Anda di halaman 1dari 29

Tugas Pendidikan Agama Islam

Thaharah

Dosen : Ali Asmul,

Oleh

Kelompok 6

Friska Puspita

Nadela Shalsabhila Fanny

Messy Ardela

Rizaldi

Shafira Ade Putri

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Yayasan Perintis Sumbar

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah,
dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan
agama islam dengan judul "thaharah" tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan


berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang
ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.
Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum
mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci
adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan
sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada
Allah SWT.
Sebagai mana kita ketahui bahwa unsur utama yang harus di penuhi untuk
memenuhi syarat-syarat ibadah seperti sholat dan lain sebagai nya hendak lah di awali
dengan bersuci. Bersuci adalah syarat utama untuk mendirikan sholat atau thawaf di
baitullah al-haram. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang utama dalam melakukan
ibadah kepada Allah SWT. berwudhu, mandi junub atau tayammum adalah cara bersuci
yang allah terangkan dalam al qur’an dengan jelas.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam thaharah, kita sebagai muslim harus
dan wajib mengatahui cara-cara bersuci karna bersuci adalah dasar ibadah bagi ummat
islam, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hal-hal yang kotor sehingga
sebelum memulai aktifitas kita menghadap tuhan atau beribadah haruslah dimulai dengan
bersuci baik dengan cara berwudhu, mandi maupun bertayammum. kalau kita melihat
dan membaca dengan teliti hamper seluruh kitab-kitab fiqih akan diawali dengan bab
thaharah ini menunjukan kan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang mendasar
dan menjukkan kepada kita betapa pentingnya masalah thaharah ini.
Namun, walaupun menjadi hal yang mendasar bagi ummat islam namun masih banyak
dari umat islam yang tidak paham tentang thaharah, najis-najis dan jenis-jenis air yang di
gunakan untuk bersuci.
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat.
Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat,
baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah. Karena fungsinya sebagai alat
pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus
mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya
sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa
bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci
lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah”
mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya
banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti
bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk
memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi
thaharah dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang
dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna
bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.

2.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Thaharah ?
2. Bagaimana bunyi daill-dalil mengenai thaharah?
3. Tujuan Thaharah
4. Syarat wajib Thaharah
5. Alat-alat yang digunakan untuk berthaharah
6. Klafikasi air dan penggunaanya dalam bersuci
7. Pembagian Thaharah
8. Thaharah terhadap najis

C. Tujuan
1. Mengetahui makna thoharoh.
2. Mengetahui dalil tentang thoharoh.
3. Mengetahui tujuan thaharah.
4. Mengetahui syarat wajib thaharah
5. Mengetahui alat- alat yang didunakan untuk thaharah
6. Mengetahui klasifikasi air dan penggunaannya
7. Mengetahui pembagian thaharah
8. Mengetahui thaharah terhadap najis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Thaharah


Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih dan suci
dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi (yang tidak
kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan. Sedangkan dalam buku yang lain secara
etimologi “thaharah” berarti “kebersihan” ketika dikatakan saya menyucikan pakaian
maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian. Dalam buku Fiqh ibadah
secara bahasa ath-thaharah berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata
maupun tidak

Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas,


menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk
serupa dengan kedua kegiatan tersebut.

Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan
shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW
juga bersabda:

‫ َوتَحْ لِ ْيلُهَا التَّ ْسلِ ْي ُم‬X،‫ َوتَحْ ِر ْي ُمهَا التَّ ْكبِ ْي ُر‬،ُ‫صاَل ِة أَلطَّهَا َرة‬
َّ ‫ ِم ْفتَا ُح ال‬:‫قال عليه الصالة والسالم‬

Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir
dan perhiasannya adalah salam.”

Hukum thaharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam
hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita
senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :
‫أْتُوه َُّن ِم ْن‬XXَ‫إ ِ َذا تَطَهَّرْ نَ ف‬X َ‫طهُرْ نَ ف‬
ْ َ‫يض َوال تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي‬
ِ ‫يض قُلْ هُ َو أَ ًذى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح‬
ِ ‫َويَسْأَلُونَكَ َع ِن ْال َم ِح‬
)٢٢٢( َ‫ْث أَ َم َر ُك ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َويُ ِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬
ُ ‫َحي‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai
orang-orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)
Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.
)‫النظافة من االيمان (رواه مسلم‬
Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)

Dalam buku Fiqih Ibadah yang ditulis oleh Abdul Aziz Muhammad Azzam dan
Abdul Wahhab Sayyed Hawwas juga menyebutkan definis lain bahwa thaharah adalah
sifat hukmiyyah yang diperbolehkan karenanya segala sesuatu yang dicegah oleh hadast
atau yang mengandung hukum menjijikkan(Azzam dan Hawwas, 2009:3).

Menurut istilah fiqih, thaharah adalah menghilangkan hadast atau najis yang
menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan
hukumnya (hadast dan najis) dengan tanah. Dengan kata lain, thaharah adalah keadaan
yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadats atau kotoran (Ritonga, 1997:17).

2.2 Dalil-Dalil Thaharah

H.abdul khaliq Hasan mengemukakan salah satu landasan hukum thaharah adalah
surah al Furqan ayat 11

Artinya : Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, dekat sebelum
kedatangan rahmatnya(hujan) dan kami turunkan air dari langit air yang bersih(QS.Al-
Furqan:48)

Wahbah az zuhaili dalam tafsir al munir menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah
menurunkan air yang suci sebagai alat bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun yang
lain sebab kata thahur berarti sesuatu yang digunakan untuk thaharah(bersuci),
sebagaimana kata wudhu yang di gunakan untuk berwudhu.

