FIQIH
Dosen Pengampu :
Oleh :
KELOMPOK I
YUSLIANTI / 16010110033
KARMILA / 16010110038
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
2019
A. Ketentuan Tentang Taharah
Pada dasarnya, thaharah (bersuci) tidak terlepas dari air yang digunakan
untuk bersuci dan kotoran ( dalam hal ini najis) yang ingin dibersihkan,
pengertian thajarah terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian secara etimologi
(pengertian secara Bahasa) dan pengertian secara terminology (pengertian
secara istilah ).
Artinya : “ thaharah menurut Bahasa berarti bersih dan suci dari berbagai
hadas. Adapun menurut istilah adalah menghilangkan hadas atau najis.”
1Tasman,R. 2010 . Studi tentang tingkat pemahaman pengamalan thaharah bagi siswa kelas XI MAN
lampa Polman. H 9
Thaharah secara hakiki dilakukan dengan cara menghilangkan
najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk
melakukan ibadah. Caranya bermacam-macam tergantung jenis
kenajisannya. Bla najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air
saja, maka najis itu dianggap telah lenyap, bila najis itu berat, harus
dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najs
pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air
biasa.hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya
b. Thaharah Hukmi
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah
bersuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan
yang baru, dia tetap belum dikaktakan suci dari hadits besar hingga
selesai dari mandi janabah.
2Ibit. H 12-13
2. Kedudukan taharah dalam islam
Islam sangat memperhatikan dan mementingkan kebersihan, kebersihan
yang dimaksudkan adalah yang bersifat lahiriyah untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam uraian berikut :
a. Kebersihan lahiriyah
Dalam pengamalan kebersihan mempunyai segi-segi ibadah
(ta’abbudi) dan segi rasional ( ta’aqquli ) , seperti wudhu, mandi,
membersihkan pakaian dan tempat.
Perhatian islam terhadap kebersihan dapat dilihat dari
perintah bersuci sebelum melakukan ibadah shalat dan beberapa
iabadah lain.
3. Macam-macam Thaharah
Para ulama telah mengklasifikasikan thaharah menjadi dua macam :
3Ibit. H 14-15
a. Thaharah haqiqiyah, ayitu bersuci dari najis, yang meliputi badan,
pakaian dan tempat.
b. Thaharah hukumiyah, yaitu besuci dari hadas.
Thaharah jenis ini hanya berkenaan dengan badan , yang terbagi menjadi
3 bagian :
1) Thaharah qubra yaitu mandi
2) Thaharah shugrah yaitu berupa wudhu
3) Pengganti keduanya dalam kondisi yang tidak memungkinkan
untuk melakukan keduanya ( mandi dan wudhu ), yaitu
tayammum.4
B. Alat-Alat Bersuci
Alat-alat yang dipergunakan dalam bersuci terdiri dari dua macam
yairu air seperti batu. Ditinjau dari segi hokumnya, terbagi menjadi 5
macam :
a. Air mutlak atau Tahir Mutahir ( suci mensucikan ) yaitu air yang masih
asli belum tercampur dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena najis.
Air mutlak ini hukumnya suci dan dapat menyucikan. Air yang termasuk
air mutlak ini terdiri dari tujuh yaitu air hujan, air laut air sungai, air
sumur, air salju ( es ), air embun dan air dari mata air.
b. Air makruh ( air Musyammas ) yaitu air yang dipanaskan dbawah teri
matahari dalam loagam yang dibuat adari besi, baja, tembaga,
aluminium yang masing-masing benda logam itu berkarat. Air
musyammah ini hukumnya makruh, karena dikhawatirkan
menimbulkan penyakit. Adapun air yang berada dalam logam dan di
panaskan dibawah terik matahari tidak termasuk air musyammas.
Demikian juga air yang tidak ditempatkan tidak pada logam dan terkena
panas matahari atau air yang dipanaskan bukan pada terik matahari
misalnya direbus juga tidak termasuk air musyammas.
