sumber, air es atau salju
dan air embun.
Ketujuh air tersebut terbagi menjadi dua golongan, yaitu air yang turun dari langit dan air
sumber yang keluar dari bumi. Air dapat dibagi menjadi empat macam, yakni air mutlak, air suci
yang menyucikan, air suci yang tidak bisa digunakan untuk bersuci, dan air najis
(mutanajjis).7Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Air Mutlak adalah air yang keberadaannya suci dan dapat dipakai untuk bersuci, serta
dapat menyucikan benda lain. Atau dengan kata lain air mutlak adalah air yang
menyucikan dan tidak makruh untuk bersuci. Air mutlak ini bisa untuk menghilangkan
hadas dan najis. Contoh air mutlak adalah air hujan, air salju dan air es, air laut, dan air
zamzam.
2) Air suci yang menyucikan. Jika digunakan untuk menyucikan badan hukumnya bisa
berubah menjadi makruh. Namun jika digunakan untuk menyucikan pakaian, hukumnya
tidak makruh. Air ini adalah air musyammas, yaitu air yang panas akibat terkena sinar
matahari. Hukum makruh ini menggunakan dasar bahwa air ini berbahaya untuk
kesehatan manusia. Namun, menurut Imam Nawawi menjelaskan bahwa air panas yang
akibat terkena sinar matahari, hukumnya mutlak dan tidak makruh, kecuali air itu dalam
keadaan terlalu panas atau terlalu dingin.
3) Air suci yang tidak bisa digunakan untuk bersuci, disebut air musta’mal. Air musta’mal
adalah air sisa yang mengenai badan manusia karena telah digunakan untuk wudhu dan

6
http://paismpn4skh.wordpress.com/2009/09/30/pengertian-dan-pembagian-thaharah/
7
Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, (Jakarta: Al-
Maghfirah, 2012), hlm. 3.

5
mandi. Apabila air itu tidak bertambah jumlahnya setelah digunakan, air itu tetap suci
namun tidak bisa digunakan untuk bersuci.
4) Air najis (mutanajjis) adalah air yang hukumnya najis dan jelas tidak bisa digunakan
untuk bersuci. Air yang sedikit atau banyak yang terkena najis sehingga berubah warna
dan baunya. Kalau air itu sedikit, menjadi najis sebab bercampur dengan najis, baik
berubah atau tidak. Tetapi kalau air itu banyak, menjadi najis sebab bercampur dengan
najis sampai berubah rasa atau baunya. Yang dimaksud air yang sedikit ialah air yang
kurang dari dua kulah, dan air banyak adalah kalau sudah sampai dua kulah. Ukuran dua
kulah kurang lebih 200 liter.8

3. Benda-Benda Najis

Diantara benda-benda najis antara lain:


1. Bangkai binatang darat yang berdarah selain mayat manusia.
Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak
berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang- serta mayat manusia, semuanya suci.
2. Darah
Segala macam darh itu najis, selain hati dan limpa. Dikecualikan juga darah yang
tertinggal di dalam daging binatang yang sudah di sembelih, begitu juga darah ikan.
kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan.
3. Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu
merupakan darah yang sudah busuk.
4. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu (dua pintu tempat buang air kecil dan air
besar)
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa -seperti tinja, air kencing- ataupun yang
tidak biasa, seperti mazi (mazi adalah cairan yang keluar dari kemaluan laki-laki ketika
ada syahwat yang sedikit), baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang tidak halal
dimakan.
5. Arak; Setiap minuman keras yang memabukkan
6. Anjing dan babi

8
Abdul Fatah Idris, abu ahmadi, Fikih Islam Lengkap (Jakarta: Rineka Cipta), hlm.4.

6
7. Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
Hukum bagian-bagian binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya.
Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu juga najis. Kalau yang
bangkainya suci, yang dipotong sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil
dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci.

