MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Materi PAI SMP
Dosen Pengampu Umar Mukhtar, S.Pd, M.Pd.
Disusun oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Hidayah dan Taufik-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berisikan tentang
“Thaharah”
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
Umar Mukhtar, S.Pd, M.Pd. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
nantikan, demi kesempurnaan makalah serta penyusunannya menjadi lebih baik.
Akhir kata, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan
semoga makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat serta menjadi
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kami. Aamiin.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan
ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim
terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak
sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu
sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai
syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna
yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan najis
menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang muslim
dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya banyak
sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa Islam
amat mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk memaparkan
penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi thaharah dalam
menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang dapat umat muslim
peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna bersuci dan mulai
mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah
bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan
yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW juga
bersabda:
َ َصاَل ِة أَلطََّه
َوتَحْ لِ ْيلُهَا التَّ ْسلِ ْي ُمI، َوتَحْ ِر ْي ُمهَا التَّ ْكبِ ْي ُر،ُارة َّ ِم ْفتَا ُح ال:قال عليه الصالة والسالم
Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.”
Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal ini
banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita senantiasa
menjaga kebersihan lahir dan batin.
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-
orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang harus
diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah SWT.
Syarat wajib tersebut ialah :
Islam
Berakal
Baligh
Tidak lupa
Tidak dipaksa
C. Bentuk Thaharah
Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah taharah/suci
dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci menyucikan) dengan
wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-
pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : wudhu,
tayamum, mandi wajib dan istinjak.
1. Wudhu
Wudu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh anggota badan
tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan menghilangkan hadas
kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 6.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat, maka
basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah
kakimu sampai mata kaki.”(QS Al maidah :6)
Syarat Wudhu :
Beragama Islam
Sudah mumayiz
Rukun Wudhu :
Sunah Wudhu :
Untuk menambah pahala dan menyempurnakan wudu, perlu diperhatikan hal-hal yang
disunahkan dalam melakukan wudu, antara lain sebagai berikut.
Wudhu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal seperti
berikut :
Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur(anus), baik
berupa angin maupun cairan(kentut,kencing, tinja, darah, nanah, mazi, mani dan
sebagainya)
Hilang akal
2. Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang suci karena tidak
ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah menyapakan
tanah atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat
da rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau
dilarang menggunakan air disebabkan sakit.
Artinya : “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS An Nisa:43)
Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila seseorang telah melaksanakan salat
dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak wajib mengulang sekalipun
waktu salat masih ada.
Adapun syarat dan rukun, sunah serta hal-hal yang terkait dengan tayamum adalah sebagai
berikut.
Syarat Tayamum :
Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan tayamum.
Rukun Tayamum :
Niat
Tertib
Sunah Tayamum :
Menghadap kiblat
Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)
3. Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib adalah
menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan disertai
niat mandi wajib di dalam hati.
نويت غسل الجنابة لرفع الحدث الكبر فرضا هلل تعا لى
Artinya : “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar karena Allah Ta’ala.’
Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya sebagai
berikut :
Pada waktu mandi wajib disunahkan melakukan beberapa hal, antara lain :
Menghadap kiblat
Membaca basmalah
Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab diwajibkannya mandi wajib:
Keluarnya air mani (sperma) dengan syahwat, baik ketika sedang tidur maupun dalam
keadaan terjaga. Akan tetapi, apabila ia bermimpi tidak disertai keluarnya mani, maka
ia tidak wajib mandi.
Selesai melahirkan
4. Istinja’
Pengertian istinja’ Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan menurut
istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan qubul(anus
dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya. Istinja’
hukumnya wajib.
Bila bersin hendaknya memuji Allah dalam hati saja, tidak boleh menjawab dengan
suara keras
Air
Ada air dapat dibersihkan dengan batu atau kertas sampai bersih. Membasuh tempat
keluarnya najis dengan air hingga bersih
Jika tidak Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak ada
batu dapat digunakan benda-benda lain asal keset atau keras.
Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.
Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat oleh
orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan.
Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak
mudah terjangkit penyakit.
Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkait dengan hukumnya untuk
digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab fiqh, mereka
membaginya menjadi 4 macam, yaitu :
1. Air Mutlaq
Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli,
dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci atau pun benda najis.
Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu untuk berwudhu’ dan
mandi janabah. Air yang suci itu banyak sekali, namun tidak semua air yang suci itu bisa
digunakan untuk mensucikan. Diantara air-air yang termasuk dalam kelompok suci dan
mensucikan ini antara lain adalah :
Air Hujan
Salju
Embun
Air Laut
Air Zam-zam
Air Sungai
2. Air Musta’mal
Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik air
yang menetes dari sisa bekas wudhu’ di tubuh seseorang, atau sisa juga air bekas mandi
janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian masuk lagi ke dalam penampungan.
