Anda di halaman 1dari 16

THAHARAH

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Materi PAI SMP
Dosen Pengampu Umar Mukhtar, S.Pd, M.Pd.

Disusun oleh :

Opi Alhamdini Kurniawati 1910631110135

Putri Alfiyanita Hamdi 1910631110136

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2021
KATA PENGANTAR

‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْحمٰ ِن ال ّْر ِح ْي ِم‬


ْ ِ‫ب‬

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Hidayah dan Taufik-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berisikan tentang
“Thaharah”
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
Umar Mukhtar, S.Pd, M.Pd. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
nantikan, demi kesempurnaan makalah serta penyusunannya menjadi lebih baik.

Akhir kata, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan
semoga makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat serta menjadi
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kami. Aamiin.

Cikampek, 19 Februari 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan
ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim
terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak
sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.

Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu
sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai
syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna
yang luas tidak hanya berwudhu saja.

Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan najis
menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang muslim
dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya banyak
sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa Islam
amat mementingkan kebersihan dan kesucian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk memaparkan
penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi thaharah dalam
menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang dapat umat muslim
peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna bersuci dan mulai
mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Thaharah?


2. Apa yang dimaksud dengan Wudhu, Mandi dan Tayamum?
3. Bagaimana tata cara Wudhu, Mandi dan Tayamum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Thaharah
2. Mengetahui pengertian Wudhu, Mandi dan Tayamum
3. Menjelaskan tata cara Wudhu, Mandi dan Tayamum
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah
bersih dari hadas  dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan
yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.

Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW juga
bersabda:

َ َ‫صاَل ِة أَلطََّه‬
‫ َوتَحْ لِ ْيلُهَا التَّ ْسلِ ْي ُم‬I،‫ َوتَحْ ِر ْي ُمهَا التَّ ْكبِ ْي ُر‬،ُ‫ارة‬ َّ ‫ ِم ْفتَا ُح ال‬:‫قال عليه الصالة والسالم‬

Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.”

Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal ini
banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita senantiasa
menjaga kebersihan lahir dan batin.

Firman Allah Swt :


ُ ‫طهُرْ نَ فَإ ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فَأْتُوه َُّن ِم ْن َحي‬
‫ْث‬ ْ َ‫يض َوال تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي‬ ِ ‫يض قُلْ هُ َو أَ ًذى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح‬
ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬
َ َ‫َويَسْأَلُون‬
)٢٢٢( َ‫أَ َم َر ُك ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-
orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222) 

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.

)‫النظافة من االيمان (رواه مسلم‬

Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)

B. Syarat Wajib Thaharah

Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang harus
diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah SWT.
Syarat wajib tersebut ialah :

 Islam
 Berakal

 Baligh

 Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).

 Tidak lupa

 Tidak dipaksa

 Berhenti darah haid dan nifas

 Ada air atau debu tanah yang suci.

 Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

C. Bentuk Thaharah

Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah taharah/suci
dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci menyucikan) dengan
wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-
pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.

Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : wudhu,
tayamum, mandi wajib dan istinjak.

1. Wudhu

Wudu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh anggota badan
tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan menghilangkan hadas
kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 6.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat, maka
basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah
kakimu sampai mata kaki.”(QS Al maidah :6)

Syarat Wudhu :

Wudu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.

 Beragama Islam

 Sudah mumayiz

 Tidak berhadas besar dan kecil

 memakai air suci lagi mensucikan


 Tidak ada sesuatu yang menghalangi sampainya air ke anggota wudhu, seperti cat,
getah dsb.

Rukun Wudhu :

Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.

 Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka.

 Membasuh seluruh muka

 Membasuh kedua tangan sampai siku

 Mengusap atau menyapu sebagian kepala.

 Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan

 Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir

Sunah Wudhu :

Untuk menambah pahala dan menyempurnakan wudu, perlu diperhatikan hal-hal yang
disunahkan dalam melakukan wudu, antara lain sebagai berikut.

 Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berwudu

 Membaca ta’awuz dan basmalah

 Berkumur-kumur bagi seseorang yang sedang tidak berpuasa

 Membasuh dan membersihkan lubang hidung

 Menyapu seluruh kepala

 Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki

 Mendhulukan anggota wudu yang kanan dari yang kiri.

 Membasuh anggota wudu tiga kali.

 Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam

 Membaca do’a sesudah wudhu.

Hal yang membatalkan wudhu:

Wudhu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal seperti
berikut :
 Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur(anus), baik
berupa angin maupun cairan(kentut,kencing, tinja, darah, nanah, mazi, mani dan
sebagainya)

 Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan tanpa pembatas.

 Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan tanpa pembatas.

 Tidur dengan nyenyak

 Hilang akal

2. Tayamum

Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang suci karena tidak
ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah menyapakan
tanah atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat
da rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau
dilarang menggunakan air disebabkan sakit.

Firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 43.

Artinya : “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS An Nisa:43)

Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila seseorang telah melaksanakan salat
dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak wajib mengulang sekalipun
waktu salat masih ada.