8. Klasifikasi Najis Dan Cara Mensucikannya

Berkenaan dengan hadats besar dan kecil maka cara mensucikannya ada 2 yakni:
1. Hadas besar cara mensucikannya yaitu dengan mandi wajib
2. Hadas kecil cara mensucikannya sukup dengan berwudhu atau tayammum

Najis berlaku pada pakaian, badan, dan tempat, untuk mencuci benda yang terkena najis,
terlebih dahulu harus kita ketahui macam-macam najis:
1. Najis mugallazah (tebal) seperti najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah
dibasuh tujuh kali, dan salah satu diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang
dicampur dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak laki-laki yang belum makan makanan
lain selain ASI. Cara mencucinyapun sukup memercikkan air pada benda yang terkena
najis tersebut meskipun airnya tidak mengalir. Adapun kencingnya anak perempuan yang
belum makan makanan lain selain ASI, cara mencucinya dibasuh dengan air yang
mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya.
3. Najis mutawassitah (pertengahan), najis ini terbagi menjadi dua macam yaitu najis
hukmiyah dan ainiyah.
1) Najis hukmiyah yakni najis yang kita yakini adanya , meskipun zat, bau, rasa dan
warnanya sudah hilang. Cara mencucinya cukup mengalirkan ir diatas benda tersebut.
2) Najis ainiyah yakni najis yang masih ada zat, bau, rasa dan warnanya. Cara
mencucinyapun dengan menghilangkan zat, bau, rasa, dan warnanya.

7
B. KAIFIAT WUDHU

1. Pengertian Dan Dasar Hukum Wudhu

Wudhu menurut bahasa berarti “baik” dan “bersih”. Sedangkan menurut istilah, wudhu
adalah membasuh muka, kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala, dan membasuh
kaki yang sebelumnya didahului dengan niat serta dilakukan dengan tertib.9
         Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari anggota badan
dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk menghadap Allah SWT (mendirikan
shalat)10 dan suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan
shalat.11
Perintah wudhu diwajibkan kepada orang yang akan melaksanakan shalat salah satu
syarat sahnya shalat. Adapun disyari’atkannya wudhu ditegaskan berdasarkan 3 macam alasan:12
a) Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6 :

‫م َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى‬Uْ ‫ بِ ُر ُءو ِس ُك‬U‫ق َوا ْم َسحُوا‬


ِ ِ‫م َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬Uْ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى الصَّال ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك‬
‫ْال َك ْعبَ ْي ِن‬
         Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”         
b) Hadits Nabi SAW yang berbunyi:
ّ ‫ال يقبل هللا صالة أحدكم إذا أحدث حتّى يتو‬
U‫ضأ‬
         Artinya: ”Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu bila ia berhadats,
sehingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
c) Ijma’
Menurut ijma’ ulama berpendapat bahwa wudhu hukumnya wajib bagi Muslim yang sudah
dewasa dan berakal, telah masuk waktu shalat atau ketika akan melaksanakan suatu perbuatan
yang disyaria’tkan wudhu terlebih dahulu.13

9
Hafsah, h. 26.
10
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 40
11
Moh. Rifa’i, h. 63.
12
http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/12/13/bab-thaharah-bersuci-wudhu-dasar-hukum dan 
keutamaannya/
13
Sayid Sabiq, Fiqh Al-Sun (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), h. 29.

8
2. Syarat Dan Rukun Wudhu

Syarat-syarat Wudhu yakni:


1.      Islam,
2.      Mumayiz (dapat membedakan mana nilai-nilai yang baik dan buruk atau sudah berakal),
3.      Airnya suci,
4.      Tidak ada halangan dari agama seperti haid atau nifas.

Rukun (Fardhu) Wudhu yakni:


