Anda di halaman 1dari 14

MEMAHAMI THAHARAH

(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih)

Dosen Pengampu:

Mohamad Sodik, M.Pd.

Disusun Oleh:

Al Imroatul Fadilah (23109910010)

Eka Zulfina Rohmatul Izzati (23109910007)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR 2023


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Memahami Thaharah“ ini dengan baik guna memenuhi tugas mata kuliah Fikih.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman
terang benderang yakni agama Islam. Tak lupa juga kami sampaikan terima kasih
kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses
penyelesaian makalah ini. Kami telah berusaha menyusun makalah ini dengan
sebaik mungkin, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, serta tidak terlepas dari berbagai macam kendala,
keterbatasan ilmu dan referensi. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang baik dari berbagai pihak demi perbaikan makalah selanjutnya.

Blitar, 10 Oktober 2023

Penulis

DAFTAR ISI

Contents

i
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
1. Kedudukan dan Fungsi Thaharah dalam Ibadah..............................................3
2. Pengertian Najis...................................................................................................3
3. Pembagian Najis...................................................................................................4
4. Cara Mensucikan Najis........................................................................................5
5. Pengertian Hadats................................................................................................6
6. Pembagian Hadats................................................................................................7
7. Cara Mensucikan Hadats....................................................................................8
BAB III.............................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................................9
B. Saran.....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Thaharah, atau kesucian, adalah konsep fundamental dalam agama
Islam yang memiliki peranan krusial dalam menjalankan ibadah. Dalam
praktek ibadah sehari-hari, pemahaman tentang thaharah sangatlah
penting karena ibadah yang sah dan diterima oleh Allah SWT memerlukan
keadaan thaharah yang baik. Pemahaman tentang pengertian najis dan
hadats, pembagian najis dan hadats, serta cara mensucikannya adalah
bagian integral dari konsep thaharah ini. Oleh karena itu, penting untuk
memahami kedudukan dan fungsi thaharah dalam ibadah untuk
menjalankan kewajiban agama dengan benar.

Pengertian najis dan hadats adalah komponen penting dalam


konsep thaharah. Najis merujuk pada segala yang dianggap kotor atau
tidak suci dalam Islam. Sebaliknya, hadats adalah keadaan yang
menghalangi seseorang dari menjalankan ibadah tertentu tanpa melakukan
penyucian terlebih dahulu. Dengan pemahaman yang baik tentang
pengertian dan perbedaan antara najis dan hadats, setiap muslim dapat
memahami bagaimana thaharah memainkan peran penting dalam menjaga
kebersihan fisik dan spiritual mereka.

Pembagian najis dan hadats juga merupakan aspek penting dalam


pemahaman thaharah. Pembagian ini membantu setiap muslim memahami
cara menghadapi situasi yang mungkin melibatkan keadaan najis atau
hadats. Dengan mengetahui perbedaan antara najis mukhaffafah (najis
ringan), najis mutawassitah (najis sedang), hadats besar, dan hadats kecil,
maka setiap muslim dapat merespons dengan tepat dan mengikuti tata cara
penyucian yang sesuai.

Dalam praktek sehari-hari, cara mensucikan najis dan hadats


adalah langkah penting dalam mempertahankan thaharah. Proses
penyucian yang benar sesuai dengan ajaran agama membantu setiap

1
muslim menjaga keseimbangan antara kebersihan fisik dan spiritual.
Dengan pemahaman yang baik tentang cara mensucikan najis dan hadats,
setiap muslim dapat memastikan bahwa mereka memenuhi syarat untuk
menjalankan ibadah dengan benar dan menjalani kehidupan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip agama Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa kedudukan dan fungsi thaharah dalam ibadah?
2. Apa yang dimaksud dengan najis?
3. Apa saja macam-macam najis?
4. Bagaimana cara mensucikan najis?
5. Apa yang dimaksud dengan hadats?
6. Apa saja macam-macam hadats?
7. Bagaimana cara mensucikan hadats?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kedudukan dan fungsi thaharah dalam ibadah.
2. Mengetahui pengertian, pembagian dan cara mensucikan najis.
3. Mengetahui pengertian, pembagian dan cara mensucikan hadats.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kedudukan dan Fungsi Thaharah dalam Ibadah


Kedudukan dan fungsi thaharah dalam ibadah memiliki peran
yang sangat penting dalam agama Islam. Kedudukannya sebagai syarat
sahnya ibadah membuatnya menjadi fondasi utama dalam setiap amalan
keagamaan. Tanpa thaharah yang benar, ibadah bisa menjadi tidak sah. Ini
sejalan dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, "Tidak sah
shalatnya orang yang tidak berwudhu, dan tidak sah wudhunya orang yang
tidak membaca Bismillah." (HR. Ahmad)

Fungsi thaharah dalam ibadah mencakup beberapa aspek penting.