Dan perhatikanlah surah al mudatsir ayat 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut

ْ‫َوثِيَابَكَ فَطَهِّرْ َوالرُّ جْ َز فَا ْهجُر‬

Artinya : dan pakaian mu bersihkanlah dan seluruh kotoran termasuk berhala jauhilah
(QS.Al-Muddatsir:4,5)

Allah SWT menyuruh manusia untuk membersihkan pakaian dan segala kotoran
yang termasuk berhala. Membersihkan pakaian dapat di artikan dengan membersihak
pakaian lahir dan pakaian batin. Jadi dengan ayat diatas, allah megatakan bahwa
kebersihkan dari lahir dan batin itu harus dipadukan, sebab diantara keduanya harus di
padukan dan saling berhubungan.
Perhatikan hadits nabi

Artinya : janganlah selalu kebersihan sedapat mungkin, karna allah swt membangun
islam di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surge kecuali orang-orang yang bersih
(H.R Athabrany)1[18]

Kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan diri kepada Allah
karena Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya, perhatikan lah surah Al-
Baqorah ayat 222

َ Xَ‫ت‬X‫ ُم‬X‫ ا ْل‬X‫ب‬


X‫ين‬X‫ ِِّر‬X‫ه‬X‫ط‬ Xُّ ‫ ِح‬Xُ‫وي‬Xَ ‫ن‬X Xُّ X‫ُ ِح‬X‫ ي‬Xَ ‫ن هّللا‬X
Xَ ‫ي‬Xِ‫اب‬X‫ َّو‬Xَّ‫ت‬X‫ب ال‬ Xَّ ِ‫إ‬

Artinya : sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang


yang menyucikan diri (QS.Al-Baqarah:222)

Ada pun dalil- dalil yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi
muhammad saw bersabda

‫م‬X‫لي‬X‫تس‬X‫ ال‬X‫ا‬X‫له‬X‫لي‬X‫يح‬X‫رو‬X‫بي‬X‫تك‬X‫ال‬X‫ها‬X‫يم‬X‫تحر‬X‫ورو‬X‫طه‬X‫ ال‬X‫ة‬X‫لصال‬X‫ ا‬X‫تح‬X‫مف‬

Artinya : kunci sholat ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara –
perkara yang yang di halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang
menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam 2[20].

Rasulullah saw juga bersabda :

‫ن‬X‫ما‬X‫ي‬X‫ر اال‬X‫ شط‬X‫هور‬X‫الط‬

Artinya : kesucian adalah sebahagian dari iman

Prof.Dr. Zakiah Daradjad dalam bukunya mengemukakan dalil- dalil tentang


thaharah sebagai berikut

‫ا‬X‫هرو‬X‫ا فاط‬X‫ جنب‬X‫تم‬X‫ كن‬X‫وان‬

Artinya : dan jika kamu junub maka bersucilah(mandi)

ْ ‫عن ابي سعيد الخدرى "الطهور‬


)‫شط ُر اإل ْي َمان" (رواه المسلم‬
Artinya: Kebersihan itu sebagian dari iman

1
2
‫ر؟‬X‫ا ابن عم‬X‫ ي‬,‫دعو هللا لي‬X‫ اال ت‬:‫ال‬X‫ريض فق‬X‫و م‬X‫ دخل عبد هللا بن عمر على ابن سعوده وه‬:‫ قال‬,‫عن ُمصْ َعب بن َس ْع ٍد‬
‫ول وكنت على‬X ْ ‫دقة‬XX‫ وال ص‬,‫طهور‬
ٍ X‫من غل‬ ٍ ‫ ال تقبل الصالة بغير‬:‫ يقول‬,‫سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم‬
ُ ‫ إنّي‬:‫قال‬
.‫البصرة‬
Artinya: dari mus”ab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar pernah menjenguk ibnu amir
yang sedang sakit. Ibnu amir berkata: “Apakah kamu tidak mau mendo’akan aku, hai
ibnu umar?”. Ibnu umar berkata: “saya pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda:
“Shalat yang tanpa bersuci tidak diterima begitu pula sedekah dari hasil korupsi”. Sedang
kamu adalah penguasa bashrah”.

Q.S. Al-A’raf ayat 82:


.... َ‫إِنَّهُ ْم اُنَاسٌ يَتَطَهَّرُوْ ن‬
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.”

Q.S. Al-Mudatsir ayat 4-5:


ْ‫ َو الرُّ جْ َز فَا ْهجُر‬  ْ‫َو ثِيَابَكَ فَطَهِّر‬
“Dan bersihkanlah pakaianmu. Dan jauhilah perbuatan yang kotor dan dosa.”

Q.S. Al-Baqarah ayat 222:


َ‫إِ َّن هللاَ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ َو ي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang
menyucikan diri”

H.R. Muslim dari Abu Said al-Khudri:


ْ ‫الطَّهُوْ ُر َش‬
)‫ط ُر اإْل ِ ْي َمان (رواه مسلم عن ابي سعيد الخدرى‬
“Kebersihan itu sebagian dari iman.”

2.3 Tujuan thaharah

Sejatinya semua perbuatan yang bernilai positif akan mendatangkan manfaat


tersendiri, terlebih-lebih jika perbuatan tersebut adalah perintah Allah SWT yang
pastinya bernilai ibadah, seperti thaharah. Allah berfirman dalam QS. Al Baqoroh 2:22
yang artinya “Dan Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri”.

Thaharah merupakan salah satu syarat untuk melakukanibadah kepada Allah.


Kesucian tidak hanya berarti suci dari haid, tetapi juga suci dari najis dan kotoran batin,
seperti kesucian diri dari perbuatan keji dan kesucian dari akhlaq yang tercela. (Rasjid,
1986:17).

Thaharah juga memiliki hubungan dengan kebersihan, kesehatan, dan juga


keindahan lingkungan. Kita sendiri terkadang sangat menginginkan kebersihan  disekitar
kita, namun sering sekali lalai dalam menjaga kebersihan.

Kata bersih terkadang memberi pengertin suci, namun biasanya kata bersih
digunakan untuk ungkapan sifat lahiriyah, sedangkan kata suci untuk ungkapan
batiniyah. Dalam hukum Islam terdapat tiga ungkapan yang menyatakan kebersihan.

