Agama
Dosen Pengampu:
Dr. Bukhari
Oleh:
Kelompok 3
KELAS 1B
TAHUN 2023
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya diakhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Agama dengan judul “Tata Cara Bersuci
Bagi Orang Sakit”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kelompok 3
3
DAFTAR ISI
Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
BAB I: PENDAHULUAN
Kesimpulan……………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
4
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hal-hal yang kotor
sehingga sebelum memulai aktifitas kita menghadap tuhan atau beribadah
haruslah dimulai dengan bersuci atau membersihkan diri. Jika kita melihat dan
membaca dengan teliti hampir seluruh kitab-kitab fiqh akan diawali dengan bab
thaharah, ini menunjukan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang
mendasar dan betapa pentingnya masalah thaharah ini. Banyak sekali hikmah
yang terkandung dalam thaharah, kita sebagai muslim harus dan wajib
mengatahui cara-cara bersuci karena bersuci adalah dasar ibadah bagi umat
Islam.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis
tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwasanya ada
orang yang tahu akan thaharah namun mengabaikannya. Maka dari pada itu
penulis akan sedikit menjelaskan pengetahuan penulis tentang thaharah dari
berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat Islam sadar
akan pentingnya thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.
1
PEMBAHASAN
2
3
Prof. Dr. Zakiyah Darajat membagi thaharah menjadi dua bagian yakni
lahir dan batin, bersuci batin adalah mensucikan diri dari dosa dan
kemasiatan.cara mensucikan dengan cara bertaubat dengan sungguh-sungguh
dari segala dosa dan kemaksiatan dari kotoran kemusrikan, keraguan dan
kebencian dengki, curang, tipuan, takabur, ria caranya dengan bertindak
ikhlas. Yakin, cinta kebaikan, benar, thawadu‟, hanya mengharapkan ridho
Allah SWT bagi setiap perbutan (Zakiyah Darajat, 1995:10).
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, cara
menghilangkan kebersihan dari kotoran yaitu dengan menghilangkan kotoran
itu pada tempat ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang.
Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air widhu
dan mandi.
Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan
tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air, dan
tanah (debu) untuk tayammum. Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci
lagi menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan tanah/debu
harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan (Lahmuddin Nasution,
1998: 9).
َّ ي َر ْح َم ت ِ هِ ۚ َو أ َ ْن َز لْ َن ا ِم نَ ال
س َم ا ِء َم ا ًء ْ ُح ب
ْ ش ًر ا َب ْي نَ َي َد َ َو ه َُو ا ل َّ ِذ ي أ َ ْر
َ س ل َ ال ِّر َي ا
َط ه ُ و ًر ا
Artinya ; “Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat
sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang
Amat bersih,” (Q.S Al-Furqan : 48)
4
﴾اَالِس َْال ُو ََ ِظيْف فَتََُظهفُْٕ ا فَاَِهُّ الَيَ ْد ُح ُم ْان َجُهتَ االَّ ََ ِظيْف ٓ﴿رٔاِ انبيٓقى
Artinya : “Agama Islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu menjaga
kebersihan, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang
yang bersih”. (HR. Baihaqy)
Thaharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan
lain Nabi SAW juga bersabda:
َٔتَحْ هِ ْيهَُٓا انته ْسهِ ْي ُى،ُ َٔتَحْ ِر ْي ًَُٓا انته ْكبِ ْير،ُ ِي ْفتَا ُح انص َهال ِة أَنطهََ َْا َرة: قال عهيّ انصالة ٔانسالو
Artinya; “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir
dan perhiasannya adalah salam.”
الصالة إالبطٕٓر
Artinya: “ Tidak diterima shalat sesorang kecuali dengan kesucian.”
َّى
ٰ وه َّن َحت ِ ِّساۖ َء فِى ٱل َْم ِح
ُ ُيض ۖ َوََل تَـ ْق َرب ِ ك َع ِن ٱل َْم ِح
َ يض ۖ قُ ْل ُه َو أَذًى فَٱ ْعتَ ِزلُواۖ ٱلن َ ََويَ ْسـَلُون
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138].
apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS.Al-Baqarah:222).
Selain itu juga, kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan
diri kepada Allah SWT karena Allah SWT mencintai orang-orang yang
mensucikan dirinya (Babudin, 2005: 4).
