Anda di halaman 1dari 26

TATA CARA BERSUCI BAGI ORANG SAKIT

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Agama

Dosen Pengampu:

Dr. Bukhari

Oleh:

Kelompok 3

Intan Muliana NIM. 23010001

Intan Saskia NIM. 23010016

Nisa Nazirah NIM. 23010151

Nura Ulfa NIM. 23010110

Safira NIM. 23010011

Wulan Safitri NIM. 23010118

KELAS 1B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)

STIKes MEDIKA NURUL ISLAM

TAHUN 2023
2

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya diakhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Agama dengan judul “Tata Cara Bersuci
Bagi Orang Sakit”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sigli, 11 November 2023

Kelompok 3
3

DAFTAR ISI

Hlm

COVER…………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii

BAB I: PENDAHULUAN

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pembagian Thaharah…………………………..……


B. Dasar Hukum Thaharah………………….…...………………………
C. Syarat Wajib Thaharah………………………..……………………....
D. Sarana Melakukan Thaharah…………………………………………
E. Macam-macam Thaharah……………………………………………..
F. Cara Thaharah Orang yang Sakit…………………………………….
G. Fungsi Thaharah……………………………………………………….
H. Hikmah dan Manfaat Thaharah………………………………………

BAB III: PENUTUP

Kesimpulan……………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
4
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknyatermasuk


bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat
shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat
diwajibkan suci dari hadast dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari
najis (H. Sulaiman Rasjid, 2015:13). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

َ‫صالة‬ ‫ ال يَ ْقبَ ُم ه‬:‫َّللا َعهَ ْي ِّ َؤ َسههى‬


َ ُ‫َّللا‬ ‫ص هم ه‬ ‫ قَا َل َرسُْٕ ُل ه‬:‫َّللاُ َع ُُّْ قَ َم‬
َ ِ‫َّللا‬ ‫ضي ه‬ِ ‫ع ٍَْ أَبِي ُْ َر ْي َرةَ َر‬
َ ‫َث َحتهى يَتَ َٕضهأ‬
َ ‫أَ َح ِد ُك ْى إ َذا أَحْ د‬

“Dari Abu Hurairah radialla „anhu berkata, Raslullah shalallahu „alaihi wa


sala bersabda: “Allah tidak akan menerima sholat salah satu diantara kalian
apabila ia dalam keadaan berhadats hingga kalian berwudhu”. (HR. Bukhari, No:
135, 6954) (Hadits Kedua dari Kitab Umdatul Ahkam)

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hal-hal yang kotor
sehingga sebelum memulai aktifitas kita menghadap tuhan atau beribadah
haruslah dimulai dengan bersuci atau membersihkan diri. Jika kita melihat dan
membaca dengan teliti hampir seluruh kitab-kitab fiqh akan diawali dengan bab
thaharah, ini menunjukan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang
mendasar dan betapa pentingnya masalah thaharah ini. Banyak sekali hikmah
yang terkandung dalam thaharah, kita sebagai muslim harus dan wajib
mengatahui cara-cara bersuci karena bersuci adalah dasar ibadah bagi umat
Islam.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis
tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwasanya ada
orang yang tahu akan thaharah namun mengabaikannya. Maka dari pada itu
penulis akan sedikit menjelaskan pengetahuan penulis tentang thaharah dari
berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat Islam sadar
akan pentingnya thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pembagian Thaharah


1. Pengertian Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa arab yakni ‫ يطٓر – طٓرة‬-‫طٓر‬ yang artinya
bersuci. Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran (An-
Nawawi, 2009:234). Thaharah secara bahasa adalah bersih dari najis dan
kotoran, baik secara indrawi maupun maknawi (Hasbiyallah, 2014:141). Dalam
buku Fiqh ibadah karangan Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan
Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas secara bahasa ath-thaharah berarti
bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah secara istilah adalah
bersih dari najis haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast, definisi
yang dibuat oleh mazhab Maliki dan Hambali sama dengan definisi yang
digunakan oleh ulama mazhab Hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah
adalah menghilangkan apa yang menghalangi shalat yaitu hadats atau najis
dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah
(Wahbah Al-zuhaili, 2010:203). Menurut ulama Syafiiyah, thaharah mencakup
dua pengertian. Pertama, melakukan sesuatu yang dibolehkannya shalat,
seperti wudhu, mandi, tayamum, dan menghilangkan najis. Kedua, thaharah
berarti menghilangkan hadats atau najis, sperti tayamum dan mandi-mandi
sunnah (Hasbiyallah, 2014:141).
Dari pengertian diatas, kita dapat memahami adanya kesamaan dalam
ikhtilaf (perbedaan pendapat), yakni bahwa thaharah dapat dilakukan dengan
wudhu, mandi, tayamum, dan menghilangkan najis (Hasbiyallah, 2014:142).
2. Pembagian Thaharah
Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki
4 tahapan yakni;
 Pertama: menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.
 Kedua: menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.
 Ketiga : menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.

