Thaharah
Oleh
Kelompok 6
Friska Puspita
Messy Ardela
Rizaldi
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah,
dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan
agama islam dengan judul "thaharah" tepat pada waktunya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang
ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.
Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum
mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci
adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan
sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada
Allah SWT.
Sebagai mana kita ketahui bahwa unsur utama yang harus di penuhi untuk
memenuhi syarat-syarat ibadah seperti sholat dan lain sebagai nya hendak lah di awali
dengan bersuci. Bersuci adalah syarat utama untuk mendirikan sholat atau thawaf di
baitullah al-haram. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang utama dalam melakukan
ibadah kepada Allah SWT. berwudhu, mandi junub atau tayammum adalah cara bersuci
yang allah terangkan dalam al qur’an dengan jelas.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam thaharah, kita sebagai muslim harus
dan wajib mengatahui cara-cara bersuci karna bersuci adalah dasar ibadah bagi ummat
islam, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hal-hal yang kotor sehingga
sebelum memulai aktifitas kita menghadap tuhan atau beribadah haruslah dimulai dengan
bersuci baik dengan cara berwudhu, mandi maupun bertayammum. kalau kita melihat
dan membaca dengan teliti hamper seluruh kitab-kitab fiqih akan diawali dengan bab
thaharah ini menunjukan kan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang mendasar
dan menjukkan kepada kita betapa pentingnya masalah thaharah ini.
Namun, walaupun menjadi hal yang mendasar bagi ummat islam namun masih banyak
dari umat islam yang tidak paham tentang thaharah, najis-najis dan jenis-jenis air yang di
gunakan untuk bersuci.
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat.
Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat,
baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah. Karena fungsinya sebagai alat
pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus
mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya
sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa
bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci
lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah”
mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya
banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti
bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk
memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi
thaharah dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang
dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna
bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.
C. Tujuan
1. Mengetahui makna thoharoh.
2. Mengetahui dalil tentang thoharoh.
3. Mengetahui tujuan thaharah.
4. Mengetahui syarat wajib thaharah
5. Mengetahui alat- alat yang didunakan untuk thaharah
6. Mengetahui klasifikasi air dan penggunaannya
7. Mengetahui pembagian thaharah
8. Mengetahui thaharah terhadap najis
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan
shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW
juga bersabda:
َوتَحْ لِ ْيلُهَا التَّ ْسلِ ْي ُمX، َوتَحْ ِر ْي ُمهَا التَّ ْكبِ ْي ُر،ُصاَل ِة أَلطَّهَا َرة
َّ ِم ْفتَا ُح ال:قال عليه الصالة والسالم
Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir
dan perhiasannya adalah salam.”
Hukum thaharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam
hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita
senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :
أْتُوه َُّن ِم ْنXXَإ ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فX َطهُرْ نَ ف
ْ َيض َوال تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي
ِ يض قُلْ هُ َو أَ ًذى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح
ِ َويَسْأَلُونَكَ َع ِن ْال َم ِح
)٢٢٢( َْث أَ َم َر ُك ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َويُ ِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين
ُ َحي
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai
orang-orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)
Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.
)النظافة من االيمان (رواه مسلم
Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)
Dalam buku Fiqih Ibadah yang ditulis oleh Abdul Aziz Muhammad Azzam dan
Abdul Wahhab Sayyed Hawwas juga menyebutkan definis lain bahwa thaharah adalah
sifat hukmiyyah yang diperbolehkan karenanya segala sesuatu yang dicegah oleh hadast
atau yang mengandung hukum menjijikkan(Azzam dan Hawwas, 2009:3).
Menurut istilah fiqih, thaharah adalah menghilangkan hadast atau najis yang
menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan
hukumnya (hadast dan najis) dengan tanah. Dengan kata lain, thaharah adalah keadaan
yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadats atau kotoran (Ritonga, 1997:17).
