Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

CARA BERSUCI (THAHARAH) RASULULLAH.


BAB VIII

DISUSUN OLEH :

NAMA :ADILAH FISTA


NO BP:2111052001

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PRODI D4 PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN
POLITEKNIK NEGERI PADANG
2021/202
KATA PENGANTAR

Ucapan puji-puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya
kepada-Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami
meminta ampunan dan kami meminta pertolongan.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni
Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling
besar bagi seluruh alam semesta.Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur
pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah kami dengan judul “Makalah
Cara Bersuci (Thaharah) Rasulullah.”
Penulis pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa tetap terdapat kekurangan pada
makalah ini.Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Rinaldi,M.Ed.,Ph.D,
selaku Dosen Agama yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan
makalah ini.

Padang, 28 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

2.2 Rumusan Masalah ………………………………………………..…………..... 1

BAB II ISI

2.1Pengertian Thaharah atau Bersuci........................................................................ 2

2.2 Tujuan,Kedudukan Thaharah ,dan Fungsi Tazkiyah ………............................. 2

2.3 Macam-macam Thaharah atau Bersuci....................................……….....…..…...3

2.4. Syarat wajib Thaharah………………………………………………………. …3

2.5 Bentuk-Bentuk Thaharah …………………………………………………….....3

2.6 Manfaat Thaharah……………………………………………..……………….14

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 16

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.
Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci
sebelum mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya
tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu
yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak sengaja
membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja
bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan
rukun-rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam
istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya
berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari
hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah
syarat syahnya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa
kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa Islam amat
mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, akan dipaparkan penjelasan lebih
rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi thaharah dalam
menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang
dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu
makna bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah
yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian thaharah secara bahasa dan istilah?


2 . Bagaimana Tujuan,Kedudukan Thaharah ,dan Fungsi Tazkiyah ?
3. Apa saja macam-macam Thaharah ?
4. Apa saja Syarat wajib Thaharah ?
5. Apa saja bentuk bentuk Thaharah ?
6.Apa manfaat dari Thaharah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah atau Bersuci

Thaharah menurut etimologi (bahasa) artinya „bersuci‟, sedangkan thaharah


menurut terminologi (istilah syara‟) artinya „suci dari hadats dan najis
(kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, atau mandi, atau tayamum)‟.

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan


shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah
kepalamu, dan (basuh) kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka
jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.”(QS Al-
Ma‟idah, 5: 6)

2.2 Tujuan,Kedudukan Thaharah ,dan Fungsi Tazkiyah


Tazkiyah adalah menyucikan jiwa dari segala macam bentuk kemusyrikan
dengan menghayati/meyakini makna syahadatain dan mengucapkannya
dengan penuh kesadaran dan keinsafan, bahwa semua yang dikerjakan hanya
untuk menyembah Allah SWT yang membentuk niat karena untuk
menyembah Allah SWT di dalam hati. Karena dengan thaharah itu tergantung
sahnya ibadah seseorang, maka tazkiyah dan thaharah dalam ibadah shalat
bagaikan mata uang yang bermuka dua, thaharah tanpa tazkiyah tidak sah,
tazkiyah tanpa thaharah tidak berbentuk ibadah. Niat karena Allah SWT
berfungsi sebagai tazkiyah di dalam hati (jiwa), karena niat pada hakikatnya
inti sari dari syahadatain

2
2.3Macam-macam Thaharah atau Bersuci

Thaharah pun terbagi menjadi dua bagian seperti berikut:


A. Thaharah Ma'nawiyah
Thaharah ma'nawiyah merupakan bersuci rohani misalnya membersihkan
segala penyakit hati yaitu iri, dengki, riya dan lainnya.
Pasalnya, thaharah ma'nawiyah ini penting dilakukan sebelum melakukan
thaharah hissiyah, karena ketika bersuci harus dalam keadaan bersih dari sifat-
sifat sirik tersebut.

