TAHARAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu : Nurul Haq, M.Pd.I
Disusun Oleh:
1. Maghfiratul Jannah (2619005)
2. Fitri Kurniasih (2619006)
3. Dina Nova Iza (2619007)
4. Alviana Nurmasitoh (2619008)
5. Feby Tiani Putri (2619011)
Segala puji hanya milik Allah SWT. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Ibadah
yang berjudul “Taharah”. Taklupa shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Semoga kelak mendapatkan syafa’atnyadi yaumul akhir nanti.
Dalam penyusunan makalah ini, kami buat dengan harapan, bab makalah ini
dapat berguna bagi Mahasiswa IAIN PEKALONGAN dan dalam perkuliahan. Adapun
makalah ini kami susun dengan sebenar-benarnya serta dengan sumber yang akurat, dan
apabila dalam makalah ini terdapat kekurangan atau kesalahan baik dalam isi, penulisan
maupun segi bahasa,kami mohon maaf sebesar-besarnya.
Karena kesempurnan hanya milik Allah SWT. Mohon maklum,kami masih
dalam proses pembelajaran, serta kami siap diberi masukan dan bimbingan, Sekian
pengantar yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
pembelajaran mata kuliah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari
agama islam. Dengan adanya hukum perilaku kehidupan kaum musliminsecara
keseluruhan dapat diatur dengan terstruktur. Oleh karena itu kaum muslimin
dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak akan pernah lepas dari hukum
islam Salah satunya yaitu dalam konteks bersuci (taharah). Taharah atau
mensucikan badan dari najis hukumnya menjadi wajib karena menjadi suatu
keharusan. Misalnya dalam melakukan sebuah ibadah kepada Allah, kamu
muslimin harus bersih dari segala najis, sedangkan manusia itu sendiri tidak
pernah lepas dari yang namanya kotoran (najis).
Apabila kaum muslimin tidak bersuci terlebih dahulu ketika akan
melakukan suatu ibadah maka segala ibadah yang dilakukan akan sia-sia bahkan
mendapat dosa dari Allah swt. Meskipun bersuci terlihat sederhana dalam
praktiknya , namun menjadi keliru atau menimbulkan mudharat apabila dalam
bersuci tidak memakai tata caea bersuci dengan baik dan benar yang sesuai
ketentuan yang telah ditentukan oleh syariat Islam.
Maka dari itu dalam makalah kali ini akan membahas tentang bagaimana
cara bersuci dengan baik dan benar sesuai dengan syariat agama islam yang
telah disyariatkan sebelumnya. Serta menjelaskan beberapa hal yang menjadikan
kaum muslimin diharuskan untuk melakukan bersuci (taharah).
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
Thaharah (bersuci) menurut bahasa berarti bersih dan membersihkan diri
dari kotoran yang bersifat hissiy (inderawi) seperti najis dan kotoran yang
ma’nawi seperti cacat fisik maupun nonfisik (aib). Sedangkan menurut syara’,
thaharah adalah sesuatu yang dihukumi wajib untuk melaksanakan shalat seperti
wudhu, mandi, tayammum dan menghilangkan najis lainnya. Beberapa macam
thaharah, yaitu wudhu untuk menghilangkan hadats kecil, mandi untuk
menghilangkan hadats besar serta tayamum untuk menggantikan wudlu dalam
keadaan tertentu. Thaharah pada dasarnya adalah sebuah ibadah yang mencakup
seluruh ibadah lainnya. Tanpa adanya thaharah mustahil akan terwujud ibadah
yang sah karena ibadah yang dilakukan seorang hamba harus dalam keadaan
yang bersih dan suci (thaharah wa nadhafah) untuk mencapai kesempurnaan
ibadah. Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah
adalah membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan
hadats menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat Islam.1
Thaharah (bersuci) menurut pembagianya dapat dibedakan menjadi 2
(dua) bagian, yaitu :
1. Bersuci Lahiriah
Thaharah (bersuci) yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat
tinggal, lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadats dan najis. Membersihkan
diri dari najis adalah membersihkan badan, pakaian, dan tempat yang didiami
dari kotoran sampai hilang rasa, bau dan warnanya.
