Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

THAHARAH NAJIS DAN HADATS SERTA CARA MENGHILANGKANNYA

Dosen Pengampu :

Dra. Faojah M.A.

Disusun oleh :

Kelompok 7

Riyan Gunawan 11210700000013

Adeline Kallita Cahyadi Putri 11210700000023

Dhya Qistiyah 11210700000167

Thufaila Hanif Anindya 11210700000226

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Thaharah Najis dan Hadats Serta Cara
Menghilangkannya” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tidak lupa juga kami curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan lurus kepada umatnya. Penyusunan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Qiroah dan Ibadah.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Dra. Faojah M.A. selaku dosen
pengampu mata kuliah Praktikum Qiroah dan Ibadah yang telah memberikan pengarahan dalam
menyusun makalah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Makalah yang berjudul “Thaharah Najis dan Hadats Serta Cara Menghilangkannya” ini dalam
pembuatannya masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami juga berharap semoga
tujuan penulisan makalah ini dapat terwujud dan memberi manfaat bagi setiap pembaca.

Jakarta, 11 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umat Islam dianjurkan agar selalu menjaga kebersihan. Allah mencintai yang bersih
dan suci. Selain rohani, kebersihan badani juga perlu dijaga. Hal ini terlihat dengan
bagaimana umat muslim selalu bersuci atau disucikan sebelum beribadah menghadap kepada
Allah SWT. Bersuci atau Thaharah dalam Islam mempunyai makna yang luas. Thaharah
adalah suci dari hadats atau najis dengan cara yang telah ditentukan, seperti wudhu, mandi,
tayammum, dan menghilangkan najis lainnya. Thaharah merupakan salah satu syarat yang
wajib dipenuhi agar tercapainya kesempurnaan ibadah seseorang.

Bersuci juga dapat membersihkan hadats dan najis yang menjadi sebab tidak sah-nya
ibadah seseorang. Pada dasarnya, tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindar dari
kotoran atau debu yang menempel di tubuh sehingga secara sadar atau tidak sengaja dapat
membatalkan susunan ibadah kita kepada Allah SWT.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari Thaharah?


1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Hadats dan Najis?
1.2.3 Apa saja macam-macam Thaharah?
1.2.4 Bagaimana cara berthaharah?
1.2.5 Apa tujuan dari Thaharah?
1.2.6 Apa pentingnya thaharah dalam Islam?
1.2.7 Apa saja hikmah dan manfaat dari Thaharah?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui maksud dari Thaharah


1.3.2 Mengetahui pengertian Hadats dan Najis
1.3.3 Mengetahui macam-macam Thaharah
1.3.4 Mengetahui cara berthaharah
1.3.5 Mengetahui tujuan dari Thaharah
1.3.6 Mengetahui pentingnya thaharah dalam Islam
1.3.7 Mengetahui hikmah dan manfaat dari Thaharah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah

Dalam Bahasa Arab, thaharah berasal dari kata ‫ الطه==ارة‬yang artinya kebersihan.
Kebersihan yang dimaksud ialah bersih dari kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata/dapat
diindera) seperti najis, maupun yang bersifat maknawiyah yang berupa aib atau perbuatan-
perbuatan maksiat. Sedangkan menurut istilah, thaharah merupakan suatu kegiatan bersuci
dari hadats dan najis yang dengannya seseorang diperbolehkan mengerjakan suatu ibadah
yang diharuskan dalam keadaan suci seperti shalat.

Menurut syara’, thaharah adalah suci dari hadats atau najis dengan cara yang telah
ditentukan, seperti wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis lainnya. Pada
dasarnya thaharah merupakan suatu ibadah yang mencakup segala ibadah lainnya. Thaharah
menjadi suatu persyaratan yang wajib untuk dipenuhi yang mana kesempurnaan ibadah
seorang hamba hanya akan tercapai apabila dirinya berada dalam keadaan yang bersih dan
suci.