Pertama, thaharah membantu membersihkan fisik dan jiwa, sehingga
seseorang dapat mendekati Allah dalam keadaan yang suci. Ini
menciptakan ikatan spiritual yang lebih kuat antara individu dan
Tuhannya. Kedua, thaharah membantu menjaga kekhusyukan dalam
ibadah dengan menghilangkan gangguan-gangguan dunia yang tidak perlu.
Ketiga, thaharah juga mencerminkan ketaatan seorang muslim terhadap
ajaran Allah, yang mengaja rkan nilai-nilai kesucian dan kebersihan.

2. Pengertian Najis
Secara bahasa najis artinya kotor. Kata lain dalam bahasa arab untuk najis
adalah “rijs”. Allah SWT berfirman:

‫ِا‬ ‫ِا‬
‫ُقْل ٓاَّل َاِج ُد ْيِف َم ٓا ُاْوِح َي َّيَل َحُمَّرًم ا َعٰل ى َطاِعٍم َّيْطَعُم ٗٓه ٓاَّل َاْن َّيُك ْو َن َم ْيَتًة‬
ٖۚ‫َاْو َدًم ا َّم ْس ُفْوًح ا َاْو ْحَلَم ِخ ْنِزْيٍر َفِاَّنهٗ ِرْج ٌس َاْو ِفْس ًق ا ُاِه َّل ِلَغِرْي الّٰلِه ِبه‬
‫ِح‬ ‫ٍد ِا‬
‫َفَم ِن اْض ُطَّر َغْيَر َباٍغ َّواَل َعا َف َّن َرَّبَك َغُفْوٌر َّر ْيٌم‬
Artinya: “Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin
memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang

3
mengalir, daging babi – karena semua itu kotor atau hewan yang
disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa bukan
karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh,
Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-An`am: 145)
Adapun secara istilah syariah, ulama berbeda-beda dalam memberikan
definisi tentang najis. Intinya bahwa najis adalah hukum yang melekat
pada suatu benda yang dianggap kotor oleh orang yang tabiatnya baik,
sehingga dia selalu menjaga agar tidak terkena tersebut dan berusaha
membersihkan benda yang suci ketika terkena benda najis.

3. Pembagian Najis
Najis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu najis mukhoffafah,
mutawasithah dan mughaladzah. Najis mukhoffafah (ringan) adalah najis
ringan. Yang termasuk najis ini adalah air seni anak laki-laki yang belum
makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Najis mutawasithah (pertengahan), meliputi segala sesuatu yang
keluar dari qubul (jalan depan) dan dubur (jalan belakang), darah (selain
hati dan limpa, demikian juga darah orang syahid), nanah, muntah, madzi,
mayat, arak atau minuman yang memabukan, air susu hewan yang tidak
dimakan dagingnya (kecuali manusia), daging binatang yang dipotong
selagi masih hidup dan bangkai binatang darat yang berdarah selain
manusia. Najis mutawasithah ini terbagi ke dalam dua bagian yaitu:
a) Najis ‘ainiyah, yakni najis yang masih ada zat, bau dan
warnanya.
b) Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini keberadaannya,
meskipun zat, bau dan warnanya tidak nyata adanya, seperti air
seni yang sudah kering, sehingga sifat-sifatnya sudah hilang.

Najis mughaladhah adalah najis berat. Yang termasuk ke dalam


jenis ini ialah air liur anjing (namun terdapat perbedaan di kalangan ulama
tentang keharaman anjing, ada yang menghalalkan sepenuhnya, namun
ada juga menghalalkan sebagian dan mengharamkan hanya air liurnya
saja, dan yang lebih dikenal pendapat mazhab Imam Syafi’i yaitu tentang

4
keharaman anjing) dan babi serta keturunan dari keduanya, atau hasil
persilangan dari keduanya dengan binatang lain.

