Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

FIQIH

“THAHARAH, NAJIS DAN HADAS”

Dosen Pengampu :

Dr. Ahmad, L.c, M.Thi

Oleh :

KELOMPOK I

YUSLIANTI / 16010110033

NOVRINI YANTI / 1601010027

KARMILA / 16010110038
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI

2019
A. Ketentuan Tentang Taharah

Pada dasarnya, thaharah (bersuci) tidak terlepas dari air yang digunakan
untuk bersuci dan kotoran ( dalam hal ini najis) yang ingin dibersihkan,
pengertian thajarah terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian secara etimologi
(pengertian secara Bahasa) dan pengertian secara terminology (pengertian
secara istilah ).

Artinya : “ thaharah menurut Bahasa berarti bersih dan suci dari berbagai
hadas. Adapun menurut istilah adalah menghilangkan hadas atau najis.”

Syaikh Ibnu Utsman menyebutkan bahwa thaharah secara istilah


mempunyai dua makna : “ defenisi asal yang bersifat maknawi, yaitu sucinya
hati dari kesyirikan kepada Allah dan dari kebencian kepada kaum mukminin.
Defenisi cabang yang bersifat zhahir dan ini yang dimaksudkan dalam bab fiqih,
yaitu semua perbuatan yang membolehkan orang yang berhadats untuk
melakukan shalat, berupa pembersihan najis dan penghilangan hadats. (Asy-
Syarh Al-Mumti’ :1/19)1

1. Pembagian jenis Thaharah


a. Thaharah Hakiki

Maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan


badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa
thaharah secara hakiki adlah terbebasnya seseorang dari najis.

Seorang yang sholat dengan memakai pakaian yang ada noda


darah atau air kencing, tidak sah sholatnya. Karena dia tidak tebebas
dari ketidaksucian secara hakiki.

1Tasman,R. 2010 . Studi tentang tingkat pemahaman pengamalan thaharah bagi siswa kelas XI MAN

lampa Polman. H 9
Thaharah secara hakiki dilakukan dengan cara menghilangkan
najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk
melakukan ibadah. Caranya bermacam-macam tergantung jenis
kenajisannya. Bla najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air
saja, maka najis itu dianggap telah lenyap, bila najis itu berat, harus
dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najs
pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air
biasa.hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya

b. Thaharah Hukmi

Maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil


maupun hadats besar (kondisi janabah). Bahkan boleh jadi secara
fisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran
yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara
hokum. Bersih secara hokum yaitu bersih secara ritual.

Seorang yang tidur batal wudhu’-nya, boleh jadi secara fisik


tidak ada kotoran yang menimpahnya. Namun dia wajb berthaharah
ulang dengan cara berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah ritual
tertentu seperti sholat, thawaf dan lainnya.

Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah
bersuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan
yang baru, dia tetap belum dikaktakan suci dari hadits besar hingga
selesai dari mandi janabah.

Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual,


dimana secara fisik memang tidak ada kotoran yang menempel,
namum seolah=olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual
ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’ atau
mandi janabah.2

2Ibit. H 12-13
2. Kedudukan taharah dalam islam
Islam sangat memperhatikan dan mementingkan kebersihan, kebersihan
yang dimaksudkan adalah yang bersifat lahiriyah untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam uraian berikut :
a. Kebersihan lahiriyah
Dalam pengamalan kebersihan mempunyai segi-segi ibadah
(ta’abbudi) dan segi rasional ( ta’aqquli ) , seperti wudhu, mandi,
membersihkan pakaian dan tempat.
Perhatian islam terhadap kebersihan dapat dilihat dari
perintah bersuci sebelum melakukan ibadah shalat dan beberapa
iabadah lain.

Sebagaimana firman Allah dal Q.S Al-MAidah (5) : 6 sebagai


berikut :

Artinya : “hai, orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak


mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalmu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki”

Perintah Allah pada Ayat diatas, menunjukkan bahwa melakukan


komunikasi dengan yang maha Suci dalam bentuk Shalat, seorang muslim
mustilah mensucikan dirinya terlebih dahulu, begitu pentingnya mensucikan
diri dalam ajaran islam sehingga thaharah bukan saja merupakan system
bersuci sebelum melakukan ibadah, bahkan ada pula unsur pokok ibadahnya.
Dengan adanya system bersuci dalam islam itu menunjukkan bahwa islam
sangat menghendaki umatnya kondisi sehat dan sejahtera.3

3. Macam-macam Thaharah
Para ulama telah mengklasifikasikan thaharah menjadi dua macam :

3Ibit. H 14-15
a. Thaharah haqiqiyah, ayitu bersuci dari najis, yang meliputi badan,
pakaian dan tempat.
b. Thaharah hukumiyah, yaitu besuci dari hadas.
Thaharah jenis ini hanya berkenaan dengan badan , yang terbagi menjadi
3 bagian :
1) Thaharah qubra yaitu mandi
2) Thaharah shugrah yaitu berupa wudhu
3) Pengganti keduanya dalam kondisi yang tidak memungkinkan
untuk melakukan keduanya ( mandi dan wudhu ), yaitu
tayammum.4
B. Alat-Alat Bersuci
Alat-alat yang dipergunakan dalam bersuci terdiri dari dua macam
yairu air seperti batu. Ditinjau dari segi hokumnya, terbagi menjadi 5
macam :
a. Air mutlak atau Tahir Mutahir ( suci mensucikan ) yaitu air yang masih
asli belum tercampur dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena najis.
Air mutlak ini hukumnya suci dan dapat menyucikan. Air yang termasuk
air mutlak ini terdiri dari tujuh yaitu air hujan, air laut air sungai, air
sumur, air salju ( es ), air embun dan air dari mata air.
b. Air makruh ( air Musyammas ) yaitu air yang dipanaskan dbawah teri
matahari dalam loagam yang dibuat adari besi, baja, tembaga,
aluminium yang masing-masing benda logam itu berkarat. Air
musyammah ini hukumnya makruh, karena dikhawatirkan
menimbulkan penyakit. Adapun air yang berada dalam logam dan di
panaskan dibawah terik matahari tidak termasuk air musyammas.
Demikian juga air yang tidak ditempatkan tidak pada logam dan terkena
panas matahari atau air yang dipanaskan bukan pada terik matahari
misalnya direbus juga tidak termasuk air musyammas.

4
Surajuddin. 2011. Pentingnya pengetahuan thaharah dan pengamalannya bagi masyarakat tai
dusun ma’lengu kecamatan bontolempangan kabupaten gowa. H 16-17
c. Ait Tahir Gairuh Mutahir ( suci tidak menyucikan ) air ini suci tapi tidak
dapat menyucikan. Ada dua air yang termasuk macam jenis air ini : -
Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu tidak
berubah salah satu sifatnya ( warna, bau, atau rasa ). Contohnya iar kopi,
air the dan sebagainya. Air buah-buahan atau air yang ada didalam
pohon. Misalnya pohon bamboo, pohon pisang dan sebagainya.
d. Air Musta’mal yaitu air suci sedikit yang kuranag dari dua kulla dan
sudah dipergunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya,
atau air suci yang cukup dua kulla yang sudah dipergunakan untuk
besuci dan telah berubah sifatnya.
e. Air Mutanajjis ( air bernajis ) yaitu air yang tadinya suci dua kulla tapi
kena najis dan telah berubah salah satu sifatnya (bau, rasa, dan
warnanya). Air seperti ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak
sah dipergunakan untuk ibadah seperti wudhu, tayammum, mandi atau
menyucikan benda yang terkena najis. Tapi apabila air dua kulla atau
lebih terkena najis, namun tidak mengubah salah satu sifatnya, maka
hukumnya suci dan menyucikan.5
C. Macam-macam Najis dan Cara menyucikannya
1. Macam-Macam Najis

Macam-macam najis banyak dibicarakan dalam islam, mulai dari


pembagian najis dan bagaimana tata cara menghilangkannya. Najis menurut
Bahasa artinya sesuatu yang dianggap kotor. Sedang menurut syara’ adalah
sesuatu yang dianggap kotor menghalangi kesahihan sholat. Dengan
demikian, najis adalah sesuaitu yang kotor yang harus dihindarkan atau
disucikan ketika hendak mengerjakan ibadah terhadap pakaian, badan dan
tempat agar ibadah tersebut menjadi sah dan diterima oleh Allah Swt.