1. Nazhafah atau nazhif, yaitu meliputi bersih dari kotoran dan noda secara lahiriyah.
2. Thaharah, mengandung pengertian yang lebih luas meliputi kebersihan lahiriyah dan
batiniyah.
3. Tazkiyah, mengandung makna ganda yaitu membersihkan diri dari sifat atau
perbuatan tercela dan menumbuhkanatau memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat yang
terpuji (Ritonga, 1997:26).

Tidak asing lagi di telinga kita yang mengatakan bahwa “kebersihan sebagian dari
iman” dan juga terdapat pepatah yakni “kebersihan pangkal kesehatan.” Thaharah yang
dilakukan sesuai syara’ secara otomatis akan membawa kepada kebersihan lahir dan
batin. Ini berarti seseorang yang bersih secara syara’ akan berasa dalam kondisi hidup
yang sehat. Karena antara kesehatan dan kebersihan memiliki hubungan yang sangata
erat.

Pensyari’atan dalam thaharah juga bermacam-macam, mulai dari istinja’, kumur-


kumur, mencukur bulu ketiak, dan masih banyak lagi. Semua itu juga berkaitan dengan
kebersihan dalam menjaga kesehatan diri dari segala macam penyakit.

Seperti halnya dengan wudlu’, wudlu’ tidak hanya semata-mata dilakukan untuk
mensucikan diri dari hadas kecil sebelum melakukan ibadah kepada Allah. Disamping
untuk mmbersihkan lahiriyah, wudlu’ juga dapat membersihkan secara batiniyah, karena
sholat merupakan pendekatan diri kepada Allah SWT yang menuntut kebersihan lahir
dan batin.Thaharah juga mempunyai hubungan terhadap keindahan lingkungan.
Lingkungan tersebut mempengaruhi kehidupan manusia dan mencakup tiga bagian:
1. Lingkungan Pisik (alam disekitar kita).
2. Lingkungan manusia (interaksi langsung atau tidak langsung).
3. Lingkungan keluarga.

Jika dihubungkan dengan islam, kebersihan dan keindahan lingkungan ini


merupakan wujud nyata dari ajaran thaharah (Ritonga, 1997:26).

Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :


1. Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.
2. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.

Nabi Saw bersabda:


“Allah tidak  menerima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadas, sampai ia
wudhu”, karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya Allah SWT memuji orang-
orang yang bersuci : firman-Nya, yang  artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan mensucikan dirinya”.(Al-Baqarah:122)

Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta pembersih diri
dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam aktifitas ibadah seorang
hamba.
Seorang hamba yang seanantiasa gemar bersuci ia akan memiliki keutamaan-
keutamaan yang dianugerahkan oleh Alloh di akhirat nanti. Thaharah juga membantu
seorang hamba untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan ibadah-ibadah kepada
Alloh. Sebagai contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia sedang menghadap kepada
Alloh, karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba bisa siap untuk beribadah dan bisa
terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum sholat
karena wudhu adalah sarana untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-
kesibukan duniawi untuk siap melaksanakan sholat.

2.4 Syarat Wajib Thaharah

Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal
yang harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah
Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1.      Islam
2.      Berakal
3.      Baligh
4.      Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5.      Tidak lupa
6.      Tidak dipaksa
7.      Berhenti darah haid dan nifas
8.      Ada air atau debu tanah yang suci.
9.      Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

2.5 Alat Yang Digunakan Untuk Berthaharah  

1.      Air
2.      Tanah
3.   Menyamak (yaitu membersihkan kulit binatang dari bulunya, lamad2 nya dan
darahnya)
4.      Batu dan Sejenisnya

2.6 klasifikasi air dan penggunaannya dalam thaharah


Alat yang dapat digunakan untuk thoharoh yaitu: air, tanah dan sebagainya.
Pembagian  air, terbagi menjadi 4, yaitu:

1) Air mutlak (air yang suci dan mensucikan). Yaitu air yang masih murni, dan tidak
bercampur dengan sesuatu yang lain.1 Air suci dan mensucikan (air mutlaq)

ْ َّ‫صحُّ (الت‬
ِ ‫ ِر) أيْ ال ِم ْل‬X ْ‫ا ُء البَح‬XX‫ ُر ( َو َم‬X َ‫از ُل ِم ْنهَا َوه َُو ال َمط‬
‫ح‬ ِ َّ‫ط ِه ْي ُر بِهَا َس ْب ُع ِميَا ٍه َما ُء ال َّس َما ِء) أي الن‬ ِ َ‫(ال ِميَاهُ الَّتِ ْي يَجُوْ ُز) أَيْ ي‬
ْ‫ َما نَزَ َل ِمنَ ال َّس َما ِء أَو‬: َ‫ج َو َماء البَ َر ِد) َويَجْ َم ُع هَ ِذ ِه ال َّس ْب َع ِة قَوْ لُك‬
ِ ‫( َو َما ُء النَّهَ ِر) أي الح ُْل ِو ( َو َما ُء البِ ْئ ِر َو َما ُء ال َعي ِْن َو َماء الثَّ ْل‬
‫الخ ْلقَ ِة‬
ِ ‫صفَ ٍة َكانَ ِم ْن أَصْ ِل‬ ِّ َ‫ض َعلَى أ‬
ِ ‫ي‬ ِ ْ‫نَبَ َع ِمنَ األَر‬
Air-air yang boleh, maksudnya sah digunakan bersuci dengannya ada tujuh macam air.