4
Surajuddin. 2011. Pentingnya pengetahuan thaharah dan pengamalannya bagi masyarakat tai
dusun ma’lengu kecamatan bontolempangan kabupaten gowa. H 16-17
c. Ait Tahir Gairuh Mutahir ( suci tidak menyucikan ) air ini suci tapi tidak
dapat menyucikan. Ada dua air yang termasuk macam jenis air ini : -
Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu tidak
berubah salah satu sifatnya ( warna, bau, atau rasa ). Contohnya iar kopi,
air the dan sebagainya. Air buah-buahan atau air yang ada didalam
pohon. Misalnya pohon bamboo, pohon pisang dan sebagainya.
d. Air Musta’mal yaitu air suci sedikit yang kuranag dari dua kulla dan
sudah dipergunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya,
atau air suci yang cukup dua kulla yang sudah dipergunakan untuk
besuci dan telah berubah sifatnya.
e. Air Mutanajjis ( air bernajis ) yaitu air yang tadinya suci dua kulla tapi
kena najis dan telah berubah salah satu sifatnya (bau, rasa, dan
warnanya). Air seperti ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak
sah dipergunakan untuk ibadah seperti wudhu, tayammum, mandi atau
menyucikan benda yang terkena najis. Tapi apabila air dua kulla atau
lebih terkena najis, namun tidak mengubah salah satu sifatnya, maka
hukumnya suci dan menyucikan.5
C. Macam-macam Najis dan Cara menyucikannya
1. Macam-Macam Najis
5Anang Khoironi. 2016. Alat-alat untuk bersuci dan macam-macam air. H 1-2
Najis dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yakni :
a. Najis Mukaffafah ; ialah najis yang ringan, seperti air kencing
baby laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum
makan apa-apa selain air susu ibunya.
b. Najis Mughalladzah yaitu najis yang berat ; yakni najis anjing
dan babi serta keturunan dari keduanya.
c. Najis Mutawassitah yaitu najis sedang ; yaitu kotoran seperti
kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah,
bangkai, ( selain bangkai ikan, belalang, manyat manusia) dan
najis-najis yang lain selain yang tersebut dalam najis ringan dan
berat.
d. Berdasarkan perkembangan saat ini, bahwa air kencing air
kencing baby perempuan mengeluarkan partikel-partikel yang
lebih banyak. ASI EKSKLUSIF dari ibu selama 6 bulan.
Najis mutawassitah dapat dibagi menjadi dua bagian :
a. Najis ‘ainiyah : najis yang bendanya berwujud
b. Najis ‘ainiyah : najis yang tidak berwujud
6Uswatun hasanah. 2011. Perilaku bersuci masyarakat islam ; etika membersihkan najis ( studi di
7Ibit. H 19-20
D. Istinja’ dan adab buang air
Apa yang dimaksud dengan istinja’? Istinja’ adalah menghilangkan
sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul dengan menggunakan air yang
suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang
menempati kedudukan air dan batu.
1. Intinja’ dengan air
Air adalah seutama-utama alat bersuci, karena ia lebih dapat
mensucikan tempat keluarnya kotoran yang keluar dari dubur dan qubul,
dibandingkan dengan selainnya. Berkaitan dengan orang-orang yang
bersuci dengan menggunakan air, Alloh Ta’ala menurunkan firman-
Nya:
Apa yang diatas dua kulla itu suci, ada perhitungan dari liter, ada 174 l ada
70 l ada 270 liter (kontemporer). 1200 liter di tandom. Harus ada ukuran untuk
mengukur besarnya air dalam dua kulla. Dibawah dua qulla kena najis (tidak
merubah warna, bau, dan rasa) termasuk najis mutanajjis.
Istinja’ dengan menggunakan batu, kayu, kain dan segala benda yang
menempati kedudukannya-yang dapat membersihkan najis yang keluar dari
dibur dan qubuldiperbolehkan menurut kebanyakan ulama. Salman al-Farisi
radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan
tulang.” (HR. Muslim)
8Abu Zahroh al-Anwar. 2007. inilah adab-adab istinja’ dan buang air. H 1-4
sesuatu dari lubang qubul (“pintu depan”) maupun lubang dubur (“pintu
belakang”)
b. Hadas besar, yaitu hadas yang bisa disucikan dengan mandi wajib atau
tayammum, seperti haidl, nifas, atau melahirkan bagi perempuan, serta
junub atau janabat bagi laki-laki maupun perempuan.9 Ada orang yang
meninggal
F. Wudhu, Mandi dan Tayammum
a. Wudhu
WUDHU' secara bahasa, bila dibaca dhammah artinya melakukan
wudhu'. Dibaca fathah (WADHU'): air wudhu. Secara syari'at ialah
menggunakan air yang suci (memenuhi syarat) untuk membersihkan
anggota-anggota tubuh tertentu yang sudah diterangkan berdasarkan Al-
Qur'an dan Al-Hadist.