H.abdul khaliq Hasan mengemukakan salah satu landasan hukum thaharah adalah
surah al Furqan ayat 11
Artinya : Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, dekat sebelum
kedatangan rahmatnya(hujan) dan kami turunkan air dari langit air yang bersih(QS.Al-
Furqan:48)
Wahbah az zuhaili dalam tafsir al munir menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah
menurunkan air yang suci sebagai alat bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun yang
lain sebab kata thahur berarti sesuatu yang digunakan untuk thaharah(bersuci),
sebagaimana kata wudhu yang di gunakan untuk berwudhu.
Dan perhatikanlah surah al mudatsir ayat 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut
Artinya : dan pakaian mu bersihkanlah dan seluruh kotoran termasuk berhala jauhilah
(QS.Al-Muddatsir:4,5)
Allah SWT menyuruh manusia untuk membersihkan pakaian dan segala kotoran
yang termasuk berhala. Membersihkan pakaian dapat di artikan dengan membersihak
pakaian lahir dan pakaian batin. Jadi dengan ayat diatas, allah megatakan bahwa
kebersihkan dari lahir dan batin itu harus dipadukan, sebab diantara keduanya harus di
padukan dan saling berhubungan.
Perhatikan hadits nabi
Artinya : janganlah selalu kebersihan sedapat mungkin, karna allah swt membangun
islam di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surge kecuali orang-orang yang bersih
(H.R Athabrany)1[18]
Kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan diri kepada Allah
karena Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya, perhatikan lah surah Al-
Baqorah ayat 222
Ada pun dalil- dalil yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi
muhammad saw bersabda
Artinya : kunci sholat ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara –
perkara yang yang di halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang
menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam 2[20].
1
2
ر؟Xا ابن عمX ي,دعو هللا ليX اال ت:الXريض فقXو مX دخل عبد هللا بن عمر على ابن سعوده وه: قال,عن ُمصْ َعب بن َس ْع ٍد
ول وكنت علىX ْ دقةXX وال ص,طهور
ٍ Xمن غل ٍ ال تقبل الصالة بغير: يقول,سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم
ُ إنّي:قال
.البصرة
Artinya: dari mus”ab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar pernah menjenguk ibnu amir
yang sedang sakit. Ibnu amir berkata: “Apakah kamu tidak mau mendo’akan aku, hai
ibnu umar?”. Ibnu umar berkata: “saya pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda:
“Shalat yang tanpa bersuci tidak diterima begitu pula sedekah dari hasil korupsi”. Sedang
kamu adalah penguasa bashrah”.
Kata bersih terkadang memberi pengertin suci, namun biasanya kata bersih
digunakan untuk ungkapan sifat lahiriyah, sedangkan kata suci untuk ungkapan
batiniyah. Dalam hukum Islam terdapat tiga ungkapan yang menyatakan kebersihan.
1. Nazhafah atau nazhif, yaitu meliputi bersih dari kotoran dan noda secara lahiriyah.
2. Thaharah, mengandung pengertian yang lebih luas meliputi kebersihan lahiriyah dan
batiniyah.
3. Tazkiyah, mengandung makna ganda yaitu membersihkan diri dari sifat atau
perbuatan tercela dan menumbuhkanatau memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat yang
terpuji (Ritonga, 1997:26).
Tidak asing lagi di telinga kita yang mengatakan bahwa “kebersihan sebagian dari
iman” dan juga terdapat pepatah yakni “kebersihan pangkal kesehatan.” Thaharah yang
dilakukan sesuai syara’ secara otomatis akan membawa kepada kebersihan lahir dan
batin. Ini berarti seseorang yang bersih secara syara’ akan berasa dalam kondisi hidup
yang sehat. Karena antara kesehatan dan kebersihan memiliki hubungan yang sangata
erat.
