Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH IBADAH AKHLAK

BERSUCI (THAHARAH)

Dosen Pengampu :
Khaidir Sulaiman, M.A.

Disusun Oleh :

Aida Septiani Zahara


2206015046

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA
JAKARTA SELATAN
2022
A. Hikmah Thaharah
Dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji’ala Madzhabil Imam asy-Syafi’i karya Musthafa al-
khin, Musthafa al-Bugha, dan ‘Ali asy-Asyarbaji, hikmah thaharah terbagi menjadi
empat diantaranya yaitu sebagai berikut:
1) Bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia
memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu
yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah agama fitrah maka ia pun
memerintahkan hal-hal yang selaras dengan fitrah manusia.
2) Menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai kehidupan
bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak menginginkan umatnya
tersingkir atau dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kebersihan.
3) Menjaga kesehatan. Kebersihan merupakan bagian paling penting yang
memelihara seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar
umumnya disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah
pepatah mengungkapkan, “kebersihan adalah pangkal kesehatan”.
4) Menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah: tidak hanya
bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang hamba
memang seyogianya suci secara lahir dan batin, bersih jasmani dan rohani,
karena Allah yuhhibbut tawwâbîna yayuhibbul mutathahhirîna (mencintai
orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri).
B. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut Bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik yang
nyata seperti Najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para fuqaha’
berarti membersihkan diri dari hadast dan Najis, seperti mandi, berwudhu dan
bertayammum
Suci dari hadastialah dengan mengerjakan wudhu, mandi dan tayammum. Suci dari
Najis ialah menghilangkan Najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
Dalam bersuci meliputi beberapa hal seperti berikut:
a) Alat bersuci seperti air, tanah dan sebagainya
b) Kaifiat (cara) bersuci
c) Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan
d) Benda yang wajib disucikan
Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci. Allah SWT. Berfirman
dalam Al – Qur’an :
َ‫ل َۖ ْالمحيضَ عنَ وَيسْألُونك‬ َْ ُ‫ط ُه ْرنَ حتىَ ت ْقربُوهُنَ ولَ َۖ ْالمحيضَ في النساءَ فاعْتزلُوا أذًى هُوَ ق‬
ْ ‫تطه ْرنَ فإذا َۖ ي‬
َ‫ن فأْتُوهُن‬ َ َۖ َ‫ْال ُمتطهرينَ ويُحبَ التوابينَ يُحبَ ّللاَ إن‬
َُ ‫ّللا ُ أمر ُك َُم حي‬
َْ ‫ْث م‬
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri. (Al – Baqarah : 222)
Thaharah mempunyai kedudukan penting dalam islam. Thaharah menentukan boleh
dan sah atau tidak boleh dan tidak sahnya suatu pelaksanaan ibadah mahdhah dan
beberapa aktivitas lainnya.
Seseorang yang misalnya terkena badannya najis, ia tidak boleh melakukan shalat
sebelum mencucinya; seorang istri yang haid, ia tidak boleh melakukan shalat dan
hubungan seksual (jima’) dengan suaminya sebelum bersuci (mandi wajib).

C. Dasar Hukum Thaharah


Dasar hukum thaharah yaitu sebagai berikut :
1) Al – Qur’an adalah sumber hukum utama dalam Islam. Beberapa ayat Al –
Qur’an memiliki kerelevansian terhadap thaharah yaitu dalam firman Allah
SWT. Dalam Al – Qur’an surat Al – Mai’dah (5:6), di mana dalam surat
tersebut tertera mengenai wudhu (ablusi) dan dalam Q.S Al – Baqarah (2:222)
yang mencakup pernyataan mengenai mandi besar(ghusl) dalam konteks
thaharah.
2) Hadist merupakan catatan perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi
Muhammad SAW. Hadist mencakup rincian mengenai tata cara thaharah dan
berbagai situasi yang memerlukan bersuci. Hadist-hadist dari Nabi
Muhammad SAW menjadi sumber hukum penting dalam pemahaman
thaharah. Dalam hadist Rasulullah bersabda “Kunci salat adalah bersuci” dan
dalam hadist lain Rasulullah Saw bersabda, “shalat tanpa wudhu tidak
diterima.” (HR Muslim) serta dalam hadist lain juga Raasulullah Saw.
Bersabda, “Kesucian adalah Sebagian dari iman.”(HR Muslim)
3) Penafsiran Ulama, ulama islam seperti Imam al-Shafi’i, Imam Malik, Imam
Hanafi, dan Imam Hanbali, telah memberikan penafsiran dan pandangan
hukum yang mendalam tentang Thaharah dalam kitab-kitab fiqih mereka.
Mereka memperjelas aturan-aturan Thaharah dan tata cara pelaksanaanya.