1.       Air langit maksudnya yang turun dari langit, yaitu hujan,

2.      Air laut maksudnya air asin

3.      Air sungai yaitu air tawar

4.      Air sumur,

5.      Air sumber air,


6.      Air tsalju dan

7.      Air es (dari langit).

Perbedaan antara air tsalji dan air barad adalah tsalji itu turun dari langit dalam
kondisi cair lantas membeku di atas bumi karena cuaca yang sangat dingin. Sedangkan
barad itu turun dari langit dalam keadaan beku/keras kemudian mencair diatas bumi.
Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa sebenarnya keduanya turun dari langit dalam
keadaan cair saat ditengah-tengah perjalanan ke bumi keduanya mengeras. Yang
membedakan keduanya adalah saat berada diatas bumi, tsalji tetap dalam kondisi beku
sedangkan barad mencair. Keduanya dibedakan dari air hujan yang sebenarnya sama-
sama turun dari langit karena memandang sisi bekunya. Kondisi beku dan keras inilah
yang membedakan keduanya dari air hujan

Air mutlak mempunyai tiga sifat , yaitu :


1)      Tha’mun (Rasa)
2)      Launun (Warna)
3)      Rihun (Bau)
Dan kalau dikatakan air itu berubah maka yang dimaksudkan ialah berubah sifatnya,
air mutlak itu terkadang berubah rasanya, warnanya, atau baunya sebab dimasuki oleh
sesuatu benda dan benda yang masuk kedalam air itu kadang-kadang mukhlath dan
kadang-kadang mujawir,
Menurut istilah, para ulama berbeda pendapat sebagian mereka mengatakan “ Al-
mukhtalat itu ada yang tidak dapat diceraikan dari air”.
Dan sebagian lagi mengatakan “Al-Mukhtalat itu barang yang tidak dapat dibedakan  air
menurut pandangan mata”.
Kalau air berubah dengan sesuatu benda yang mujawir yang, cendana, minyak
bunga-bungaan, kapur barus yang keras, maka air itu masih dianggap suci yang dapat
dipakai untuk ber bercuci, sekalipun banyak perubahannya. Karena perubahan yang
sesuatu mujawir itu, ia akan menguap jua. Karena itu air yang seperti ini dinamakan air
yang mutlak, ban  dingannya air yang berubah karena diasapkan dengan dupa atau
berubaah baunya karena berdekatan dengan  bangkai. Maka air yang seperti ini masih
dianggap air yang suci dan dapt dipergunakan untuk bersuci, baik berubah sifatnya.[8]
2) Air musyammas (air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh digunakan).
‫س‬
ِ ‫ ْم‬X‫الش‬َّ ‫أْثِي ِْر‬Xَ‫ َّخنُ بِت‬X‫ َّمسُ ) أي ال ُم َس‬X‫ا ُء ال ُم َش‬X‫ َو ال َم‬Xُ‫ب ( َوه‬ ِ ْ‫( َو) الثَّانِي (طَا ِه ٌر ُمطَهِّ ٌر َم ْكرُوْ هٌ ا ْستِ ْع َمالُهُ) فِي البَ َد ِن اَل فِي الثَّو‬
ْ ‫ َو‬.ُ‫ة‬Xَ‫ت ال َك َراه‬
‫ا َر‬XXَ‫اخت‬ ْ َ‫ر َد زَ ال‬X َ ِ‫ار فِي إِنَا ٍء ُم ْنطَبَ ٍع إِاَّل إِنَا َء النَّ ْق َد ْي ِن ل‬
َ Xَ‫ َوإِ َذا ب‬.‫فَا ِء َجوْ ه َِر ِه َما‬X‫ص‬ ْ َ‫ َوإِنَّ َما يُ ْك َرهُ شَرْ عا ً بِق‬.‫فِ ْي ِه‬
ٍ ‫ط ٍر َح‬
ْ ‫النَّ َو ِويُّ َع َد َم ْال َك َراهَ ِة ُم‬
‫ َويُ ْك َرهُ أَيْضا ً َش ِد ْي ُد ال ُّس ُخوْ نَ ِة َوالبُرُوْ َد ِة‬.ً ‫طلَقا‬

Dan yang kedua adalah air suci menyucikan namun makruh digunakan pada tubuh,
tidak makruh pada pakaian, yaitu air Musyammas. Ialah air yang dipanaskan dengan
mengandalkan pengaruh sengatan matahari padanya. Air tersebut secara syara’
dimakruhkan penggunaanya hanya di daerah yang bercuaca panas dan air berada di
wadah yang terbuat dari logam selain wadah dari dua logam mulia /emas dan perak,
sebab kejernihan elemen keduanya. Jika air tersebut telah dingin maka hilanglah hukum
makruh menggunakannya. Tetapi imam An-Nawawi memilih pendapat yang menyatakan
tidak makruh secara mutlak. Selain makuh menggunakan air musyammas dimakruhkan
juga menggunakan air yang sangat panas dan sangat dingin.

Penggunaan air musyammas sebagai media bersuci ini makruh jika masih ada wadah
yang lain. Jika tidak ada wadah lain maka hukumnya tidak makruh. Bahkan bisa menjadi
wajib saat waktu sholat hamper habis dan tidak menemukan yang lain. Al-Baijuri, Darul
Kutub Al-Ilmiyah, hal. 29

Syarat dimakruhkannya air musyammas sebagai berikut:

1) Berada di daerah bercuaca panas seperti Mekah dsb. Sehingga tidak makruh jika
digunakan dalam daerah yang bercuaca sedang seperti negara Mesir atau daerah Jawa
dan daerah dingin seperti Syiria dsb.
2) Sengatan matahari merubah kondisi air sekira pada air muncul zat yang berasal dari
karat logam.
3) Air berada pada wadah yang terbuat dari logam selain emas perak. Seperti wadah
yang terbuat dari logam besi, tembaga dsb.
4) Digunakan saat suhu air sedang panas.
5) Digunakan pada kulit badan. Meskipun pada badan orang yang terkena penyakit kusta,
orang mati dan hewan.
6) Dipanaskan saat cuaca panas.
7) Masih ada air selain musyammas yang dapat dipergunakan.
8) Waktu sholat masih longgar sehingga masih ada waktu untuk mencari air yang lain.
9) Tidak mendapat bahaya secara nyata atau dalam dugaan kuatnya. Jika meyakini atau
menduga akan muncul bahaya maka haram hukumnya.