2
3

 Keempat: menyucikan hati dari selain Allah SWT.

Prof. Dr. Zakiyah Darajat membagi thaharah menjadi dua bagian yakni
lahir dan batin, bersuci batin adalah mensucikan diri dari dosa dan
kemasiatan.cara mensucikan dengan cara bertaubat dengan sungguh-sungguh
dari segala dosa dan kemaksiatan dari kotoran kemusrikan, keraguan dan
kebencian dengki, curang, tipuan, takabur, ria caranya dengan bertindak
ikhlas. Yakin, cinta kebaikan, benar, thawadu‟, hanya mengharapkan ridho
Allah SWT bagi setiap perbutan (Zakiyah Darajat, 1995:10).
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, cara
menghilangkan kebersihan dari kotoran yaitu dengan menghilangkan kotoran
itu pada tempat ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang.
Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air widhu
dan mandi.
Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan
tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air, dan
tanah (debu) untuk tayammum. Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci
lagi menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan tanah/debu
harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan (Lahmuddin Nasution,
1998: 9).

B. Dasar Hukum Thaharah


H. Abdul Khaliq Hasan mengemukakan salah satu landasan hukum thaharah
adalah surah al Furqan ayat 48

َّ ‫ي َر ْح َم ت ِ هِ ۚ َو أ َ ْن َز لْ َن ا ِم نَ ال‬
‫س َم ا ِء َم ا ًء‬ ْ ُ‫ح ب‬
ْ ‫ش ًر ا َب ْي نَ َي َد‬ َ ‫َو ه َُو ا ل َّ ِذ ي أ َ ْر‬
َ ‫س ل َ ال ِّر َي ا‬
‫َط ه ُ و ًر ا‬
Artinya ; “Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat
sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang
Amat bersih,” (Q.S Al-Furqan : 48)
4

Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsir Al-Munir menjelaskan, maksud ayat ini


adalah Allah SWT menurunkan air yang suci sebagai alat bersuci baik untuk
tubuh, pakaian, maupun yang lain sebab kata thahur berarti sesuatu yang
digunakan untuk thaharah (bersuci), sebagaimana kata wudhu yang di gunakan
untuk berwudhu (Abd.Kholiq Hasan, 2008: 15)
Dan perhatikanlah surah Al-Mudatsir ayat 4 dan 5 yang berbunyi sebagai
berikut

ُّ ‫َوثِيَابَك فَطَ ِّهر ََ َو‬


‫ٱلرجَز فَٱه ُجر‬
Artinya : “(4) Dan pakaianmu bersihkanlah, (5) Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,”

Menurut tafsir al-Jalalain, maksud kalimat “Dan pakaianmu bersihkanlah“


yaitu dari najis, atau pendekkanlah pakaianmu sehingga berbeda dengan
kebiasaan orang-orang arab yang selalu menguntaikan pakaian mereka hingga
menyentuh tanah dikala mereka menyombongkan diri, karena dikhawatirkan
akan terkena barang yang najis. Lafad Ar-Rujza ditafsirkan oleh Nabi Saw.
berhala-berhala dan tinggalkanlah hal itu selama-lamanya. Dari kedua ayat di
atas, secara tidak langsung terkandung anjuran thaharah secara lahiriyah maupun
batiniyah. Inti dari ayat ke-4 ialah perintah thaharah secara lahiriyah, salah
satunya membersihkan pakaian ketika hendak melaksanakan ibadah. Sedangkan
ayat selanjutnya merupakan perintah thaharah secara bathiniyah, dengan cara
meninggalkan segala perbuatan dosa.
Dan perhatikan lah hadits nabi

﴾‫اَالِس َْال ُو ََ ِظيْف فَتََُظهفُْٕ ا فَاَِهُّ الَيَ ْد ُح ُم ْان َجُهتَ االَّ ََ ِظيْف ٓ﴿رٔاِ انبيٓقى‬

Artinya : “Agama Islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu menjaga
kebersihan, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang
yang bersih”. (HR. Baihaqy)

Rasulullah saw juga bersabda :

ٌ‫انطٕٓر شطر االيًا‬


5

Artinya : “kesucian adalah sebahagian dari iman”


(Wahbah Az-Zuhaili, 2010:202)
Prof.Dr. Zakiah Daradjad dalam bukunya mengemukakan dalil- dalil
tentang thaharah sebagai berikut

‫ٔاٌ كُتى جُبا فاطٓرٔا‬

Artinya : “dan jika kamu junub maka bersucilah (mandi).”

Thaharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan
lain Nabi SAW juga bersabda:

‫ َٔتَحْ هِ ْيهَُٓا انته ْسهِ ْي ُى‬،ُ‫ َٔتَحْ ِر ْي ًَُٓا انته ْكبِ ْير‬،ُ‫ ِي ْفتَا ُح انص َهال ِة أَنطهََ َْا َرة‬: ‫قال عهيّ انصالة ٔانسالو‬

Artinya; “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir
dan perhiasannya adalah salam.”

Dan sabda Nabi Saw lainnya:

‫الصالة إالبطٕٓر‬
Artinya: “ Tidak diterima shalat sesorang kecuali dengan kesucian.”

Dari penjelasan ayat-ayat dan hadist tersebut menjelaskan bahwa thaharah


wajib hukumnya, tidak saja karena orang muslim akan menjalankan shalat
melainkan juga dalam semua keadaan, terutama bersuci dari najis dan hadast
besar. Di dalam thaharah, kita juga dianjurkan agar senantiasa menjaga
kebersihan lahir dan batin. Seperti dalam Firman Allah SWT yang berbunyi:

‫َّى‬
ٰ ‫وه َّن َحت‬ ِ ‫ِّساۖ َء فِى ٱل َْم ِح‬
ُ ُ‫يض ۖ َوََل تَـ ْق َرب‬ ِ ‫ك َع ِن ٱل َْم ِح‬
َ ‫يض ۖ قُ ْل ُه َو أَذًى فَٱ ْعتَ ِزلُواۖ ٱلن‬ َ َ‫َويَ ْسـَلُون‬

ُّ ‫ين َويُ ِح‬


َ ‫ب ٱل ُْمتَطَ ِّه ِر‬
‫ين‬ َ ‫َّوب‬ ُ ‫وه َّن ِم ْن َح ْي‬
ُّ ‫ث أ ََم َرُك ُم ٱللَّهُ ۖ إِ َّن ٱللَّهَ يُ ِح‬
ِ َّٰ ‫ب ٱلتـ‬
ْ ‫يَط ُْه ْر َن ۖ فَِإذَا تَطَه‬
ُ ُ‫َّر َن فَأْت‬
6

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138].
apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS.Al-Baqarah:222).

[137] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.


[138] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti
darah keluar.

Selain itu juga, kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan
diri kepada Allah SWT karena Allah SWT mencintai orang-orang yang
mensucikan dirinya (Babudin, 2005: 4).

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad saw bersabda.

ِ ‫ﺍَل َّن َظا َف ٌة م َِن ﺍﻻِ ْي َم‬


﴾‫انٓ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍحمد‬
Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Ahmad)

C. Syarat wajib Thaharah


Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada
hal-hal yang harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum
melakukan perintah Allah SWT SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1. Islam
2 Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.
7

(Abu Furqan al-Banjary, 2018)

D. Sarana Melakukan Thaharah


Firman Allah SWT:

‫َّى تـَ عْ لَ ُم وا مَ ا تـَ قُ ولُو َن َو ََل‬


ٰ ‫ين آمَ نُوا ََل تـَ ْق َربُوا ال صَّ ََل ةَ َوأَنـْ تُ ْم سُ َك ارَ ٰى َح ت‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيـُّ َه ا ا ل ذ‬
ِ ٰ ‫ُج نُبً ا إِ ََّل عَ ا بِرِي َس بِي ٍل َح ت‬
ٌ‫َح د‬
َ ‫َو َج اءَ أ‬ ْ ‫َّى تـَ غْ تَ س لُوا ۖ َو إِ ْن كُ نْ تُ ْم مَ ْرضَ ٰى أ‬
ْ ‫َو عَ لَ ٰى َس فَ رٍ أ‬
ِ ِِ ِ ِ
‫ح وا‬
ُ ‫س‬ ْ َ‫ِّس اءَ فـَ لَ ْم تَ ِج ُد وا مَ اءً فـَ َتـ يَمَّ ُم وا صَ ع ي ًد ا طَيِّبً ا ف‬
َ ‫ام‬ َ ‫س تُمُ ال ن‬
ْ َ‫َو ََل م‬
ْ ‫م نْ كُ ْم م َن ا لْ غَائ ط أ‬
ِ ِ ِ
ً ُ‫ب ُو ُج وه كُ ْم َوأَيْد ي كُ ْم ۖ إِ نَّ ال لَّهَ َك ا نَ عَ فُ ِّوا غَ ف‬
‫ورا‬

Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar
berlalu sahaja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir
atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah
yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah SWT
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. ”(Surah Al-Nisa‟, 4:43)

1. Macam-Macam Air Yang Digunakan Untuk Thaharah


Menurut hukumnya air yang digunakan untuk bersuci terbagi kedalam 4
bagian, yaitu;
a. Air suci dan menyucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih
sewajarnya dikatakan air atau air yang masih murni, dapat digunakan
untuk bersuci tanpa ada makruh padanya (Mohamad Rifa‟i,2001:13). Air
seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan
(pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan
kondisinya serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi
aslinya. Jadi yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci
zat dan esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis.
8

Dalam kitab Fiqh Wadhih (Mahmud Yunus,1935:3) Air yang termasuk dalam
kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air laut, air sungai,
air salju, air mata air (sumbe), air embun. Pada initinya jika air itu masih
tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air, tidak berubah satupun
dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini adalah suci
menyucikan tanpa ada keraguan padanya.
b. Air yang suci tetapi tidak menyucikan
َ‫سول ُ هللا صلي هللا عليه و سلم ل‬ ُ ‫ َقال َ َر‬:َ‫َعنْ أَبي ه َُر ْي َر َة صلي هللا عليه و سلم َقال‬
‫ لَ َي ُبو َلنَّ أَ َح ُد ُك ْم فِي‬:‫ي‬ ِ ‫ولِ ْل ُب َخ‬.‫ب أَ ْخ َر َج ُه ُم ْسلِ ٌم‬
ِّ ‫ار‬ ِ ‫َي ْغ َتسِ لْ أَ َح ُد ُك ْم فِي ال َم‬
ٌ ‫اء الدَّائِم َوه َُو ُج ُن‬
‫ ُث َّم َي ْغ َتسِ ل ُ فِي ِه‬،‫اء الدَّائ ِِم الَّذِي لَ َي ْج ِري‬
ِ ‫ال َم‬

Artinya; “Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shalallahu


alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mandi
(janabah) dalam air yang tenang sedang ia junub.” (Dikeluarkan oleh
Muslim).
Lafazh milik Al-Bukhari, “Janganlah sekali-kali salah seorang kalian
kencing dalam air tenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di
dalamnya.”

Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang telah
digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak
berubah. Air musta‟mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak
bisa menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci
mensucikan,namun setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah
hilang,bergantilah ia menjadi air musta‟amal yaitu air hasil atau bekas dari
bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap dalam kondisi dan karakter awal
dari sebuah air. Namun jika air musta‟mal tersedia dalam jumlah yang
banyak sehingga mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci
mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi najis karena ada
najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air telihat dengan
9

jelas maka air tersebut menjadi najis (Wahbah Az Zuhaili, 2010:89) Contoh
lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit.
Misalnya segelas atau hanya segayung.
c. Air makruh yaitu air suci, dapat mensucikan namun makruh di gunakan.
Air yang masuk dalam kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang
terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas atau perak (H. Sulaiman
Rasjid, 2015:16). Hukum makruh yang di maksud adalah jika penggunaan
air musyammas digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan lain
seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak
makruh alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air
musyammas dapat menyebabkan penyakit kusta.
d. Air mutanajis atau air najis yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya
kurang dari qullah ( Moh Rifa‟I,2001:14). Atau mencapai dua qullah atau
lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah dengan jelas, baik dari
segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air yang banyak
menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang
memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun
sedikit. Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan
terjadi dengan hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut
menjadi suci, jika perubahan tersebut karena penambahan air suci lain.
Namun jika karena hal lain misalnya minyak kesturi, minyak, debu dan
lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa tidak suci. Sedangkan air
yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis maka air itu dihukumi
najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama sekali. Ada
beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut
kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:
1) Najis yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat
dengan mata normal
2) Air tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir
seperti lalat, nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut,
kalajengking dan lain-lain. Kecuali jika bangkai tersebut mengubah air
10

tersebut, atau bangkai tersebut sengaja dilemparkan kedalam air. Jika


bangkai dilemparka dalam keadan hidup maka air tidak menjadi najis
meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut.
3) Jilatan kucing pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini
dikarenakan kucing bukanlah hewan najis.
4) Asap dari barang najis dalam kadar yang sedikit.
5) Debu najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat
menajiskan anggota tubuh yang basah.