Sebagaimana dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 6 :

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُن ٓو ۟ا ِإَذ ا ُقْم ُتْم ِإَلى ٱلَّص َلٰو ِة َفٱْغ ِس ُلو۟ا ُو ُج وَهُك ْم َو َأْي ِدَيُك ْم ِإَلى ٱْلَم َر اِف ِق َو ٱْمَس ُحو۟ا ِبُر ُء وِس ُك ْم‬
‫َو َأْر ُج َلُك ْم ِإَلى ٱْلَكْع َبْيِن ۚ َو ِإن ُك نُتْم ُج ُنًبا َفٱَّطَّهُرو۟ا ۚ َو ِإن ُك نُتم َّم ْر َض ٰٓى َأْو َع َلٰى َس َفٍر َأْو َج ٓاَء َأَح ٌد ِّم نُك م ِّم َن‬
‫ٱْلَغٓاِئِط َأْو َٰل َم ْس ُتُم ٱلِّنَس ٓاَء َفَلْم َتِج ُدو۟ا َم ٓاًء َفَتَيَّمُم و۟ا َص ِع يًدا َطِّيًبا َفٱْمَس ُحو۟ا ِبُو ُجوِهُك ْم َو َأْيِد يُك م ِّم ْنُهۚ َم ا ُيِر يُد ٱُهَّلل‬
‫ِلَيْج َعَل َع َلْيُك م ِّم ْن َح َر ٍج َو َٰل ِكن ُيِريُد ِلُيَطِّهَر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َت ۥُه َع َلْيُك ْم َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُروَن‬
Artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit
(sakit yang tidak boleh kena air) atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan
tanah itu (tayamum). Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
(QS. Al-Maidah : 6)

2.2 Pengertian Hadats dan Najis

2.2.1 Hadats
Secara istilah, hadats adalah suatu keadaan yang menyebabkan seseorang tidak sah
dalam melaksanakan ibadah. Hadats terbagi menjadi dua, yaitu hadats besar dan hadats
kecil.
a. Hadats Besar

Hadats besar ialah keadaan dimana seseorang yang tidak suci diwajibkan bersuci melalui
mandi besar (junub) atau tayammum apabila air tidak tersedia. Hal-hal yang
menyebabkan seseorang berhadas besar ialah karena bertemunya dua kelamin laki-laki
dengan perempuan (jima’ atau bersetubuh) baik keluar mani ataupun tidak, keluarnya
mani saat bermimpi atau sebab lain, keluar darah haid, nifas yaitu darah yang keluar dari
seorang ibu sehabis melahirkan, atau meninggal dunia kecuali yang meninggal dunia
dalam perang membela agama Allah SWT maka dia tidak wajib dimandikan.

b. Hadats Kecil

Hadats kecil ialah keadaan dimana seseorang yang tidak suci diwajibkan bersuci melalui
berwudhu atau tayammum apabila air tidak tersedia. Hal-hal yang termasuk hadas kecil
ialah sebab keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur, hilang akal yang disebabkan sakit
atau mabuk, tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk, persentuhan antara kulit laki-laki
dengan perempuan yang bukan mahramnya tanpa ada batas yang menghalanginya,
ataupun menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.

2.2.2 Najis

Najis menurut bahasa bermakna sesuatu yang kotor. Menurut istilah, najis merupakan
sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan
tidak sahnya seseorang dalam melaksanakan suatu ibadah tertentu. Dalam hukum Islam,
najis terbagi menjadi tiga macam, yaitu najis mukhaffafah, najis muthawassithah, dan
najis mughaladzah.

a. Najis Mukhaffafah

Najis mukhaffafah adalah najis yang ringan. Yang tergolong ke dalamnya ialah air seni
bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apapun kecuali air susu
ibu. Cara menyucikannya ialah cukup dengan memercikkan atau mengusapkan air yang
suci pada permukaan yang terkena najis.

b. Najis Muthawassithah

Najis muthawassithah adalah najis sedang yang disucikan dengan hanya mengalirkan air
di atasnya saja. Yang termasuk najis muthawassithah antara lain bangkai binatang, darah,
nanah, muntah, kotoran manusia dan binatang, dan arak (khamar). Najis jenis ini terbagi
menjadi dua macam, yaitu najis hukmiyah dan najis ‘ainiyah. Najis hukmiyah adalah
najis yang diyakini adanya, tetapi tidak nyata wujudnya (zatnya), bau dan rasanya.
Contohnya ialah air kencing yang sudah kering yang terdapat pada pakaian atau lainnya.
Sedangkan najis ‘ainiyah adalah najis yang tampak wujudnya (zat-nya) dan bisa diketahui
melalui bau maupun rasanya.
c. Najis Mughaladzah

Najis mughaladzah adalah najis berat. Cara menyucikannya ialah dengan membasuh air
sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan air yang bercampur tanah. Contohnya jilatan
anjing.