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar
berlalu sahaja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir
atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah
yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah SWT
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. ”(Surah Al-Nisa‟, 4:43)
Dalam kitab Fiqh Wadhih (Mahmud Yunus,1935:3) Air yang termasuk dalam
kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air laut, air sungai,
air salju, air mata air (sumbe), air embun. Pada initinya jika air itu masih
tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air, tidak berubah satupun
dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini adalah suci
menyucikan tanpa ada keraguan padanya.
b. Air yang suci tetapi tidak menyucikan
َسول ُ هللا صلي هللا عليه و سلم ل ُ َقال َ َر:ََعنْ أَبي ه َُر ْي َر َة صلي هللا عليه و سلم َقال
لَ َي ُبو َلنَّ أَ َح ُد ُك ْم فِي:ي ِ ولِ ْل ُب َخ.ب أَ ْخ َر َج ُه ُم ْسلِ ٌم
ِّ ار ِ َي ْغ َتسِ لْ أَ َح ُد ُك ْم فِي ال َم
ٌ اء الدَّائِم َوه َُو ُج ُن
ُث َّم َي ْغ َتسِ ل ُ فِي ِه،اء الدَّائ ِِم الَّذِي لَ َي ْج ِري
ِ ال َم
Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang telah
digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak
berubah. Air musta‟mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak
bisa menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci
mensucikan,namun setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah
hilang,bergantilah ia menjadi air musta‟amal yaitu air hasil atau bekas dari
bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap dalam kondisi dan karakter awal
dari sebuah air. Namun jika air musta‟mal tersedia dalam jumlah yang
banyak sehingga mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci
mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi najis karena ada
najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air telihat dengan
9
jelas maka air tersebut menjadi najis (Wahbah Az Zuhaili, 2010:89) Contoh
lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit.
Misalnya segelas atau hanya segayung.
c. Air makruh yaitu air suci, dapat mensucikan namun makruh di gunakan.
Air yang masuk dalam kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang
terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas atau perak (H. Sulaiman
Rasjid, 2015:16). Hukum makruh yang di maksud adalah jika penggunaan
air musyammas digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan lain
seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak
makruh alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air
musyammas dapat menyebabkan penyakit kusta.
d. Air mutanajis atau air najis yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya
kurang dari qullah ( Moh Rifa‟I,2001:14). Atau mencapai dua qullah atau
lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah dengan jelas, baik dari
segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air yang banyak
menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang
memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun
sedikit. Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan
terjadi dengan hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut
menjadi suci, jika perubahan tersebut karena penambahan air suci lain.
Namun jika karena hal lain misalnya minyak kesturi, minyak, debu dan
lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa tidak suci. Sedangkan air
yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis maka air itu dihukumi
najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama sekali. Ada
beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut
kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:
1) Najis yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat
dengan mata normal
2) Air tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir
seperti lalat, nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut,
kalajengking dan lain-lain. Kecuali jika bangkai tersebut mengubah air
10
Jika najis padat yang masuk dalam air yang mencapai dua qullah,
maka menurut pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi seseorang
mengambil air tersebut dari sisi mana saja, tidak wajib menghindari sisi
yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut hukumnya suci. Jika air
tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih yaitu:jika
jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang
dari dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak
berubah dan mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci
(Wahbah Az Zuhaili, 2010:91-92)
Dalam sumber lain ada yang disebutAir suci dan mensucikan tetapi
haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghasab
(mencuri/mengmabil tanpa ijin)
Keterangan :
Dua kullah = 216 Liter. Jika berbentuk bak, maka besarnya = 60cm x 60cm x
60cm.
2. Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan
tidak bercampur dengan sesuatu.
3. Debu, dapat digunakan untuk tayamum sebagai pengganti wudu atau mandi.
4. Batu bata, tisu atau benda atau benda yang dapat untuk menyerap bisa
digunakan untuk istinjak.