5Anang Khoironi. 2016. Alat-alat untuk bersuci dan macam-macam air. H 1-2
Najis dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yakni :
a. Najis Mukaffafah ; ialah najis yang ringan, seperti air kencing
baby laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum
makan apa-apa selain air susu ibunya.
b. Najis Mughalladzah yaitu najis yang berat ; yakni najis anjing
dan babi serta keturunan dari keduanya.
c. Najis Mutawassitah yaitu najis sedang ; yaitu kotoran seperti
kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah,
bangkai, ( selain bangkai ikan, belalang, manyat manusia) dan
najis-najis yang lain selain yang tersebut dalam najis ringan dan
berat.
d. Berdasarkan perkembangan saat ini, bahwa air kencing air
kencing baby perempuan mengeluarkan partikel-partikel yang
lebih banyak. ASI EKSKLUSIF dari ibu selama 6 bulan.
Najis mutawassitah dapat dibagi menjadi dua bagian :
a. Najis ‘ainiyah : najis yang bendanya berwujud
b. Najis ‘ainiyah : najis yang tidak berwujud

e. Najis yang dapat dimaafkan yaitu antara lain :


a. Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti
nyamuk, kutu busuk dan sebagainya
b. Najis yang sedkit sekali
c. Nanah atu darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum
sembuh
d. Debu yang tercampur dengan najis dan lain-lainnya yang
sukar dihindarkan.6
2. Cara Menggilangkan dan Membersihan Najis
Thaharah memiliki empat sarana untuk bersuci, yaitu air, debu,
sesuatu (kulit binatang) yang bisa dimasak dan bebatuan untuk

6Uswatun hasanah. 2011. Perilaku bersuci masyarakat islam ; etika membersihkan najis ( studi di

Masyarakat Pulo Gebang Jakarta Timur). H 18-19


beristinja. Sedangkan tujuan thaharah adalah untuk berwudhu, mandi,
tayammum, dan menghilangkan najis. Air dapat dipergunakan untuk
berwudhu atau mandi. Debu dapat digunakan untuk bertayammum,
sebagai ganti air dalam berwudhu atau mandi. Bangkai kulit binatang
bisa dimasak (dibersihkan menjadi suci) kecuali kulit babi atau anjing
serta hewan keturunan dari keduanya. Bebatuan digunakan untuk
bersuci setelah buang air kecil dan air besar.
Cara menyucikan najis, berbeda-beda, tergantung jenis najis-
najisnya. Cara yang lebih banyak dilakukan adalah mencuci atau
membasuhnya dengan air, meskipun telah bersuci menggunakan tiga
btu setelah istinja misalnya. Bahkan, bila diikuti dengan air setelah
menggunakan tiga batu tersebut, maka menjadi lebih baik (afdal). Bila
ingin meringkas dengan salah satu dari air atau batu, maka bersuci
dengan menggunakan air lebih utama. Karena air lebih bisa
menghilangkan benda dan bekasnya.
Cara melakukan thaharah ( membersihkan najis ) tergantung pada
jenis-jenis yang mengenai suatu benda, antara lain sebagai berikut :
1. Najis mughalazah yaitu najs berat, yakni najis yang timbul dari
anjing dan babi atau keturunan keduanya. Cara mensucikannya,
lebih dahulu dihilangkan wujud najisnya, kemudian dibasuh
dengan air bersih sebanyak 7 kali, dan salah satunya dicampur
dengan tanah yang suci. Sabda nabi saw. :

Yang artinya : “ telah menceritakan kepada kami Zuhair bin


harb, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari
Hisyam bin Hassan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah
berkata : bersabda Rasulullah : “ suci bejana salah seorang
diantara kamu bila dijilat anjing, hendaklah mencucinya tujuh
kali, permulaannya hendaklah dicampur dengan tanah atau
debu.” (Riwayat Muslim)
Hadits tersebut menurut Muhammad bn Isma’il al-Shan’any
menunjukkan tiga hokum yaitu: mulut anjing najis, wajib tujuh
kali basuhan dan wajib menggunakan debu.

2. Najis mutawassitah ( pertengahan ), yaitu najis yang lain dari


pada kedua macam najis tersebut diatas. Najis pertengahan ini
ada terbagi atas dua bagian :
a. Najis hukmiah : najis yang tidak terlihat (tidak Nampak).
Cara mencuci najs ini cukup dengan mengalirkan air di atas
benda yang terkena najis tersebut. Apabila rupa najis ini
tidak mau hilang setelah digosok-gosok, maka dimaafkan.
b. Najis ‘ainiyah : najis yang terlihat ( masih ada zat, warna,
dan baunya), maka cara mencuci najis ini hendaklah dengan
dihilangkan zat, rasa, warna, dan baunya. Adanya bau dan
warna pada benda menunjukkan adanya najis di benda
tersebut, kecuali bila setelah dihilangkan dengan cara
digosok dan dikucek, maka dimaafkan.
3. Najis mukhaffah ( ringan ), misalnya kencing baby laki-laki
yang belum memakan makanan selain ASI. Cara untuk
menghilangkan najis pada kencing baby yaitu cukup
memercikan air pada pakaian yang terkena kencing baby alaki-
laki ia belum mengkomsumsi makanan ( najis mkhaffah), jika
baby laki-laki itu telah ,mengkomsumsi makanan, maka pakaian
yang terkena air kencing itu harus dicuci ( najis mutawassitah).
Sedangkan jika baby itu perempuan maka pakaian yangterkena
air kencingnya harus dicuci baik ia sudah mengkonsusmsi
makan atau belum ( najis mutawassitah).

Dengan demikian cara menghilangkan dan membersihkan najis


adalah bisa dengan mencuci, membasuh , menyiram, menyiprati,
dan mengusap dengan air. Cara-cara tersebut berdasarkan ketetapan
syarah’ yang dirinci dalam beberapa hadits shahih. Cara mencuci
dan menyiram dapat dilakukan bagi semua jenis dan macam najis
bagi semua tempat, sedangkan mengusap dengan menggunakan
dengan beberapa batu diperbolehkan pada najis yang melekat pada
kubul dan dubur (istinja).7

7Ibit. H 19-20
D. Istinja’ dan adab buang air
Apa yang dimaksud dengan istinja’? Istinja’ adalah menghilangkan
sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul dengan menggunakan air yang
suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang
menempati kedudukan air dan batu.
1. Intinja’ dengan air
Air adalah seutama-utama alat bersuci, karena ia lebih dapat
mensucikan tempat keluarnya kotoran yang keluar dari dubur dan qubul,
dibandingkan dengan selainnya. Berkaitan dengan orang-orang yang
bersuci dengan menggunakan air, Alloh Ta’ala menurunkan firman-
Nya:

“Janganlah kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya


masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah
lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang
ingin membersihkan diri. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang
bersih.” (QS. at Taubah :108)

Berkata Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu: “Mereka istinja’ dengan


menggunakan air, maka turunlah ayat ini di tengah-tengah mereka.” (Hadits shohih
riwayat Abu Dawud)

Apa yang diatas dua kulla itu suci, ada perhitungan dari liter, ada 174 l ada
70 l ada 270 liter (kontemporer). 1200 liter di tandom. Harus ada ukuran untuk
mengukur besarnya air dalam dua kulla. Dibawah dua qulla kena najis (tidak
merubah warna, bau, dan rasa) termasuk najis mutanajjis.