2.3 Alat Thaharah

Dalam bersuci, alat atau media yang dapat digunakan untuk menghilangkan hadats dan
najis ialah melalui air, debu, batu, atau tanah. Air menjadi media yang paling baik dalam
thaharah sebab daya bersihnya memiliki tingkat yang paling efektif diantara alat thaharah
yang lainnya baik dalam menyucikan hadats maupun najis.

2.3.1 Air

Adapun macam-macam air dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu sebagai
berikut

a. Air Mutlak atau tahir mutahir (suci mensucikan)

Yaitu air yang masih asli, belum tercampur dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena
najis. Air mutlak ini hukumnya suci dan dapat menyucikan, air yang termasuk air mutlak
ini terdiri dari tujuh yaitu air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air salju (es), air
embun, dan air dari mata air.
‫ۤا ۤا‬
‫ِاْذ ُيَغ ِّش ْيُك ُم الُّنَع اَس َاَم َنًة ِّم ْن ُه َو ُيَن ِّز ُل َع َلْيُك ْم ِّم َن الَّس َم ِء َم ًء ِّلُيَطِّه َر ُك ْم ِب ٖه َو ُي ْذ ِهَب َع ْنُك ْم ِرْج َز الَّش ْيٰط ِن‬
‫َو ِلَيْر ِبَط َع ٰل ى ُقُلْو ِبُك ْم َو ُيَثِّبَت ِبِه اَاْلْقَد اَۗم‬

Artinya :

(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari-
Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu
dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk
menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian). (QS. Al-Anfal :
11)

b. Air Makruh (air musyammas)

Yaitu air yang dipanaskan pada terik matahari dalam logam yang dibuat dari besi, baja,
tembaga, atau alumunium yang masing-masing benda logam itu berkarat. Air
musyammas seperti ini hukumnya makruh, karena dikhawatirkan menimbulkan suatu
penyakit. Adapun air dalam logam yang tidak berkarat dan dipanaskan pada terik
matahari tidak termasuk air musyammas. Demikian juga air yang tidak ditempatkan pada
logam atau air yang dipanaskan bukan pada terik matahari misalnya direbus juga tidak
termasuk air musyammas.
c. Air mudhaf (suci tidak menyucikan)

Air ini hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk menyucikan. Macam air yang termasuk
jenis ini adalah air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu tidak
berubah salah satu sifatnya (warna, bau, atau rasa). Contohnya air kopi, air teh, air buah-
buahan atau air yang ada di dalam pohon, misalnya pohon bambu, pohon pisang dan
sebagainya.

d. Air musta’mal

Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci meskipun tidak berubah
warna, bau, maupun rasanya. Hukumnya tidak dapat menyucikan dari hadats atau najis,
kecuali lebih dari dua kullah. Dari Abu Hudzaifah, beliau berkata,
‫ َفَجَع َل الَّن اُس‬، ‫ َف ُأِتَى ِبَو ُض وٍء َفَتَو َّض َأ‬، ‫َخ َر َج َع َلْيَنا َر ُس وُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – ِباْلَه اِج َر ِة‬
‫َيْأُخ ُذ وَن ِم ْن َفْض ِل َو ُضوِئِه َفَيَتَم َّس ُحوَن ِبِه‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami di al Hajiroh, lalu
beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu. Kemudian para sahabat mengambil bekas
air wudhu beliau. Mereka pun menggunakannya untuk mengusap (anggota wudhu).”
(HR. Bukhari no. 187)

e. Air mutanajjis (air bernajis)

Yaitu air yang tadinya suci kurang dua kulla tetapi kena najis dan telah berubah salah satu
sifatnya (bau, rasa, atau warnanya). Air seperti ini hukumnya najis, tidak boleh diminum,
tidak sah dipergunakan untuk ibadah seperti wudu, tayamum, mandi, atau menyucikan
benda yang terkena najis. Tetapi apabila air dua kulla itu lebih terkena najis, namum tidak
mengubah salah satu sifatnya, maka hukumnya suci dan menyucikan.