4. Cara Mensucikan Najis


Cara menyucikan najis berbeda-beda, tergantung najisnya. Cara
yang lebih banyak dilakukan adalah mencuci atau membasuhnya dengan
air, meskipun telah bersuci menggunakan tiga batu setelah istinja
misalnya. Bahkan, bila diikuti dengan air setelah menggunakan batu
tersebut, maka menjadi lebih baik (afdhal). Bila ingin meringkas dengan
salah satu dari air atau batu, maka bersuci dengan menggunakan air lebih
utama. Karena air lebih bisa menghilangkan benda dan bekasnya.
Dalam hal ini, ada tiga cara melakukan thaharah (membersihkan
najis) tergantung pada jenis najis yang mengenai suatu benda, antara lain
sebagai berikut:
a) Najis mughallazhah menurut jumhur ulama, jika suatu benda
terkena najis yang berasal dari anjing dan babi, seperti
kotorannya, air liurnya dan lain-lain, maka cara
menyucikannya ialah benda itu dicuci dengan air sebanyak
tujuh kali, satu kali di antaranya dicampurkan dengan
debu/tanah.
b) Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang lain dari
pada kedua macam tersebut. Najis pertengahan ini dibedakan
berdasarkan keadaannya yaitu najis hukmiyyah (yang zat dan
sifat-sifatnya tidak ada lagi) atau `ainiyyah (yang ada zat dan
sifat-sifatnya).
1) Najis hukmiyyah, yaitu najis yang tidak terlihat (tidak
nampak), seperti bekas kencing, arak yang sudah
kering. Cara mencuci najis ini cukup dengan
mengalirkan air di atas benda yang terkena najis
tersebut. Apabila rupa najis ini tidak mau hilang serta
digosok-gosok, maka dimaafkan.
2) Najis `ainiyyah, yaitu yang terlihat atau berwujud
(masih ada zatnya, rasa, warna, dan baunya), seperti

5
darah, nanah, air kencing dan sebagainya. Maka cara
mensucikan najis ini hendaklah dengan dihilangkan zat,
rasa, warna, dan baunya. Adanya bau dan warna pada
benda menunjukkan adanya najis dibenda tersebut,
kecuali bila setelah dihilangkan dengan cara digosok
dan
dikucek, maka dimaafkan.
c) Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing bayi laki-laki
yang belum memakan makanan selain ASI. Cara untuk
mensucikan najis pada kencing bayi yaitu cukup dipercikkan
dengan air pada pakaian yang terkena kencing bayi laki-laki
jika ia belum mengkonsumsi makanan (najis mukhaffafah), jika
bayi laki-laki itu telah mengkonsumsi makanan, maka pakaian
yang terkena kencing itu harus dicuci (najis muthawassithah).
Sedangkan jika bayi itu perempuan maka pakaian yang terkena
air kencingnya harus dicuci baik ia sudah mengkonsumsi
makanan atau belum (najis muthawassithah).

Dengan demikian cara menghilangkan dan membersihkan najis


adalah bisa dengan mencuci, menyiram, dan mengusap dengan air. Cara-
cara tersebut berdasarkan ketetapan syara` yang dirinci dalam beberapa
hadits shahih. Cara mencuci dan menyiramnya dapat dilakukan bagi
semua jenis dan macam najis bagi semua tempat, sedangkan mengusap
dengan menggunakan beberapa batu diperbolehkan pada najis yang
melekat pada kubul dan dubur (istinja).

5. Pengertian Hadats
Secara bahasa hadats berarti memperbaharui (attajaddud). Secara
istilah, hadats adalah suatu keadaan yang dialami oleh seorang laki-laki
maupun perempuan, yang merusak kesucian secara syara’. Para ulama
berpendapat bahwa hadats adalah najis secara hukmi (hukum) bukan najis
secara fisik (hakiki). Dinyatakan sebagai najis hukmi karena hadats tidak
tampak, tidak berbentuk materi atau dzat secara kasat mata, baik itu
menempel di tubuh, pakaian dan tempat. Pada hakikatnya, orang yang

6
dalam keadaan hadats berarti dalam keadaan tidak suci, sehingga terhalang
atau tidak sahnya menjalankan ibadah kepada Allah SWT, seperti
mendirikan shalat atau yang lainnya sampai ia bersuci (berwudhu,
tayammum dan mandi).

6. Pembagian Hadats
Para ulama fiqih membagi hadats menjadi dua macam, hadats kecil
dan hadats besar. Hadats kecil adalah suatu keadaan yang mewajibkan
seseorang untuk berwudu atau tayamum, seperti buang air kecil, buang air
besar, dan buang angin (kentut). Cara bersuci dari hadats kecil adalah
dengan berwudhu’. Sedangkan hadats besar adalah keadaan yang
mewajibkan seseorang untuk mandi junub, seperti berhubungan badan
(suami-istri), keluar mani, setelah haid, dan nifas. Cara bersuci dari hadats
besar adalah dengan mandi janabah.