B. Thaharah Hissiyah
Thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, atau membersihkan bagian tubuh
dari sesuatu yang terkena najis (segala jenis kotoran) maupun hadas (kecil dan
besar).
Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan
menggunakan air seperti berwudu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam
kondisi tidak ada air).
Akan tetapi, air yang boleh dipakai untuk bersuci juga bukan sembarang air.

2.4. Syarat wajib Thaharah


Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-
hal yang harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum
melakukan perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1. Islam
2 Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

2.5 Bentuk-Bentuk Thaharah

1.Wudu
Wudu adalah membasuh bagian-bagian tertentu dari anggota badan dengan air
dengan tata cara yang telah ditentukan secara syar‟i untuk membersihkan diri

3
dari hadats kecil, seperti buang air kecil, buang air besar, keluar angin dari
dubur (kentut), dan lain-lain.

Wudu hukumnya wajib bagi seorang muslim yang akan melakukan ibadah
shalat dan thawaf, sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya,

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan


shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah
kepalamu, dan (basuh) kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki ….”
(QS Al-Ma‟idah, 5: 6)

Wudu menjadi bagian penting dalam Praktik Thaharah atau Bersuci Nabi
Muhammad SAW

A. Tata Cara Berwudu


 Apabila seorang muslim mau berwudu, maka hendaknya dia berniat di
dalam hatinya kemudian mem- baca basmalah sebab Rasulullah
bersabda,
Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, „Tidak sah
shalat orang yang tidak berwudu dan tidak sah wudu orang yang tidak
menyebut nama Allah Ta‟ala padanya.‟” (HR Abu Dawud dan Tirmizi)

Akan tetapi, apabila dia lupa, maka tidak apa-apa.

 Kemudian, mencuci kedua telapak tangan tiga kali sebelum berwudu


kecuali jika setelah bangun tidur. Wajib mencucinya tiga kali sebelum
berwudu sebab boleh jadi, kedua tangannya telah menyentuh kotoran
di waktu tidurnya, sedangkan dia tidak menyadarinya. Rasulullah
bersabda yang artinya,
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,

“Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka


janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga dia
membasuhnya tiga kali karena dia tidak mengetahui di mana tangan itu
berada (ketika dia tidur).” (HR Muslim)

 Kemudian, berkumur-kumur (memasukkan air ke mulut lalu


memutarnya di dalam dan kemudian membuang- nya). Lebih
sempurna lagi jika bersiwak (menggosok gigi).

4
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“Sekiranya tidak memberatkan umatku atau manusia, niscaya aku akan


perintahkan kepada mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) pada setiap kali
hendak shalat.” (HR Bukhari)

 Kemudian menghirup air dengan hidung (mengisap air dengan hidung)


lalu mengeluarkannya. Disunah- kan ketika menghirup air dilakukan
dengan kuat, kecuali jika dalam keadaan berpuasa, maka dia tidak
mengeraskannya karena dikhawatirkan air masuk ke dalam
tenggorokan. Rasulullah bersabda,
Dari Laqit bin Sabrah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, beri tahukanlah
kepadaku tentang cara berwudu. Beliau saw. menjawab, “Sempurnakanlah
wudu, sela-selalah di antara jari-jemarimu dan hirup air dengan kuat ketika
ber-istinsyaq kecuali jika kamu sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud)

 Lalu, mencuci muka. Batas muka adalah dari batas tum- buhnya
rambut kepala bagian atas sampai dagu dan mulai dari batas telinga
kanan hingga telinga kiri dan rambut tipis yang ada pada muka wajib
dicuci hingga kulit dasarnya. Tetapi, jika tebal seperti jambang atau
janggut, maka wajib mencuci bagian atasnya saja. Namun, disunahkan
menyela-nyela rambut yang tebal tersebut.
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah saw. apabila berwudu beliau
mengambil air dengan telapak tangannya, lalu memasukkannya ke bawah
dagunya, lalu beliau menyela-nyela di antara janggutnya dan bersabda,
“Beginilah Rabb-ku „Azza wa Jalla memerintahkan aku.” (HR Abu Dawud)

 Kemudian, mencuci kedua tangan sampai siku.