2.3.2 Tanah atau debu yang suci sebagai pengganti mandi atau wudhu apabila dalam
keadaan darurat yaitu dengan cara tayamum.

2.3.3 Batu atau benda keras yang suci yang disamakan hukumnya dengan batu,
kecuali benda keras yang asalnya dari kotoran binatang atau manusia. Untuk istinja’ atau
menyucikan kotoran atau najis.

2.4 Jenis dan Macam Thaharah

Thaharah terbagi menjadi dua jenis, yaitu thaharah hakiki (yang berhubungan dengan
najis) dan thaharah hukmi (yang berhubungan dengan hadats).

2.4.1 Thaharah Hakiki

Thaharah yang hakiki adalah suatu hal yang berhubungan dengan kebersihan pakaian,
badan, tempat sholat. Dikatakan juga bahwa thaharah yang hakiki ialah terbebasnya
seorang muslim dari hadas dan najis. Seorang muslim lalu sholat dengan menggunakan
baju yang terdapat kotoran atau air kencing, maka tidak sah sholatnya. Cara
menghilangkan najis dengan thaharah hakiki caranya bermacam-macam tergantung
tingkat najisnya. Apabila najis tersebut ringan, maka cukup memercikkan air saja
kedalam pakaian yang terkena najis. Apabila najis itu berat, maka harus dibersihkan dan
di basuh menggunakan air 7 kali basuhan salah satunya dalam basuhan tersebut
disertakan tanah yang suci di dalamnya. Apabiila najis tersebut pertengahan
(mukhoffafah), maka dapat dibersihkan menggunakan air biasa sampai hilanglah bau,
rasa dan warna yang menempel pada benda atau pakaian yang terkena najis tersebut.

2.4.2 Thaharah Hukmi

Thaharah hukmi maksdunya adalah sucinya kita dari hadas, baik hadas kecil maupun
hadas besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik.
Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya
kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum.
Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual. Seperti seseorang yang tertidur batal
wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib
berthaharah ulang dengan cara berwudhu bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu
seperti sholat, tawaf dan lainnya. Thaharah hukmi dapat dilakukan dengan cara berwudhu
atau mandi janabah.

2.5 Cara Berthaharah

2.5.1 Wudhu

Wudhu menurut istilah syara’ artinya membasuh anggota badan tertentu dengan air
suci yang menyucikan (air mutlak). Sesuai syarat dan rukunnya, wudhu bertujuan untuk
menghilangkan hadats kecil. Wudhu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat
sebagai berikut :

a. Beragama Islam
b. Sudah mumayiz
c. Tidak berhadas besar dan kecil
d. Memakai air suci lagi mensucikan
e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air ke anggota tubuh seperti cat, getah dsb.

2.5.2 Tayammum

Secara bahasa, Tayammum ialah al-qoshdu, yang artinya bermaksud. Lalu menurut
syariat tayammum artinya menuju kepada tanah atau penggunaan tanah untuk bersuci dari
hadas kecil maupun hadas besar agar di perbolehkan melaksanakan ibadah seperti shalat.
Tayammum adalah pengganti wudhu dan mandi besar yang mana dilakukan apabila air
tidak ditemukan atau mengalami sakit yang memungkinkan tidak boleh terkena air.
Dalam firman Allah SWT surat An-Nisa ayat 43 :
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْقَر ُبوا الَّص ٰل وَة َو َاْنُتْم ُس ٰك ٰر ى َح ّٰت ى َتْع َلُم ْو ا َم ا َتُقْو ُلْو َن َو اَل ُج ُنًبا ِااَّل َعاِبِرْي َس ِبْيٍل َح ّٰت ى‬
‫َتْغ َتِس ُلْو اۗ َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغ ۤا ِٕى ِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء‬
‫َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحْو ا ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ُفًّو ا َغ ُفْو ًر ا‬
Artinya :

Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan
mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri
masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum
kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau
sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha
Pengampun. (QS. An-Nisa : 43)