2. Istinja’ dengan menggunakan batu

Istinja’ dengan menggunakan batu, kayu, kain dan segala benda yang
menempati kedudukannya-yang dapat membersihkan najis yang keluar dari
dibur dan qubuldiperbolehkan menurut kebanyakan ulama. Salman al-Farisi
radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan
tulang.” (HR. Muslim)

Pengkhususan larangan pada benda-benda tersebut menunjukkan


bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam membolehkan istinja’
dengan menggunakan batu dan benda-benda lain yang dapat membersihkan
najis yang keluar dari dubur dan qubul. Kapan seseorang dikatakan suci
ketika menggunakan batu dan selainnya? Seseorang dikatakan suci apabila
telah hilang najis dan basahnya tempat disebabkan najis, dan batu terakhir
atau yang selainnya keluar dalam keadaan suci, tidak ada bekas najis
bersamanya.

Beristinja’ dengan menggunakan batu dan selainnya tidaklah


mencukupi kecuali dengan menggunakan tiga batu. Salman al Farizi
radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan kanan atau kurang
dari tiga batu.” (HR. Muslim)
3. Istinja’ dengan tulang dan benda dimuliakan

Seseorang tidaklah diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tulang,


sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Salman radhiallahu ‘anhu
di atas. Mengapa dilarang istinja’ dengan tulang? Ulama mengatakan illah
(sebab) dilarangnya istinja’ dengan menggunakan tulan ialah:

a. Apabila tulang untuk istinja’ berasal dari tulang yang najis,


tidaklah ia akan membersihkan tempat keluarnya najis tersebut,
justru semakin menambah najisnya tempat tersebut.
b. Apabila bersal dari tulang yang suci lagi halal, maka ia
merupakan makanan bagi binatang jin, dan harus kita muliakan
dan kita hormati. Dalam hadits riwayat Muslim dari jalur Ibnu
Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: “Janganlah kalian istinja’ dengan
menggunakan kotoran binatang dan tulang, sebab ia merupakan
bekal saudara kalian dari kalangan jin.”

Berdasarkan illah (sebab) yang disebutkan di atas, maka dikiaskan


kepadanya makanan manusia dan binatang, karena bekal manusia dan
kendaraannya harus lebih dihormati. Dan sedemikian juga segala benda
yang dituliskan di dalamnya ilmu agama Islam, karena ia lebih mulia dari
sekedar bekal fisik manusia, terlebih lagi bila didalamnya tertulis al-Qur’an,
sunnah dan nama-nama Alloh.

4. Istinja’ dengan tangan kanan


Tidaklah diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tangan kanan,
karena tangan kanan dipergunakan untuk sesuatu yang mulia,
berdasarkan kepada kaidah-kaidah umum syari’at Islamiyyah dalam
menggunakan tangan dan kaki. Dan dalam masalah istinja’ ini, ada
larang secara khusus dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang
disampaikan oleh sahabat Salman al Farisi radhiallahu ‘anhu, yakni:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’
dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari tiga batu.” (HR.
Muslim)
5. Disunnahkan buang hajat di tempat yang jauh dari manusia
Hal ini dimaksudkan agar uaratnya tidak dilihat oleh orang lain
(ketika buang hajat). Ini merupakan suatu adab dan sopan santun yang
mulia, di dalamnya terdapat penjagaan kehormatan seseorang,
sebagaimana telah dimaklumi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
sebagai suri tauladan utama kita, telah mencontohkan hal ini,
sebagaimana yang telah dikabarkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah
radhiallahu ‘anhuma:” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pergi
sehingga tidak terlihat oleh kami, lalu menunaikan hajatnya.” (HR.
Bukhari, Muslim)
Namun apabila seseorang buang hajat di tempat tertutup, sehingga
tidak ada seorang pun yang bisa melihatnya, maka hal itu telah
mencukupinya, karena telah didapatkan maksud dari menjauhkan diri
dari manusia, yaitu agar auratnya tidak dilihat oleh orang lain (ketika
buang hajat).
6. Memilih tempat empuk untuk buang air kecil
Bilamana seseorang melakukan buang air kecil di tanah lapang atau
padang pasir, maka hendaknya ia memilih tempat yang empuk, agar air
kencingnya tidak terpercik kembali ke anggota tubuhnya sehingga
ternajisi oleh kencing tersebut.
Kalau seseorang mengatakan: Bukankah asalnya tidak ada percikan
air kencing ke tubuh, mengapa kita harus menjaga diri seperti ini?
Jawab: Karena hal ini tentu saja lebih menyelamatkan diri orang
yang buang air kecil. Lagi pula, kencing di tempat yang cadas, terkadang
akan membuka pintu was-was. Maksudnya, dia akan terhinggapi rasa
takut terkena percikan air kencing, lalu semakin bertambah perasaan
tersbeut dan kemudian berubah menjadi was-was, yang tidaklah
mengetahui akibat dan kesudahannya kecuali Alloh. Semoga Alloh
menyelamatkan kita dari was-was.
7. Kapan membaca do’a masuk tempat buang air
Ketika seseorang hendak masuk ke WC atau tempat yang
dipersiapkan untuk buang air besar atau bunag air kecil, disunnahkan
untuk membaca do’a masuk tempat buang air. Jika seseorang bertanya:
Bagaimana jika buang airnya di tempat terbuka atau tanah lapang?
Jawab: Ulama mengatakan, jika seseorang buang air di tanah lapang
atau tempat terbuka, maka ia membaca do’anya ketika pada langkah
terakhir sebelum dia buang air atau ketika dia hendak duduk untuk
buang air.
Do’anya adalah

“Dengan menyebut nama Alloh, saya berlindung dari setan laki-laki


dan setan perempuan.”