Bila tidak memenuhi sembilan syarat ini maka hukum menggunakannya tidak lagi
makruh. Nihayat az-Zain, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 17

Tidak makruhnya menggunakan air musyammas dalam bejana yang terbuat dari logam
mulia (emas dan perak) bukan berarti boleh menggunakan bejana tersebut. Sebab
penggunaan bejana itu hukumnya haram dari sisi menggunakan emas perak.
Sedangkanm tidak makruhnya menggunakan air musyammas dalam bejana tersebut
karena memandang sisi tidak membahayakannya menggunakan air mesyammas tersebut.
Sehingga hukum menggunakan air musyammas dalam bejana itu hukumnya tidak
makruh (halal) dipandang dari sisi menggunakan air musyammas yang tidak berbahaya
dan haram dari sisi menggunakan emas dan perak. Lihat Al-Baijuri, Darul Kutub Al-
Ilmiyah, hal. 29-30

.Air musta’mal (air suci tetapi tidak dapat mensucikan)      )3

ٍ ْ‫ة نَج‬Xَ‫ث أَوْ إِزَال‬


‫س إِ ْن َل ْم‬ ِ ‫تَ ْع َم ُل) فِي َر ْف‬X‫ا ُء ال ُم ْس‬X‫و ال َم‬Xُ
ٍ ‫ َد‬X‫ع َح‬X ُ ِ‫( َو) القِ ْس ُم الثَّال‬
ِ ‫ ُر ُمطَه ٍِّر) لِ َغي‬Xْ‫ث (طَا ِه ٌر) فِي نَ ْف ِس ِه ( َغي‬
َ ‫ر ِه ( َوه‬Xْ
.‫ار َما يَتَ َش َّربُهُ ال َم ْغسُوْ ُل ِمنَ ال َما ِء‬ َ ِ‫يَتَ َغيَّرْ َولَ ْم يَ ِز ْد َو ْزنُهُ بَ ْع َد ا ْنف‬
ِ َ‫صالِ ِه َع َّما َكانَ بَ ْع َد ا ْعتِب‬
Air Musta’mal 1

Air suci dalam dzatnya tidak menyucikan terhadap selainnya. Ialah air musta’mal /
yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats atau najis. (Dihukumi musta’mal
dengan syarat) air tidak berubah dan setelah terpisah (dari benda yang dibasuh) volume
air tidak bertambah dari semula dengan mengira-ngirakan bagian air yang terserap oleh
benda yang dibasuh.Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang
telah digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak
berubah.3[26] Air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa
menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun
setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi air
musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap
dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air musta’mal tersedia

3
dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci
mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi najis karena ada najis di
dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air telihat dengan jelas maka air
tersebut menjadi najis.4[27] Contoh lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia
dalam jumlah sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.

2 Air Mutagoyir

‫ق‬ ْ ‫ ُع ِإ‬Xَ‫ت) تَ َغيُّراً يَ ْمن‬


َ ‫طاَل‬ ِ ‫هُ ِمنَ الطَّا ِه َرا‬Xَ‫ ْي ٍء (خَالَط‬X‫افِ ِه (بِ َما) أَيْ بِ َش‬X‫ص‬ َ ْ‫( َوال ُمتَ َغيِّ ُر) أَيْ َو ِم ْن هَ َذا القِس ِْم ال َما ُء ال ُمتَ َغيِّ ُر أَ َح ُد أَو‬
َ ‫صفَاتِ ِه َك َما ِء‬
‫ورْ ِد‬XX‫ال‬ ْ ‫ َكأ َ ْن‬.‫ فَإِنَّهُ طَا ِه ٌر َغ ْي ُر طَهُوْ ٍر ِح ِّسيًّا َكانَ التَّ َغيُّ ُر أَوْ تَ ْق ِدي ِْريًّا‬.‫اس ِْم ال َما ِء َعلَ ْي ِه‬
ِ ‫اختَلَطَ بِال َما ِء َما يُ َوافِقُهُ فِي‬
‫ال ُم ْنقَ ِط ِع الرَّائِ َح ِة َوال َما ِء ال ُم ْستَ ْع َم ِل‬

Air yang berubah. Maksudnya yang termasuk dalam bagian ketiga ini adalah air
yang berubah salah satu sifat-sifatnya disebabkan oleh sesuatu; yaitu salah satu dari
benda-benda suci yang bercampur dengan air, dengan taraf perubahan yang dapat
menghalangi sebutan nama air (mutlaq) padanya. Maka air yang seperti ini hukumnya
adalah suci dalam dirinya namun tidak menyucikan. Baik perubahan itu nampak oleh
panca indra atau hanya dalam perkiraan, seperti ketika air tercampur oleh benda yang
sesuai (dengan air) dalam sifat-sifatnya, misal air bunga mawar yang telah hilang baunya
(dicampur dengan air mutlak) dan seperti air musta’mal (dicampur dengan air mutlak).
Contoh air ditambahkan pemanis maka tidak disebut lagi sebagai air tetapi dinamakan
minuman, air ditambahkan sayuran dan penyedap maka air tersebut tidak lagi dinamakan
air tetapi dinamakan kuah dsb.
Air yang telah berubah salah satu sifatnya yaitu; rasa, warna, dan bau. Air ini disebut
dengan air Mutaghyyir. Berdasarkan sebabnya, air muthaghayyir dibagi menjadi tiga
macam, yaitu;
1. Mutaghayyir bi al-mukhalith. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab bercampur
dengan benda suci lainnya hingga mempengaruhi terhadap nama dan statusnya, semisal
air kopi, teh, sirup, susu, dll.
2. Mutaghayyir bi al-mujawir. Yaitu, air yang berubah sifat-sifatnya sebab terpengaruh
benda lain yang ada disekitarnya. Contohnya adalah air yang berdekatan dengan bunga
mawar sehingga tercium aroma mawar pada air tersebut.

4
3. Mutaghayyir bi ath-thuli al-muktsi. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab terlalu
lama diam. Seperti air kolam yang tidak pernah digunakan oleh seseorang sehingga
berubah sifatnya.
Di antara ketiga jenis air muthaghayyir tersebut hanya dua yang bisa digunakan
untuk bersuci yaitu air mutaghayyir bi al-mujawir dan mutaghayyir bi ath-thuli al-
muktsi. Dan yang tidak bisa digunakan untuk bersuci adalah air mutaghayyir bi al-
mukhalith.