11
E. Macam-macam Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Thaharah lahir
adalah taharah / suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air
mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Thaharah batin
adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti
dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
1. Wudhu
a. Pengertian
Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. sedangkan
menurut istilah (syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan
tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan
hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang
akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak
sah.
b. Rukun wudhu
1) Niat
2) Membasuh muka (wajah)
3) Membasuh dua tangan sampai ke siku
4) Membasuh sebagian kepala
5) Membasuh dua kaki sampai mata kaki
6) Tertib
Pekerjaan sunnat dalam wudlu
Membaca basmallah pada permulaan wudlu
Mendahulukan yang kanan
Mencuci tangan sampai pergelangan
Berkumur kumur
Menghirup air ke hidung
Menyela nyela diantara jadi tangan dan kaki
Menyela nyela jnaggut
Mencuci dua kali dua kali atau tiga kali tiga kali
Menggosok gigi
12
Mengusap telinga
Mengusap leher
Dan membaca doa setelah wudlu
c. Hal-hal yang membatalkan wudhu :
1) Keluar sesuatu dari kedua pintu atau salah satunya (qubul/dubur)
2) Hilang akal
3) Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan
4) Menyentuh kemaluaun atau pintu dubur dengan telapak tangan
(H. Sulaiman Rasjid, 2015:30-32)
2. Mandi Besar
a. Pengertian Mandi Besar
Menurut bahasa mandi besar yaitu al- ghasl atau al- ghusl ( ﺍلغَسْ ل-)ﺍل ُغسْ ل
yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Menurut istilah yaitu meratakan
air pada seluruh badan dari ujung rambut sampai ujung jari kaki disertai
dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan
hadats besar atau mandi sunnah. Pengertian mandi besar adalah mandi
untuk bersuci dari hadats besar.
b. Rukun mandi besar
Niat
Menyiram air pada seluruh rambut dan kulit
c. Sunnah-sunnah yang dilakukan saat mandi besar :
Membaca bismillah pada permulaan mandi
Berwudhu sebelum mandi
Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri
Berturut-turut
(H. Sulaiman Rasjid, 2015:37)
3. Tayamum
a. Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu yang seharusnya menggunakan
air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih.
13
Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya.
Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbongkah.
Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan
tayamum. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah
tersedia maka ia tidak wajib mengulang shalatnya. Namun untuk
menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum
yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadast hanya
bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayammum dilakukan oleh orang yang sakit (tidak boleh terkena air),
orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), orang yang tidak
mendapatkan air untuk wudlu dan mandi setelah berhadats kecil atau
hadats besar.
Adapun dalilnya sebagai berikut:
ضى أَ ْو َع َلى َس َف ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم م َِن ْﺍل َغائِطِ أَ ْو َﻻ َمسْ ُت ُم ﺍل ِّن َسا َء َفلَ ْم
َ َْوإِنْ ُك ْن ُت ْم َمر
ان َعفُ ًّوﺍ َ َّللا َك َ َّ َّصعِي ًدﺍ َط ِّيبًا َفا ْم َسحُوﺍ ِبوُ ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْيدِي ُك ْم إِن َ َت ِج ُدوﺍ َما ًء َف َت َي َّممُوﺍ
َغفُورً ﺍ
”Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun.”(Qs.An-Nisa:43)
b. Tayamun diperbolehkan dengan syarat-syarat berikut :
Tidak ada air
Sakit yang tidak boleh kena air
Telah masuk waktu shalat.
Memakai debu yang bersih.
Dalam perjalanan jauh.
Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit.
Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan.
Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan.
14
berobat maka, air kencingnya tetap dipercikkan bukan di basuh atau di cuci
(Maria Ulfa, 2000 :19).
b. Najis mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing
serta babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia
dan binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan
yang tidak hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan
bulunya,keculai bangkai ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi
menjadi dua yaitu najis „ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra
atau berwujud. Yang kedua adlah najis hukmiyah yaitu najis yang tidak
Nampak, seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering. Menghilangkan
najis „ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna dan bau najis tersebut hilang.
Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan air di atas najis
tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan niat.
c. Najis mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi (Moh Rifa‟I, 2001:
15). Jilatan dari kedua hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah
satunya dicampur dengan tanah. Air liur anjing itu najis,jika ia menjilati
sebuah bejana maka bejana itu pun harus di cuci sebanyak tujuh kali yang
salah satunya dengan menggunakan tanah. Sebagaimana hadits nabi saw
قال انُّبي صهّى َّللا عهيّ ٔسهّى طٕٓر اَاء احدكى اذا ٔنغ فيّ انكهب اٌ يغسهّ سبع
(يسهى ٍِْ بانتّرا) رٔا
ّ يرّاث أال
Dalam hal ini najis terletak pada mulut dan air liur anjing. Sedangkan bulunya
tidak najis jika dalam keadaan kering. Begitupun babi, keseluruhannya adalah
najis sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Al An‟am:145 dan
QS.Almaidah:3. Akan tetapi ulama memperbolehkan menjahit dengan
menggunakan bulu babi (Muhammad Kamil Uwaidah, 1998:14-15).