Lafazh “bismillah” terambil dari hadits yang diriwayatkan oleh


Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya dengan derajat shohih. Adapun lafazh:
terambil dari hadits riwayat Bukhari-Muslim. Barangsiapa
membaca “bismillah” maka ia terlindungi dari pandangan jin, sebagaimana
yang disebutkan hadits shohih riwayat Tirmidzi (lihat at-Tirmidzi:602)
Hikmah disyari’atkannya membaca kalimat perlindungan :

Ulama mengatakan:”Tempat buang air adalah tempat yang jelek dan


tempat yang jelek adalah tempat syaitan, karena itulah sangat tepat bilamana
masuk tempat tersebut disyari’atkan untuk meminta perlindungan terhadap
Alloh Ta’ala dari kejelekan syaitan laki-laki dan perempuan, agar tidak
terkena gangguan kejelekannya.”
8. Hikmah do’a ketika keluar tempat buang air
Ketika seseorang keluar dari tempat buang air, disyari’atkan untuk
mengucapkan do’a:
“Ya Alloh, aku memohon ampunan-Mu.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, dll) Apa hikmah disyari’atkannya mengucapkan
istighfar ketika keluar dari tempat buang air? Jawab: Ulama mengatakan,
di antara hikmah yang paling nampak ialah ketika seseorang diringankan
dari kotoran dan gangguan fisik, ia teringat gangguan dosa, lantas ia
memohon agar Alloh Ta’ala meringankan dirinya dari gangguan dan dosa
yang dilakukannnya.
9. Bila buang air menghadap matahari dan bulan
Sebagian ulama ahli fiqih berpendapat bahwa buang air dengan
menghadap ke matahari dan bulan-dalam rangka memuliakan keduanya-
tidaklah diperkenankan. Namun bila kita teliti lebih lanjut dan detail,
tidaklah ada dalil yang menunjukkan atas larangan ini. Berkata Ibnu
Qayyim rahimahullah:”Tidaklah dinukil satu kalimat pun yang berkaitan
dengan hal ini, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, baik dalam hadits
dengan sanad shohih maupun dho’if, baik mursal (seorang tabi’in
meriwayatkan hadits secara langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam) ataupun muttashil (bersambung sanadnya) dari awal sanad
hingga sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam masalah
ini, tidaklah ada asalnya dalam syari’at.” (Hasyiah Roudh Murbi’ 1/134)
Adapun i’tiqod (keyakinan) orang awam bahwa bulan adalah wajah
wanita, tidak ada dalil yang menunjukkan kepada hal ini. Wallohu A’lam.8
E. Macam-Macam Hadas serta Cara Menyucikannya
Hadas ada dua macam, yaitu:
a. Hadas kecil, yaitu hadas yang dapat disucikan dengan melakukan
wudlu atau tayammum, seperti bersentuhan kulit antara laki-laki
dengan perempuan yang bukan muhrim (kerabat dekat), mengeluarkan

8Abu Zahroh al-Anwar. 2007. inilah adab-adab istinja’ dan buang air. H 1-4
sesuatu dari lubang qubul (“pintu depan”) maupun lubang dubur (“pintu
belakang”)
b. Hadas besar, yaitu hadas yang bisa disucikan dengan mandi wajib atau
tayammum, seperti haidl, nifas, atau melahirkan bagi perempuan, serta
junub atau janabat bagi laki-laki maupun perempuan.9 Ada orang yang
meninggal
F. Wudhu, Mandi dan Tayammum
a. Wudhu
WUDHU' secara bahasa, bila dibaca dhammah artinya melakukan
wudhu'. Dibaca fathah (WADHU'): air wudhu. Secara syari'at ialah
menggunakan air yang suci (memenuhi syarat) untuk membersihkan
anggota-anggota tubuh tertentu yang sudah diterangkan berdasarkan Al-
Qur'an dan Al-Hadist.
1. DASAR-DASAR PERINTAH WUDHU'
 Al-Maidah (5): 6. Hai orang-orang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan sholat maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata-kaki,...
 Al-Hadist: HSR (Hadist Sahih Riwayat) Bukhary-Fathul
Baary, I:206; Muslim, no. 225) Dari Abu Hurairah,
Rasulullooh saw bersabda: Allah tidak menerima shalat
salah seorang diantara kamu apabila ia berhadats, sehingga
ia berwudhu'.
 Al-Hadist: HSR-Muslim, I:160). Dari Ibnu Umar:
Sesungguhnya aku mendengar Rasulullooh saw bersabda:
Allah tidak akan menerima sholat (orang) yang tidak bersuci
dan tidak menerima shodaqah dari hasil penipuan (khianat).
2. URUTAN WUDHU’
 NIAT

9
Dr. Marzuki, M.Ag. fiqih. H 76
Niat artinya sengaja dengan penuh kesungguhan hati untuk
mengerjakan wudhu' semata-mata karena menaati perintah
Allah SWT dan Rasulullooh Muhammad saw. Ibnu Taimiyah
berkata tempat NIAT adalah dihati bukan di lisan (ucapan)
dalam semua masalah ibadah. Dan seandainya ada yang
mengatakan bahwa lisannya berbeda dengan hatinya, maka yang
diutamakan adalah apa yang diniatkan dalam hatinya dan
bukanlah yang diucapkan. Dan seandainya seorang berkata
dengan ucapannya yang niatnya tidak sampai kehati maka
tidaklah mencukupi untuk ibadah, karena niat adalah
kesengajaan dan kesungguhan dalam hati. (Majmuu'atir-Rasaa-
ilil-Kubro:I:243). Rasulullooh menerangkan: Dari Umar bin
Khotab, ia berkata, Telah bersabda Rasulullooh
saw:"Sesungguhnya segala perbuatan tergantung kepada niat,
dan manusia akan mendapatkan balasan menurut apa yang
diniatkannya. (lanjutan hadiest tsb."Barangsiapa yang hijrahnya
karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah
dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena
keduniaan yang hendak diperolehnya atau disebabkan karena
wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnya itu adalah
karena tujuan-tujuan yang ingin dicapainya itu). HSR (Hadiest
Sahih Riwayat Bukhory, Fathul Baary I:9; Muslim, 6:48).

 TASMIYAH (membaca Basmallah).