D. Pengertian Najis, Macam-Macam Najis dan Cara Membersihkan


Pengertian najis dari segi bahasa ialah benda yang kotor, sedangkan dari segi syarak
pula najis merupakan benda kotor yang menghalangi sahnya shalat, termasuklah najis
hukmi dan hakiki. Terdapat dua jenis bentuk najis, yaitu Najis ‘Aini dan Najis Hukmi.
a) Najis ‘Aini merupakan najis yang apat dilihat atau dirasa ataupula dapat
dihirup aromanya. Contohnya seperti air kencing dan darah.
b) Najis Hukmi merupakan najis yang sudah hilang kesannya seperti sudah
hilang aroma dan warnanya. Contohnya air kencing yang sudah kering.
Jenis najis sendiri terbagi menjadi tiga jenis diantaranya yaitu sebagai berikut.
1) Najis Mughallazah (najis berat), najis ini disebut najis Mughallazah dalam
bahasa arab yaitu sebagai najis yang berat untuk menyucikannya. Jenis-jenis
najis mughallazah yaitu air liur anjing dan air liur babi. Apabila najis terkena
pada pakian, badan atau tempat hendaklah dibersihkan dengan tujuh basuhan.
Salah satu dari tujuh basuhan tersebut hendaknya menggunakan air bercampur
tanah (1 air tanah + 6 kali air mutlak = 7 basuhan)
2) Najis Mutawassitah (najis pertengahan), najis muatawassitah merupakan najis
pertengahan yang d]perlu dibasuh dengan air mutlak. Najis sederhana ini tidak
perlu dibasuh berulang kali seperti najis berat dan tidak memadai dengan
hanya dipercikkan air ke atasnnya seperti najis kecil. Jenis-jenis najis
mutawassitah yaitu arak, darah, dan bangkai.jika terkena najis mutawassitah
pertama, yang harus dilakukan ialah membersihkannya hingga warna, wujud,
bau atau rasanya hilang dan kedua, dilanjutkan dengan menggunakan air.
3) Najis Mukhaffafah (najis ringan), najis mukhaffafah merupakan najis yang
boleh dibersihkan dengan renjisan air. Jenis najisnya yaitu air kencing anak
bayi laki-laki. Untuk membersihkan najis mukhaffafah adalah dengan
menggunakan air bersih. Rasulullah bersabda: "Barang yang terkena air kencing
anak perempuan harus dicuci, sedangkan bila terkena air kencing laki-laki
cukup dengan memercikan air padanya,” (HR Abu Daud dan Nasa’i). Cara
membersihkan menggunakan air, yaitu air harus mengenai seluruh tempat atau
tubuh yang terkena najis ini. Air yang digunakan juga harus lebih banyak dari
air kencing yang mengenainya. Setelah itu, barulah benda yang sudah
dibersihkan, lalu diperas dan dikeringkan. Dalam syarat ini tidak diwajibkan
menggunakan air yang mengalir.
E. Pengertian Hadas, Macam-Macam Hadas dan Cara Membersihkan
Hadas merupakan suatu keadaan tidak suci pada ornag yang telah balig dan berakal sehat.
Hadas dibedakan menjadi hadas besar dan hadas kecil. hadas kecil yang sudah disepakati para
ahli fikih diantaranya adalah keluar air kencing, air besar (tinja), angin, mazi (air putih bergetah
yang keluar sewaktu mengingat senggama atau sedang bercanda), dan wadi (semacam cairan
putih kental yang keluar dari alat kelamin mengiringi air kencing) yang semuanya terjadi dalam
keadaan sehat.
Hadas kecil bisa dihilangkan dengan melakukan thaharah syar’iyyah yang disebut wudhu. Hal
ini dikuatkan firman Allah SWT yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,.. (QS
Al Maa’idah:6) juga sabda Nabi SAW yang artinya: “Allah tidak menerima sholat tanpa
bersuci...” (HR Muslim).
Hadas besar terjadi pada orang yang dalam keadaan janabah (orangnya disebut junub) dan
wanita dalam keadaan haid. Untuk mensucikan diri, seorang junub atau wanita haid wajib
melakukan mandi. Dasar hukumnya ada pada firman Allah SWT yang artinya:... dan jika kamu
junub maka mandilah... (QS.Al Maa’idah [5]: 6) dan firman lainnya yang artinya: Mereka
bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: ‘haid itu adalah suatu kotoran.’... (QS Al Baqarah
[2]: 222).
F. Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu dan Tayamum
Tayamum disyariatkan bagi orang yang tidak menemukan air setelah berusaha
semaksimal mungkin mencarinya. Atau bisa juga dia menemukannya, namun dia tidak
bisa menggunakan air tersebut karena beberapa hal seperti sakit dan cuaca dingin yang
akut. Sedangkan bagi seseorang yang hanya menemukan sedikit air, tetapi air itu tidak
cukup untuk membersihkan seluruh tubuhnya, hendaklah ia membersihkan sebagian dari
anggota tubuh dengan air tersebut. Kemudian dia bertayamum untuk anggota tubuhnya
yang tersisa.
Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam kitab Minhaj al-Muslim menjelaskan perkara
yang membatalkan dan dibolehkan dalam tayamum. Ada dua hal yang dapat
membatalkan tayamum, yakni setiap yang membatalkan wudhu karena tayamum itu
adalah penggantinya wudhu. Kedua, adanya air bagi orang yang bertayamum karena
alasan tidak ada air sebelum memulai shalat atau pada saat menunaikannya.

Anda mungkin juga menyukai