1. DASAR-DASAR PERINTAH WUDHU'
Al-Maidah (5): 6. Hai orang-orang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan sholat maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata-kaki,...
Al-Hadist: HSR (Hadist Sahih Riwayat) Bukhary-Fathul
Baary, I:206; Muslim, no. 225) Dari Abu Hurairah,
Rasulullooh saw bersabda: Allah tidak menerima shalat
salah seorang diantara kamu apabila ia berhadats, sehingga
ia berwudhu'.
Al-Hadist: HSR-Muslim, I:160). Dari Ibnu Umar:
Sesungguhnya aku mendengar Rasulullooh saw bersabda:
Allah tidak akan menerima sholat (orang) yang tidak bersuci
dan tidak menerima shodaqah dari hasil penipuan (khianat).
2. URUTAN WUDHU’
NIAT
9
Dr. Marzuki, M.Ag. fiqih. H 76
Niat artinya sengaja dengan penuh kesungguhan hati untuk
mengerjakan wudhu' semata-mata karena menaati perintah
Allah SWT dan Rasulullooh Muhammad saw. Ibnu Taimiyah
berkata tempat NIAT adalah dihati bukan di lisan (ucapan)
dalam semua masalah ibadah. Dan seandainya ada yang
mengatakan bahwa lisannya berbeda dengan hatinya, maka yang
diutamakan adalah apa yang diniatkan dalam hatinya dan
bukanlah yang diucapkan. Dan seandainya seorang berkata
dengan ucapannya yang niatnya tidak sampai kehati maka
tidaklah mencukupi untuk ibadah, karena niat adalah
kesengajaan dan kesungguhan dalam hati. (Majmuu'atir-Rasaa-
ilil-Kubro:I:243). Rasulullooh menerangkan: Dari Umar bin
Khotab, ia berkata, Telah bersabda Rasulullooh
saw:"Sesungguhnya segala perbuatan tergantung kepada niat,
dan manusia akan mendapatkan balasan menurut apa yang
diniatkannya. (lanjutan hadiest tsb."Barangsiapa yang hijrahnya
karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah
dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena
keduniaan yang hendak diperolehnya atau disebabkan karena
wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnya itu adalah
karena tujuan-tujuan yang ingin dicapainya itu). HSR (Hadiest
Sahih Riwayat Bukhory, Fathul Baary I:9; Muslim, 6:48).
b. Mandi Jinabat
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Adalah Rasulullah saw. jika
mandi jinabat, beliau memulai dengan membasuh kedua tangan, lalu
menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian
membasuh kemaluan. Setelah itu berwudu seperti wudu untuk salat lalu
mengguyurkan air dan dengan jari-jemari, beliau menyelai pangkal
rambut sampai nampak merata ke seluruh tubuh. Kemudian beliau
menciduk dengan kedua tangan dan dibasuhkan ke kepala, tiga cidukan,
kemudian mengguyur seluruh tubuh dan (terakhir) membasuh kedua
kaki beliau (hadis dalam kitab Sahih Muslim: 474).
Hadis riwayat Maimunah ra., ia berkata: Aku pernah menyodorkan
air kepada Rasulullah saw. untuk mandi jinabat. Beliau membasuh
kedua telapak tangan, dua atau tiga kali, kemudian memasukkan tangan
ke dalam wadah dan menuangkan air pada kemaluan beliau dan
membasuhnya dengan tangan kiri. Setelah itu menekan tangan kiri ke
tanah dan menggosoknya keras-keras, lalu berwudu seperti wudhu salat,
kemudian menuangkan air ke kepala tiga kali cidukan telapak tangan.
