Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

THARAHAH

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Ilmu Fiqih

Dosen Pengampu : Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum

Disusun oleh :

1. Tri Surya Apriliyana (1807026070)


2. Elviana Agustin (1807026092)

Kelompok 5

GIZI 6C

Program Studi Gizi

Fakultas Psikologi Dan Kesehatan

Universitas Islam Negeri Walisongo

Semarang

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia hidup di dunia bukan atas kehendak ataupun kemauannya sendiri
melainkan bagian rencana besar yang telah Allah Tetapkan. Maka dari itu, manusia harus
melakukan semua ketentuan –ketentuan yang Allah tetapkan termasuk dalam beribadah
kepada-Nya. Hal ini tercantum dalam Q.S. Az-Zariyat/51: 56. Yang berbunyi :

<َ <‫ت< ا< ْل< ِ<ج< نَّ< َ<و< ا<ِإْل ْن‬


<‫س< ِإ اَّل لِ< يَ< ْع< بُ< ُد< و< ِن‬ <ُ <‫َو< َم< ا< َخ< لَ< ْق‬
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.

Terkait dengan pelaksanaan ibadah, hal sangat mendasar yang paling utama harus
dilakukan dan patut diketahui dan dilaksanakan adalah kebersihan. Islam mengajarkan
manusia untuk selalu menjaga kebersihan badan selain rohani. Kebersihan badan
tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci. Kesucian seseorang dalam
melaksanakan terutama dalam melaksanakan shalat. Anjuran tentang pentingnya
pemeliharaan kebersihan dan kesucian banyak terdapat dalam ayat Al-Quran dan Hadits
Nabi SAW. Yang diarahkan bagi kebahagiaan hidup .
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian
ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah
ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas dan
suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Untuk itu, thaharah tidak hanya cukup
untuk diketahui, tetapi juga harus dipraktekkan secara benar. Dalam kenyataannya, ada
sebagian umat Islam yang masih kurang tepat dalam melakukan praktek thaharah. Entah
karena kurangnya pengetahuan atau semata-mata salah dalam pelaksanaannya.

Dari beberapa uraian tersebut, maka penulis bermaksud membahas penjelasan lebih
rinci mengenai thaharah. Dengan demikian umat muslim akan lebih tau makna bersuci
dan mulai mengamalakannya untukpeningkatan kualitas ibadahnya.

B. Rumusan masalah
1. Apa Definisi Thaharah?
2. Apa saja pembagian Thaharah
3. Bagaimana Konsep Hadats dan Najis serta cara bersuci
4. Apa saja Macam-macam air dan pembagiannya?
5. Apakah hikmah bersuci dalam fiqih thaharah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi thaharah
2. Untuk mengetahui macam pembagian thaharah
3. Untuk mengetahui konsep hadats dan najis serta cara bersuci
4. Untuk mengetahui macam-macam air dan pembagiannya
5. Untuk mengetahui hikmah bersuci dalam fiqih thaharah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Thaharah
Dari segi bahasa, thaharah berasal dari kata. ‫(طهور‬Thohur) berarti bersih dan suci dari
segala yang kotor, baik yang bersifat hissiy (dapat dirasakan panca indera) atau yang
bersifat ma’nawiyy Sedangkan menurut syara’ thaharah adalah menghilangkan hadats
dan najis. Thaharah juga sering kali diartikan bersuci.
Ada dua hal yang menjadi obyek thaharah, yaitu hadats, baik hadats kecil maupun besar
dan najis. (Abdillah, 2018)
Allah Berfirman,
َ‫ِإ َّن هللاَ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ َو ي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang
yang menyucikan diri”

Secara umum, Thaharah berarti menghilangkan kotoran najis yang dapat mencegah
sahnya shalat, baik najis atau kotoran yang menempel di badan maupun pakaian. .
(Aldila,2019)
Thaharah secara umum. Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.
1) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam badan.
2) Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
3) Membersihkan hati dari akhlak tercela.
4) Membersihkan hati dari selain Allah.
(Aldila ,2019)

