Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

FIQIH THAHARAH
(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih)

Dosen Pengampu :
M. Sihabudin, M.Ag.

Disusun Oleh :
1. M. Bihar Isyqi (23040260164 )
2. M. Zakky Ramadhan (23040260152 )
3. Relita Puspa Jelita (23040260158 )

PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu yang sangat penting kita kaji bersama
khususnya bagi umat islam dalam berthaharah yang bertujuan agar umat islam mengetahui
langkah-langkah mensucikan diri dari hadas dan najis dan juga bekal kita dalam
melaksanakan ibadah sesuai dengan cara yang diajarkan oleh syariat islam baik itu ibadah
yang bersifat mahdhah (bersifat wajib) maupun ghairu mahdhah (bersifat sunnah). Seiring
dengan perkembangan zaman sekarang teknologi yang semakin canggih mengaitkan
segalanya dengan menggunakan gadget yang memberikan dampak negatif dalam kehidupan
salah satunya yaitu mereka enggan untuk mempelajari teori-teori yang ada di dalam kajian
ilmu fiqih secara tekstual. Selain itu juga meningkatnya tingkat kemalasan serta minimnya
pengetahuan yang dimiliki mereka sendiri di dalam pembelajaran ilmu fiqih.

Melihat kondisi tersebut kita perlu menerapkan metode pembelajaran ilmu fiqih yang
mampu menciptakan suasana yang menarik, bertujuan agar meningkatkan semangat dalam
mengkaji kajian ilmu fiqih dari yang dasar hingga mendalam, Dengan itu, seseorang dapat
mengakses ilmu fiqih dari apa yang telah mereka dapatkan sebagai landasan dasar dalam
beribadah sesuai dengan syariat islam.. Fiqih begitu signifikan bagi kehidupan umat karena
fiqih merupakan piranti pokok yang mengatur secara mendetail perilaku kehidupan umat
selama dua puluh empat jam setiap harinya. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa fiqih
adalah “Islam kecil” sedang Islam itu sendiri sebagai “fiqih besar” dalam konteks bahwa
Islam sebagai the way of life para pemeluknya.
B. RUMUSAN MALAH
1. Apa yang dimaksud dengan thaharah
2. Sebutkan pembagian thaharah
3. Sebutkan macam-macam air dan pembagiannya
4. Benda apakah yang Najis
5. Sebutkan pembagian Najis
6. Bagaimana cara-cara bersuci dari hadas dan Najis

C. TUJUAN
1. Mengetahui tentang thaharah
2. Mengetahui pembagian dalam thaharah
3. Mengetahui macam-macam air dan pembagiannya
4. Mengetahui benda apakah yang Najis
5. Mengetahui pembagian Najis
6. Mengetahui bagaimana cara-cara bersuci dari hadas dan najis
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Thaharah
Thaharah secara etimologi yaitu bersuci atau bersih. Sedangkan secara terminologi
yaitu membersihkan diri dari kotoran (Najis) baik yang bersifat ‘ainiyyah (dapat dilihat
dengan indera) maupun yang bersifat hukmiyyah (abstrak), karena hal itu dapat menjadi
penghalang sahnya shalat dan ibadah lainnya 1. Kata thaharah adalah sama dengan Nadlafah
yang berarti bersih atau suci. Sedangkan jika di baca thuharah maka ia mempunyai arti
kelebihan dari air yang di pergunakan untuk bersuci. Menurut para fuqoha, tharah
mempunyai banyak pengertian salah satunya yaitu suatu perkara yang menyebabkan
seseorang di perbolehkan mengerjakan shalat.
Ketahuilah bahwasannya sebelum kita berthaharah kita harus mengerti terlebih
dahulu macam-macam hadats supaya tidak ada kekeliruan dalam berthaharah. Ada banyak
sudut pandang dalam pembagian thaharah. Salah satunya kita bisa membagi thaharah secara
umum yaitu ada dua objek dalam berthaharah.2
2. Pembagian Thaharah
a) Thaharah Hukmi
Thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun
hadats besar (kondisi janabah). Adapun metode mensucikannya dari hadats tersebut ada tiga
macam yaitu wudhu, mandi, dan tayamum. Alat yang digunakan untuk bersuci ialah air untuk
wudhu dan mandi; tanah untuk tayamum dalam catatan menjadi gantinya air bila mana tidak
ditemukannya air. Dalam hal ini air yang dipakai haruslah memenuhi persyaratan, suci dan
menyucikan atau disebut air mutlak.
b) Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan
badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah
terbebasnya seseorang dari najis. Adapun metode mensucikannya dari najis tersebut
tergantung tingkat kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja,
maka najis itu di anggap telah lenyap. Bila najis itu berat, maka harus dicuci dengan air
sebanyak 7x dan salah satunya di campuri dengan tanah/debu, Dan bila najis itu pertengahan
disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga warna, bau, dan rasa najisnya
hilang.
3. Macam-macam air dan pembagiannya
Air merupakan salah satu alat untuk bersuci menghilangkan najis dan mengangkat
hadas yang paling direkomendasikan oleh ulama. Terkadang kita meremehkan air, padahal
berbagai macam najis seperti kencing, muntah, darah dapat dianggap hilang ketika dibasuh
dengan air sampai hilang sifat-sifatnya atau karakternya. Demikian juga wudhu atau ghuslu