Seperti halnya dengan wudlu’, wudlu’ tidak hanya semata-mata dilakukan untuk
mensucikan diri dari hadas kecil sebelum melakukan ibadah kepada Allah. Disamping
untuk mmbersihkan lahiriyah, wudlu’ juga dapat membersihkan secara batiniyah, karena
sholat merupakan pendekatan diri kepada Allah SWT yang menuntut kebersihan lahir
dan batin.Thaharah juga mempunyai hubungan terhadap keindahan lingkungan.
Lingkungan tersebut mempengaruhi kehidupan manusia dan mencakup tiga bagian:
1. Lingkungan Pisik (alam disekitar kita).
2. Lingkungan manusia (interaksi langsung atau tidak langsung).
3. Lingkungan keluarga.
Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta pembersih diri
dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam aktifitas ibadah seorang
hamba.
Seorang hamba yang seanantiasa gemar bersuci ia akan memiliki keutamaan-
keutamaan yang dianugerahkan oleh Alloh di akhirat nanti. Thaharah juga membantu
seorang hamba untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan ibadah-ibadah kepada
Alloh. Sebagai contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia sedang menghadap kepada
Alloh, karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba bisa siap untuk beribadah dan bisa
terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum sholat
karena wudhu adalah sarana untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-
kesibukan duniawi untuk siap melaksanakan sholat.
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal
yang harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah
Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.
1. Air
2. Tanah
3. Menyamak (yaitu membersihkan kulit binatang dari bulunya, lamad2 nya dan
darahnya)
4. Batu dan Sejenisnya
1) Air mutlak (air yang suci dan mensucikan). Yaitu air yang masih murni, dan tidak
bercampur dengan sesuatu yang lain.1 Air suci dan mensucikan (air mutlaq)
ْ َّصحُّ (الت
ِ ِر) أيْ ال ِم ْلX ْا ُء البَحXX ُر ( َو َمX َاز ُل ِم ْنهَا َوه َُو ال َمط
ح ِ َّط ِه ْي ُر بِهَا َس ْب ُع ِميَا ٍه َما ُء ال َّس َما ِء) أي الن ِ َ(ال ِميَاهُ الَّتِ ْي يَجُوْ ُز) أَيْ ي
ْ َما نَزَ َل ِمنَ ال َّس َما ِء أَو: َج َو َماء البَ َر ِد) َويَجْ َم ُع هَ ِذ ِه ال َّس ْب َع ِة قَوْ لُك
ِ ( َو َما ُء النَّهَ ِر) أي الح ُْل ِو ( َو َما ُء البِ ْئ ِر َو َما ُء ال َعي ِْن َو َماء الثَّ ْل
الخ ْلقَ ِة
ِ صفَ ٍة َكانَ ِم ْن أَصْ ِل ِّ َض َعلَى أ
ِ ي ِ ْنَبَ َع ِمنَ األَر
Air-air yang boleh, maksudnya sah digunakan bersuci dengannya ada tujuh macam air.
1. Air langit maksudnya yang turun dari langit, yaitu hujan,
Perbedaan antara air tsalji dan air barad adalah tsalji itu turun dari langit dalam
kondisi cair lantas membeku di atas bumi karena cuaca yang sangat dingin. Sedangkan
barad itu turun dari langit dalam keadaan beku/keras kemudian mencair diatas bumi.
Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa sebenarnya keduanya turun dari langit dalam
keadaan cair saat ditengah-tengah perjalanan ke bumi keduanya mengeras. Yang
membedakan keduanya adalah saat berada diatas bumi, tsalji tetap dalam kondisi beku
sedangkan barad mencair. Keduanya dibedakan dari air hujan yang sebenarnya sama-
sama turun dari langit karena memandang sisi bekunya. Kondisi beku dan keras inilah
yang membedakan keduanya dari air hujan
Dan yang kedua adalah air suci menyucikan namun makruh digunakan pada tubuh,
tidak makruh pada pakaian, yaitu air Musyammas. Ialah air yang dipanaskan dengan
mengandalkan pengaruh sengatan matahari padanya. Air tersebut secara syara’
dimakruhkan penggunaanya hanya di daerah yang bercuaca panas dan air berada di
wadah yang terbuat dari logam selain wadah dari dua logam mulia /emas dan perak,
sebab kejernihan elemen keduanya. Jika air tersebut telah dingin maka hilanglah hukum
makruh menggunakannya. Tetapi imam An-Nawawi memilih pendapat yang menyatakan
tidak makruh secara mutlak. Selain makuh menggunakan air musyammas dimakruhkan
juga menggunakan air yang sangat panas dan sangat dingin.