16
10. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena
najis ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci.
Jika hal itu tidak memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah
tidak perlu mengulang lagi.
11. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya
terkena najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci,
atau menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun
bila tidak memungkinkan maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak
perlu mengulang lagi.
12. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena
ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya
kemudian melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya,
pakaiannya atau tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya.
(Almanhaj, 2018)
G. Fungsi Thaharah
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :
1. Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja, tetapi juga
kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di antaranya adalah
kebersihan lingkungan tempat tinggal kita bersama-sama ayah, ibu, kakak,
adik, dan sebagainya. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah tinggal di
rumah, maka kebersihan, kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga
dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang
bersih, rapi, dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang ber-
iman kepada Allah SWT.
2. Menjaga kebersihan lingkungan sekolah
Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekaligus tempat
bermain pada waktu istirahat. Sekolah yang bersih, rapi, dan nyaman sangat
mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu, para
18
bersuci, seperti : air, yang bisa dipakai untuk bersuci. Dengan demikian, maka
segala sesuatunya bersifat bersih dan suci, sehingga bisa diambil hikmahnya
didalam kehidupan setiap hari.
Adapun hikmah dan manfaat bersuci antara lain :
1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.
2. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak
dilihat oleh orang lain
3. Menjadikan, diri manusia dan lingkungannya yang bersih dari segala kotoran
hingga menghindari dari segala penyakit.
4. Menjadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana
disebutkan dalam Al- Qur‟an surat Al- Baqoroh ayat : 222.
5. Bisa memperluas pergaulan dengan siapapun karena bersih itu sehat.
6. Mendidik manusia berakhlaq mulia dan menjadi cermin jiwa seseorang,
sebab dengan hidup bersih akan membiasakan diri, untuk berbuat yang
terbaik dan terujibersuci itu adalah sebagaian dark keirnanan seseorang,
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya.
7. Sebagai hamba Allah SWT. yang harus mengabdi kepada-Nya dalam bentuk
ibadah maka bersuci merupakan salah satu syarat sahnya sehingga
menunjukkan pembuktian awal ketundukannya kepada Allah SWT.
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2010. Fiqh
Ibadah. Jakarta : Amzah.
Abd.Kholiq Hasan . 2008. Tafsir Ibadah. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.
Ahmad Mujab Mahalli. 2003. Hadits-Hadits Ahkam Riwayat Asy Syafi’i. Jakarta: PT. Al-
Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi. 2012. Mukhtasar Minhajul Qasidin. Jakarta :
Darul Haq.
H.Sulaiman Rasjid. 2015. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Al-gensindo.
Hasbiyallah. 2014. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Imam An-Nawawi. 2009. Majmu’ Syarah Al Muhadzab. Jakarta : Pustaka Azzam.
Lahmuddin Nasution. 1998. Fiqh 1. Jakarta : Jaya Baru.
Maftuh Ahnan dan Maria Ulfa. 2000. Risalah Fikih Wanita. Surabaya : Terbit Terang.
Mahmud Yunus. 1935. Fiqhulwadhih. Jakarta : CV. Saadiyah Putra.
Mohamad Rifa‟i,. 2001. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang : PT.Karya Toha
Putra.
Muhammad Kamil Uwaidah. 1998. Fiqih Wanita. Jakarta : Al-Kautsar
Umar Abdul Jabbar. 1998. Mabadi al Fiqh. Surabaya. Raja Grafindo Persada.
Wahbah Az-Zuhaili. 2010. Fiqih Imam Syafi’I. Jakarta : Almahira.
Wahbah Az-Zuhaili. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok : Gema Insani.
Zakiyah Darajat.1995. Ilmu Fiqih. Jakarta : Dana Bakti Wakaf.
https://almanhaj.or.id/2205-tata-cara-bersuci-dan-shalat-bagi-orang-yang-
sakit.html
https://abufurqan.wordpress.com/2011/11/20/pengertian-pembagian-urgensi-
dan-syarat-wajib-thaharah/
https://fiqihmtssrg.blogspot.co.id/2012/11/fungsi-thaharah-dalam-
kehidupan.html
21
22