1.   Niat. dalam hati niatkan berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil, sehingga
wudhunya menjadi benar atau sah. Apabila dalam berwudhu tidak disertai niat, wudhu
itu menjadi tidak sah.
2. Membasuh muka. Batas bagian muka dimulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala
sampai dagu bagian bawah dan antara telinga kanan dan telinga kiri. Hal ini berarti pada
janggut yang tertutup oleh jenggot tipis yang terlihat yang nyata kulitnya oleh orang
yang diajak bicara, maka wajib dibasuh pada bagian kulitnya, yakni tempat tumbuhnya
jenggot tersebut. Wajib membasuh satu kali dan sunnah membasuh kebanyak tiga kali.
3.   Membasuh kedua tangan sampai kedua siku. Wajib Membasuh kedua tangan sampai
dengan siku serta wajib membasuh apa saja yang ada pada tangan seperti bulu-bulu,
lipatan-lipatan, dan kotoran yang mencegah masuknya atau meresapnya air, termasuk
kotoran yang ada pada kuku.
4.   Mengusap sebagian kepala. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat pengertian
mengenai menyapu kepala, ada yang berpendapat hanya sebagian dan ada pula yang
menyatakan seluruh bagian kepala.
5.   Membasuh kaki sampai mata kaki. Membasuh kedua kaki ini juga termasuk membasuh
bulu bulu, jari-jari dan lipatannya, seperti ketentuan pada membasuh tangan diatas.
6.   Menertibkan rukun-rukun di atas. Apabila seseorang lupa bahwa wudhunya tadi tertib
atau tidak, maka wudhunya harus di ulang.

3. Sunnat-Sunnat Wudhu
Wudhu juga memiliki sunnah dalam menjalankannya, diantaranya adalah :
- Membaca Basmallah ketika mulai berwudhu.

9
- Mencuci kedua telapak tangan sampai pergelangan terlebih dahulu sebelum memasukkan
kedua tangan kedalam air dua kulah yang akan dipergunakan untuk berwudhu.
- Berkumur, setelah mencuci kedua telapak tangan.
- Memasukan air ke hidung.
- Mengusap seluruh bagian kepala dengan air. Untuk yang berkerudung atau memakai
surban cukup diusap sebagian tanpa membukanya.
- Mengusap dua telinga, yaitu daun telinga bagian luar dan dalam dengan air yang baru
diambil, bukan dengan air bekas basuhan muka atau kepala. Caranya adalah dengan
memasukan jari telunjuk ka bagian dalam telinga. Kedua jari ini dijalankan untuk
membersihkan telinga bagian dalam dan bagian luar. Yang terakhir, kedua telapak tangan
digosok-gosokkan ke telinga sampai terasa bersih.
- Mengusap air ke sela-sela jenggot dengan jari diletakkan ke sela-sela jenggot. Hal ini
ditujukan untuk lebih memudahkan kulit tempat tumbuh jenggot terbasuh oleh air ketika
membasuh seluruh muka.
- Mengusap sela-sela jari dan membasahinya. 
- Mendahulukan bagian yang kanan dan mengakhirkan bagian yang kiri.
- Mengulang tiga kali pada setiap anggota yang dibersihkan dan diusap.
- Bersambung antara membasuh anggota yang satu dan anggota yang berikutnya, dalam
artian tidak berhenti antara keduanya.
- Menjaga agar percikan air itu jangan kembali ke badan.
- Menggosok anggota wudhu agar menjadi lebih bersih.
- Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudhu.
- Berdoa sesudah selesai wudhu.
- Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudhu.

4. Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu


Yang Membatalkan Wudhu yakni:
1. Adanya sesuatu yang keluar dari jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur) orang
yang memiliki wudhu, yang berbentuk nyata, baik air maupun feses atau yang
menyerupainya seperti darah dan batu, atau hewan kecil dan air mani.

10
2. Tidur, Kecuali tidur itu dalam keadaan duduk di tanah atau lantai yang apabila ia
terbangun masih dalam posisi yang tetap.
3. Hilangnya ingatan akibat mabuk, gila, kambuhnya ayan, pingsan dan lain-lain.
4. Seorang pria yang menyentuh wanita yang bukan mahramnya tanpa pelapis walaupun
yang dipegangnya itu adalah mayat.
5. Memegang farji atau alat vital dengan telapak tangan, baik pria maupun wanita.

TAYAMUM
Apabila seseorang junub atau seseorang akan mengerjakan sholat, orang tadi tidak
mendapatkan air untuk mandi atau untuk wudhu, maka sebagai ganti untuk menghilangkan
hadast besar atau kecil tadi dengan melakukan tayamum.
Tayamum menurut bahasa sama dengan Qasad artinya menuju. Secara harfiah memiliki
arti menyengaja, sedangkan menurut syara, tayamum adalah menempelkan debu yang suci pada
wajah dan tangan sebagai pengganti wudhu, mandi, atau membasuh anggota tubuh dengan
syarat-syarat tertentu.