Jika najis padat yang masuk dalam air yang mencapai dua qullah,
maka menurut pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi seseorang
mengambil air tersebut dari sisi mana saja, tidak wajib menghindari sisi
yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut hukumnya suci. Jika air
tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih yaitu:jika
jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang
dari dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak
berubah dan mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci
(Wahbah Az Zuhaili, 2010:91-92)

Dalam sumber lain ada yang disebutAir suci dan mensucikan tetapi
haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghasab
(mencuri/mengmabil tanpa ijin)

Keterangan :
Dua kullah = 216 Liter. Jika berbentuk bak, maka besarnya = 60cm x 60cm x
60cm.
2. Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan
tidak bercampur dengan sesuatu.
3. Debu, dapat digunakan untuk tayamum sebagai pengganti wudu atau mandi.
4. Batu bata, tisu atau benda atau benda yang dapat untuk menyerap bisa
digunakan untuk istinjak.
11

E. Macam-macam Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Thaharah lahir
adalah taharah / suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air
mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Thaharah batin
adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti
dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
1. Wudhu
a. Pengertian
Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. sedangkan
menurut istilah (syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan
tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan
hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang
akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak
sah.
b. Rukun wudhu
1) Niat
2) Membasuh muka (wajah)
3) Membasuh dua tangan sampai ke siku
4) Membasuh sebagian kepala
5) Membasuh dua kaki sampai mata kaki
6) Tertib
Pekerjaan sunnat dalam wudlu
 Membaca basmallah pada permulaan wudlu
 Mendahulukan yang kanan
 Mencuci tangan sampai pergelangan
 Berkumur kumur
 Menghirup air ke hidung
 Menyela nyela diantara jadi tangan dan kaki
 Menyela nyela jnaggut
 Mencuci dua kali dua kali atau tiga kali tiga kali
 Menggosok gigi
12

 Mengusap telinga
 Mengusap leher
 Dan membaca doa setelah wudlu
c. Hal-hal yang membatalkan wudhu :
1) Keluar sesuatu dari kedua pintu atau salah satunya (qubul/dubur)
2) Hilang akal
3) Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan
4) Menyentuh kemaluaun atau pintu dubur dengan telapak tangan
(H. Sulaiman Rasjid, 2015:30-32)
2. Mandi Besar
a. Pengertian Mandi Besar
Menurut bahasa mandi besar yaitu al- ghasl atau al- ghusl (‫ ﺍلغَسْ ل‬-‫)ﺍل ُغسْ ل‬
yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Menurut istilah yaitu meratakan
air pada seluruh badan dari ujung rambut sampai ujung jari kaki disertai
dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan
hadats besar atau mandi sunnah. Pengertian mandi besar adalah mandi
untuk bersuci dari hadats besar.
b. Rukun mandi besar
 Niat
 Menyiram air pada seluruh rambut dan kulit
c. Sunnah-sunnah yang dilakukan saat mandi besar :
 Membaca bismillah pada permulaan mandi
 Berwudhu sebelum mandi
 Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
 Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri
 Berturut-turut
(H. Sulaiman Rasjid, 2015:37)
3. Tayamum
a. Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu yang seharusnya menggunakan
air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih.
13

Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya.
Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbongkah.
Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan
tayamum. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah
tersedia maka ia tidak wajib mengulang shalatnya. Namun untuk
menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum
yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadast hanya
bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayammum dilakukan oleh orang yang sakit (tidak boleh terkena air),
orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), orang yang tidak
mendapatkan air untuk wudlu dan mandi setelah berhadats kecil atau
hadats besar.
Adapun dalilnya sebagai berikut:

‫ضى أَ ْو َع َلى َس َف ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم م َِن ْﺍل َغائِطِ أَ ْو َﻻ َمسْ ُت ُم ﺍل ِّن َسا َء َفلَ ْم‬
َ ْ‫َوإِنْ ُك ْن ُت ْم َمر‬
‫ان َعفُ ًّوﺍ‬ َ ‫َّللا َك‬ َ َّ َّ‫صعِي ًدﺍ َط ِّيبًا َفا ْم َسحُوﺍ ِبوُ ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْيدِي ُك ْم إِن‬ َ ‫َت ِج ُدوﺍ َما ًء َف َت َي َّممُوﺍ‬
‫َغفُورً ﺍ‬
”Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun.”(Qs.An-Nisa:43)
b. Tayamun diperbolehkan dengan syarat-syarat berikut :
 Tidak ada air
 Sakit yang tidak boleh kena air
 Telah masuk waktu shalat.
 Memakai debu yang bersih.
 Dalam perjalanan jauh.
 Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit.
 Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan.
 Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan.
14

 Air yang ada hanya untuk minum.


 Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat.
 Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
c. Rukun-Rukun Tayammum :
 Niat dalam hati untuk bertayammum karena Allah.
 Mengusap muka dengan tanah/debu
 Mengusap kedua tangan sampai siku dengan tanah/debu.
Keterangannya ialah ayat diatas
 Menertibkan rukun-rukun
(H. Sulaiman Rasjid, 2015:40)
d. Yang Membatalkan tayammum :
 Semua perkara yang membatalkan wudhu‟
 Mendapatkan air sebelum shalat (bagi yang boleh bertanyamum
karena ketiadaan air).

Selain itu, ada cara bersuci tersendiri untuk najis, diantaranya ;


a. Najis mukhafafah yaitu najis ringan, seperti kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernh makan sesuatu kecuali air susu ibunya (
Moh Rifa‟I, 2001: 14). Untuk membersihkan nya tidak dicuci melainkan hanya
diperciki air saja. Adapun kencing bayi perempuan dihukumi najis dan harus
di siram atau di cuci hingga baunya hilang. Dalam syarah Shahih Muslim,
Imam Nawawi mengatakan: Sesungguhnya memercikkan air pada kencing
bayi sudah memadai selama bayi tersebut semata-mata hanya menyusui pada
ibunya. Apabila bayi tersebut sudah memakan makanan tambahan untuk
mengenyangkan,maka wajib mencucinya tanpa adaperbedaan pendapat di
kalangan ulama. Bagi bayi yang sejak lahir disupai kurma tidaklah ada
halangan untuk memerciki kencingnya,sebab yang demikian itu tidaklah
dianggap memakan makanan tambahan selain air susu ibu.perbuatan
menyuapi bayi dengan kurma adalah sunnah nabi. Jika bayi memakan selain
ASI seperti minum obat atau madu,namun untuk tujuan tertentu,misalnya
15

berobat maka, air kencingnya tetap dipercikkan bukan di basuh atau di cuci
(Maria Ulfa, 2000 :19).
b. Najis mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing
serta babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia
dan binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan
yang tidak hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan
bulunya,keculai bangkai ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi
menjadi dua yaitu najis „ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra
atau berwujud. Yang kedua adlah najis hukmiyah yaitu najis yang tidak
Nampak, seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering. Menghilangkan
najis „ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna dan bau najis tersebut hilang.
Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan air di atas najis
tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan niat.
c. Najis mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi (Moh Rifa‟I, 2001:
15). Jilatan dari kedua hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah
satunya dicampur dengan tanah. Air liur anjing itu najis,jika ia menjilati
sebuah bejana maka bejana itu pun harus di cuci sebanyak tujuh kali yang
salah satunya dengan menggunakan tanah. Sebagaimana hadits nabi saw

‫قال انُّبي صهّى َّللا عهيّ ٔسهّى طٕٓر اَاء احدكى اذا ٔنغ فيّ انكهب اٌ يغسهّ سبع‬
(‫يسهى‬ ِ‫ٍْ بانتّرا) رٔا‬
ّ ‫يرّاث أال‬

Artinya: “Nabi Muhammad saw bersabda: Sucinya tempat (perkakas) salah


seorang dari kamu apabila telah dijilat anjing, hendaklah mensuci benda
tersebut sampai tujuh kali, permulaan tujuh kali harus dengan tanah atau
debu.” (HR Muslim).