4)      Air mutanajis (air yang najis dan tidak dapat mensucikan). Yaitu air telah
kemasukan benda najis atau yang terkena najis.
ْ‫ َو) أَي‬Xُ‫ةٌ) تَ َغي ََّر أَ ْم اَل ( َوه‬X‫اس‬ ْ َّ‫ان أَ َح ُدهُ َما قَلِ ْي ٌل ( َوهُ َو الَّ ِذيْ َحل‬
َ ‫ت فِ ْي ِه نَ َج‬ ِ ‫س) أي ُمتَنَجِّ سٌ َوهُ َو قِ ْس َم‬
ٍ ْ‫(و) القِ ْس ُم الرَّابِ ُع ( َما ُء نَج‬
)‫الحا ُل أَنَّهُ َما ٌء ( ُدوْ نَ القُلَّتَ ْي ِن‬
َ ‫َو‬

Dan bagian yang keempat adalah air najis, maksudnya mutanajis. Air ini ada dua
bagian:

Yang pertama adalah yang volumenya sedikit; yaitu air yang didalamnya terdapat
najis baik air mengalami perubahan atau tidak dan air tersebut; maksudnya kondisi air
tersebut adalah air yang kurang dari dua qullah.

ْ ُ‫ب إِ ْن لَ ْم ت‬
.ُ‫ ِه َولَ ْم تُ َغيِّرْ ه‬X‫ َرحْ فِ ْي‬X‫ط‬ ِ ‫ذبَا‬Xُّ X‫ا َكال‬XXَ‫ ٍو ِم ْنه‬X‫ُض‬
ْ ‫قع‬ ِّ X‫َويُ ْست َْثنَى ِم ْن هَ َذا القِ ْس ُم ال َم ْيتَةُ الَّتِ ْي اَل َد َم لَهَا َسائِ ٌل ِع ْن َد قَ ْتلِهَا أَوْ َش‬
.‫ت‬ ِ ‫ص َو ٌر َم ْذ ُكوْ َرةٌ فِي ال َم ْبسُوْ طَا‬ ُ ً ‫ فَ ُك ٌّل ِم ْنهُ َما اَل يُ ْن ِجسُ ال َمائِ َع َويُ ْست َْثنَى أَيْضا‬. ُ‫َو َك َذا النَّ َجا َسةُ الَّتِ ْي اَل يُ ْد ِر ُكهَا الطَّرْ ف‬

Dari bagian ini dikecualikan (air kemasukan) bangkai binatang yang tidak memiliki
darah yang dapat mengalir saat dibunuh atau dirobek bagian tubuhnya - seperti lalat- jika
(masuknya bangkai tersebut ke dalam air itu ) tidak (ada kesengajaan) memasukkannya.
Begitu juga najis yang tidak terlihat oleh mata. Maka kedua najis tersebut tidak
menajiskan benda cair. Juga dikecualikan beberapa kasus yang disebutkan dalam kitab-
kitab besar.

ِ Xَ‫ ( َو ْالقُلَّت‬.ً‫را‬XX‫يْراً أَوْ َكثِ ْي‬X ‫َوأَ َشا َر لِ ْلقِس ِْم الثَّانِي ِمنَ القِس ِْم الرَّابِ ِع بِقَوْ لِ ِه (أَوْ َكانَ ) َكثِيْراً (قُلَّتَي ِْن) فَأ َ ْكثَ َر (فَتَ َغي ََّر) يَ ِس‬
‫ ِمائَ ِة‬X ‫ان خَ ْم ُس‬X
ْ ‫ص ِّح) فِ ْي ِه َما َوال ِّر‬ ْ ‫ِر‬
ِ َ‫ب‬X‫ ةُ أَ ْس‬X‫ا ً َوأَرْ بَ َع‬X‫رُوْ نَ ِدرْ هَم‬X‫ةٌ َو ِع ْش‬Xَ‫ةٌ َوثَ َمانِي‬X‫ي ِما ْئ‬
‫اع‬ ِّ ‫ َد النَّ َو ِو‬X‫ط ُل البَ ْغدَا ِديُّ ِع ْن‬ َ َ‫ي تَ ْق ِريْبا ً فِي األ‬
ٍّ ‫ط ٍل بَ ْغدَا ِد‬
.‫ِدرْ ه ٍَم‬

Mushannif memberikan isyarat pada macam yang kedua dari bagian keempat ini
dengan ungkapannya “Atau airnya banyak, berupa dua qullah” atau lebih “kemudian
terjadi perubahan” baik perubahan yang sedikit atau banyak.
Dua qullah adalah takaran 500 Rithl Baghdad dengan mengira-ngirakannya menurut
pendapat Ashah (pendapat yang lebih shohih/benar dibanding pendapat yang lain) dalam
dua kriteria tersebut; (yakni takaran 500 rithl dan dengan mengira-ngirakannya). Rithl
Baghdad menurut An-Nawawy adalah 128 4/7 dirham.
Ukuran air dua qullah menurut
1.      Imam Nawawi = 174,580 lt / kubus berukuran kurang lebih 55,9 cm.
2.      Imam Rofi’i = 176,245 lt / kubus berukuran jurang lebih 56,1 cm.
3.      Ulama’ Iraq = 255,325 lt / kubus berukuran kurang lebih 63,4 cm.
4.      Mayoritas Ulama = 216,000 lt / kubus berukuran kurang lebih 60 cm.

Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut
kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:
1)      Najis yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat dengan mata
normal
2)      Air tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat,
nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain. Kecuali
jika bangkai tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut sengaja dilemparkan
kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup maka air tidak menjadi najis
meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut.
3)      Jilatan kucing pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan
kucing bukanlah hewan najis.
4)      Asap dari barang najis dalam kadar yang sedikit.
5)      Debu najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota
tubuh yang basah.

Jika najis padat yang masuk dalam air yang mencapai dua qullah, maka menurut
pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi seseorang mengambil air tersebut dari sisi
mana saja, tidak wajib menghindari sisi yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut
hukumnya suci. Jika air tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih
yaitu:jika jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang dari
dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak berubah dan
mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci.5[30]

5
2.7 Pembagian Thaharah

Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah
taharah/suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci
menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan
jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong,
ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu :
wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinja’.