Tayammum sama halnya dengan berwudhu yang masing-masing mempunyai cara


tertentu pada pelaksanaannya, yang harus diketahui oleh seorang muslim, baik laki-laki
juga perempuan. Bila hendak melaksanakannya, berikut ini cara-cara pada tayammum :

a. Membaca basmalah dengan berniat,


b. Meletakkan kedua tangan ke tanah atau debu yang suci, apabila tidak ada tanah yang
khusus disediakan, maka boleh ke dinding atau jendela atau kaca yang dianggap ada
debunya, boleh pasir, batu atau yang lainnya
c. Debu yang ada di tangan kemudian ditiup dengan tiupan ringan, baru mengusapkan
debu ke wajah sekali usapan.
d. Apabila seseorang menambah usapan ke lengan sampai siku, maka kembali
diletakkan tangan ke debu kemudia diusapkan kedua telapak tangannya ke lengannya
hingga ke siku. Dan jika hanya mengusap kedua telapak tangannya saja, maka hal itu
dianggap sudah cukup baginya.

2.5.3 Mandi Besar (Junub)

Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib
adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan
disertai niat mandi wajib di dalam hati. Mandi ini adalah suatu cara yang bersifat
ta’abbudi atau suatu ibadah yang memiliki tujuan untuk menghapus hadas besar.

Mandi junub diwajibkan atas 5 perkara :

a. Keluar air mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki
atau wanita.
b. Hubungan kelamin, yaitu memasukan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita,
walau tidak sampai keluar air mani.
c. Terhentinya haid dan nifas.
d. Mati, bila seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
e. Orang kafir bila masuk islam
Apabila mandi wajib sudah dilaksanakan, maka seseorang boleh melaksanakan ibadah
seperti shalat, sebab di dalam mandi janabah sudah terdapat wudhu sebagai syarat sahnya
salat, selama yakin bahwa dalam proses mandi tadi wudhu tidak batal. Akan tetapi,
apabila ragu batal atau tidaknya wudhu dalam proses mandi janabah, maka ia harus
mengulang wudhu setelah mandi.

2.5.4 Istinja’

Istinja’ adalah bersuci dengan air atau yang lainnya untuk membersihkan najis yang
berupa kotoran yang ada atau menempel pada tempat keluarnya kotoran tersebut (qubul
dan dubur). Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah sesuatu yang
dianggap kotor dan wajib dibersihkan atau dihilangkan, dengan menggunakan air atau
yang lainnya.

Adapun syarat istinja’ dengan menggunakan batu yaitu, tempat keluar najis belum
sampai kering, belum beralih tempat dan belum mengeluarkan lagi najis baru. Kalau
syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, wajib menggunakan air. Adab dan sopan santun
untuk seseorang yang buang hajat hendaknya tidak dilakukan di air yang menggenang .
Adapun air yang mengalir sedikit atau lambat maka hukumnya makruh, sedangkan air
yang mengalir deras hukumnya mubah. Termasuk etika bagi orang yang memenuhi hajat
adalah tidak buang hajat di bawah tumbuhan yang sedang berbuah, baik pada musim
berbuah atau tidak. Dan juga untuk orang yang buang hajat supaya untuk tidak di lakukan
di jalanan yang biasanya dilalui oleh orang dan suasananya ramai.

2.7 Tujuan Thaharah

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah, diantaranya :

a. Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.


b. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.

Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni menjadi pemelihara serta pembersih


diri dari berbagai macam kotoran juga hal-hal yang merusak pada kegiatan ibadah seorang
hamba.

Seorang hamba yang senantiasa gemar bersuci ia akan memiliki keutamaan-keutamaan


yang dianugerahkan oleh Allah di akhirat nanti. Thaharah juga membantu seorang hamba
untuk mempersiapkan diri sebelum melakukan ibadah-ibadah kepada Allah. Sebagai contoh
seorang yang shalat sesungguhnya ia sedang menghadap kepada Allah, karenanya wudhu
membuat agar fikiran hamba bisa siap untuk beribadah dan bisa terlepas dari kesibukan
kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum shalat karena wudhu adalah sarana
untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-kesibukan duniawi untuk siap
melaksanakan sholat.
2.8 Keutamaan Thaharah