 Kemudian, mengusap kepala satu kali dimulai dari bagian depan
kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke
depan kepala.
 Kemudian, mengusap kedua telinga satu kali (boleh mengusap kedua
telinga dengan air yang tersisa pada tangan tanpa mengambil lagi air
wudunya).
 Lalu, mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki (ben- jolan yang
ada di sebelah bawah betis).
 Mengenai anggota wudu ini Allah berfirman yang artinya,

5
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan
shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah
kepalamu, dan (basuh) kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki ….”
(QS Al-Ma‟idah, 5: 6)

Catatan:

 Disunahkan menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki disaat


mencucinya, karena Rasulullah bersabda,
Dari Laqit bin Sabrah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, beri tahukanlah
kepadaku tentang cara berwudu.” Beliau menjawab, “Sempurnakanlah wudu,
sela-selalah di antara jari-jemarimu ….” (HR Abu Dawud)

 Disunahkan mendahulukan membasuh anggota wudu yang kanan dari


yang kiri.
Disunahkan juga membasuh setiap anggota wudu se- banyak 3 kali.
 Ketika berwudu, wajib mencuci anggota-anggota wudunya secara
berurutan, tidak menunda pencucian salah satu anggota wudu hingga
anggota wudu yang sebelumnya kering.
 Boleh mengelap anggota-anggota wudu seusai berwudu.Setelah
selesai berwudu, mengucapkan doa setelah wudu

B. Hal-Hal yang Membatalkan Wudu


 Keluar sesuatu dari dua jalan (kubul dan dubur) atau salah satu dari
keduanya, baik berupa kotoran, air kencing, angin atau yang lainnya.
 Hilangnya akal, baik gila, pingsan, atau pun mabuk.
 Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan
mahram (menurut sebagian mazhabfiqih).
 Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan.
 Tidur kecuali apabila tidurnya dengan duduk dan tidak
berubah tempat duduknya.

2. Mandi
A. Pengertian dan Definisi Mandi
Mandi adalah menyiramkan air ke seluruh tubuh untuk menyucikan diri dari
hadats besar, seperti junub dan haid.

Dasarnya adalah firman Allah Ta‟ala,


“… dan jika kamu junub maka mandilah ….” (QS Al- Ma‟idah, 5: 6)

6
Dan firman Allah, “… dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu)
dalam keadaan junub kecuali sekadar melewati untuk jalan saja, sebelum
kamu mandi (mandi junub) ….” (QS An-Nisa‟, 4: 43)

Mandi terbagi dua, yaitu mandi wajib dan sunah. Mandi yang diwajibkan
adalah mandi yang dilakukan setelah bersetubuh, baik keluar mani atau pun
tidak, baik laki-laki maupun perempuan, masuknya (tenggelam) kepala zakar
(ke vagina) secara sempurna atau pun tidak, lama atau sebentar, berdasarkan
hadits yang artinya,

Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw., beliau bersabda,

“Jika seseorang duduk di antara empat anggota badannya lalu bersungguh-


sungguh kepadanya maka wajib baginya mandi.” (HR Muttafaqun Alaih).

Begitu juga, wajib mandi disebabkan seseorang mimpi setubuh lalu mendapati
bekas air mani, berdasarkan hadits yang artinya,

Dari Ummu Salamah, Ummul Mukminin berkata, “Ummu Sulaim, istri Abu
Talhah, datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, „Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak malu dengan kebenaran. Apakah seorang wanita
wajib mandi bila bermimpi?‟ Maka Rasulullah saw. men- jawab, „Ya jika dia
melihat air.‟” (HR Muttafaqun Alaih)

Adapun mandi yang disunahkan (dianjurkan), di antaranya,

 Mandi hari Jumat: mandi untuk shalat jumat ini hu- kumnya sunah
muakad (ditekankan) kecuali bagi orang yang mempunyai kelainan
bau badan maka wajib mandi.
Dari Abu Sa‟id Al Khudri, dari Nabi saw., beliau bersabda,

“Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi orang yang sudah bermimpi
(balig).” (HR Muttafaqun Alaih)

 Mandi Hari Raya Idul fitri dan Hari Raya Idul adha.
Dari Al Faqih bin Saad, dia adalah salah seorang sahabat, “Sesungguhnya,
Rasulullah saw. mandi pada hari Jumat, hari Arafah, Idulfitri, dan
Iduladha.” (HR Ahmad)

7
 Mandi orang gila apabila dia telah sembuh dari gilanya karena ada
kemungkinan dia keluar mani.
Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah.
Dari Zaid bin Sabit, beliau melihat Nabi saw. ihram dengan melepas pakaian
beliau yang dijahit lalu mandi. Abu „Isa berkata, “Ini merupakan hadits
hasan garib. Sebagian ulama menyunahkan mandi pada waktu ihram. Ini
juga pendapat Syafi‟i.” (HR Tirmizi)

 Mandi sehabis memandikan mayat. Sabda Rasulullah saw. yang


artinya,
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa
memandikan mayit, hendak- lah dia mandi.‟” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

 Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam


Sebab ketika beberapa orang sahabat masuk Islam, mereka disuruh Nabi
untuk mandi. Perintah ini menjadi sunah hukumnya, bukan wajib karena ada
karinah (tanda) yang menunjukkan bukan wajib, yaitu beberapa orang sahabat
ketika mereka masuk Islam tidak disuruh mandi oleh Nabi. Dalam
Mempelajari Praktik Thaharah atau Bersuci Nabi Muhammad SAW kita harus
langsung mempraktikkannya.

B. Tata Cara Mandi Besar


Adapun tata-tata cara mandi ada dua macam:

 Tata cara yang mencukupi dan diterima (sah) ialah mencuci kepala
dan seluruh badannya.
 Adapun tata cara yang sempurna adalah sesuai yang tercantum dalam
hadits yang artinya,
Dari Ibnu „Abbas, dari Maimunah, dia berkata, “Aku menutupi Nabi saw.
saat beliau sedang mandi junub. Beliau mencuci kedua tangannya, lalu
dengan tangan ka- nannya beliau menuangkan air pada tangan kirinya, lalu
mencuci kemaluannya dan apa yang terkena (mani). Beliau kemudian
menggosokkan tangannya ke dinding atau tanah kemudian berwudu,
sebagaimana wudu untuk shalat kecuali kedua kakinya. Kemudian, beliau
mengguyurkan air ke seluruh badannya kemudian menyudahi dengan
mencuci kedua kakinya.” (HR Bukhari)

8
Tidaklah wajib bagi wanita untuk menguraikan kepang rambutnya saat mandi,
berdasarkan hadits yang artinya,

Dari Ummu Salamah, dia berkata, “Saya berkata, „Wahai Rasulullah, aku
seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku lalu aku membukanya
untuk mandi junub.‟ Beliau saw. bersabda, „Jangan (kamu buka). Cu- kuplah
kamu menumpahkan air pada kepalamu tiga kali kemudian kamu
mencurahkan air padamu maka kamu telah suci.‟” (HR Muslim)

3. Tayamum
A. Definisi Tayamum
Tayamum secara etimologi (bahasa) diartikan sebagai al qasdu yang berarti
„bermaksud‟, sedangkan secara terminologi (istilah syariat) adalah „mengusap
wajah dan kedua tangan dengan menggunakan sa‟id (tanah atau debu) yang
bersih‟ sebagai pengganti wudu atau mandi bagi orang yang uzur syar‟i,
seperti tidak ada air atau sedang sakit yang tidak boleh menggunakan air.