B. Pembagian Thaharah
Para ulama telah mengklasifikasikan thaharah menjadi dua macam:
1. Thaharah haqiqiyyah, yaitu bersuci dari najis, yang meliputi badan, pakaian dan
tempat.
2. Thaharah hukmiyyah, yaitu bersuci dari hadas.
(Sirajudin,2011 )
.
C. Konsep Hadats & Najis dan cara bersuci
1. Hadats
Kata hadas berasal dari bahasa arab ‫ الح<<دث‬yang artinya menurut bahasa
adalah sesuai peristiwa atau juga dapat diartikan kotoran atau tidak suci. Hadas
menurut istilah ialah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya
tidak syah dalam melakukan ibadah tertentu. (Muttaqin,2008)
Hadats dibedakan menjadi dua macam, yaitu hadats kecil dan hadats besar.
Beberapa hal yang menyebabkan seseorang yang menanggung hadats kecil
misanya buang angin, buang air, buang hajat, bersentuhan kulit antara laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrimnya, tidur, atau menyentuh alat kemaluan,
baik alat kemaluannya sendiri maupun alat kemaluan orang lain dengan telapak
tangan. (Aldila ,2019)
Adapun cara mensucikan hadats kecil adalah dengan berwudhlu atau dengan
tayamum sebagai ganti wudhlu jika dalam waktu-waktu tertentu.
Sedangkan beberapa hal yang menyebabkan seseorang yang menanggung
hadats besar misalnya : bersetubuh, keluar air mani baik akibat dari adanya
persetubuhan atau yang lain, datang bulan, nifas dan melahirkan, khusus bagi
wanita. Cara mensucikan hadats besar tidak cukup dengan hanya berwudhu, akan
tetapi harus dengan mandi besar atau yang sering dsebut mandi jinabah.
(Aldila ,2019)
2. Najis
Kata Najis berasal dari bahasa arab ‫ جاسةّالن‬yang artinya kotoran. Najis menurut
istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu
ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan tawaf.
(Muttaqin,2008)
 Tingkatan Najis
Najis dikelmpokkan menjadi 3 tingkatan menurut (Aldila ,2019) :
a. Najis Mukhaffafah
Najis adalah najis ringan. Yang termasuk dalam kelompok najis
ini adalah air kencing anak bayi laki-laki (bukan anak bayi
perempuan) yang belum berusia 2 tahun dan hanya minum air susu
ibunya. Anak bayi laki-laki yang belum berusia 2 tahun tetapi
sudah makan sesuatu selain susu ibunya, air kencingnya bukan
termasuk najis mukhaffafah.
Karena najis ini dianggap ringan, maka cara mensucikannya pun
cukup dengan memercikkan air di bagian yang terkena najis, tidak
harus dengan mencucinya dan atau menguceknya dengan bersih.
b. Najis Mutawasitha
Najis Mutawasitha adalah najis sedang. Yang termasuk glongan
najis sedang ini misalnya semua yang keluar dari jalan depan dan
jalan belakang kecuali air mani, minuman keras, darah, nanah dan
sebagainya.
Najis Mutawasitha dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1) Najis ainiyah , yaitu najis yang berwujud , nampak dan
dapat dilihat keberadaan sifat-sifatnya. Sifat-sifat najis
meliputi warna, bau dan rasa.
Cara mensucikan najis ainiyah adalah dibasuh (dicuci)
sampai sifat-sifat najis tersebut hilang. Untuk jenis najis
yang warnanya sulit dihilangkan, misalnya darah yang
menempel pada pakaian, maka hal demikian termasuk najis
yang dimaafkan.
2) Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak berwujud dan tidak
bisa dilihat keberadaanya, misalnya bekas air kencing atau
khamer yang sudah mengering hingga warna, bau dan rasa
najis tersebut telah hilang.
Cara mensucikan najis hukmiyah adalah cukup dengan
mengalirkan air atau mencuci secukupnya.

c. Najis Mughaladah
Najis Mughaladhah adalah najis berat. Yang termasuk najis
mughaladhah adalah anjing dan babi sekaligus turunan dari
keduanya.
Cara mensucikan najis mughaladah adalah dengan mencucinya
sebanyak 7 kali; satu diantaranya harus dengan mencampuri tanah
atau debu.