Para ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal.
Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu ( يستعمل- )استعملyang bermakna
menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk
melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah.
Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau bekas
digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah. Air sisa bekas cuci
tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah, statusnya tetap
air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut sebagai air musta’mal,
karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi janabah. Perbedaan pendapat itu dipicu
dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW yang kita terima dari Rasulullah SAW. Beberapa
nash hadits itu antara lain :
Artinya: Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah sekali-
kali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub. (HR. Muslim)
”Janganlah sekali-kali seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir, kemudian dia
mandi di dalam air itu”. Riwayat Muslim,”Mandi dari air itu”. Dalam riwayat Abu
Daud,”Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Muslim)
Dari seseorang yang menjadi shahabat nabi SAW berkata,”Rasululllah SAW melarang
seorang wanita mandi janabah dengan air bekar mandi janabah laki-laki. Dan melarang
laki-laki mandi janabah dengan air bekas mandi janabah perempuan. Hendaklah mereka
masing-masing menciduk air. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW pernah mandi dengan air bekas Maimunah ra. (HR.
Muslim)
Riwayat Ashhabussunan: ”Bahwasanya salah satu isteri Nabi telah mandi dalam satu ember
kemudian datang Nabi dan mandi dari padanya lalu berkata isterinya, ”saya tadi mandi
janabat, maka jawab Nabi SAW.: ”Sesungguhnya air tidak ikut berjanabat”.
Jenis air yang ketiga adalah air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang
bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus,
tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar
dari karakternya sebagai air mutlak atau murni, air itu hukumnya suci namun tidak
mensucikan. Misalnya air dicampur dengan susu, meski air itu suci dan susu juga benda suci,
tetapi campuran antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni menjadi
larutan susu. Air yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air mutlak, sehingga secara hukum
tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu' atau mandi janabah. Meski pun masih tetap suci.
4.Air Mutanajjis
Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis. Air
yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum, bisa ikut
menjadi najis juga atau bisa juga sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis. Keduanya
tergantung dari apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur benda yang
najis. Dan perubahan itu sangat erat kaitannya dengan perbandingan jumlah air dan besarnya
noda najis.
Pada air yang volumenya sedikit seperti air di dalam kolam kamar mandi, secara logika bila
kemasukan ke dalamnya bangkai anjing, kita akan mengatakan bahwa air itu menjadi
mutanajjis atau ikut menjadi najis juga. Karena air itu sudah tercemar dengan perbandingan
benda najis yang besar dan jumlah volume air yang kecil.
Agar kita bisa menilai apakah air yang ke dalamnya kemasukan benda najis itu ikut berubah
menjadi najis atau tidak, maka para ulama membuat indikator, yaitu rasa, warna atau
aromanya.
Bila berubah rasa, warna atau aromanya ketika sejumlah air terkena atau kemasukan barang
najis, maka hukum air itu iut menjadi najis juga. Hal ini disebutkan oleh Ibnul Munzir dan
Ibnul Mulaqqin.
Sebaliknya bila ketiga krieteria di atas tidak berubah, maka hukum air itu suci dan
mensucikan. Baik air itu sedikit atau pun banyak.
a) Hadas
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah sesuatu
yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri sehingga sah
untuk melaksanakan ibadah.
1. Hadas kecil
Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu apabila
hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :
Hadas besar adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau
junub. Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :
Nifas
Meninggal dunia
b) Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu
yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan tidak
sahnya melaksanakan suatu Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya:
Berdasarkan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam. Najis tersebut adalah
Mukhafafah, Najis Mutawasitah, dan Najis Muqalazah.
1. Najis Mukhafafah
Najis mukhafafah adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah yaitu air kencing
bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu
ibunya. Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan mnegusapkan/ memercikkan air
pada benda yang terkena najis.
2, Najis Mutawasitah
Najis mutawasitah adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah antara lain air kencing,
darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan rasanya
tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara mensucikannya cukup
dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan baunya.
3. Najis Mugalazah
Najis mugalazah adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Adapun cara
mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci yang
mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai tujuh
kali. Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat, warna, rasa,
dan baunya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran) yang
timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang
terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah ialah
WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan sudah akil
baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci, tanah, debu serta
benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu, debu dan
tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda lain seperti
batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan istinja’.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat sebagaimana
yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan
Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu membersihkan badan,
pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.
B. Saran
Dari makalah yang telah penulis buat, mungkin terdapat kesalahan dan kekurangan baik itu
dari penulisan atau dari kata-katanya, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca, agar dapat memberikan motivasi atau nasihat guna memperbaiki makalah ini
nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987.
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara Ilmu,
2013.
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html
http://asmisiangka.blogspot.co.id/2013/05/makalah-tentang-thaharah.html