2. Bersuci Batiniah
Thaharah (bersuci) batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa
dosa dan perbuatan maksiat seperti: iri, dengki, takabur dan sombong. Cara
membersihkannya dengan taubatan nashuha (taubat yang sungguh-sungguh),
yaitu memohon ampun kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengulang
kembali perbuatan tersebut.2
6
B. Pengertian Najis
Menurut bahasa najis berasal dari bahasa arab yaitu ) (نجسyang artinya
kotor. Menurut istilah najis adalah setiap kotoran yang mencegah sahnya
shalat,dalam keadaan tidak ada rukhsah.
Najis merupakan lawan dari thaharah ( suci ), Secara etimologi najis
berarti sesuatu yang dapat mengotori,menjijikan. Sedangkan menurut istilah
syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat
selama tidak ada sesuatu yang meringankan atau Sesuatu yang menjijikkan atau
benda yang kotor yang wajib di bersih kan oleh setiap muslim3. Menurut
beberapa tokoh pengertian najis adalah:
1. Menurut Sayyid Sabiq Najis adalah kotoran yang bagi setiap muslim wajib
mensucikan diri dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya.
2. Menurut Imam Maliki ,Najis adalah sesuatu sifat yang menurut syar’idilarang
mengerjakan shalat dan memakai pakaian yang terkena najis atau di tempat yang
ada najisnya.
3. Menurut Musthafa Kamal Pasha Najis adalah suatu perkara yang dipandang
kotor dan menjijikan.
َ ََوثِّيَا بَكَ ف
ط ِّهر
3 Azmi Abu ‘Ani, Fiqih Ibadah Praktis, PustakaAr-rayyan, Padang : 2015. hlm.15.
7
Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
ُ ش
)ط ُرا ِال ْي َم ِن (رواه مسلم َّ ال
َ ط َه ْو ُر
“Kesucian itu sebagian dari iman.”(HR. Muslim).
5 Slamet Abidin dan Moh. Suyono, 1998, Fiqih Ibadah,(Bandung:CV Pustaka Setia), hlm. 28.
8
“Kencing bayi perempuan harus di cuci,kencing bayi laki-laki cukup
diperciki.(HR.Abu Dawud,Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abi Sumah pembantu
Rasulullah saw).
Pada suatu hari Ummu Qais ra.binti Muhshin ra membawa bayi laki-laki yang
belum memakan apa-apa kecuali air susu ibu saja. Kemudian bayi tersebut
kencing sehingga membasahi baju Rasulullah. Lalu beliau meminta air dan
memercikkannya ke atas baju beliau yang kena kencingnya bayi laki-laki
tersebut dan Rasulullah tidak mencucinya. Makna Memerciki dengan Air pada
Pakaian yang Kena Kencing Bayi Laki-laki.
Menurut Imam Al Haramain (Al-Juwaini) dan ahli-ahli taqiq telah
mengatakan bahwa makna An-Nadhoh dalam hadits tersebut ialah memerciki
dengan air yang agak banyak,sehingga air tidak sampai mengalir dan tidak
menetes. Itulah pendapat yang shahih dan terpilih (dipegang).
Dan menurut Syekh Abu Muhammad Al Juwaini Qadhi Husaid dan Al
Baghawi,mengatakan bahwa makna “An-Nadhoh” dalam hadits tersebut ialah
sesuatu yang dikenai kencing disiram dengan air hingga basah,kira-kira kalau
kain itu diperas tetapi tidak diperas. Jadi dengan merangkum berbagai pendapat
diatas dapatlah dikatakan bahwa makna”An-Nadhoh” adalah memercikkan air
ketempat yang dikenal kencing sampai merata mengenai bagian yang kena
kencing tersebut. Makna Belum Memakan Makanan .
Imam Nawawi dalam kitab syarahnya shahih Muslim mengatakan bahwa
: “Sesungguhnya memercikkan air pada kencing bayi sudah memadai selama
bayi tersebut semata-mata menyusu air susu ibu. Apabila bayi tersebut sudah
memakan makanan ( untuk mengenyangkan/makanan tambahan),maka wajib
mencucinya tanpa berbeda pendapat.Bagi bayi yang sejak kelahirannya disuapi
kurma,tidaklah menyebabkan halangan untuk memerciki kencingnya,sebab yang
demikian itu tidak dianggap memakan tambahan selain air susu ibu. Perbuatan
menyuapkan buah kurma pada bayi sejak kelahirannya adalah mengikuti sunnah
nabi. Yang terpenting bukan makanan yang dimakan sebagai tambahan selain air
susu ibu.