B. Dalil Tayamum
“… dan jika kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat
buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu Bumi yang baik (suci);
usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu ….” (QS Al-Ma‟idah, 5:
6)

C. Sebab-Sebab Diperbolehkannya Tayamum


 Tidak ada air dan telah berusaha mencari air, tapi tidak ditemukan.
 Air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit, misal- nya hanya
cukup untuk minum atau masak.
 Air berada di tempat yang jauh yang dapat menyebab- kan keluarnya
waktu shalat.
 Terdapat bahaya yang menghalangi sampainya sese- orang ke sumber
air.
 Sakit yang tidak boleh terkena air.
D. Syarat Sah Tayamum
Berikut Syarat Syah Tayamum, dalam Praktik Thaharah atau Bersuci Nabi
Muhammad SAW

 Telah masuk waktu shalat.

9
 Memakai tanah/debu yang suci dari najis dan layak digunakan
tayamum.
 Memenuhi alasan atau sebab dibolehkannya melakukan tayamum.
 Sudah berusaha mencari air, namun tidak ditemukan.
 Tidak haid maupun nifas bagi wanita.
 Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh.
E. Tata Cara Tayamum
Praktik Thaharah atau Bersuci Nabi Muhammad SAW pembahasan mengenai
Tayamum.
 Niat, berdasarkan hadits yang artinya,
Dari Umar bin Al Khatab, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda, „Semua perbuatan bergantung niatnya dan (balasan) bagi tiap-tiap
orang (bergantung) apa yang diniatkan.‟” (HR Bukhari)

 Membaca basmalah, kemudian memukulkan telapak tangannya ke


tanah, lalu mengusap muka, kemudian menyapukan tangan kirinya ke
telapak tangan kanan, serta menyapu kedua punggung telapak
tangannya, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw.

Berdasarkan hadits Amar bin Yasir yang isinya, “… kemudian Rasulullah


saw. memukulkan tangannya ke bumi satu kali kemudian menyapukan tangan
kiri ke telapak tangan kanan dan kedua punggung kedua tangannya serta
wajahnya.” (HR Bukhari)

4. Istinja
Istinja‟ adalah bersuci dengan air atau yang lainnya untuk
membersihkan najis yang berupa kotoran yang ada atau menempel pada
tempat keluarnya kotoran tersebut (qubul dan dubur) seperti berak dan
kecing. Jadi segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah
sesuatu yang dianggap kotor dan wajib dibersihkan atau dihilangkan,
dengan menggunakan air atau yang lainnya.

Pelaksanaan istinja‟ atas dasar perintah Rasulullah saw. dalam


beberapa sabdanya, salah satu diantatranya ialah sebagai berikut:
‫ق ال ع باس اب ه عه‬: ً‫و تیان مد طانیح مه ب حائ ط و ص هم ھیعم هلل ص هى مسان ى ب‬, ‫أو‬
‫م كت‬, ‫ھیعم هلل ص هى ان ى بً ف قال ق بوزھما ف ً عرب انی نیاو ضان صوث ف ضمع‬
‫و ص هم‬:
‫عرب انی‬, ‫ق ال ث م زیك ب ف ً عرب انی وما‬: ‫ب ون ھ مه ص ت تسی ال أحدھما ك ان ب هى‬,
‫وك ان‬

10
‫متیب ان ىم م شًی اَخ س‬, ‫ق بس ك م ع هى ف و ضع نیك ضسث ف كسھا دةیب جس دعا ث م‬
‫م ىھما‬
‫ك ضسة‬, ‫ ن ھ لیف ق‬: ‫ق ال ھرا؟ ف ع هج ن م هلل ل از صوی‬: ‫ن م ما ع ىھما خ ففی أن ن ع هھ‬
‫ب ضایث‬
‫ب ضاٌ ی أن إن ى أو‬.
Artinya:
“diriwayatkan dari Ibn „Abbas r.a.: Pada suatu hari ketika Rasulullah
saw. Bejalan melintasi hiytan (pekuburan) di Madinah atau
Makkah, beliau mendengar suara kesakitan dua orang yang sedang
mengalami siksa kubur. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Dua
orang ini disiksa karena melakukan dosa besar.” Nabi saw.
menambahkan, “Benar! (mereka disiksa karena satu dosa besar).
Yang seorang tidak membersihkan dirinya dari kotoran air kencing
(setelah buang air kecil) sementara yang lainnya karena suka
memfitnah.” (HR. Bukhari : 216)23