Dalam hal ini najis terletak pada mulut dan air liur anjing. Sedangkan bulunya
tidak najis jika dalam keadaan kering. Begitupun babi, keseluruhannya adalah
najis sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Al An‟am:145 dan
QS.Almaidah:3. Akan tetapi ulama memperbolehkan menjahit dengan
menggunakan bulu babi (Muhammad Kamil Uwaidah, 1998:14-15).
16

F. Cara Thaharah Orang yang Sakit


1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu jika berhadats
kecil dan mandi jika berhadats besar.
2. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya
bertambah, atau khawatir memperlama kesembuhan, maka ia boleh
bertayamum.
3. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau
ditayamumkan orang lain. Caranya hendaknya seseorang memukulkan
tangannya ke tanah lalu mengusapkannya ke wajah dan dua telapak tangan
orang sakit. Begitu pula bila tidak kuasa wudhu sendiri maka diwudhukan
orang lain.
4. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka, maka ia
tetap dibasuh dengan air. Jika hal itu membahayakan maka diusap sekali,
caranya tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan diatasnya. Jika
mengusap luka juga membahayakan maka ia bisa bertayamum.
5. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka mengusap
balutan tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya.
6. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan
mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan
tanah seperti cat misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali
jika cat itu mengandung debu.
7. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain
yang mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana
atau sapu tangan lalu bertayamum darinya.
8. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat
berikutnya maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu
mengulang tayamum, karena ia masih suci dan tidak ada yang membatalkan
kesuciannya.
9. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak
mungkin maka ia shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak perlu
mengulang lagi.
17

10. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena
najis ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci.
Jika hal itu tidak memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah
tidak perlu mengulang lagi.
11. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya
terkena najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci,
atau menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun
bila tidak memungkinkan maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak
perlu mengulang lagi.
12. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena
ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya
kemudian melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya,
pakaiannya atau tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya.
(Almanhaj, 2018)

G. Fungsi Thaharah
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :
1. Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja, tetapi juga
kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di antaranya adalah
kebersihan lingkungan tempat tinggal kita bersama-sama ayah, ibu, kakak,
adik, dan sebagainya. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah tinggal di
rumah, maka kebersihan, kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga
dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang
bersih, rapi, dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang ber-
iman kepada Allah SWT.
2. Menjaga kebersihan lingkungan sekolah
Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekaligus tempat
bermain pada waktu istirahat. Sekolah yang bersih, rapi, dan nyaman sangat
mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu, para
18

siswa hendaknya menjaga kebersihan kelas, seperti dinding, lantai, meja,


kursi, dan hiasan yang ada.
Di samping membersihkan ruang kelas, yang tidak kalah pentingnya
adalah membersihkan lingkungan sekolah, karena kelancaran dan
keberhasilan pembelajaran ditunjang oleh kebersihan lingkungan sekolah,
kenayamaan di dalam kelas, tata ruang yang sesuai, keindahan taman
sekolah, serta para pendidik yang disiplin. Oleh karena itu, kita semua harus
menjaga keber-sihan, baik di rumah maupun di sekolah, agar kita betah serta
terhindar dari berbagai penyakit.
3. Menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah
Kita mengetahui bahwa tempat ibadah seperti masjid, mushalla, atau
langgar adalah tempat yang suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk
merawatnya supaya orang yang melakukan ibadah mendapatkan
ketenangan, dan tidak terganggu dengan pemandangan yang kotor atau bau
di sekelilingnya. Umat Islam akan mendapatkan kekhusyuan dalam
beribadah kalau tempatnya terawat dengan baik, dan orang yang
merawatnya akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT.
Dengan demikian, kita akan terpanggil untuk selalu menjaga kebersihan ling
kungan tempat ibadah di sekitar kita. Apabila orang Islam sendiri menga-
baikan kebersihan, khususnya di tempat-tempat ibadah, ini berarti tingkat
keimanan mereka belum seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
4. Menjaga kebersihan lingkungan tempat umum
Menjaga dan memelihara kebersihan di tempat umum dalam ajaran Islam
memiliki nilai lebih besar daripada memelihara kebersihan di lingkungan
tempat tinggal sendiri, karena tempat umum dimanfaatkan oleh orang
banyak.
(Djumroni, 2018)