Alasan Keringanan bagi Bayi Laki-laki
9
Adanya keringanan untuk memercikkan air pada kencing bayi laki-laki adalah
mengingat berbagai alasan sebagai berikut :
a) Karena kencing bayi laki-laki itu lebih halus dari kencing bayi
perempuan,sehingga kencing bayi laki-laki tidak banyak menempel (melekat) di
tempatnya kencing seperti halnya kencing bayi perempuan.
b) Kencing bayi perempuan itu lebih berbau bila dibandingkan dengan bau kencing
bayi laki-laki.
c) Bayi laki-laki apabila kencing,maka kencingnya itu,berserakan ke mana-
mana(tidak mengumpul),sedang kencing bayi perempuan itu mengumpul.6
b) Najis Hukmiyah yaitu najis yang kita yakini adanya (menurut hukum),tetapi
tidak tampak ketiga sifatnya,seperti kencing yang sudah lama kering sehingga
sifatnya hilang. Cara mencuci najis ini adalah cukup dengan mengalirkan air
kepada benda yang terkena najis7
6 Maftuh Ahnan dan Maria Ulfa, Risalah Fiqih Wanita ,(Surabaya : Terbit Terang,), hlm. 18-21
7 Slamet Abidin dan Moh. Suyono, 1998, Fiqih Ibadah,(Bandung:CV Pustaka Setia), hlm. 31
10
Yaitu najis yang berat. Termasuk dalam najis ini adalah anjing dan babi termasuk
babi hutan serta keturunannya atau keturunan salah satu dari keduanya.
Adapun cara mencuci najis atau benda yang terkena najis ini adalah dengan
mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan
debu atau tanah yang suci.8
Dalam hal ini Rasululllah saw bersabda:
َ : سلَّ َم
طهور اِّنَاءِّ اَ َحدِّكم اِّذَ َاولَ َغ فِّي ِّه الكَلب اَن َ ِّصلَّى للا
َ علَي ِّه َو َ ِّقَا َل َرسول للا:عنه قَا َل
َ ي للا ِّ عن أَبِّى ه َري َرة َ َر
َ ض َ
يَغ ِّسلَه ِّ سب َع َم َّرات اَو َل ه َّن بِّالت َرا
)ب (رواه مسلم َ
Artinya:
“Abu Hurairoh ra berkata,Rasulullah saw bersabda,Sucinya bejana seseorang di
antara kamu apabila telah dijilat anjing maka hendaklah dibasuh tujuh kali yang
salah satu dari tujuh itu dicampur dengan tanah.(HR.Muslim).9
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa thaharah
(bersuci) menurut bahasa berarti bersih dan membersihkan diri dari kotoran yang
bersifat hissiy (inderawi) seperti najis dan kotoran yang ma’nawi seperti cacat
fisik maupun nonfisik (aib). Sedangkan menurut syara’, thaharah adalah sesuatu
yang dihukumi wajib untuk melaksanakan shalat seperti wudhu, mandi,
tayammum dan menghilangkan najis lainnya. najis berasal dari bahasa arab yaitu
) (نجسyang artinya kotor. Menurut istilah najis adalah setiap kotoran yang
mencegah sahnya shalat,dalam keadaan tidak ada rukhsah. Najis merupakan
lawan dari thaharah ( suci ), Secara etimologi najis berarti sesuatu yang dapat
mengotori,menjijikan. Sedangkan menurut istilah syara’, najis adalah sesuatu
yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu
yang meringankan atau Sesuatu yang menjijikkan atau benda yang kotor yang
wajib di bersih kan oleh setiap muslim. Najis ada tiga macam : Najis
Mukhafafah, Najis Mutawasittah dan Najis Mughaladzah.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan.
Sumber yang didapatkanpun masih belum maksimal. Dalam hal ini kami
meminta kritikan dan saran dari para pembaca untuk menjadikan makalah ini
lebih sempurna lagi dan harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi
penambahan wawasan kita tentang rancangan penelitian.
12
DAFTAR PUSTAKA
Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Warad, Shahih Muslim.1986. Riyad: Dar al-Alam
al-Kutub.
13