Dari Abu Hurairoh ra., ia berkata: Telah bersabda
Rasulullooh saw: "Tidak sempurna wudhu' bagi yang tidak
menyebut nama Allah padanya (HR. Ibnu Majah 339;
Tirmidzi 26; Abu Dawud 101). Kata Syaikh Al-Albany:
Hadist ini SAHIH. Lihat Shahih Jami'us Shoghiir, no. 7444.
Katanya, hokum TASMIYAH adalah wajib. Juga pendapat
ini dipilih oleh Imam Ahmad dan Syaukany, Insya Allah ini
yang benar. Walloohu a'lamu (Lihat Tamaamul minnah fii
tahriiji fiqhis Sunnah, p. 89 dan As-Sailul Jiraar, I:76- 77).
Hadist ini juga ditulis dalam Ahmad, 2:418; Hakim 1:146;
Baihaqi 1:43 dan Daraquthny p.29. Dari Anas ra. ia berkata:
sebagian para sahabat Nabi saw mencari air untuk
berwudhu', lalu Rasulullooh bersabda: "Apakah ada di antara
kalian orang yang mempunyai air (membawa air)?
Kemudian beliau meletakkan tangannya ke dalam air tsb.
seraya berkata: BERWUDHU' LAH kalian dengan
membaca BISMILLAH (Wa yaquulu tawadh-dho-uu
BISMILLAAHI) (lanjutan hadistnya.. lalu aku melihat air
keluar dari jari-jari tangannya, hingga mereka berwudhu'
(semuanya) sampai orang terakhir berwudhu'. Kata Tsabit:
Aku bertanya kepada Anas: Berapa engkau lihat jumlah
mereka? Kata Anas: kira-kira jumlahnya ada tujuh puluh
orang. (HSR. Bukhory I:236; Muslim 8: 411 dan Nasa'i
No.78)
 Mencuci kedua Telapak Tangan.
Dari Humran bin Abaan, bahwasanya "Usman minta
dibawakan air untuk wudhu', lalu ia mencuci kedua telapak
tangannya tiga kali, kemudian ia berkata: "Aku melihat
Rasulullooh saw. berwudhu seperti wudhu' saya ini (lihat
HSR. Bukhary dalam Fathul Baary I:259 no.159;160; 164;
1934 dan 6433 dan Muslim 1:141) Dari Abu Hurairah, ia
berkata: telah bersabda Rasulullooh saw. Bila salah seorang
diantaramu bangun tidur, janganlah ia memasukkan
tangannya kedalam bejana, sebelum ia mencucinya tiga kali,
karena ia tidak tahu dimana tangannya itu bermalam (HSR.
Bukhary, Fathul Baary, 1:229). Hadist yang bunyinya mirip
tetapi dari jalur lain yaitu Abdullah bin Zaid (lihat HSR
Bukhary, Fathul Baary 1:255 dan Muslim 3:121). JUga dari
Aus bin Abi Aus, dari kakeknya (HSR Ahmad 4:9 dan Nasa'i
1:55).
 Berkumur-kumur (Madhmadhoh) dan menghirup air
kehidung (Istinsyaaq) Dari Abdullah bin Zaid al-Anshori,
ketika diminta mencontohkan cara wudhu' Rasulullooh saw
hingga ia berkata: "Lalu ia (Rosulullooh saw.) berkumur-
kumur dan menghirup air kehidung dari satu telapak tangan,
ia lakukan yang demikian tiga kali (HSR. Bukhary dan
Muslim /lihat dari hadist-hadist di nomor 3). Dari Amr bin
Yahya, ia berkata: Lalu ia berkumur-kumur dan menghirup
air kehidung dan menyemburkan dari tiga cidukan (HSR
Muslim 1:123 dan 3:122). Dari Abu Hurairah, bahwasanya
Nabi saw. bersabda: Apabila salah seorang dari kamu
berwudhu,maka hiruplah air kehidung kemudian
semburkanlah (HR Bukhary, Fathul Baary 1:229; Muslim
1:146 dan Abu Dawud no.140). Dari Laqith bin Shobroh, ia
berkata: Ya Rasulullooh! Beritahukanlah kepadaku tentang
wudhu'! Beliau bersabda: "sempurnakanlah wudhu',
menggosok sela-sela jemari dan bersungguh-sungguhlah
dalam menghirup air kehidung, kecuali kalau kamu
berpuasa". (HR. Abu Dawud no.142; Tirmidzi 38; Nasa'i 114
dan Ibnu Majah no.407). Hadist ini disahihkan oleh Ibnu
Hibban dan Hakim dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi
dan disahihkan juga oleh Nawawy (Lihat Ta'liq atas Syarah
Sunnah lil Imam Al-Baghowy, 1:417). Dari Abdu Khoir, ia
berkata: Kami pernah duduk memperhatikan Ali ra. yang
sedang berwudhu', lalu ia memasukkan tangan kanannya
yang penuh dengan air dimulutnya berkumur-kumur
sekaligus menghirup air kedalam hidungnya, serta
menghembuskannya dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan
sebanyak tiga kali, kemudian ia berkata, barangsiapa yang
senang melihat cara bersucinya rasulullooh saw. maka inilah
caranya (HR Ad-Daarimy 1:178). Kata Al-Albany sanadnya
shahih (lihat Misykaatul Mashaabih 1:129 no.411).
 Membasuh muka. Batas Muka meliputi, mulai dari tempat
tumbuhnya rambut dikepala sampai kejenggot dan dagu, dan
dari samping mulai dari tepi telinga sampai tepi telinga
berikutnya. Firman Allah S. Sl-Maidah (5):6: Dan basuhlah
muka-mukamu. Bukhory dan Muslim meriwayatkan dari
Humran bin Abaan, bahwa Utsman minta air wudhu, lalu ia
menyebut sifat wudhu Nabi s.a.w., ia berkata: "kemudian
membasuh mukanya tiga kali" (Bukhory I:48; Fathul Baary
I:259, no.159 dan Muslim I:141)
 Mencuci Jenggot (Takhliilul Lihyah) Berdasarkan hadits
Utsman ra.: Bahwasanya Nabi saw. mencuci jenggotnya.
(HR. Tirmidzi no.31, ia berkata hadist ini HASANSAHIH;
Ibnu Majah no.430; Ibnul Jarud, hal,43; Hakim I:149 dan ia
berkata: SANADNYA SAHIH). Hadist ini disahihkan pula
oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban (LIhat Ta'liq syarah
Sunan Imam al-Baghowy I:421). Dari Anas ra. bahwa Nabi
saw. bila berwudhu' mengambil seciduk air (ditelapak
tangannya), kemudian imasukkannya kebawah dagunya, lalu
ia menyela-nyela jenggotnya seraya bersabda: "Beginilah
Robb-ku 'Azza wa Jalla menyusuh aku" (HSR. Abu Dawud,
no.145; Baihaqy I:154 dan Hakim I:149). Syaikh AlAlbany
berkata Hadist ini sahih (Shahih Jaami'us Shoghiir, No.
4572). Sebagian ulama berpendapat bahwa mencuci jenggot
ini wajib, tetapi sebagian mengatakan wajib untuk mandi
janabat dan sunnah untuk wudhu, Imam Ahmad termasuk
yang menyetujui pendapat terakhir('Aunul Ma'bud I:247).
 Membasuh kedua tangan sampai kesiku. Allah berfirman
S.Al-Maidah (5):6: Dan basuhlah tangantanganmu sampai
siku. Dari Humron bin Abaan bahwa Utsman minta air
wudhu', lalu ia menyebut sifat (tatacara) wudhu' Nabi saw.,
kemudian Humron berkata: Kemudian ia membasuh
tangannya yang kanan sampai siku, dilakukan tiga kali dan
yang kiri demikian pula. (Lihat hadist yang sama dalam
membasuh muka, SAHIH). Dari Nu'aim bin Abdullah Al
Mujmir, ia berkata: Aku pernah melihat Abu Hurairah
berwudhu', lalu ia menyempurnakan wudhu'nya, kemudian
ia membasuh tangan kanannya hingga mengenai bagian
lengan atasnya, kemudian membasuh tangan kirinya hingga
mengenai bagian lengan atasnya dan diakhir Hadist ia
berkata: demikianlah aku melihat Rasulullooh saw.
berwudhu' (HSR. Muslim, I:246 atau Shohih Muslim, I:149).
Dari Jabir r.a. bahwa Nabi saw. bila berwudhu' mengalirkan
air atas kedua sikunya (HR. Daruquthni, I:15; Baihaqy, I:56).
Ibnu Hajar mengatakan Hadist ini Hasan, dan Syaikh Al-
Albany berkata SAHIH (Shohih Jaami'us Shoghiir,
no.4574).
 Mengusap Kepala, Telinga dan Sorban. Allah berfirman:
S.Al-Maidah (5):6 Dan usaplah kepala-kepalamu. Yang
dimaksud disini adalah mengusap seluruh kepala, dan
bukanlah sebagian kepala (Lihat Al-Mughni, I:112 & I:176
dan Nailul Authar, I:84 & I:193). Dari Abdullah bin Zaid,
bahwa Rasulullooh saw. mengusap kepalanya dengan dua
tangannya, lalu ia menjalankan kedua tangannya kebelakang
kepala dan mengembalikan-nya, yaitu beliau mulai dari
bagian depan kepalanya, kemudian menjalankan kedua
tangannya ketengkuknya, lalu mengembalikan kedua
tangannya tadi ke tempat dimana ia memulai (HSR. Bukhory
I:54- 55; Muslim I:145; Sahih Tirmidzi No.29; Abu Dawud
no.118; Sahih Ibnu Majah no.348; Nasa'i I:71-72 dan Ibnu
Khuzaimah no.173. Dalam Fathul Baary I:289 no.185.
Dalam Nailul Author I:183. Hukumnya WAJIB. 8.a. Telinga
Dari Abu Umamah, ia berkata: Nabi saw. pernah berwudhu',
lalu beliau membasuh mukanya tiga kali; membasuh kedua
tangannya tiga kali dan mengusap kepalanya dan ia berkata:
DUA TELINGA ITU TERMASUK KEPALA (HSR.
Tirmidzi no.37; Abu Dawud no.134 dan Ibnu Majah no.444).
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: Hadist
ini sahih dan mempunyai banyak jalan dari beberapa sahabat
(lih.Silsilah Alhaadits Shohihah juz I: 47- 57). Dari Rubayyi'
binti Mu'awwidz, bahwasanya Nabi saw. mengusap
kepalanya dengan air sisa yang ada di tangannya. (HR. Abu
Dawud no.130 & Sahih Abu Dawud no.120, hadist ini
dihasankan oleh Abu Dawud). Dari Abdullah bin Zaid:
Bahwa pernah melihat Nabi saw. berwudhu' lalu beliau
mengusap kepalanya dengan air yang bukan dari sisa kedua
tangannya. (Sahih Tirmidzi no.32; Abu Dawud no.120 &
Sahih Abu Dawud no.111). Dari Abdullah bin Amr.- tentang
sifat wudhu' nabi saw., kemudian ia berkata:" Kemudian
beliau saw. mengusap kepalanya dan dimasukkan kedua jari
telunjukknya dikedua telingannya, dan diusap (daun telinga)
dengan kedua ibu jarinya. (HR. Abu Dawud no.135, Nasa'i
no.140 dan Ibnu Majah, no.422 dan disahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah). Kata Ibnu Abbas: bahwa Nabi saw. mengusap
kepalanya dan dua telinganya bagian luar dan dalamnya
(HSR. Tirmidzi no.36; Ibnu Majah no.439; Nasaiy I:74;
Baihaqy I:67 dan Irwaaul Gholil no.90). 8.b. Mengusap atas
sorban Amr bin Umayah Adh-Dhamriy, ia berkata: Aku
pernah melihat Rasulullooh s.a.w. mengusap atas serbannya
dan dua sepatunya. (HSR =Hadist Sahih Riwayat; Bukhory,
I:59; Fathul Baary, I:308, no.204 dan 205). Dari Bilal r.a. ia
berkata: Bahwa Nabi s.a.w mengusap atas dua Khufnya
(sepatu) dan khimarnya (sorban). (HSR Muslim, I:159,
Mukhtashar Shahih Muslim no.141; Nailul Authar I:196).
Adapun peci/kopiah/songkok, maka tidak boleh diusap
atasnya, karena tidak ada kesulitan bagi kita untuk
melepaskannya. Walloohu a'lam. Adapun kerudung/ jilbab
perempuan, maka dibolehkan untuk mengusap di atasnya,
karena Ummu Salamah r.a. pernah mengusap jilbabnya. Hal
ini disebutkan oleh Ibnu Mundzir (lihat Al-Mughni I:312 dan
I:383-384).
 Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki Allah SWT
berfirman: Dan basuhlah kaki-kakimu hingga dua mata kaki
(QS. Al-Maidah: 6). Dari Abdullah bin 'Amr, ia berkata:
Rasulullooh s.a.w pernah tertinggal dari kami dalam suatu
bepergian, lalu beliau menyusul kami, sedang ketika itu kami
terpaksa menunda waktu Ashar sampai menjelang akhir
waktunya maka kami mulai berwudhu' dan membasuh kaki-
kaki kami. Abdullah bin 'Amr berkata kemudian Rasulullooh
s.a.w. menyeru dengan suara yang keras: "Celaka bagi tumit-
tumit dari api neraka! beliau ucapkan yang demikian 2 atau
3 kali. (HSR. Bukhory, I:49; Fathul Baary I:265; Muslim,
III:132-133). Imam Nawawy di dalam syarah Shahih
Muslim sesudah membawakan Hadist di atas, beliau berkata,
Imam Muslim beristidhal (untuk menjadikan dalil) dari
hadist ini tentang wajibnya membasuh kedua kaki dan tidak
cukup hanya mengusap saja. Dari Nu'aim bin Abdillah al-
Mujmir r.a. ia berkata: Aku pernah melihat Abu Hurairah
berwudhu', lalu ia mencuci mukanya, kemudian ia
menyempurnakan wudhu'nya, lalu ia mencuci tangan
kanannya hingga mengenai bagian lengan atasnya,
kemudian mencuci tangan kirinya hingga mengenai bagian
lengan atasnya, kemudian mengusap kepalanya, kemudian
mencuci bagian kakinya yang kanan hingga mengenai
betisnya lalu kakinya yang kiri hingga betisnya, kemudian
berkata: demikianlah aku melihat Rasulullooh s.a.w.
berwudhu', dan bersabda: Kalian adalah orangorang
cemerlang muka, kedua tangan dan kaki pada hari Kiamat,
karena kalian menyempurnakan wudhu'. Oleh karena itu
barangsiapa di antara kalian yang sanggup, maka hendaklah
ia memanjangkan kecemerlangan muka, dua tangan dan
kakinya. (HSR. Muslim I:149 atau Syarah Shahih Muslim
no.246). Dari Mustaurid bin Syaddaad al Fihry, ia
berkata:"Aku pernah melihat Nabi s.a.w bila berwudhu',
beliau menggosok jari-jari kedua kakinya dengan jari
kelingkingnya. (HSR Abu Dawud, No. 148; Shahih Tirmidzi
no.37 dan Shahih Ibnu Majah no. 360). Dalam Shahih Ibnu
Majah ia menggunakan kata menyela-nyela sebagai
pengganti menggosok-gosok celah-celah jari).
 Niat TAYAMMUM nawaitu tayammuma liistabahati sholat
lillahi ta’ala