1
Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, “Fathul Qarib Al-Mujib”. Dar Ibn Hazm dan Al-Jaffan wa Al-Jabi, 2005,
hlm. 3
2
H. Ahmad Sarwat, Lc, Kitab Thaharah, (Rumah Fiqih Publishing: Jakarta Selatan, 2019), hlm. 52
dapat terjadi ketika dilakukan dengan basuhan dan usapan dengan air. Oleh karena itu, air
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam urusan ibadah. Salah satu kunci suksesnya
shalat terletak pada wudhu. Dan kesukesan wudhu ditopang oleh status air yang digunakan.
Ada setidaknya tujuh macam-macam air yang sah digunakan untuk thaharah, yaitu
sebagai berikut:
1. Air langit (air yang turun dari langit/air hujan)
2. Air laut (air asin)
3. Air sungai (air tawar)
4. Air mata air (air yang keluar dari bumi)
5. Air salju/air es
6. Air sumur
7. Air embun
Ketujuh air tersebut di katakan air yang turun dari langit dan keluar dari bumi dari beberapa
sifat asal terciptanya air tersebut.
Kemudian air dibagi menjadi 4 kategori:
1. Air suci mensucikan dan tidak makhruh menggunakannya
Yang termasuk kedalam kategori ini ialah air mutlak. Dikatakan sebagai air mutlak karena
sifatnya terbebas dari berbagai macam campuran apapun sehingga penamaannya tidak
membutuhkan kata tambahan kecuali nama air itu sendiri.
2. Air suci mensucikan tetapi makhruh digunakan
Air ini walaupun suci tetapi menjadi makruh karena dapat menimbulkan mudharat bagi
tubuh manusia. Air ini adalah air musyammas, yaitu air yang tersiangi oleh panasnya sinar
matahari menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi
dan tembaga.
3. Air suci tapi tidak mensucikan
Ada dua macam air suci namun tidak dapat digunakan untuk bersuci, yakni sebagai
berikut:
a) Air musta’mal, yaitu air yang sudah digunakan untuk bersuci atau untuk menghilangkan
najis sekalipun tidak berubah.
b) Air mutaghayar, yaitu air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya disebabkan
tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan
kemutlakan nama air tersebut.
4. Air najis (air yang sudah terkena najis)
Disebut dengan air mutanajis, yaitu air yang terkena najis walaupun tidak berubah sifat-
sifatnya dan kurang dari dua qulah atau lebih dari dua qulah tetapi berubah sifatnya baik
banyak maupun sedikit.
4. Benda-benda yang Najis
Najis secara bahasa berarti sesuatu yang dianggap menjijikan meskipun itu suci.
Adapun menurut istilah najis ialah sesuatu yang dianggap menjijikan yang dapat mencegah
keabsahan sholat.
Disebutkan didalam kitab Kasyifatus Saja karangan Syaikh Muhammad Nawawi bin
Umar Al-Jawi Al-Bantani, bahwa ada dua puluh barang yang termasuk najis, yaitu sebagai
berikut:
1. Air kencing
Termasuk dalam air kencing adalah batu yang keluar dari saluran kencing bila diyakini
bahwa batu itu terbentuk dari air kencing yang mengkristal. Bila batu itu tidak terbentuk
dari air kencing maka statusnya bukan najis tapi mutanajis; barang suci yang terkena najis.
2. Air madzi
Yakni air yang berwarna kekuningan dan kental yang keluar pada saat bergeraknya
syahwat tanpa adanya rasa nikmat, meskipun tanpa syahwat yang kuat atau keluar setelah
melemahnya syahwat. Ini hanya terjadi pada orang yang sudah baligh. Pada seorang
perempuan lebih sering terjadi pada saat dirangsang dan bangkit syahwatnya. Terkadang
juga madzi keluar tanpa dirasakan oleh orang yang bersangkutan.
3. Air wadi
Yakni air putih, keruh dan kental yang keluar setelah guang air kecil atau ketika membawa
barang yang berat. Keluarnya air wadi tidak hanya terjadi pada orang yang sudah baligh
saja.
4. Kotoran (tahi)
Termasuk najis juga kotorannya ikan atau belalang. Namun diperbolehkan menggoreng
atau menelan ikan kecil yang masih hidup dan dimaafkan kotoran yang masih ada di
dalam perutnya.
5. Anjing
Segala macam jenis anjing adalah najis mughalladhah, baik anjing yang dilatih untuk
memburu ataupun anjing yang difungsikan untuk menjaga rumah.
6. Babi
Babi juga termasuk binatang yang najis mughalladhah sebagaimana anjing.
7. Anakan silangan anjing atau babi dengan selainnya.
8. Sperma dari anjing, babi dan anakan silangan anjing dan ababi dengan selainnya.
9. Air luka atau air bisul yang telah berubah rasa, warna atau baunya.
Air ini najis karena merupakan darah yang telah berubah. Bila tidak ada perubahan pada
air ini maka statusnya tetap suci.
10. Nanah yang bercampur dengan darah.
11. Nanah
Nanah najis karena merupakan darah yang telah berubah.
12. Air empedu
Sedangkan kantong atau kulit empedunya berstatus mutanajis yang bisa disucikan dan
boleh dimakan bila berasal dari hewan yang halal dimakan. Termasuk najis juga bisa atau
racunnya ular, kalajengkisng dan hewan melata lainnya.
13. Barang cair yang memabukkan seperti khamr, arak dan lainnya.
Barang-barang yang memabukkan namun tidak berbentuk cair, seperti daun ganja,
meskipun haram mengkonsumsinya namun tidak najis barangnya.
14. Apapun yang keluar dari lambung,seperti muntahan meskipun belum berubah.
Adapun yang keluar dari dada seperti riyak atau turun dari otak seperti ingus tidaklah
najis, keduanya berstatus suci. Demikian juga air ludah.
15. Air susu binatang yang tidak boleh dimakan.
Seperti air susu harimau, kucing, anjing dan lainnya. Sedangkan air susu binatang yang
boleh dimakan berstatus suci.
16. Bangkai selain manusia, ikan dan belalang.
Termasuk dalam kategori ikan di sini adalah segala binatang air yang tidak bisa hidup di
darat meskipun tidak dinamai “ikan”.
17. Darah selain hati dan limpa.
Hati dan limpa meskipun termasuk kategori darah namun statusnya suci tidak najis.
18. Air yang keluar dari mulut binatang ternak pada saat memamahbiak makanan.
Sedangkan air yang keluar dari pinggiran mulutnya pada saat kehausan tidak najis karena
itu berasal dari mulut.
19. Air kulit yang melepuh atau menggelembung yang berbau.
Bila tidak berbau maka tidak najis.
20. Asap dan uap dari barang najis yang dibakar.
Seperti asap dari kayu yang dikencingi dan kotoran kerbau yang dibakar