Berthaharah adalah hal penting yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad saw.
Dalam berthaharah banyak keutamaannya, diantaraya disebutkan dalam surat Al-Baqarah
ayat 222 yang artinya :

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat dan orang-orang yang
melakukan amalan thaharah (bersuci).” ( Al-Baqarah : 222)

Selain itu, berthaharah adalah salah satu bagian penting dalam sahnya shalat.
Rasulullah saw. Bersabda:

“Kuncinya shalat itu ialah berthaharah, dan pengharamannya (yakni mulai diharamkan
berbicara dalam shalat) ialah takbir (yaitu takbir permulaan shalat atau dinamakan takbiratul
ihram), dan penghalalannya ialah salam (yakni halal kembali berbicara setelah berakhirnya
shalat dengan mengucapkan salam).” (HR. Tirmidzi dalam Sunan nya dari Ali. Abu Isa
(yakni At-Tirmidzi) berkata: “Hadits ini paling shahih dan paling baik dalam bab ini.”).

2.9 Hikmah dan Manfaat Thaharah

Hikmah dan manfaat thaharah sangatlah banyak tidak hanya berhubungan dengan
masalah ritual ibadah semata, tetapi mengandung banyak hikmah dan manfaat yang lebih
mendalam dan luas. Secara garis besar manfaat thaharah mencakup manfaat jasmani yaitu
kesehatan badan seseorang dan manfaat ukhrawi bagi thaharah fisik (Suad Ibrahim shalih:
2011: 83.).

2.9.1 Manfaat Jasmani

Pertama, membasuh seluruh tubuh dan seluruh ruas yang ada dapat menambah
kesegaran dan semangat, menghilangkan keletihan dan kelesuan sehingga ia dapat
mengerjakan shalat secara sempurna, khusyuk dan merasa diawasi Allah SWT. Kedua,
bersuci dapat meningkatkan kesehatan jasmani, karena kotoran biasanya membawa
banyak penyakit dan wabah. Kaum muslimin sangat layak untuk menjadi orang yang
paling sehat fisiknya, jauh dari penyakit karena agama Islam telah mengajarkan mereka
untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tinggal. Ketiga, bersuci berarti
memuliakan diri seorang muslim, keluarga dan masyarakatnya

2.9.2 Manfaat Ukhrawi bagi Thaharah Fisik

Pertama, semua orang yang memiliki ghirah agama sepakat dapat melakukan tugas
ini, tidak memandang kaya atau miskin, orang desa atau kota. Kedua, thaharah dapat
mengingatkan mereka akan nikmat Allah yang telah menghilangkan kotoran
dari diri mereka. Ketiga, dengan melihat seorang mukmin melaksanakan perintah Allah,
beramal shaleh mencari keridhaan, mengerjakan perintah secara sempurna sesuai dengan
syari’at yang ada, akan memupuk keimanan, melahirkan rasa diawasi Allah sehingga
setiap kali ia melakukan thaharah dengan niat mencari keridhaan Allah SWT. Keempat,
kesepakatan seluruh kaum muslimin untuk melakukan thaharah dengan cara dan sebab
yang sama dimanapun mereka berada dan berapapun jumlahnya, serta kesepakatan umat
dalam beramal adalah sebab terjalinnya keterpautan antar hati, semakin kompak dalam
beramal akan semakin kuat persatuan mereka. Sedangkan esensi thaharah yang lengkap
bagi seluruh tubuh, ialah :

a. Menghilangkan semua bau busuk yang menjadikan tidak nyaman, selain tidak
disenangi malaikat dan orang shalat bersama dalam jamaah, dan menyebabkan
mereka benci kepada orang yang berbau busuk. Contohnya pada disyariatkan mandi
pada hari raya dan mandi jumat.
b. Supaya tubuh segar dan jiwa bersemangat, tidak dapat diragukan lagi bahwa
hubungan antara kebersihan tubuh dan ketentraman jiwa sangat erat. Contohnya
apabila tubuh dibersihkan setelah mubasyarah (berhubungan intim), maka kembalilah
ruh kepada kesegaran dan hilanglah kemalasan dari tubuh.
c. Memalingkan jiwa dari keadaan bahimiyah kepada malakiyah, keseimbangan jiwa
dengan syahwat jima’, menarik jiwa pada sifat ke-bahimiyah-an, apabila terjadi
demikian kita segera mandi (thaharah), maka jiwa kita akan kembali pada sifat
malakiyyah.
d. Menyucikan diri dari hadats dan najis memberi isyarat supaya kita senantiasa
menyucikan jiwa dari dosa dan segala perangai yang keji. Hikmah dan manfaat
dilakukannya thaharah tersebut memberikan pengetahuan kepada kita bahwa betapa
pentingnya thaharah tidak hanya sekedar untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga
untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa thaharah mempunyai arti