b. Mandi Jinabat
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Adalah Rasulullah saw. jika
mandi jinabat, beliau memulai dengan membasuh kedua tangan, lalu
menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian
membasuh kemaluan. Setelah itu berwudu seperti wudu untuk salat lalu
mengguyurkan air dan dengan jari-jemari, beliau menyelai pangkal
rambut sampai nampak merata ke seluruh tubuh. Kemudian beliau
menciduk dengan kedua tangan dan dibasuhkan ke kepala, tiga cidukan,
kemudian mengguyur seluruh tubuh dan (terakhir) membasuh kedua
kaki beliau (hadis dalam kitab Sahih Muslim: 474).
Hadis riwayat Maimunah ra., ia berkata: Aku pernah menyodorkan
air kepada Rasulullah saw. untuk mandi jinabat. Beliau membasuh
kedua telapak tangan, dua atau tiga kali, kemudian memasukkan tangan
ke dalam wadah dan menuangkan air pada kemaluan beliau dan
membasuhnya dengan tangan kiri. Setelah itu menekan tangan kiri ke
tanah dan menggosoknya keras-keras, lalu berwudu seperti wudhu salat,
kemudian menuangkan air ke kepala tiga kali cidukan telapak tangan.
Selanjutnya beliau membasuh seluruh tubuh lalu bergeser dari tempat
semula dan membasuh kedua kaki kemudian aku mengambil sapu
tangan untuk beliau, tetapi beliau mengembalikan (hadis dalam kitab
Sahih Muslim: 476).

Hadis riwayat Aisyah ra.: Bahwa Rasulullah saw. Apabila akan tidur
dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu seperti wudhu untuk salat
sebelum tidur (hadis dalam kitab Sahih Muslim: 460).