5. Pembagian Najis
Menurut fiqh, Najis dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1. Najis Mukhaffafah
Najis mukhaffah adalah Najis yang ringan. Salah satu contoh dari najis mukhaffafah
adalah air kencing bayi laki-laki yang usianya kurang dari 2 tahun, bayi tersebut hanya
meminum air susu ibu dan belum mengonsumsi makanan jenis lainnya.
2. Najis Mutawassithah
Najis mutawassithah merupakan Najis yang sedang. Contoh dari Najis mutawassithah ini
adalah sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia atau Binatang (terkecuali air mani).
Selain itu, contoh lainnya dari Najis mutawassithah ini adalah bangkai makhluk hidup
(kecuali bngkai manusia, ikan, dan belalang). Najis mutawassithah dibedakan kembali
menjadi 2 jenis, yaitu:
a) Najis ‘Ainiyah
Merupakan Najis yang masih ada wujudnya, terlihat rupanya, dapat tercium baunya, dan
dapat dirasakan rasanya. Contoh; air kencing yang masih terlihat jekas wujud dan baunya
b) Najis Hukmiyah
Merupakan Najis yang tidak bisa dilihat rupanya, tidak berbau dan tidak ada rasanya.
Contoh; air kencing bayi yang telah mengering sehingga tidak meninggalkan bekas
apapun (baik dari segi rupa yang tidak terlihat dan tidak berbau).
3. Najis Mughalladah
Merupakan Najis yang berat. Jenis Najis ini adalah najis yang paling berat diantara Najis
yang lain dan mensucikannya pun butuh penanganan yang khusus. Contoh Najis
mughalladah; air liur anjing, babi dan darah
4. Najis Ma’fu
Sederhananya, Najis ini adalah Najis yang dimaafkan. Najis Ma’fu dapat ditolerir
sehingga yang terkana Najis ini dapat mengabaikan untuk membasuh atau mencuci. Contoh;
bangkai hewan namun tidak mengeluarkan darah serta nanah sedikit pun.