Sebab/ alasan melakukan tayamum adalah :


- Dalam perjalanan jauh
- Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
- Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
- Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan.
- Air yang ada hanya untuk minum.
- Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
- Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
- Sakit dan tidak boleh terkena air

Adapun syarat sah tayamum adalah sebagai berikut :


- Telah masuk waktu sholat.
- Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran.
- Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum.
- Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu.
- Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan.
- Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh

11
Selain syarat sah tayamum, ada pula sunah etika melaksanakan tayamum :
- Membaca basmalah
- Menghadap ke arah kiblat
- Membaca doa ketika selesai tayamum
- Medulukan kanan dari pada kiri
- Meniup debu yang ada di telapak tangan
- Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku

Rukun Tayamum, meliputi :


- Niat Tayamum
- Menyapu muka dengan debu atau tanah.
- Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.

Hal-hal yang membatalkan tayamum, antara lain :


- Segala sesuatu yang membatalkan wudhu, berlaku pula pada tayamum.
- Melihat air. Bagi orang yang bertayamum karena kesulitan mendapatkan air lalu melihat
air sebelum masuk waktu sholat maka tayamumnya batal. Apabila seorang yang
bermukim bertayamum dan sedang sholat, dan dia melihat air, sholat itu harus diulang.
Namun, bila orang itu adalah musafir, sholatnya tidak harus diulang. Apabila seorang
bertayamum  karena sakit kemudian ia melihat air, tayamumnya tidak batal dan tetap sah
sholatnya.14
- Murtad, artinya terputus Islamnya.
Bagi orang yang sakit, jika tangannya diperban maka cukup perbannya saja yang diusap
debu. Setiap bertayamum hanya berlaku satu kali sholat fardhu, atau satu kali tawaf.

14
Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib (Jakarta: Al-
Maghfirah, 2012), hlm. 20.

12
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN

Thaharah adalah bersuci atau membersihkan diri dari segala najis dan hadas baik yang
terdapat di badan, pakaian, atau benda-benda yang digunakan.Thaharah wajib hukumnya atas
setiap laki-laki dan perempuan yang sudah akil baligh. Thaharah juga merupakan syarat sahnya
ibadah, maka dari itu thaharah mendapatkan tempat yang utama dalam ajaran Islam.
Wudhu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil.
Wudhu merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah shalatnya jika dia
melakukan tanpa berwudhu. Yang didalamnya ada ketentuan atau syarat-syarat serta rukun dan
hal-hal yang merusak wudhu.

B. SARAN
1. Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim tidak terlepas dari thaharah atau bersuci
yang didalamnya terdapat macam-macamnya seperti wudhu, mandi dan tayamum, untuk
itu aplikasikan ilmu sesuai dengan syariat islam, dan tentunya menyempurnakan ibadah
kita terhadap Allah swt.
2. Dalam kehidupan tidaklah semuanya sefaham, dalam ilmu fiqh pun mengenal beberapa
mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I dan
Mazhab Hanbali. Hal ini menyebabkan beberapa perbedaan didalam mazhabnya
termasuk perbedaan dalam fiqh ibadah, namun semua itu kembali pada diri setiap
individu umat muslim mana yang dipilihnya, karena setiap mazhab sama-sama bersumber
pada Al-Qur’an dan Hadist, dan dibantu pula dengan Ijma’ dan Qiyas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hafsah. 2011. Fiqh. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Mz, Labib. 2005.  Terj. Hadits Pilihan Shahih Bukhari. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.

Rifa’i, Moh. 1978. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: CV. Toha Putra.

Sabiq, Sayid. 1995. Fiqh Al-Sun. Beirut: Dar al-Fikr.

Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam. Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu
Syaikh   Hafizhohulloh. Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah. Tasikmalaya.

Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2012. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/12/13/bab-thaharah-bersuci-wudhu-dasar-hukum-
dan-keutamaannya/
http://paismpn4skh.wordpress.com/2009/09/30/pengertian-dan-pembagian-thaharah/

14

Anda mungkin juga menyukai