Penggunaan air musyammas sebagai media bersuci ini makruh jika masih ada wadah
yang lain. Jika tidak ada wadah lain maka hukumnya tidak makruh. Bahkan bisa menjadi
wajib saat waktu sholat hamper habis dan tidak menemukan yang lain. Al-Baijuri, Darul
Kutub Al-Ilmiyah, hal. 29
1) Berada di daerah bercuaca panas seperti Mekah dsb. Sehingga tidak makruh jika
digunakan dalam daerah yang bercuaca sedang seperti negara Mesir atau daerah Jawa
dan daerah dingin seperti Syiria dsb.
2) Sengatan matahari merubah kondisi air sekira pada air muncul zat yang berasal dari
karat logam.
3) Air berada pada wadah yang terbuat dari logam selain emas perak. Seperti wadah
yang terbuat dari logam besi, tembaga dsb.
4) Digunakan saat suhu air sedang panas.
5) Digunakan pada kulit badan. Meskipun pada badan orang yang terkena penyakit kusta,
orang mati dan hewan.
6) Dipanaskan saat cuaca panas.
7) Masih ada air selain musyammas yang dapat dipergunakan.
8) Waktu sholat masih longgar sehingga masih ada waktu untuk mencari air yang lain.
9) Tidak mendapat bahaya secara nyata atau dalam dugaan kuatnya. Jika meyakini atau
menduga akan muncul bahaya maka haram hukumnya.
Bila tidak memenuhi sembilan syarat ini maka hukum menggunakannya tidak lagi
makruh. Nihayat az-Zain, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 17
Tidak makruhnya menggunakan air musyammas dalam bejana yang terbuat dari logam
mulia (emas dan perak) bukan berarti boleh menggunakan bejana tersebut. Sebab
penggunaan bejana itu hukumnya haram dari sisi menggunakan emas perak.
Sedangkanm tidak makruhnya menggunakan air musyammas dalam bejana tersebut
karena memandang sisi tidak membahayakannya menggunakan air mesyammas tersebut.
Sehingga hukum menggunakan air musyammas dalam bejana itu hukumnya tidak
makruh (halal) dipandang dari sisi menggunakan air musyammas yang tidak berbahaya
dan haram dari sisi menggunakan emas dan perak. Lihat Al-Baijuri, Darul Kutub Al-
Ilmiyah, hal. 29-30
Air suci dalam dzatnya tidak menyucikan terhadap selainnya. Ialah air musta’mal /
yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats atau najis. (Dihukumi musta’mal
dengan syarat) air tidak berubah dan setelah terpisah (dari benda yang dibasuh) volume
air tidak bertambah dari semula dengan mengira-ngirakan bagian air yang terserap oleh
benda yang dibasuh.Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang
telah digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak
berubah.3[26] Air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa
menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun
setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi air
musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap
dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air musta’mal tersedia
3
dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci
mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi najis karena ada najis di
dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air telihat dengan jelas maka air
tersebut menjadi najis.4[27] Contoh lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia
dalam jumlah sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.