Sehingga selama belum wudhu’ janganlah melakukan


aktivitasaktivitas seperti makan, minum, tidur, ataupun ber-jima’ lagi,
dll.10

c. Tayamum

Definisi Tayamum Tayamum secara bahasa bermakna


“ALQOSDU” (Bermaksud) sebagaimana firman Allah Janganlah kalian
bermaksud (memilih) yang jelek lalu kalian nafkahkan dari padanya….
(QS: Al-Baqoroh(2):267). Adapun secara Istilah Tayamum bermakna :
Mengusap wajah dan kedua telapak tangan dengan tanah (permukaan bumi)
dengan tata cara tertentu (Taudhihul Ahkan:1/409).

Atau Tayammum: Bersuci dengan menggunakann debu, sebagai


pengganti wudhu’ atau mandi janabat (QS: Al-Maidah:6).

10Opcit. 5
Apakah Tayamum boleh digunakan untuk membersihkan Hadast
Besar Ya Boleh. Tayammum ialah disamping untuk pengganti wudlu untuk
menghilangkan hadats kecil juga bisa digunakan untuk pengganti
menghilangkan hadats besar sehabis (Haid/janabah) . Apabila seorang tidak
menjumpai air atau tidak mampu menggunakannya. Hal ini berdasarkan
Hadist Nabi tentang hadast kecil dan hadat besar (junub) kemudian Allah
berfirman dalam AlQur’an yang berbunyi: : “FALAM TAJIDUU MAA
FATAYAMMAMUU” …Kemudian kalian tidak menjumpai air, maka
bertayammumlah….( QS: Al- Maidah ayat: 6) Dan ini berdasarkan
beberapa hadist diatas Rasul memerintahkan bertayammum kepada laki-
laki yang junub dan tidak menjumpai air. Laki-laki itu berguling-guling
diatas tanah kemudian Nabi mengajarkan tata cara bertayammum yang
benar.

Demikian pula wanita haid dan nifas ketika suci dari haid atau
nifasnya dia tidak menjumpai air untuk bersuci tetapi tidak mampu
menggunakkan air maka diperbolehkan ia bertayammum. .

Keistimewaan Tayammum: Tayammum merupakan kekhususan


umat Islam, yang mana Allah tidak memberikan kekhususan ini tayamum
kepada umat yang lainnya. Sebagaimana Sabda Rasul : “Saya diberi 5
(perkara) yang tidak diberikan kepada seorang Nabi sebelum saya: … dan
dijadikan buat saya bumi sebagai masjid (tempat sholat) dan alat uuntuk
bersuci) (HR: Al-Bukhhori:335 & Muslim 521).

Maka ini merupakan keutamaan tersendiri bagi umat Islam


yangmana Allah memberikan kekhususan dan kemudahan yang tidak
diberikan kepada selain mereka/umat Muhammad. Adapun dalil
pensyariatan tayammum didalam al-Qur`an, firman Allah ta’ala,

‫َغائ ِط أ َ ْو َجاَء أ َ ْو َعلَى َس َف ٍر‬


ِ ‫الن َساَء َف َل َ َح ٌد ِ ْمن ُك ْم ِم َن اْل‬
ِِّ ‫ْْم ت َِج ُد ْو َال َم ْسُت ُم‬
‫َتی م ُموا َص ِعی ًدا‬ ِ ‫أ َ ْن ُ ْكنُت ْم َم ْر َضى أ ِ َوإ وا ْي ِدي ُك ْم ِ ْمن ُه َف َماًء َف ا ْم َس ُحوا‬
َ ‫ب ُو‬
َ “Dan jikalau kalian dalam keadaan sakit atau dalam
‫ط ِِّیبًا َ ُجو ِھ ُك ْم َوأ‬
perjalanan atau seseorang diantara kalian baru saja buang hajat atau
menggauli wanita, kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka kalian
lakukanlah tayammum dengan tanah yang baik. Usaplah wajah kalian
dan tangan kalian dari tanah tersebut. Tidaklah Allah menghendaki
untuk menjadikan beban bagi kalian, melainkan Allah berkeinginan
untuk membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi
kalian, agar kalian bersyukur.” (QS. Al Maidah [5] : 6).
 Dalil - dalil yang memperkuat masalah Tayamum ini terdapat dalam
Al_qur’an dan Hadist :
1. “FALAM TAJIDUU FATAYAMMAMUU SO’IIDANN
TOYYIBAAH”… Artinya : Kemudian kalian tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih)…(QQS; AlMaidah (5) ayat: 6)
2. WAJUILAT TURBATUHA LANAA TOHUURAAH,
IZAA LAM NAJIDIL MAA A. “Dan dijadikan tanahnya
buat kami alat bersuci apabila kami tidak menjumpai air”
(HR: Muslim:522)
3. Ulama telah bersepakat memperbolehkan bertayammum
bagi orang yang tidak mampu bersuci dengan menggunakan
air. Subhanallah Islam itu begitu indah dan memberikan
banyaqk Rukhshoh (Kemudahan) karena sesungguhnya
Allah sama sekali tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Dan
itulah diantara hikmah tayyamum, disaat kita tidak
menemukan air untuk bersuci atau karena kedaan yang tidak
memungkinkan untuk bersentuhan dengan air. Tayamum
adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur
dengan syari’at ini. Sehingga semakin nampak kepada kita
bahwa Setelah menyebutkan syariat bersuci, Allah
mengakhiri ayat tersebut dengan firman-Nya: “Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan
kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur,” (QS. Al Maidah:
4. Bahan Untuk Bertayammum: Debu tanah yang bersih
 Tanah dalam berbagai warna seperti warnah merah atau
hitam. Sekiranya bercampur pasir mesti mengandungi
kandungan debu.
 Tidak dikategorikan sebagai abu.
 Suci dan tidak bernajis.
 Tidak musta’mal.
 Tidak bercampur tepung atau kapur atau pasir yang tidak
berdebu. Syarat-syarat tayammum
 Tidak ada air dan sudah berusaha mencarinya, tetapi tidak
bertemu
 berhalangan menggunakan air, seperti sedang sakit, apabila
terkena air penyakitnya akan bertambah parah
 Telah masuk waktu Shalat
 Dengan tanah atau debu yang suci Fardu Tayammum
 Niat dalam hati (untuk bersuci/bertayammum/ shalat) Lafadz
niat Tayammum adalah Kemudian meletakan kedua belah
telapak tangan diatas debu untuk diusapkan ke muka.
 Mengusap muka dengan telapak tangan dengan se kali
usapan
 Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan tanah
atau debu dua kali Sunah Tayammum
 Membaca basmalah (Bismillaahirrahmaanirrahiim)
 Mendahulukan anggota yang kanan dari pada yang kiri
 Menipiskan debu yang berada ditelapak tangan sebelum di
usapkan dengan cara meniup sedikit. Hal-hal yang
membolehkan Tayamum ((OS: Al-Maidah: 6)
 Karena sakit
 Karena berpergian
 Karena tidak mendapatkan air Tata cara
Bertayammum Untuk mengetahui tata cara
bertayamum kita biasa memperhatikan hadis
dibawah ini: “Dari Ammar bin Yasir dia berkata”
Saya pernah junub dan tidak menjumpai air,
kemudian saya berguling-guling diatas tanah
kemudian sholat. Lalu saya menceritakan hal ini
kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda,
sesungguhnya cukup bagimu demikian. Beliau
menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah, lalu
meniup keduanya, kemudian mengusapkan
keduanya kewajah dan kedua telapak tangannya
(HR:Al-Bukhari : 338 & Muslim : 368)