3. Perbedaan Najis dan Hadats


Najis Hadats
Segi hakikat Najis adalah perkara zhahir dan Hadats adalah perkara
bisa dilihat , seperti kencing, maknawi yang ada di
darah dsb. dalam jasad dan tidak
dapat dilihat oleh panca
indra
Segi niat Tidak dibutuhkan niat Niat menjadi syarat untuk
menghilangkan hadats
media Tidak harus dengan media Air menjadi syarat
bersuci air, bisa dilakukan bersuci
menggunakan batu seprti halnya
istinja.
Pengganti dari Tidak bisa digantikan dengan Dalam
menghilangkan tayamum menghilangkannya dapat
digantikan dengan
tayamum.
(Aldila ,2019)
D. Macam-Macam Air dan pembagiannya
Macam-macam air yang ditinjau dari segi hukumnya, air terbagi menjadi lima macam
(Ibnu Watiniyah,2007), yaitu:
1. Air Mutlak atau Tahir Mutahir (Suci mensucikan)
Air mutlak merupakan air yang masih asli dan belum tercampur dengan benda
lain serta tidak terkena najis. Contoh air mutlak terdiri dari 7 yaitu air hujan, air laut,
air sungai, air sumur, air salju, air embun, dan air yang bersal dari mata air.
2. Air Makruh (Air Musyamas)
Air makruh merupakan air yang telah dipanaskan pada terik matahari dalam
logam yang terbuat dari besi, baja, tembaga, atau aluminium yang masing-masing
benda tersebut merupakan logam berkarat. Maka dari itu, air musyamas seperti itu
hukumnya makruh, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan suatu penyakit.
Adapula air dalam logam yang tidak berkarat dan dipanaskan pada terik matahari
sehingga terkena panas matahari atau air yang dipanaskan semisal air yang direbus
tidak termasuk air musyamas.
3. Air Thahir Ghairu Muthahir ( suci tidak mensucikan)
Air thahir ghairu muthahir merupakan air yang halal untuk diminum tetap tdiak
sah untuk bersuci. contohnya air kelapa, air teh, air kopi, dan air yang dikeluarkan
dari pepohonan.
4. Air Mustakmal
Air mustakmal merupakan air suci yang sedikit kurang dari dua kulla dan sudah
dipergunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya, ataupun air suci yang
cukup dua kulla serta sudah dipergunakan untuk bersuci dan telah berubah sifatnya.
5. Air Mutanajis
Air mutanajis merupakan air yang awalnya suci kurang dari dua kulla tetapi
terkena najis dan telah berubah salah satu sifatnya seperti bau, rasa, atau warnanya
sudah berubah. Air yang seperti ini hukumnya najis dan tidakboleh diminum serta
tidak sah digunakan untuk wudhu tayamum, mandi, ataupun mensucikan benda yang
terkena najis. Namun, apabila air dua kulla terkena najis, serta tidak mengubah salah
satu sifatnya, maka hukum air tersebut suci mensucikan.
E. Hikmah Bersuci
Setiap amalan yang dilakukan memiliki hikmah yang didapatkan dan dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari, hikmah tersebut dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.
Sehingga dalam mengamalkan suatu ibadah maka akan mendapatkan hikmah yang akan
menjadi pelajaran bagi setiap manusia yang mengamalkannya. Berikut beberapa hikmah
bersuci(Sirajuddin, 2011). yaitu:
1. Agar selalu terpelihara dalam kesucian.
2. Merasa tidak ingin melakukan sesuatu yang membuat diri sendiri ternoda dengan
sesuatu hal yang tidak menyenangkan.
3. Akan mengalami kehidupan yang sehat dan merasakan kebahagiaan baik dirinya
maupun orang lain.
4. Akan selalu ingin merasa bersih dan suci baik lahir maupun batin.
5. Merasakan pikiran yang jernih dan tidak ingin melakukan suatu perbuatan yang
merugi.
6. Merasa suasana jiwa yang tenang dan hati yang damai.
7. Selalu merasakan kedekatan dengan Tuhan-Nya.
8. Keinginan akan ketaatan dalam beribadah kepada Allah.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Dari segi bahasa, thaharah berasal dari kata. ‫(طهور‬Thohur) berarti bersih dan
suci dari segala yang kotor, baik yang bersifat hissiy (dapat dirasakan panca
indera) atau yang bersifat ma’nawiyy Sedangkan menurut syara’ thaharah adalah
menghilangkan hadats dan najis. Thaharah juga sering kali diartikan bersuci.
Ada dua hal yang menjadi obyek thaharah, yaitu hadats, baik hadats kecil maupun
besar dan najis.
2. Klasifikasi thaharah ada 2 macam, yaitu thahrah haqiqiyah dan maknawiyah.
3. Hadats adalah perkara maknawi yang ada di dalam jasad dan tidak dapat dilihat
oleh panca indra, sedangkan Najis adalah perkara zhahir dan bisa dilihat , seperti
kencing, darah dsb.
4. Macam-macam air yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak, air makruh,
air ghairu muthahir, air musthakmal, air mutanajis
DAFTAR PUSTAKA

Aldila Septiana, Firman setiawan,. 2019. Buku Ajar Studi Fiqih. Jakarta: Duta Media
Publishing,

Ibnu Abdillah. 2018 . Fiqih Thaharah Panduan Praktis Bersuci. Jakarta: Pustaka Media

Ibnu Watiniyah.2007.Kitab Lengkap Shalat, Shalawat, Zikir, Dan Doa.Jakarta: Kaysa Media

Muttaqin, Zainul. 2008 .Fiqih. Semarang: Toha Putra

Munif, E. B. (2019) Peningkatan Hasil Belajar Fiqih Materi Thaharah (Najis Dan Hadas)
Dengan Metode Student Team Achievement Division (Stad) Pada Siswa Kelas Vii A Mts.
Al-Manar Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2018/ 2019.
IAIN Salatiga.
Sirajuddin.2011.Pentingnya Pengetahuan Thaharah Dan Pengamalannya Bagi Masyarakat Tani
Dusun Ma’lengu Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa.Skripsi Fakultas Tabiyah
dan Keguruan Alaudin Makasar

Anda mungkin juga menyukai