2 Air Mutagoyir
Air yang berubah. Maksudnya yang termasuk dalam bagian ketiga ini adalah air
yang berubah salah satu sifat-sifatnya disebabkan oleh sesuatu; yaitu salah satu dari
benda-benda suci yang bercampur dengan air, dengan taraf perubahan yang dapat
menghalangi sebutan nama air (mutlaq) padanya. Maka air yang seperti ini hukumnya
adalah suci dalam dirinya namun tidak menyucikan. Baik perubahan itu nampak oleh
panca indra atau hanya dalam perkiraan, seperti ketika air tercampur oleh benda yang
sesuai (dengan air) dalam sifat-sifatnya, misal air bunga mawar yang telah hilang baunya
(dicampur dengan air mutlak) dan seperti air musta’mal (dicampur dengan air mutlak).
Contoh air ditambahkan pemanis maka tidak disebut lagi sebagai air tetapi dinamakan
minuman, air ditambahkan sayuran dan penyedap maka air tersebut tidak lagi dinamakan
air tetapi dinamakan kuah dsb.
Air yang telah berubah salah satu sifatnya yaitu; rasa, warna, dan bau. Air ini disebut
dengan air Mutaghyyir. Berdasarkan sebabnya, air muthaghayyir dibagi menjadi tiga
macam, yaitu;
1. Mutaghayyir bi al-mukhalith. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab bercampur
dengan benda suci lainnya hingga mempengaruhi terhadap nama dan statusnya, semisal
air kopi, teh, sirup, susu, dll.
2. Mutaghayyir bi al-mujawir. Yaitu, air yang berubah sifat-sifatnya sebab terpengaruh
benda lain yang ada disekitarnya. Contohnya adalah air yang berdekatan dengan bunga
mawar sehingga tercium aroma mawar pada air tersebut.
4
3. Mutaghayyir bi ath-thuli al-muktsi. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab terlalu
lama diam. Seperti air kolam yang tidak pernah digunakan oleh seseorang sehingga
berubah sifatnya.
Di antara ketiga jenis air muthaghayyir tersebut hanya dua yang bisa digunakan
untuk bersuci yaitu air mutaghayyir bi al-mujawir dan mutaghayyir bi ath-thuli al-
muktsi. Dan yang tidak bisa digunakan untuk bersuci adalah air mutaghayyir bi al-
mukhalith.
4) Air mutanajis (air yang najis dan tidak dapat mensucikan). Yaitu air telah
kemasukan benda najis atau yang terkena najis.
ْ َو) أَيXُةٌ) تَ َغي ََّر أَ ْم اَل ( َوهXاس ْ َّان أَ َح ُدهُ َما قَلِ ْي ٌل ( َوهُ َو الَّ ِذيْ َحل
َ ت فِ ْي ِه نَ َج ِ س) أي ُمتَنَجِّ سٌ َوهُ َو قِ ْس َم
ٍ ْ(و) القِ ْس ُم الرَّابِ ُع ( َما ُء نَج
)الحا ُل أَنَّهُ َما ٌء ( ُدوْ نَ القُلَّتَ ْي ِن
َ َو
Dan bagian yang keempat adalah air najis, maksudnya mutanajis. Air ini ada dua
bagian:
Yang pertama adalah yang volumenya sedikit; yaitu air yang didalamnya terdapat
najis baik air mengalami perubahan atau tidak dan air tersebut; maksudnya kondisi air
tersebut adalah air yang kurang dari dua qullah.
ْ ُب إِ ْن لَ ْم ت
.ُ ِه َولَ ْم تُ َغيِّرْ هX َرحْ فِ ْيXط ِ ذبَاXُّ Xا َكالXXَ ٍو ِم ْنهXُض
ْ قع ِّ Xَويُ ْست َْثنَى ِم ْن هَ َذا القِ ْس ُم ال َم ْيتَةُ الَّتِ ْي اَل َد َم لَهَا َسائِ ٌل ِع ْن َد قَ ْتلِهَا أَوْ َش
.ت ِ ص َو ٌر َم ْذ ُكوْ َرةٌ فِي ال َم ْبسُوْ طَا ُ ً فَ ُك ٌّل ِم ْنهُ َما اَل يُ ْن ِجسُ ال َمائِ َع َويُ ْست َْثنَى أَيْضا. َُو َك َذا النَّ َجا َسةُ الَّتِ ْي اَل يُ ْد ِر ُكهَا الطَّرْ ف
Dari bagian ini dikecualikan (air kemasukan) bangkai binatang yang tidak memiliki
darah yang dapat mengalir saat dibunuh atau dirobek bagian tubuhnya - seperti lalat- jika
(masuknya bangkai tersebut ke dalam air itu ) tidak (ada kesengajaan) memasukkannya.