Tata Cara Bertanyammum baik untuk penganti wudhu atau penganti


mandi wajib sama pelaksanaannya. Sesuai dengan Hadis Rasul sebagai berikut
:

1. Niat yang ikhlas karena Allah dalam hati (tidak dilafadzkan)


2. Menepukkan debu yang suci dengan kedua telapak tangan ke
permukaan bumi dengan sekali tepukan atau usapan
3. Meniup kedua telapak tangan. (Hukumnya tidak wajib, sekedar
boleh karena tujuannya untuk mengurangi debu yang menempel
ditangan
4. Mengusap muka dengan kedua tapak tangan
5. Mengusap punggung tangan kanan dengan tangan kiri kemudian
panggung tangan kiri dengan tangan kanan. Yang diusap adalah
punggung telapak tangan sebagaimana dijelaskan dalam riwayat
yang lain. (Shohih Al-Bukhori: 347).
Catatan :  Hadis yang dijelaskan bahwa tayammum dilakukan dengan
2 kali menepukkan atau mengusapkan tangan ke tanah, masing-masing untuk
wajah dan kedua tangan, diusapkan sampaik siku-siku hadistnya dho’if (lemah),
tidak bisa dijadikan hujjah dengan demikian, tayammum yang benar adalah
sebagaimana dijelaskan diatas hanya sekali menepuk atau mengusap ketanah
digunakan untuk wajah dan kedua telapak tangan dan menggusapkannya tidak
sampai siku-siku, cukup telapak tangan/punggung tangan saja. Diperbolehkan
bertayammum mengunakan debu yang ada didinding atau tempat lainnya kaca,
kursi, karpet yang penting ada debunya dan suci. (Majmu’ Fatawa Syaikh
Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin:11/240) *Sedangkan untuk bacaan ( lafadz
yang sering dibaca / digunakan orang-Orang pada umumnya pada waktu akan
bertayamum namun tidak ada dalil yang mengharuskan untuk membaca lafadz
ini karena niat adalah kerja hati jadi tidak perlu dilafadzkan dengan zahar/keras
lafadz dibawah ini “Nawaitut-“Tayammuma li istibaahatish-shaalati fardhal
ta'aalaah” *Tak ada bacaan apapun sebelum dan sesudah tayammum.11

Referensi Fiqih dan dalil-dalil Thaharah

Dalil-dalil yang menganjurkan supaya kita menjaga kebersihan (bersuci)


antara lain:

G. ‫وثیابك فطهر والرجز فاھجر‬

Artinya:
“Dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah perbuatan yang kotor (dosa)”.
(Al-Muddatsir: 4 – 5)

H. ‫ان هللا يحب التوابین ويحب المتطهرين‬

11misliyani. artikel ibadah tayammum pengganti wudhu’ dan mandi wajib. h 1-4
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-
orang yang menyucikan diri”. (Al-Baqarah: 222)

‫الطهور شطر اٌإليمان ـ رواه مسلم عن ابى سعید الخدرى‬

“Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Muslim dari Abu Said al-Khudri)

Bagi seorang muslim yang ingin mengerjakan shalat ia wajib bersuci terlebih
dahulu baik suci dari hadats maupun suci dari najis, karena bersuci merupakan
syarat sah untuk mengerjakan shalat. Nabi Muhammad saw. bersabda:

‫ال يقبل هللا صالة بغیر طهور ـ رواه مسلم‬

Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci”. (HR. Imam
Muslim)

Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kandungan dari thaharah yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu hendak mengerjakan shalat maka
basuhlah muka dan kakimu hingga ke siku-siku, dan sapulah kepala dan kakimu hingga
kedua mata kaki dan jika kalian junub maka mandilah, dan jika kalian sakit atau dalam
perjalanan atau selesai buang besar atau menyentuh wanita dan kalian tidak
menemukan air maka tayamumlah dengan menggunakan debu yang suci, maka sapulah
wajah dan kedua tangan kalian. Allah tidak ingin menjadikan agama ini sulit bagi kalian
akan tetapi Dia ingin mensucikan kalian dan menyempurnakan nikmatnya pada kalian
agar kalian bersyukur.”Q.S. Al-Maidah (5) :6

Dan sebuah hadits riwayat Muslim yang diambil sebagai sumber ajaran thaharah
yang akan dikaji berdasarkan matan/isi hadits periwayatan yang berbunyi :

Artinya : Dari Abu Malik al-as'ari berkata, Rasulullah saw. Bersabda,


“Bersuci itu sebagian dari iman, membaca alhamdulillah adalah memenuhi
timbangan amal, membaca subhanallah wal hamdulillah adalah memenuhi seisi
langit dan bumi, salat sunah adalah cahaya, sedekah adalah petunjuk, sabar adalah
sinar yang memancar, dan Al-Qur'an adalah hujjah (argumen) dalam
pembicaraanmu. Setiap manusia pada waktu pagi hari, hakekatnya harus
memperjual belikan dirinya. Ada kalanya ia laba (selamat dari maksiat) dan ada
kalanya rugi (terseret maksiat) (H.R. Muslim: 328).

Hadits periwayatan Muslim ini memiliki beberapa nilai-nilai pendidikan


bahwasanya thaharah merupakan sebagian dari keimanan manusia. Jadi dapat kita
simpulkan bahwa iman seseorang akan lengkap dengan salah satu cara apabila
seorang muslim menjaga thaharahnya.
Thaharah merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diterapkan. Di
dalam buku dan kitab-kitab, para ulama selalu menjadikannya sebagai topik atau
tema utama dalam pembahasan fiqh, seperti pada buku Bidayatul Mujtahid,
Bulughul Maram, dan sebagainya.

Dalam hadits ini penulis menyajikan tentang dua objek yang akan dikaji
oleh penulis. Pertama, tentang Thaharah. Kedua, tentang Spiritual Quotient
Manusia. Thaharah merupakan satu rangkaian ibadah yang tidak boleh
dikesampingkan. Dalam Bahasa fiqh, thaharah disebut sebagai bersuci.

Di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa tujuan utama disyariatkannya


thaharah adalah untuk ‘’mensucikan’’ dan ‘’menyempurnakan nikmatnya”,
yangmana tertera dalam Q.S Al-Ma’idah (5) : 6 yang telah disebutkan diatas.

Didalam ayat diatas menjelaskan bahwa thaharah merupakan aktivitas dari


membersihkan karena thaharah bukan sendirinya bersih. Wudhu,mandi dan
tayamum merupakan bentuk dari aktivitas thaharah seperti yang disebutkan pada
ayat diatas.12

12Opcit. 4-5
DAFTAR PUSTAK

Hasanah Uswatun. 2011. Perlaku bersuci masyarakat islam; etika membersihkan

najis. Jakarta

tasman R. 2010. Studi tentang tingkat pemahaman dan pengamalan thaharah bagi

siswa kelas XI MAN LAMPA POLMAN. Makassar

jurnal ilmu Syariah. Ahmad Shodiq Mohammad. 2014. Thaharah : makna Zawahir

dan Bawathin dalam bersuci ( perspektif studi Islam Komprensif). ISN


2089-032x-58 Vol. 2 No. 1

Khoirunnisah. 2010. Perilaku thaharah ) bersuci) masyarakat bukit kemuning

lampung utara “ tinjauan sosiologi hokum”. Jakarta

Iqbal A. Gazali Muhammad. 2011. Hakikat thaharah. Indonesia ( Islam House)

Sahidu bin Mahsun MuZafar Lc. 2009. Adab Buang Hajat. Indonesia ( islam house)

Anda mungkin juga menyukai