1) Hadast Kecil
Seseorang berhadats kecil jika ia mengalami sebab-sebab berikut:
a) Keluarnya sesuatu dari dua lubang kemaluan (qubul dan
dubur) berupa benda padat maupun cair, seperti air
kencing, tinja, dan angin (kentut).
b) Hilangnya akal karena tidur.
c) Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat. Menurut Imam
Syafi’i tidak membatalkan wudhu ketika kulit laki-laki
bersentuhan dengan perempuan mahramnya. Menurut
mazhab Abu Hanifah, bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan tidak diwajibkan untuk berwudhu. Imam
Malik menyatakan bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan jika menimbulkan syahwat, maka wajib
berwudhu.
d) Menyentuh dubur dan kemaluan sendiri maupun orang
lain dengan telapak tangan, tanpa membedakan orang
dewasa, anak-anak, mayat, atau khunsa (waria). Ini
adalah pendapat Imam Syafi’i. Sebagian ulama lainnya

7
tidak mewajibkan berwudhu jika menyentuh kemaluan
dengan alasan ia adalah bagian dari tubuh sendiri.
2) Hadats Besar
Seseorang berhadats besar jika ia mengalami sebab-sebab berikut
ini:
a) Berhubungan badan antara suami dan istri, baik keluar
mani atau tidak.
b) Keluarnya air mani karena mimpi basah atau sebab lain
yang menyebabkan air mani keluar.
c) Keluarnya darah haid dan nifas dari perempuan. Nifas
adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah
melahirkan.
d) Orang kafir yang masuk Islam. Menurut Jumhur ulama,
seseorang yang memeluk Islam harus mandi karena
junubnya tidak pernah disucikan dengan mandi wajib.
Kalau ia tidak pernah junub, maka mandi baginya
adalah sunnah.

7. Cara Mensucikan Hadats


Jika seseorang mengalami hadats kecil, maka dia cukup berwudhu untuk
menghilangkan hadats tersebut. Sementara orang yang berhadats besar
maka dia wajib mandi junub. Adapun tayammum bisa membersihkan
kedua hadats tersebut namun hanya dilakukan jika dalam keadaan darurat
seperti sulit ditemukan air atau seorang yang akan bertambah sakitnya jika
dia bersuci menggunakan air, dan beberapa perkara darurat lainnya.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini, kami telah menjelaskan beberapa konsep
penting dalam Islam yang berkaitan dengan thaharah (kesucian).
Thaharah memegang peran utama dalam ibadah Islam karena menjadi
dasar untuk menjalankan ritual-ritual ibadah dengan benar dan bersih. Kita
juga memahami bahwa najis adalah segala sesuatu yang dianggap tidak
suci dalam Islam, dan mereka dibagi menjadi tiga jenis: najis mughallazah
(najis berat), najis mutawassitah (najis sedang) dan najis mukhaffafah
(najis ringan). Cara mensucikan najis memerlukan pemahaman dan
tindakan yang tepat, seperti mencuci dengan air dan sabun atau
menggunakan tanah yang suci ketika air tidak tersedia.

Kemudian, kami membahas hadats, yaitu keadaan tidak suci


sseorang yang bersifat sementara. Hadats dibagi menjadi dua jenis, yaitu
hadats besar dan hadats kecil. Adapun cara mensucikan hadats melibatkan
tindakan seperti wudhu (cuci muka, tangan, kaki) atau mandi junub (mandi
besar) sesuai dengan jenis hadatsnya.

Dalam Islam, thaharah dan hadats bukan hanya konsep ritual,


tetapi juga mencerminkan pentingnya kebersihan fisik dan spiritual.
Kesucian adalah bagian integral dari ibadah dan memungkinkan umat
Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan yang benar dan
layak. Dengan memahami dan mengikuti prinsip-prinsip thaharah, umat
Islam dapat menjalankan ibadah dengan benar.

B. Saran
Kami berharap bagi pembaca makalah ini untuk memahami dengan
seksama setiap konsep yang telah dibahas. Pertama, pelajari dengan teliti
kedudukan dan fungsi thaharah dalam ibadah, karena ini adalah landasan
utama bagi kesucian dalam menjalankan ibadah Islam. Pemahaman yang

9
kuat tentang thaharah akan memastikan pelaksanaan ibadah yang benar
dan khusyuk.

Selanjutnya, kami berharap pembaca dapat memahami secara


mendalam pengertian najis, pembagian najis, cara mensucikan najis,
pengertian hadats, pembagian hadats, dan cara mensucikan hadats. Karena
konsep-konsep ini merupakan bagian penting dalam menjaga kesucian dan
ketaatan dalam ajaran Islam. Ketelitian dalam memahami jenis-jenis najis,
perbedaan antara hadats besar dan kecil, serta langkah-langkah yang benar
dalam mensucikannya akan memberikan landasan yang kokoh dalam
menjalankan ibadah sehari-hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kamaludin. 2014. Konsep Najis dan Pencuciannya dalam Fatwa MUI. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta

Putri, Yanuar Rizka dkk. 2016. Thaharah. Makalah

Yusdani dkk. 2019. Pilar Substansial Islam: Pendalaman Nilai Islam 2.


Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam. Yogyakarta

11

Anda mungkin juga menyukai