1. Wudhu

Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh
anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan
menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat
Al Maidah ayat 6.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat,
maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
basuhlah kakimu sampai mata kaki.”(QS Al maidah :6)

Syarat Wudhu

Wudu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.

1.      Beragama Islam.


2.      Sudah mumayiz.
3.      Tidak berhadas besar.
4.      Memakai air suci lagi mensucikan.
5.      Tidak ada sesuatu yang menghalangi sampainya air ke anggota wudu, seperti cat,
getah dsb.

Rukun Wudu:

Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.


1.      Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka.
2.      Membasuh seluruh muka
3.      Membasuh kedua tangan sampai siku
4.      Mengusap atau menyapu sebagian kepala.
5.      Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan
6.      Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir

Hal yang membatalkan wudu:

Wudu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal
seperti berikut.
1.      Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur (anus),
baik berupa angin maupun cairan keculai mani.
2.      Tidur pada selain tingkah yang lubang pantatnya menempel ke lantai
3.      Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.
4.      Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan telapak tangan.
5.      Hilang akal

2. Tayamum

Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu (pasir, tanah) yang suci
karena tidak ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah
menyapukan tanah atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan
memenuhi syarat da rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena
tidak adanya air atau dilarang menggunakan air disebabkan sakit.

Syarat Tayamum:

Syarat tayamum adalah sebagai berikut :


1.      Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan
tayamum.
2.      Sudah masuk waktu salat
3.      Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan
4.      Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
5.      Menggunakan tanah atau debu yang suci.
Rukun Tayamum:

1.      Niat
2.      Mengusap debu ke muka
3.      Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
4.      Tertib

Hal yang membatalkan Tayamum:

Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :


1.      Semua yang membatalkan wudhu, membatalkan tayamum

2.      Ditemukannya air sedangkan waktu shalat masih ada


3.      Hilangnya penghalang untuk mendapatkan air

3. Mandi Wajib

Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi
wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Firman Allah Swt :
)QS Al Maidah( )٦( ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا‬

Adapun lafal niatnya adalah sebagai berikut :


‫نويت غسل الجنابة لرفع الحدث الكبر فرضا هلل تعا لى‬
Artinya : “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar karena Allah

Rukun mandi wajib:

Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya
sebagai berikut :
1.      Niat mandi wajib
2.      Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.
3.      Membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.
Beberapa Penyebab Diwajibkan Mandi Wajib

Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab diwajibkannya mandi wajib:
1.      Keluarnya air mani (sperma).
2.      Selesainya haid bagi perempuan.
3.      Selesai melahirkan.
4.      Selesai nifas, yakni darah yang keluar sesudah melahirkan.
5.      Meninggalnya seseorang (jenazah).

4. Istinja’

Pengertian istinja’ Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan
menurut istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan
qubul(anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya.
Istinja’ hukumnya wajib.

Alat-alat yang digunakan untuk Istinja’:

1.      Air
2.      Batu (jika tidak ada air)
3.      Kertas atau tissue (jika tidak ada air)
4.      Daun-daunan yang tidak biasa dimakan (jika tidak ada air)

Tata cara Istinja’:

1.      Membasuh tempat keluarnya najis dengan air hingga bersih


2.      Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak ada
batu dapat digunakan benda-benda lain asal keset atau keras.

2.8 Thaharah dari najis


Di dasarkan atas firman Allah
Artinya: “dan pakaianmu bersihkanlah.”(Al mudatsir ayat 4).
Macam-macam najis
Yaitu kencing, tahi, muntah, daarah, mani hewan selain manusia, nanh, cairan luka
yang membusuk, bangkai, khamr, anjing, babi, susu binatang yang tidaak hahal dimakan
keculai manusia, dan cairan kemaluan wanita.
Najis dibagi menjadi 3 bagian:

1 Najis Mukhaffafah

Yaitu najis ringan, ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan
belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis
sampai bersih.

2 Najis Mutawassithah

Yaitu najis sedang, ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan
binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a.Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b.Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang
sudah kering dan sebagainya.
Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa
dan rupanya)

3 Najis mughallazah

Yaitu najis berat, ialah najis anjing dan babi.


Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci
dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.

Najisnya benda-benda tersebut dapat diketahui dengan:


1.      Hadits nabi saw yang diucapkan pada ammar, “engkau hanya perlu membasuh
pakaianmu dari tahi, kencing, mani, mazi, darah, daan munta.”( HR Ahmad).
2.      Tugas dari nabi saw untuk menyiramkan air kekencing orang.
3.      Hadits dari Ali, “aku adalah hseorangg yang selalu keluar mazi, tapi aku malu
bertanya kepada rasul saw, lalu kusuruh almiqdad, dan ia pun menanyakannya, “ nabi
saw bertaanya “dibasuhnya zakarnya dan berwudhu”(HR Muslim).
4.      Di dalam ayat Al-qur’an disebutkan “ diharamkan bagimu makan bangkai, darah,
daging babi….” (QS Al-maidah ayat 3).