Hadis dari Aisyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:


‫أحدك م ذھب إذا ق ال و ص هم ھیعم هلل ص هى هلل ز صول أن ع ىھا ن هل ز ضى عائ شت عه‬
‫ع ىھا و جزي و ھا أحجازف إ ب ث الث ت ص تطبیف م ان غائ ط إن ى‬.
Artinya:
“Bila salah seorang diantara kamu pergi buang air, hendaklah istinja‟
(bersuci) dengan tiga buah batu, itu telah mencukupinya.” (HR.
Ahmad, an-Nasa‟i, dan Abu Daud).24
Dari keterangan hadis di atas, dipahami bahwa bersuci dari
kotoran (istinja) penting dilaksanakan sebab hal ini terkait dengan
adanya azab kubur di hari kemudian, apabila istinja tidak dilaksanakan.
5. Hukum Air
A. Macam-Macam Air
1. Air mutlaq, seperti air hujan, air sungai, air laut, hu- kumnya suci dan
menyucikan
2. Air musta‟mal, yaitu air yang lepas dari anggota tubuh orang yang
sedang berwudu atau mandi dan tidak mengenai benda najis.
Hukumnya suci, seperti yang disepakati para ulama dan tidak
menyucikan menurut kebanyakan ulama.
3. Air yang bercampur benda suci, seperti sabun atau cuka selama
percampuran itu sedikit, tidak mengubah nama air maka hukumnya
masih suci menyucikan menurut Mazhab Hanafi dan tidak
menyucikan menurut Imam Syafi‟i dan Malik.

11
4. Air yang terkena najis; jika mengubah rasa, warna, atau aromanya
maka hukumnya najis, tidak boleh dipakai bersuci menurut ijmak.
Sedangkan jika tidak meng- ubah salah satu sifatnya, maka
menyucikan menurut Imam Malik, baik air itu banyak atau sedikit;
tidak menyucikan menurut Mazhab Hanafi; menyucikan menurut
Mazhab Syafi‟i jika telah mencapai dua kulah yang diperkirakan
sebanyak volume tempat yang berukuran 60 cm3.
5. Su‟r (sisa), yaitu air yang tersisa di tempat minum setelah diminum.
Sisa anak Adam (manusia) hukumnya suci meskipun dia seorang kafir, junub,
atau haid.
6.Sisa kucing dan hewan yang halal dagingnya hukumnya suci.
7.Sisa keledai dan binatang buas, juga burung hukumnya suci menurut
Mazhab Hanafi.
8.Sisa anjing dan babi hukumnya najis menurut seluruh ulama.

6. Najis dan Cara Membersihkannya

1. Definisi Najis
Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan oleh setiap muslim dengan
mencuci benda yang terkena. Praktik Thaharah atau Bersuci Nabi Muhammad
SAW, kita harus mengetahui macam-macam najis.

Macam-macam Najis:

 Air kencing, dan tinja manusia, dan hewan yang tidak halal dagingnya,
telah disepakati para ulama. Sedangkan kotoran hewan yang halal
dimakan dagingnya maka hukumnya najis menurut Mazhab Hanafi
dan Syafi‟i; dan suci menurut Mazhab Maliki dan Hanbali.
 Mazi, yaitu air putih lengket yang keluar ketika sese- orang sedang
berpikir tentang seks dan sejenisnya.
1. Wadi, yaitu air putih yang keluar setelah buang air kecil.
2. Darah yang mengalir, sedangkan yang sedikit di-ma‟fu (dimaafkan).
Menurut Mazhab Syafi‟i, darah nyamuk, kutu, dan sejenisnya di-
ma‟fu jika secara umum diang- gap sedikit.
1. Anjing dan babi.
2. Bangkai kecuali mayat manusia, ikan, dan belalang,dan hewan
yang tidak berdarah mengalir.