6. Cara-Cara Bersuci Dari Hadas Dan Najis


1. Bersuci dari hadast
Cara bersuci dari hadast ada 3 macam, yatu; wudhu, mandi, dan tayamum. Alat yang
digunakan untuk bersuci ialah air untuk wudhu dan mandi, sedangkan tanah/debu untuk
tayamum. Dalam hal ini air yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan, yaitu air yang
suci mensucikan atau disebut dengan air mutlak. Demikian pula tanah untuk bertayamum
harus memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu tanah yang digunakan harus bersih, lembut dan
berdebu. Artinya, tidak basah, tidak bercampur tepung, kapur, batu dan kotoran lainnya.
Tayamu ini hanya sebagai pengganti wudhu dan mandi besar, bukan pengganti menghilngkan
Najis.

2. Bersuci dari Najis


a) Cara membersihkan benda yang bernajis mughalladah seperti contoh terkena jilatan
anjing ialah membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya
dicampur dengan tanah berdasarkan hadist Rasulullah
‫ِاَذ ا َو َلَغ اْلَك ْلُب ِفْي ِاَناِء َاَحِد ُك ْم َفْلُيِرْقِه ُثَّم ِلَيْغ ِس ْلُه َس ْبَع َم َّراٍت‬
“Apabila anjing menjilat bejana seseorang kamu maka hendaklah ia menumpahkan
(isi)-nya kemudian membasuhnya tujuh kali”. (HR.Muslim)
Dalam Riwayat yang lain dikatakan:
‫ُطُهْو ُر ِاَناِء َاَحِد ُك ْم ِاَذ ا َو َلَغ ِفْيِه اْلَك ْلُب َاْن َيْغ ِس َلُه َس ْبَع َم َّراٍت ُاْو اَل ُهَّن بالُّتَر اِب‬
“Menyuikan bejana seorang kamu, apabila dijilat anjing, ialah dengan
membasuhnya tujuh kali, yang pertama diantaranya dengan tanah”.

b) Cara membersihkan benda yang terkena Najis mukhaffafah seperti contoh terkena
kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan apapun hanya minum ASI
cukup dipercik dengan air. Ini sesuai dengan hadist A’isyah. bahwa seorang anak
yang masih menyusu dibawa kepada Rasulullah. lalu anak itu kencing di pangkuan
beliau. Nabi meminta air kemudian beliau menyiramkannya, tetapi tidak sampai
membasuhnya.
c) Cara membersihkan Najis lainya, dibedakan berdasarkan keadaannya, Najis ‘ainiyah
(yang ada zat dan sifat-sifatnya) atau hukmiyah (yang zat dan sifatnya tidak ada lagi,
seperti kencing yang sudah kering)
Najis hukmiyah dapat dibersihkan dengan sekali mengalirkan air padanya. Sedangkan
najis ‘Ainiyah harus dibasuh dengan air, sehingga hilang rasa, bau, serta warnanya. Basuhan
yang wajib hanya sekali, asalkan dapat menghilangkan ketiga sifat tersebut. Namun, warna
atau bau Najis yang sulit dihilangkan dapat diabaikan dan basuhan dianggap bersih,
walaupun salah satu dari warna atau bau Najis masih tersisa. Aka tetapi, jika kdua-duanya
( warna dan bau) masih ada basuhan belum dapt dihukumkan bersih, sebab itu menunjukan
bahwa zat Najis itu belum hilang.
Dalam hal ini, walaupun basuhan yang wajib hanya sekali, lebih baik membasuhnya 3x
berdasrkan anjuran nabi Muhammad.

Anda mungkin juga menyukai