kebersihan, bersih dari kotoran dan najis, baik yang nyata maupun berupa aib atau perbuatan-
perbuatan maksiat. Menurut istilah, thaharah merupakan suatu kegiatan bersuci dari hadats
dan najis yang dengannya seseorang diperbolehkan mengerjakan suatu ibadah yang
diharuskan dalam keadaan suci seperti shalat. Thaharah merupakan syarat yang wajib
dilakukan agar tercapainya kesempurnaan dalam ibadah.

Apabila seseorang terkena hadats dan najis, maka ibadahnya tidak sah. Adapun alat
yang dapat digunakan untuk berthaharah yaitu air, tanah atau debu yang suci, dan batu atau
benda keras yang suci. Wudhu, tayammum, mandi wajib (junub), dan istinja’ merupakan cara
berthaharah yang dapat dilakukan agar kita suci dari hadats dan najis.

3.2 Saran

Oleh karena itu, sebagai mahasiswa yang juga merupakan umat muslim, kita perlu
menjaga kebersihan dengan cara berthaharah. Setelah membaca makalah ini, penulis
mengharapkan agar kita mengerti maksud dari thaharah, hadats dan najis, dan bagimana cara
berthaharah untuk mensucikan tubuh kita dari hadats dan najis. Makalah ini dibuat juga
bertujuan agar kita tidak keliru saat melakukan thaharah.
DAFTAR PUSTAKA

Sumaji, M. A. (2008). 125 masalah thaharah. Tiga Serangkai.

Abdullah, I. (2018). Fiqih Thaharah: Panduan Praktis Bersuci. Pustaka Media.

Maawiyah, A. (2016). Thaharah sebagai kunci ibadah. Sarwah: Journal of Islamic


Civilization and Thought, 15(2).

Kariminah, R. (2019). Penafsiran Ayat-Ayat Thaharah Dalam Kitab Tafsir Jalalain (Studi
Tafsir Tematik).

Ahmad, M. S. (2018). Thaharah: makna zawahir dan bawathin dalam bersuci (perspektif
studi Islam komprehensif). Mizan: Journal of Islamic Law, 2(1).

Jamaluddin, J. (2018). Fiqh Al-Bi'ah Ramah Lingkungan; Konsep Thaharah dan Nadhafah
dalam membangun Budaya Bersih. Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, 29(2),
324-345.

Sarwat, A., & Lc, M. A. (2019). Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Taharah. Gramedia pustaka
utama.

Muddin, M. M. A. (2021). Kajian Ilmu Thaharah Pada Kitab Fathul Qorib Karya Ibnu
Qosim Al-Ghazy dan Relevansinya Dengan Bahan Ajar Fiqih Kelas VII Madrasah
Tsanawiyyah (Doctoral dissertation, IAIN KUDUS).

Syahida, D. Berbagai langkah dan keuntungan sampingan dari ibadah Thaharah.

Buku Guru Fiqih Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madarasah Tsanawiyah Kelas VII,
(Jakarta: Kementrian Agama 2015).

Al-Qur’anul Karim

Rumaisha, A. (2018). Ibadah Bersuci (Toharoh) dan Gaya Hidup Sehat.

Sunan At-Tirmidzi , Al-Imam Abu Isa At-Tirmidzi, Darul Kutub Al-Ilmiyah, th. 1356 H
1937 M.

Majmu’ Fatawa , Ibnu Taimiyah, Mujamma’ Al-Malik Fahad, Al-Madinah Al-Munawarrah,


th. 1416 H / 1995 M.

Anda mungkin juga menyukai