12
B. Menghilangkan Najis
Dalam Praktik Thaharah atau Bersuci Nabi Muhammad SAW, cara
menghilangkan najis adalah sebagai berikut:

 Jika ada najis yang mengenai badan, pakaian manusia, atau lainnya,
maka wajib dibersihkan. Jika tidak terlihat, maka wajib dibersihkan
tempatnya sehingga dugaan kuat najis telah dibersihkan. Sedangkan
pembersihan bejana yang pernah dijilat anjing maka wajib dibasuh
dengan tujuh kali dan salah satunya dengan debu. (Walaga:
menjulurkan lidah ke air atau benda cair lainnya).
 Sedangkan sentuhan anjing dengan fisik manusia maka tidak
membutuhkan pembersihan melebihi cara pembersihan yang biasa.
Sedangkan najis sedikit yang tidak memungkinkan dihindari maka
hukumnya dima- afkan. Demikianlah hukum sedikit darah dan
muntahan. Diringankan pula hukum air kencing bayi yang belum
makan makanan maka hanya cukup dengan diperciki air.
Anjing najis semua menurut Jumhurul Fuqaha karena hadits, “Jika anjing
menjilat wadah salah seorang di antaramu maka tumpahkanlah dan basuhlah
dengan tujuh kali basuhan” (HR Muslim). Mereka mengatakan bahwa hadits
ini menunjukkan najis air liurnya dan air liur adalah bagian dari mulutnya
maka mulutnya najis juga. Sedangkan mulut adalah organ yang paling mulia
maka selebihnya lebih layak disebut najis.

Menurut Imam Malik, anjing itu suci semua termasuk air liurnya karena
firamn Allah, “… maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu …”
(QS Al-Ma‟idah, 5: 4); dan hewan buruan itu pasti terjilat liur anjing dan kita
tidak disuruh mencucinya. Jika anjing menjilat air, maka tidak membuatnya
najis, boleh diminum, berwudu dengannya. Mencuci tempat bekas dijilat
anjing adalah ta‟abbudi (ibadah).

Menurut Mazhab Hanafi, air liur anjing itu najis, sedangkan organ tubuh
lainnya suci. Sedangkan babi hukumnya najis menurut Jumhurul Fuqaha,
termasuk Mazhab Hanafi. Tidak seorang pun yang berbeda pendapat dalam
hal ini kecuali sebagian pengikut Maliki. Jumhur berdalil bahwa babi lebih
menjijikkan daripada anjing dan Allah berfirman, “… sesungguhnya ia najis
….”
Ini menurut jumhurul ulama, sedangkan menurut Maliki dan Hanafi maka
tidak perlu pembersihan karena menurut mereka fisik anjing itu tidak najis.

13
7. Adab Buang Hajat

Bagian dalam Praktik Thaharah atau Bersuci Nabi Muhammad SAW, adalah
mengetahui Adab Buang Hajat. Jika seorang muslim hendak buang hajat,
maka harus memperhatikan hal-hal berikut ini.

 Tidak membawa apa pun yang ada nama Allah kecuali jika takut
hilang.
 Membaca basmalah, istiazah ketika masuk, dan tidak berbicara ketika
ada di dalamnya.
 Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya. Hal ini harus menjadi
perhatian setiap muslim jika mem- bangun kamar mandi.
 Jika sedang berada di perjalanan, maka tidak boleh melakukannya di
jalan atau di bawah teduhan, harus menjauhi liang hewan.
 Tidak kencing berdiri kecuali jika aman dari percik- an (seperti
kencing di tempat kencing yang tinggi; urinoir).
 Wajib membersihkan najis yang ada di organ pembuangan dengan air
atau dengan benda keras lainnya (asal bukan benda yang dihormati),
tidak dengan tangan kanan. Membersihkan tangan dengan air dan
sabun jika ada.
 Mendahulukan kaki kiri ketika masuk dengan membaca doa masuk
WC
 Keluar dengan kaki kanan sambil membaca doa keluar WC

2.6 Manfaat Thaharah

1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan


najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.
2. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan
enak dilihat oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan
kebersihan.
3. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam
kehidupan sehari-hari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
4. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun
tempat tidak mudah terjangkit penyakit.
5. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya,
maupun lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin

14
Definisi Thaharah Wahai saudaraku muslim, sesungguhnya kesempurnaan
thaharah (bersuci) akan memudahkan untuk menunaikan ibadah dan
membantu untuk menyempurnakan dan melengkapi ibadah serta menegakkan
perkara-perkara yang disyariatkan padanya.Al-Imam Ahmad rahimahullah
meriwayatkan dari seseorang dari para shahabat Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam, bahwa Nabi mengimami mereka shalat subuh, beliau membaca Surat
Ar-Rum padanya. Kemudian beliau tersamarkan. Ketika selesai shalat, beliau
bersabda:‫ان الة ھد فمه انوضو ٌحضىون ال معىا ٌ هون مىكم أقواما إن انقس ن عهٍىا ٌهبش إوه‬
‫”انوضو فهٍحضه ىا مع‬Sesungguhnya yang telah menyamarkan al-qur‟an atas
kami adalah orang-orang di antara kalian yang shalat bersama kami, tetapi
mereka tidak bagus wudhunya. Maka barangsiapa yang menghadiri shalat
bersama kami, maka perbaguslah wudhunya.”Sesungguhnya Allah telah
memuji jamaah Masjid Quba dengan firman-Nya:{‫و ٌتطھسوا أن ٌحبون ز ال فٍه‬
‫”}انمطھسٌه ٌحب‬Di sana ada orang-oran yang suka berthaharah (bersuci). Dan
Allah menyukai orang-orang senantiasa yang bersuci.” (QS. At-Taubah: 108)

Hikmah Bersuci
Bersuci dari najis adalah sebagai cermin membersihkan kotoran dari badan,
pakaian. tempat, makanan dan lain sebagainya dengan menggunakan alat
bersuci, seperti : air, yang bisa dipakai untuk bersuci. Dengan demikian, maka
segala sesuatunya bersifat bersih dan suci, sehingga bisa diambil hikmahnya
didalam kehidupan setiap hari. Adapun hikmah bersuci antara lain

1. Menjadikan, diri manusia dan lingkungannya yang bersih dari segala


kotoran hingga menghindari dari segala penyakit.
2. Menjadikan sarana mendekatkan diri kepada Alloh SWT, sebagaimana
disebutkan dalam Al- Qur‟an surat Al- Baqoroh ayat : 222.
3. Bisa memperluas pergaulan dengan siapapun karena bersih itu sehat.
4. Mendidik manusia berakhlaq mulia dan menjadi cermin jiwa
seseorang, sebab dengan hidup bersih akan membiasakan diri, untuk
berbuat yang terbaik dan terujibersuci itu adalah sebagaian dark
keirnanan seseorang, sesuai dengan sabda Rosululloh SAW dalam
sebuah haditsnya.
5. Sebagai hamba Allah SWT. yang harus mengabdi kepada-Nya dalam
bentuk ibadah maka bersuci merupakan salah satu syarat sahnya
sehingga menunjukkan pembuktian awal ketundukannya kepada Allah
SWT.

15
BAB III

3.1 Kesimpulan

 Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat


penghalang (kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi
badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah
ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
 Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama
Islam dan sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan
thaharah adalah air suci, tanah, debu serta benda-benda lain yang
diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu, debu dan
tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air,
sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk
melakukan istinja‟.
 Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan
sehat sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga
merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat
thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu membersihkan badan,
pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan
suatu ibadah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Internet:

http://fey777.com/2020/03/31/praktik-thaharah-atau-bersuci-nabi-
muhammad-saw/
https://nia457.wordpress.com/2015/11/11/makalah-thaharah-bersuci/
Fadholi, Arif. Ketentuan Thaharah (bersuci). http://ariffadholi.blogspot.com.
Sumber: Kitab Al-Mulakhosh Al-Fiqhiy 1/27

LINK PRESENTASI MAKALAH:


https://youtu.be/vXAeeTA652s

17

Anda mungkin juga menyukai