Selanjutnya beliau membasuh seluruh tubuh lalu bergeser dari tempat
semula dan membasuh kedua kaki kemudian aku mengambil sapu
tangan untuk beliau, tetapi beliau mengembalikan (hadis dalam kitab
Sahih Muslim: 476).
Hadis riwayat Aisyah ra.: Bahwa Rasulullah saw. Apabila akan tidur
dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu seperti wudhu untuk salat
sebelum tidur (hadis dalam kitab Sahih Muslim: 460).
c. Tayamum
10Opcit. 5
Apakah Tayamum boleh digunakan untuk membersihkan Hadast
Besar Ya Boleh. Tayammum ialah disamping untuk pengganti wudlu untuk
menghilangkan hadats kecil juga bisa digunakan untuk pengganti
menghilangkan hadats besar sehabis (Haid/janabah) . Apabila seorang tidak
menjumpai air atau tidak mampu menggunakannya. Hal ini berdasarkan
Hadist Nabi tentang hadast kecil dan hadat besar (junub) kemudian Allah
berfirman dalam AlQur’an yang berbunyi: : “FALAM TAJIDUU MAA
FATAYAMMAMUU” …Kemudian kalian tidak menjumpai air, maka
bertayammumlah….( QS: Al- Maidah ayat: 6) Dan ini berdasarkan
beberapa hadist diatas Rasul memerintahkan bertayammum kepada laki-
laki yang junub dan tidak menjumpai air. Laki-laki itu berguling-guling
diatas tanah kemudian Nabi mengajarkan tata cara bertayammum yang
benar.
Demikian pula wanita haid dan nifas ketika suci dari haid atau
nifasnya dia tidak menjumpai air untuk bersuci tetapi tidak mampu
menggunakkan air maka diperbolehkan ia bertayammum. .
Artinya:
“Dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah perbuatan yang kotor (dosa)”.
(Al-Muddatsir: 4 – 5)
11misliyani. artikel ibadah tayammum pengganti wudhu’ dan mandi wajib. h 1-4
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-
orang yang menyucikan diri”. (Al-Baqarah: 222)
“Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Muslim dari Abu Said al-Khudri)
Bagi seorang muslim yang ingin mengerjakan shalat ia wajib bersuci terlebih
dahulu baik suci dari hadats maupun suci dari najis, karena bersuci merupakan
syarat sah untuk mengerjakan shalat. Nabi Muhammad saw. bersabda:
Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci”. (HR. Imam
Muslim)
Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kandungan dari thaharah yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu hendak mengerjakan shalat maka
basuhlah muka dan kakimu hingga ke siku-siku, dan sapulah kepala dan kakimu hingga
kedua mata kaki dan jika kalian junub maka mandilah, dan jika kalian sakit atau dalam
perjalanan atau selesai buang besar atau menyentuh wanita dan kalian tidak
menemukan air maka tayamumlah dengan menggunakan debu yang suci, maka sapulah
wajah dan kedua tangan kalian. Allah tidak ingin menjadikan agama ini sulit bagi kalian
akan tetapi Dia ingin mensucikan kalian dan menyempurnakan nikmatnya pada kalian
agar kalian bersyukur.”Q.S. Al-Maidah (5) :6
Dan sebuah hadits riwayat Muslim yang diambil sebagai sumber ajaran thaharah
yang akan dikaji berdasarkan matan/isi hadits periwayatan yang berbunyi :
Dalam hadits ini penulis menyajikan tentang dua objek yang akan dikaji
oleh penulis. Pertama, tentang Thaharah. Kedua, tentang Spiritual Quotient
Manusia. Thaharah merupakan satu rangkaian ibadah yang tidak boleh
dikesampingkan. Dalam Bahasa fiqh, thaharah disebut sebagai bersuci.
12Opcit. 4-5
DAFTAR PUSTAK
najis. Jakarta
tasman R. 2010. Studi tentang tingkat pemahaman dan pengamalan thaharah bagi
jurnal ilmu Syariah. Ahmad Shodiq Mohammad. 2014. Thaharah : makna Zawahir
Sahidu bin Mahsun MuZafar Lc. 2009. Adab Buang Hajat. Indonesia ( islam house)