H. Hikmah dan Manfaat Thaharah


Bersuci dari najis adalah sebagai cermin membersihkan kotoran dari badan,
pakaian. tempat, makanan dan lain sebagainya dengan menggunakan alat
19

bersuci, seperti : air, yang bisa dipakai untuk bersuci. Dengan demikian, maka
segala sesuatunya bersifat bersih dan suci, sehingga bisa diambil hikmahnya
didalam kehidupan setiap hari.
Adapun hikmah dan manfaat bersuci antara lain :
1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.
2. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak
dilihat oleh orang lain
3. Menjadikan, diri manusia dan lingkungannya yang bersih dari segala kotoran
hingga menghindari dari segala penyakit.
4. Menjadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana
disebutkan dalam Al- Qur‟an surat Al- Baqoroh ayat : 222.
5. Bisa memperluas pergaulan dengan siapapun karena bersih itu sehat.
6. Mendidik manusia berakhlaq mulia dan menjadi cermin jiwa seseorang,
sebab dengan hidup bersih akan membiasakan diri, untuk berbuat yang
terbaik dan terujibersuci itu adalah sebagaian dark keirnanan seseorang,
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya.
7. Sebagai hamba Allah SWT. yang harus mengabdi kepada-Nya dalam bentuk
ibadah maka bersuci merupakan salah satu syarat sahnya sehingga
menunjukkan pembuktian awal ketundukannya kepada Allah SWT.
BAB III
KESIMPULAN

Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang


(kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat,
dan benda-benda yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan
syarat sah salat, dan merupakan kunci ibadah kita kepada Allah. Selain itu juga
dengan thaharah bisa membuat hidup kita lebih nyaman karena kita akan selalu
bersih. Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan
perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama
Islam dan sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah
adalah air suci, tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air
digunakan untuk mandi dan berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk
bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda lain seperti batu, kertas,
tisu dapat digunakan untuk melakukan istinja‟.
Wudhu‟ adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara mencuci
sebahagian anggota tubuh dengan air dengan sarat dan rukun sebagai syarat sah
sholat yang dilaksanakan sebelum melaksanakan sholat dan ibadah yang lainnya.
Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan menggunakan air yang
disertai dengan rukun mandi.
Sedangkan tayammum adalah mengusapkan tanah ke sebagian anggota
tubuh (muka dan tangan) sebagai ganti wudhu‟ yang dilakukan karena adanya
uzur bagi orang yang tidak dapat memakai air, yang mempunyai sarat dan
rukun.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari
yaitu membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah. Hikmah dari thaharah yaitu menjadikan kita
terhindar dari penyakit dan lebih mendekatkan kita dengan Allah SWT.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2010. Fiqh
Ibadah. Jakarta : Amzah.
Abd.Kholiq Hasan . 2008. Tafsir Ibadah. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.
Ahmad Mujab Mahalli. 2003. Hadits-Hadits Ahkam Riwayat Asy Syafi’i. Jakarta: PT. Al-
Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi. 2012. Mukhtasar Minhajul Qasidin. Jakarta :
Darul Haq.
H.Sulaiman Rasjid. 2015. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Al-gensindo.
Hasbiyallah. 2014. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Imam An-Nawawi. 2009. Majmu’ Syarah Al Muhadzab. Jakarta : Pustaka Azzam.
Lahmuddin Nasution. 1998. Fiqh 1. Jakarta : Jaya Baru.
Maftuh Ahnan dan Maria Ulfa. 2000. Risalah Fikih Wanita. Surabaya : Terbit Terang.
Mahmud Yunus. 1935. Fiqhulwadhih. Jakarta : CV. Saadiyah Putra.
Mohamad Rifa‟i,. 2001. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang : PT.Karya Toha
Putra.
Muhammad Kamil Uwaidah. 1998. Fiqih Wanita. Jakarta : Al-Kautsar
Umar Abdul Jabbar. 1998. Mabadi al Fiqh. Surabaya. Raja Grafindo Persada.
Wahbah Az-Zuhaili. 2010. Fiqih Imam Syafi’I. Jakarta : Almahira.
Wahbah Az-Zuhaili. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok : Gema Insani.
Zakiyah Darajat.1995. Ilmu Fiqih. Jakarta : Dana Bakti Wakaf.
https://almanhaj.or.id/2205-tata-cara-bersuci-dan-shalat-bagi-orang-yang-
sakit.html
https://abufurqan.wordpress.com/2011/11/20/pengertian-pembagian-urgensi-
dan-syarat-wajib-thaharah/
https://fiqihmtssrg.blogspot.co.id/2012/11/fungsi-thaharah-dalam-
kehidupan.html

21
22

Anda mungkin juga menyukai