Begitu juga najis yang tidak terlihat oleh mata. Maka kedua najis tersebut tidak
menajiskan benda cair. Juga dikecualikan beberapa kasus yang disebutkan dalam kitab-
kitab besar.
ِ Xَ ( َو ْالقُلَّت.ًراXXيْراً أَوْ َكثِ ْيX َوأَ َشا َر لِ ْلقِس ِْم الثَّانِي ِمنَ القِس ِْم الرَّابِ ِع بِقَوْ لِ ِه (أَوْ َكانَ ) َكثِيْراً (قُلَّتَي ِْن) فَأ َ ْكثَ َر (فَتَ َغي ََّر) يَ ِس
ِمائَ ِةX ان خَ ْم ُسX
ْ ص ِّح) فِ ْي ِه َما َوال ِّر ْ ِر
ِ َبX ةُ أَ ْسXا ً َوأَرْ بَ َعXرُوْ نَ ِدرْ هَمXةٌ َو ِع ْشXَةٌ َوثَ َمانِيXي ِما ْئ
اع ِّ َد النَّ َو ِوXط ُل البَ ْغدَا ِديُّ ِع ْن َ َي تَ ْق ِريْبا ً فِي األ
ٍّ ط ٍل بَ ْغدَا ِد
.ِدرْ ه ٍَم
Mushannif memberikan isyarat pada macam yang kedua dari bagian keempat ini
dengan ungkapannya “Atau airnya banyak, berupa dua qullah” atau lebih “kemudian
terjadi perubahan” baik perubahan yang sedikit atau banyak.
Dua qullah adalah takaran 500 Rithl Baghdad dengan mengira-ngirakannya menurut
pendapat Ashah (pendapat yang lebih shohih/benar dibanding pendapat yang lain) dalam
dua kriteria tersebut; (yakni takaran 500 rithl dan dengan mengira-ngirakannya). Rithl
Baghdad menurut An-Nawawy adalah 128 4/7 dirham.
Ukuran air dua qullah menurut
1. Imam Nawawi = 174,580 lt / kubus berukuran kurang lebih 55,9 cm.
2. Imam Rofi’i = 176,245 lt / kubus berukuran jurang lebih 56,1 cm.
3. Ulama’ Iraq = 255,325 lt / kubus berukuran kurang lebih 63,4 cm.
4. Mayoritas Ulama = 216,000 lt / kubus berukuran kurang lebih 60 cm.
Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut
kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:
1) Najis yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat dengan mata
normal
2) Air tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat,
nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain. Kecuali
jika bangkai tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut sengaja dilemparkan
kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup maka air tidak menjadi najis
meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut.
3) Jilatan kucing pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan
kucing bukanlah hewan najis.
4) Asap dari barang najis dalam kadar yang sedikit.
5) Debu najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota
tubuh yang basah.
Jika najis padat yang masuk dalam air yang mencapai dua qullah, maka menurut
pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi seseorang mengambil air tersebut dari sisi
mana saja, tidak wajib menghindari sisi yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut
hukumnya suci. Jika air tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih
yaitu:jika jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang dari
dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak berubah dan
mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci.5[30]
5
2.7 Pembagian Thaharah
Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah
taharah/suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci
menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan
jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong,
ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu :
wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinja’.
1. Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh
anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan
menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat
Al Maidah ayat 6.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat,
maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
basuhlah kakimu sampai mata kaki.”(QS Al maidah :6)
Syarat Wudhu
Rukun Wudu:
Wudu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal
seperti berikut.
1. Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur (anus),
baik berupa angin maupun cairan keculai mani.
2. Tidur pada selain tingkah yang lubang pantatnya menempel ke lantai
3. Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.
4. Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan telapak tangan.
5. Hilang akal
2. Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu (pasir, tanah) yang suci
karena tidak ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah
menyapukan tanah atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan
memenuhi syarat da rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena
tidak adanya air atau dilarang menggunakan air disebabkan sakit.
Syarat Tayamum:
1. Niat
2. Mengusap debu ke muka
3. Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
4. Tertib
3. Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi
wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Firman Allah Swt :
)QS Al Maidah( )٦( َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya
sebagai berikut :
1. Niat mandi wajib
2. Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.
3. Membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.
Beberapa Penyebab Diwajibkan Mandi Wajib
Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab diwajibkannya mandi wajib:
1. Keluarnya air mani (sperma).
2. Selesainya haid bagi perempuan.
3. Selesai melahirkan.
4. Selesai nifas, yakni darah yang keluar sesudah melahirkan.
5. Meninggalnya seseorang (jenazah).
4. Istinja’
Pengertian istinja’ Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan
menurut istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan
qubul(anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya.
Istinja’ hukumnya wajib.
1. Air
2. Batu (jika tidak ada air)
3. Kertas atau tissue (jika tidak ada air)
4. Daun-daunan yang tidak biasa dimakan (jika tidak ada air)
1 Najis Mukhaffafah
Yaitu najis ringan, ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan
belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis
sampai bersih.
2 Najis Mutawassithah
Yaitu najis sedang, ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan
binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a.Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b.Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang
sudah kering dan sebagainya.
Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa
dan rupanya)
3 Najis mughallazah
3.1 Kesimpulan
Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran)
yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda
yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum
taharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan
sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci,
tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan
berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air,
sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan
istinja’.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu
membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.
2. Saran
Mungkin dalam makalah ini banyak sekali kesalahan dan kesilapan penyusun.
Dengan rendah hati kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, mudah-mudahan
menjadi manfaat bagi kita semua. Walhamdulillahirabbil ‘alamin
DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqih
Ibadah. Jakarta: AMZAH.
Rasjid, Sulaiman. 1986. Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Ritonga, Rahman dan Zainuddin.1997. Fiqih Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987.
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara Ilmu,
2013.
http://kumpulanmakalah-mey.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-thaharah.html
________________________________________
[1] H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif,
1987) Hal 9
[2] Al Ust. H Muqarrabin, Fiqih awam, (Demak:Cv. Media Ilmu, 1997), Hal
[3] Abid Bishri mushtafa, Tarjamah Shahih Muslim, (Semarang: CV Asy-Syifa, 1993)
juz 1. Hal 325
[4] Ibnu Qosim Al-Gazzi, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, (Baerut: Dar Al-
Fikr, 2005) juz 1, hal 34.
[5] Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil
Mufidah, (Surabaya: Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006) hal 56
[6] Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari,Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT Bina Ilmu, )
juz 1, hal 17
[7] H. Moch. Anwar, Long Cit
[8] Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Ibid.21
[9] H. Moch . Anwar, Op Cit, hal 10
[10] Said Sabiq, fiqh Sunnah 1, (Bandung: PT Alma’arif, 1973) juz 1
[11] Syekh Muhamad Arsyad Al-banjari, Ibid,Hal 25
[12] Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar,
(Surabaya: Bina Imam, 2003) Juz 1,Hal 19
[13] Imam Taqiyuddin Abu bakar Bin Muhammad Alhusaini, ibid, Hal 21.
Sumber : http://rafiatunnajahqomariah.blogspot.co.id/