Adapun syarat dan rukun, sunah serta hal-hal yang terkait dengan tayamum adalah sebagai
berikut.

Syarat Tayamum :

Syarat tayamum adalah sebagai berikut :

 Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan tayamum.

 Sudah masuk waktu salat

 Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan

 Menghilangkan najis yang melekat di tubuh

 Menggunakan tanah atau debu yang suci.

Rukun Tayamum :
 Niat

 Mengusap debu ke muka

 Mengusap debu ke dua tangan sampai siku

 Tertib

Sunah Tayamum :

Dalam melaksanakan tayamum, seseorang hendaknya memperhatikan sunah-sunah tayamum


sebagai berikut.

 Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum

 Membaca ta’awuz dan basmalah

 Menepiskan debu yang ada di telapak tangan

 Merenggangkan jari-jari tangan

 Menghadap kiblat

 Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri

 Membaca do’a (seperti do’a sesudah wudu)

Hal yang membatalkan Tayamum :

Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :

 Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum

 Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)

 Murtad (keluar dari agama Islam)

3. Mandi Wajib

Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib adalah
menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan disertai
niat mandi wajib di dalam hati.

Firman Allah Swt :

   )٦( ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم جُ نُبًا فَاطَّهَّرُوا‬

Artinya : “.......dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS Al Maidah)

Adapun lafal niatnya adalah sebagai berikut :

‫نويت غسل الجنابة لرفع الحدث الكبر فرضا هلل تعا لى‬
Artinya : “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar karena Allah    Ta’ala.’

Rukun mandi wajib :

Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya sebagai
berikut :

 Niat mandi wajib

 Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.

 Membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.

Sunah Mandi Wajib :

Pada waktu mandi wajib disunahkan melakukan beberapa hal, antara lain :

 Menghadap kiblat

 Membaca basmalah

 Berwudu sebelum mandi

 Mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri, dan

 Menggosok badan dengan tangan.

Beberapa Penyebab Diwajibkan Mandi Wajib :

Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab diwajibkannya mandi wajib:

 Keluarnya air mani (sperma) dengan syahwat, baik ketika sedang tidur maupun dalam
keadaan terjaga. Akan tetapi, apabila ia bermimpi tidak disertai keluarnya mani, maka
ia tidak wajib mandi.

 Selesainya haid bagi perempuan.

 Selesai melahirkan

 Selesai nifas, yakni darah yang keluar sesudah melahirkan.

 Meninggalnya seseorang (jenazah).

4. Istinja’

Pengertian istinja’ Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan menurut
istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan qubul(anus
dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya. Istinja’
hukumnya wajib.

Hal-hal yang dilarang ketika buang air :


 Dilarang menjawab suara adzan

 Dilarang menjawab salam

 Bila bersin hendaknya memuji Allah dalam hati saja, tidak boleh menjawab dengan
suara keras

 Dilarang mengucapkan kalimat-kalimat dzikir

 Dilarang sambil makan, minum dan sebagainya

Alat-alat yang digunakan untuk istinja’:

 Air

 Batu (jika tidak ada air)

 Kertas atau tissue (jika tidak ada air)

 Daun-daunan yang tidak biasa dimakan (jika tidak ada air)

Tata cara istinja’:

Ada air dapat dibersihkan dengan batu atau kertas sampai bersih. Membasuh tempat
keluarnya najis dengan air hingga bersih

Jika tidak Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak ada
batu dapat digunakan benda-benda lain asal keset atau keras.

D. Fungsi dan Manfaat Thaharah

Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :

 Membiasakan hidup bersih dan sehat

 Membiasakan hidup yang selektif

 Sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sholaT

 Sebagai sarana untuk menuju surga

 Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT

Manfaat Thaharah yaitu :

 Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.
 Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat oleh
orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan.

 Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari-


harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.

 Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak
mudah terjangkit penyakit.

 Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun


lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.

E. Empat Keadaan Air Dalam Thaharah

Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkait dengan hukumnya untuk
digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab fiqh, mereka
membaginya menjadi 4 macam, yaitu :

1. Air Mutlaq

Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli,
dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci atau pun benda najis.
Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu untuk berwudhu’ dan
mandi janabah. Air yang suci itu banyak sekali, namun tidak semua air yang suci itu bisa
digunakan untuk mensucikan. Diantara air-air yang termasuk dalam kelompok suci dan
mensucikan ini antara lain adalah :

 Air Hujan

 Salju

 Embun

 Air Laut

 Air Zam-zam

 Air Sumur atau Mata Air

 Air Sungai

2. Air Musta’mal

Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik air
yang menetes dari sisa bekas wudhu’ di tubuh seseorang, atau sisa juga air bekas mandi
janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian masuk lagi ke dalam penampungan.
Para ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal.
Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu (‫ يستعمل‬- ‫ )استعمل‬yang bermakna
menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk
melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah.

Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau bekas
digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah. Air sisa bekas cuci
tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah, statusnya tetap
air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut sebagai air musta’mal,
karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi janabah. Perbedaan pendapat itu dipicu
dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW yang kita terima dari Rasulullah SAW. Beberapa
nash hadits itu antara lain :

Artinya: Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah sekali-
kali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub. (HR. Muslim)

”Janganlah sekali-kali seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir, kemudian dia
mandi di dalam air itu”. Riwayat Muslim,”Mandi dari air itu”. Dalam riwayat Abu
Daud,”Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Muslim)

Dari seseorang yang menjadi shahabat nabi SAW berkata,”Rasululllah SAW melarang
seorang wanita mandi janabah dengan air bekar mandi janabah laki-laki. Dan melarang
laki-laki mandi janabah dengan air bekas mandi janabah perempuan. Hendaklah mereka
masing-masing menciduk air. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)

Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW pernah mandi dengan air bekas Maimunah ra. (HR.
Muslim)

Riwayat Ashhabussunan: ”Bahwasanya salah satu isteri Nabi telah mandi dalam satu ember
kemudian datang Nabi dan mandi dari padanya lalu berkata isterinya, ”saya tadi mandi
janabat, maka jawab Nabi SAW.: ”Sesungguhnya air tidak ikut berjanabat”.

3. Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci

Jenis air yang ketiga adalah air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang
bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus,
tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar
dari karakternya sebagai air mutlak atau murni, air itu hukumnya suci namun tidak
mensucikan. Misalnya air dicampur dengan susu, meski air itu suci dan susu juga benda suci,
tetapi campuran antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni menjadi
larutan susu. Air yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air mutlak, sehingga secara hukum
tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu' atau mandi janabah. Meski pun masih tetap suci.

4.Air Mutanajjis

Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis. Air
yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum, bisa ikut
menjadi najis juga atau bisa juga sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis. Keduanya
tergantung dari apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur benda yang
najis. Dan perubahan itu sangat erat kaitannya dengan perbandingan jumlah air dan besarnya
noda najis.

Pada air yang volumenya sedikit seperti air di dalam kolam kamar mandi, secara logika bila
kemasukan ke dalamnya bangkai anjing, kita akan mengatakan bahwa air itu menjadi
mutanajjis atau ikut menjadi najis juga. Karena air itu sudah tercemar dengan perbandingan
benda najis yang besar dan jumlah volume air yang kecil.

Agar kita bisa menilai apakah air yang ke dalamnya kemasukan benda najis itu ikut berubah
menjadi najis atau tidak, maka para ulama membuat indikator, yaitu rasa, warna atau
aromanya.

 Berubah Rasa, Warna atau Aroma

Bila berubah rasa, warna atau aromanya ketika sejumlah air terkena atau kemasukan barang
najis, maka hukum air itu iut menjadi najis juga. Hal ini disebutkan oleh Ibnul Munzir dan
Ibnul Mulaqqin.

 Tidak Berubah Rasa, Warna atau Aroma

Sebaliknya bila ketiga krieteria di atas tidak berubah, maka hukum air itu suci dan
mensucikan. Baik air itu sedikit atau pun banyak.

F. Pengertian hadas dan najis

a) Hadas

Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah sesuatu
yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri sehingga sah
untuk melaksanakan ibadah.

Bermacam hadas dan cara mensucikannya:

Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :

1. Hadas kecil

Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu apabila
hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :

 Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.

 Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.

 Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.

 Hilang akal karena sakit atau mabuk.


2. Hadas besar

Hadas besar adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau
junub. Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :

 Bersetubuh (hubungan suami istri)

 Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain

 Keluar darah haid

 Nifas

 Meninggal dunia

b) Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu
yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan tidak
sahnya melaksanakan suatu Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya:

Berdasarkan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam. Najis tersebut adalah
Mukhafafah, Najis Mutawasitah, dan Najis Muqalazah.

1. Najis Mukhafafah

Najis mukhafafah adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah yaitu air kencing
bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu
ibunya. Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan mnegusapkan/ memercikkan air
pada benda yang terkena najis.

2, Najis Mutawasitah

Najis mutawasitah adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah antara lain air kencing,
darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

 Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan rasanya
tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara mensucikannya cukup
dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.

 Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan baunya.

3. Najis Mugalazah

Najis mugalazah adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Adapun cara
mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci yang
mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai tujuh
kali. Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat, warna, rasa,
dan baunya.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran) yang
timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang
terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah ialah
WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.

Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan sudah akil
baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci, tanah, debu serta
benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu, debu dan
tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda lain seperti
batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan istinja’.

Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat sebagaimana
yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan
Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu membersihkan badan,
pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.

B. Saran
Dari makalah yang telah penulis buat, mungkin terdapat kesalahan dan kekurangan baik itu
dari penulisan atau dari kata-katanya, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca, agar dapat memberikan motivasi atau nasihat guna memperbaiki makalah ini
nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

H. Moch. Anwar, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987.

Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara Ilmu,
2013.

http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html

http://asmisiangka.blogspot.co.id/2013/05/makalah-tentang-thaharah.html

Anda mungkin juga menyukai