Cara menghilagkan najis


Dalam hal ini ada 3 macam cara membersihkan najis
1.      Cara menghilangkan najis dari jilatan anjing adalah membasuhnya dengan air
sebanyak tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah berdasarkan dengan hadis
rasulullah saw “ apabila anjung menjilat bejana seorang kamu maka hendaklah ia
menumpahkan isinya dan membasuhnya tujuh kali” (HR Muslim). Selain itu menurut
pendapat yang kuat didalam mazhab syafi’i ketentuan ini berlaku pula bagi sessuatu yang
terkena najis babi dengan alasan pula bahwaa babi lebih buruk dari anjing. Untuk
memperjelas lagi menurut mazdhab imam Syafi’i dan Hambali Anjing adalah najis.
Bejana yang dijilat anjing harus dibasuh tujuh kali. Hanafi anjing adalah najis, tetapi
bekas jilatannya boleh dicuci sebagaimana kita mencuci najis lainnya. Apabila diduga
najisnya sudah suci, meskipun dibasuh satu kali, maka hal itu sudah cukup. Namun, jika
diduga bahwa najisnya belum hilang, maka bekas jilatan itu harus dibasuh lagi hingga
diyakini telah bersih, walaupun harus dibasuh dua puluh kali. Menurut imam Maliki
anjing adalah suci dan bekas jilatannya tidak najis. Namun bejana yang dijilatnya harus
dicuci semata-mata sebagai ibadah saja.
2.      Khusus untuk membersihkan yang terkena kencing anak laki-laki yang belum
memakan makanan cukup dipercikkan dengan air. “ kencing anak perempuan dibasuh
dan kencing anak laki-laki dipercik.” (HR Attirmizi). Menurut imam Syafi’i dan Hanafi
menyucikan air kencing bayi laki-laki yang hanya minum air susu cukup dengan
dipercikan air diatasnya. Namun, air kencing bayi perempuan harus dibasuh atau disiram.
Menurut imam Maliki keduanya harus dibasuh dan hukum keduanya sama. Menurut
imam Hambali air kencing bayi perempuan yang masih menyusu adlah suci.
3.      Cara membersihkan najis lainnya dibedaakan berdasarkan keadaan
a.       Najis ‘ainy harus dibasuh dengan air sehingga hilang rasa bau dan warnanya.
Basuh ari yang wajib harinya sekali asalkan hilang rasa dan bau dan warnanya.
Namun warna atau bau najis yang sulit dihilangkan dapat diabaikan dan basuhari
dianggap bersih, walaupun salah satu bau atau warna darinajis masih tersisa. Akan tetapi
jika kedua-dua warnanya dan bau masih ada basuhari masih belum bias dihukumkan
bersih, sebaab itu menujukkan bahwa zat najis itu belum hilang.
Dalam sebuh hadits yang berasal dari Ibn umar “ mula-mula sholat itu adalah lima puluh
kali, mandi jariabah tujuh kali, dan membasuh pakaian dari kencing tujuh kali. Namun,
rasulullah terus-terusan meminta, sehingga sholat itu ditetapkan lima, mandi jariabah
sekali dan membasuh dari kencing pun sekali.” (HR Abu Dawud).
b.      Najis hukmiy dapat dibersihkan dengan sekali mengalirkan air padanya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran)
yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda
yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum
taharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan
sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci,
tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan
berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air,
sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan
istinja’.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu
membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.

2. Saran
Mungkin dalam makalah ini banyak sekali kesalahan dan kesilapan penyusun.
Dengan rendah hati kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, mudah-mudahan
menjadi manfaat bagi kita semua. Walhamdulillahirabbil ‘alamin
DAFTAR PUSTAKA

As’ad aliy. 1979. Terjemah fathul mu’in. Kudus: Menara Kudus.


Hajar Ibnu Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam (Ebook)
Rusyd Ibnu.1990. Terjemah bidayatul mujtahid. Semarang: CV. As-Syifa.
Rifa’I Moh. 1978. Ilmu Fikih Islam Lengkap. Semarang: Karya Toha Putra.
Babudin. 2005.  Fikih. Wahana Dinamika Karya.
Ma’arif Syamsul. 2004. Matan Taqrib & Terjemah. Magelang. An Nur.
Anwar Moch, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987
H. Muqarrabin, Fiqih awam, Demak: Cv. Media Ilmu, 1997,
Mushtafa, Abid Bishri, Tarjamah Shahih Muslim, Semarang: CV Asy-Syifa, 1993
Al-Gazzi Ibnu Qosim, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar Al-Fikr,
2005
Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil
Mufidah, Surabaya: Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006
Abu Bakar Imam Taqiyuddin, Bin Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar, Surabaya:
Bina Imam, 2003
Muhammad Arsyad Al-Banjari Syekh, Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT Bina Ilmu)
http://bodohtapisemangat.blogspot.com/2015/05/makalah-tentang-thaharah.html#

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqih
Ibadah. Jakarta: AMZAH.

Muchtar, Asmaji. 2014. Fatwa-Fatwa Imam Asy Syafi’i. Jakarta: AMZAH.

Mulkhan, Abdul Munir. 1994. Teologi dan Fiqih. Yogyakarta: ROIKHAN.

Rasjid, Sulaiman. 1986. Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.

Ritonga, Rahman dan Zainuddin.1997. Fiqih Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987.
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara Ilmu,
2013.
http://kumpulanmakalah-mey.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-thaharah.html

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Ensiklopedi Muslim: PT Darul Falah, Jakarta 2008


Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam: Sinar Baru Algensindo, Bandung 2014
Bunyamin, Mahmudin, Fiqh Ibadah: IAIN Raden Intan Lampung, Lampung 2010
Muhammad, Fiqih Empat Mazdhab: Hasyimi, Bandung 2004
http://makalahkuindonesia.blogspot.com/2017/04/makalah-thaharah.html

________________________________________
[1] H. Moch. Anwar, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif,
1987) Hal 9
[2] Al Ust. H Muqarrabin, Fiqih awam, (Demak:Cv. Media Ilmu, 1997), Hal
[3] Abid Bishri mushtafa, Tarjamah Shahih Muslim, (Semarang: CV Asy-Syifa, 1993)
juz 1. Hal 325
[4] Ibnu Qosim Al-Gazzi, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, (Baerut: Dar Al-
Fikr, 2005) juz 1, hal 34.
[5] Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil
Mufidah, (Surabaya: Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006) hal 56
[6] Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari,Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT Bina Ilmu,   )
juz 1, hal 17
[7] H. Moch. Anwar, Long Cit
[8] Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Ibid.21
[9]  H. Moch . Anwar, Op Cit, hal 10
[10] Said Sabiq, fiqh Sunnah 1, (Bandung: PT Alma’arif, 1973) juz 1
[11] Syekh Muhamad Arsyad Al-banjari, Ibid,Hal 25
[12] Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar,
(Surabaya: Bina Imam, 2003) Juz 1,Hal  19
[13] Imam Taqiyuddin  Abu bakar Bin Muhammad Alhusaini, ibid, Hal 21.

Sumber : http://rafiatunnajahqomariah.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai