Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka
melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar
umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga
secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa
bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun
bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu
“Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian Thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syari’at islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat sah nya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut
sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi Thaharah. Thaharah
sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk
memaparkan penjelasan lebih rinci tentang Thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi
Thaharah dalam menjalankan ibadah kepada Allah S.W.T, serta menjelaskan manfaat
Thaharah yang dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih
tahu makna bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah
yang lebih baik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Thaharah secara bahasa dan istilah?
2. Apa saja syarat wajib Thaharah
3. Apa saja sarana yang digunakan untuk melakukan Thaharah?
4. Apa saja macam-macam bentuk Thaharah?
5. Apa pengertian hadas dan najis serta cara mensucikannya?
6. Bagaimana fungsi Thaharah?
7. Apa saja manfaat Thaharah?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui arti Thaharah secara bahasa dan istilah
2. Mengetahui syarat wajib Thaharah
3. Mengetahui sarana yang digunakan untuk melakukan Thaharah
4. Mengetahui macam-macam bentuk Thaharah
5. Mengetahui arti hadas dan najis serta cara mensucikannya
6. Mengetahui fungsi Thaharah
7. Mengetahui manfaat Thaharah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah


Thaharah menurut bahasa berasal dari kata ‫( طهور‬Thohur), artinya  bersuci atau  bersih.
Menurut istilah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan
bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di
badan. Thaharah merupakan anak kunci dan syarat sah shalat. Nabi S.A.W juga
bersabda :

“Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam”.
Hukum Thaharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal
ini banyak ayat Al-Qur`an dan hadist Nabi Muhammad S.A.W. menganjurkan agar kita
senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Firman Allah S.W.T :

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai


orang-orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarah : 222)
Selain ayat Al-qur’an tersebut, Nabi Muhammad S.A.W bersabda :

Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman”. (HR.Muslim)


2.2 Syarat wajib Thaharah
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan Thaharah. Ada hal-hal yang
harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berThaharah sebelum melakukan perintah
Allah S.W.T.
Syarat wajib tersebut ialah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Tidak lupa
5. Tidak dipaksa
6. Berhenti darah haid dan nifas
2.3 Sarana Melakukan Thaharah
Firman Allah S.W.T :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri
masjid, sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar berlalu sahaja, hingga
kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir atau kembali dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah wajahmu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”. (Surah An-Nisa’, 4:43)
 Macam-macam air
Air yang merupakan alat untuk bersuci. Namun air yang bisa di pakai untuk bersuci
adalah air yang suci dan mensucikan, diantaranya :
a. Air hujan
b. Air sumur
c. Air laut
d. Air sungai
e. Air salju
f. Air embun
Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkait dengan hukumnya untuk
digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab fiqh, mereka
membaginya menjadi 4 macam, yaitu : air mutlaq, air musta’mal, air yang tercampur benda
yang suci, dan air yang tercampur dengan benda yang najis.
1. Air Mutlaq
Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih
asli, dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci atau pun
benda najis. Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu
untuk berwudhu’ dan mandi janabah. Air yang suci itu banyak sekali, namun tidak
semua air yang suci itu bisa digunakan untuk mensucikan. Air suci adalah air yang
boleh digunakan atau dikonsumsi, misalnya air teh, air kelapa atau air-air lainnya.
Namun belum tentu boleh digunakan untuk mensucikan seperti untuk berwudhu` atau
mandi. Maka ada air yang suci tapi tidak mensucikan namun setiap air yang
mensucikan, pastilah air yang suci hukumnya. Diantara air-air yang termasuk dalam
kelompok suci dan mensucikan ini antara lain adalah: Air hujan, air laut, air sungai,
air sumur, air embun, air sumber, air es/salju.
2. Air Musta’mal
Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu ( )
yang bermakna menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah
digunakan untuk melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah. Air sisa
bekas cuci tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi
janabah, statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak
disebut sebagai air musta’mal, karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi
janabah. Perbedaan pendapat apakah air musta’mal itu boleh digunakan lagi untuk
berwudhu’ dan mandi janabah itu dipicu dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW .
Beberapa nash hadits itu antara lain :

Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah sekali-kali


seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub. (HR. Muslim)
”Janganlah sekali-kali seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir,
kemudian dia mandi di dalam air itu”. Riwayat Muslim,”Mandi dari air itu”. Dalam
riwayat Abu Daud,”Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Muslim)
3. Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci
Air tercampur dengan barang suci atau barang yang bukan najis hukumnya tetap suci.
Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus, tepung dan lainnya. Selama
nama air itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar dari karakternya
sebagai air mutlak atau murni, air itu hukumnya suci namun tidak mensucikan.
Misalnya air dicampur dengan susu, meski air itu suci dan susu juga benda suci, tetapi
campuran antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni menjadi
larutan susu. Air yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air mutlak, sehingga secara
hukum tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu’ atau mandi janabah. Meski pun
masih tetap suci. Tentang kapur barus, ada hadits yang menyebutkan bahwa
Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk memandikan mayat dengan
menggunakannya : “Dari Ummi Athiyyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah SAW
bersabda,`Mandikanlah dia tiga kali, lima kali atau lebih banyak dari itu dengan air
sidr (bidara) dan jadikanlah yang paling akhir air kapur barus”. (HR. Bukhari 1258,
Muslim 939, Abu Daud 3142, Tirmizy 990, An-Nasai 1880 dan Ibnu Majah 1458).
Dan mayat itu tidak dimandikan kecuali dengan menggunakan air yang suci dan
mensucikan, sehingga air kapus dan sidr itu hukumnya termasuk yang suci dan
mensucikan. Sedangkan tentang air yang tercampur dengan tepung, ada hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Hani`.
“Dari Ummu Hani’ bahwa Rasulullah SAW mandi bersama Maimunah ra dari satu
wadah yang sama, tempat yang merupakan sisa dari tepung.” (HR. Nasai 240, Ibnu
Khuzaimah 240).
4. Air Mutanajis
Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang
najis. Apabila airnya kurang dari 2 kullah terkena najis, maka hukumnya menjadi
najis. Akan tetapi, jika air nya lebih dari 2 kullah, maka hukum nya tidak najis dan
bisa di gunakan untuk bersuci selama tidak berubah warna, bau, maupun rasa nya.
Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum,
bisa ikut menjadi najis juga atau bisa juga sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis.
Keduanya tergantung dari apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah
tercampur benda yang najis. Dan perubahan itu sangat erat kaitannya dengan
perbandingan jumlah air dan besarnya noda najis. Pada air yang volumenya sedikit
seperti air di dalam kolam kamar mandi, secara logika bila kemasukan ke dalamnya
bangkai anjing, kita akan mengatakan bahwa air itu menjadi mutanajjis atau ikut
menjadi najis juga. Karena air itu sudah tercemar dengan perbandingan benda najis
yang besar dan jumlah volume air yang kecil.

5. Air Musakhkhan Musyammasy

Air musakhkhan ( ) artinya adalah air yang dipanaskan. Sedangkan musyammas


( ) diambil dari kata syams yang artinya matahari. Jadi air musakhkhan
musyammas artinya adalah air yang berubah suhunya menjadi panas akibat sinar
matahari. Sedangkan air yang dipanaskan dengan kompor atau dengan pemanas
listrik, tidak termasuk ke dalam pembahasan disini.

Keterangan : Dua Qullah = 270 Liter.


Dari Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh karya Syekh Wahbah Az-Zuhayli :

Artinya : “ Ia (Dua Qullah) memiliki volume setara dengan 270 liter. Ukuran dua
qullah bila di tempatkan pada sebuah wadah persegi adalah wadah dengan panjang,
lebar dan kedalaman dengan 1,25 hasta standard (atau setara dengan 91,8 cm)”.
2.4 Bentuk Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Thaharah lahir adalah
Thaharah atau suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci
menyucikan) dengan wudhu, mandi, dan tayamum. Thaharah batin adalah membersihkan
jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong,
ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan Thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu :
wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinja’.
2.4.1 Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh
anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan
menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah S.W.T. dalam
surat Al-Maidah ayat 6, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan solat, maka basuhlah wajahmu, kedua tanganmu sampai siku,
dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai mata kaki”. (QS Al maidah : 6).
1. Syarat Wudhu
Wudhu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
 Beragama Islam
 Sudah mumayyiz
 Tidak berhadas besar dan kecil
 Memakai air suci lagi mensucikan
 Tidak ada sesuatu yang menghalangi sampai airnya air ke anggota wudhu,
seperti cat, getah, dsb.
2. Rukun Wudhu
Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudhu adalah sebagai berikut :
 Niat berwudhu di dalam hati. Lafal niat

Artinya : “Saya berniat wudhu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah
S.W.T”.
 Membasuh wajah
 Membasuh kedua tangan sampai siku
 Mengusap atau menyapu sebagian kepala
 Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
 Tertib (Berurutan dari pertama sampai terakhir)
3. Sunnah Wudhu
 Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berwudhu
 Membaca ta’awuz dan basmallah
 Berkumur-kumur bagi seseorang yang sedang tidak berpuasa
 Membasuh dan membersihkan lubang hidung
 Mengusap seluruh kepala
 Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki
 Mendulukan anggota wudhu yang kanan dari yang kiri
 Membasuh anggota wudhu tiga kali
 Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
 Membaca do’a sesudah wudhu
 Do’a sesudah wudhu

Artinya : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah S.W.T. yang
Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad S.A.W. adalah utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk
dalam golongan orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku termasuk
dalam golongan orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku dari golongan
hamba hamba Mu yang shaleh ”.

4. Hal yang membatalkan wudhu


Wudhu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan
hal-hal seperti berikut :
 Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur
(anus), baik berupa angin maupun cairan (kentut, kencing, tinja, darah, nanah,
mazi, mani dan sebagainya). Firman Allah S.W.T dalam Al-Qur’an Surah An-
Nisa’: 43 :

Artinya : “atau kembali dari tempat buang air ....” (QS.An-Nisa :43)
 Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas
Sabda Nabi Muhammad S.A.W :

Artinya: “Dari Umi Habibah ia berkata saya telah mendengar Rasulullah


S.A.W bersabda : “Barang siapa menyentuh kemaluannya hendaklah
berwudhu”. (HR Ibnu Majjah dan disahkan oleh Ahmad)
 Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan tanpa pembatas
Firman Allah S.W.T dalam Al-Qur’an surah An-Nisa : 43
Artinya : “atau kamu telah menyentuh perempuan”.
 Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun di atas bumi (tidak memungkinkan
keluar sesuatu dari dubur
Seperti yang ada pada kitab safinah :

2.4.2 Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah menyengaja. Sedangkan, Tayamum menurut istilah
adalah menyengaja menggunakan tanah untuk mengusap wajah dan kedua tangan
dengan nuat supaya di perbolehkan nya shalat dan ibadah yang lain.
Firman Allah S.W.T dalam surat An-Nisa ayat 43 :

Artinya : “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan
tanganmu sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”. (QS An Nisa :
43).
Tayamum merupakan pengganti dari berwudhu. Apabila seseorang telah
melaksanakan shalat dengan Tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak
wajib mengulang sekalipun waktu salat masih ada.
Adapun syarat dan rukun, sunnah serta hal-hal yang terkait dengan Tayamum adalah
sebagai berikut :
1) Syarat Tayamum
 Ada sebab yang membolehkan mengganti wudhu atau mandi wajib dengan tayamum
 Sudah masuk waktu shalat
 Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan
 Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
 Menggunakan tanah atau debu yang suci
2) Rukun Tayamum
 Niat
 Mengusap debu ke wajah
 Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
 Tertib
3) Sunnah Tayamum
 Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berTayamum
 Membaca ta’awuz dan basmallah
 Menepiskan debu yang ada di telapak tangam
 Merenggangkan jari-jari tangan
 Menghadap kiblat
 Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri
 Membaca do’a (seperti do’a sesudah wudhu)
4) Hal Yang Membatalkan Tayamum
Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :
 Semua yang membatalkan wudhu juga membatalkan Tayamum
 Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum shalat)
 Murtad (keluar dari agama Islam)
Seperti yang ada pada kitab safinah :

 Praktik Tayamum
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam melakukan Tayamum. Hal tersebut
perlu di perhatikan karena suatu saat kita pasti akan melakukannya, seperti ketika kita
dalam perjalanan, berada di daerah yang tidak ada air, atau sedang sakit yang tidak
memperbolehkan terkena air.
 Carilah tempat yang mengandung debu atau tanah yang suci
 Letakkan atau tempelkan kedua tangan pada tempat yang berdebu tersebut disertai
niat dalam hati
 Lafal niat Tayamum :

Artinya : “Aku niat berTayamum untuk dapat mengerjakan shalat fardu karena Allah
Ta’ala”.
 Mengusap kedua tangan sampai siku hingga merata dengan mendahulukan tangan
kanan. Usahakan mencari pada tempat yang berbeda
 Membaca do’a sesudah Tayamum, seperti do’a sesudah wudhu
2.4.3 Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi
Wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan disertai niat Mandi Wajib di dalam hati.
Firman Allah S.W.T :

Artinya : “.......dan jika kamu junub maka mandilah”. (QS. Al-Maidah : 6)


a) Hal hal yang mewajibkan Mandi Wajib
 Jima’
 Keluar air Mani
 Haid
 Nifas
 Orang yang meninggal dunia, dengan 2 syarat : Islam dan bukan mati syahid
Seperti yang tertera pada kitab safinah :

b) Fardu Mandi Wajib


 Niat
 Meratakan (seluruh) badan dengan air
Seperti yang ada dalam kitab safinah :
c) Tata Cara Pelaksanaan Mandi Wajib menurut Rasulullah S.A.W
 Terlebih dahulu mencuci tangan sebanyak tiga kali, sebelum tangan tersebut
digunakan mandi, atau dimasukkan ke dalam tempat pengambilang atau
penampungan air
 Untuk membersihkan kemaluan dan kotoran, maka hendaklah untuk menggunakan
tangan kiri, bukan tangan kanan. Tangan kanan digunakan untuk makan, sedangkan
tidak mungkin menggunakannya untuk membersihkan kemaluan
 Setelah membersihkan kemaluan, maka cucilah tangan dengan sabun agar hilang
kotoran tersebut dari tangan
 Berwudhu sesuai aturan/rukunnya dalam Islam
 Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali
 Mencuci kepala (keramas) mulai dari kepala bagian kanan ke bagian kiri dan
membersihkannya hingga sela-sela rambut, agar benar-benar bersih dan sempurna
 Mengguyur air mulai dari sisi badan sebelah kanan lalu pada sisi sebelah kiri
2.5 Pengertian Hadas dan Najis
2.5.1 Hadas
a) Pengertian Hadas
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, Hadas adalah
sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri
sehingga sah untuk melaksanakan ibadah.
Berkaitan dengan hal ini Nabi Muhammad S.A.W, bersabda :

Artinya : “Rasulullah S.A.W. telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat
seseorang dari kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudhu.”
(HR. Mutafaq Alaih)

Artinya : “Dan jika kamu junub, maka mandilah kamu.” (QS. Al-Maidah : 6)
b) Macam-Macam Hadas
Menurut fiqih, Hadas dibagi menjadi dua, yaitu :
 Hadas kecil, adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang
berwudhu apabila hendak melaksanakan shalat. Contoh Hadas Kecil adalah sebagai
berikut :
 Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur
 Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk
 Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas
 Hilang akal karena sakit atau mabuk
 Hadas Besar, adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi
besar atau junub. Contoh Hadas Besar adalah sebagai berikut :
 Bersetubuh (hubungan suami istri)
 Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain
 Keluar darah haid
 Nifas
 Meninggal dunia
2.5.2 Najis
1. Pengertian Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah adalah
sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikan yang harus disucikan, karena
menjadikan tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah tertentu.
2. Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya
 Najis Mukhafafah
Adalah Najis ringan. Yang tergolong Najis Mukhafafah yaitu air kencing anak kecil
laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air
susu ibunya. Cara mensucikan Najis Mukhafafah yaitu Menyipratkan atau
mengalirkan air ke najis tersebut serta membersihkan dan membuang najis tersebut
 Najis Muthawassithah
Adalah Najis sedang. Termasuk Najis Mutawassithah antara lain air kencing, darah,
nanah, tinja dan kotoran hewan. Najis Mutawassithah terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu :
 Najis Hukmiah adalah Najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan
rasanya tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara
mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis
tersebut
 Najis ‘Ainiyah adalah Najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyiramkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan
baunya.
 Najis Mughallazah
Adalah Najis Berat. Seperti najisnya anjing dan babi. Adapun cara mensucikannya
ialah dengan cara najis harus di hilangkan terlebih dahulu kemudian di cuci sebanyak
tujuh kali, salah satu nya dicampur dengan tanah yang suci.
Seperti pada kitab Safinah :

2.6 Fungsi Thaharah


Dalam kehidupan sehari-hari, Thaharah memiliki fungsi yaitu :
 Allah telah menjadikan Thaharah (kebersihan) sebagai cabang dari keimanan. Oleh
karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa hidup bersih, baik
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat. Yang perlu kita perhatikan
dalam menjaga kebersihan adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal, lingkungan
sekolah, tempat ibadah, dan tempat umum.
 Menjaga Kebersihan Lingkungan Tempat Tinggal
Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja, tetapi juga kebersihan
mempunyai ruang lingkup yang luas. Di antaranya adalah kebersihan lingkungan
tempat tinggal kita bersama-sama ayah, ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Oleh karena
itu, agar kita sehat dan betah tinggal di rumah, maka kebersihan, kerapian, dan
keindahan rumah harus dijaga dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan
tempat tinggal yang bersih, rapi, dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang
yang beriman kepada Allah S.W.T.
 Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekaligus tempat bermain pada
waktu istirahat. Sekolah yang bersih, rapi, dan nyaman sangat mempengaruhi
ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu, hendaknya menjaga kebersihan
kelas, seperti dinding, lantai, meja, kursi, dan hiasan yang ada.
 Menjaga Kebersihan Lingkungan Tempat Ibadah
Kita mengetahui bahwa tempat ibadah (Masjid atau Mushola) adalah tempat yang
suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk merawatnya supaya orang yang
melakukan ibadah mendapatkan ketenangan, dan tidak terganggu dengan
pemandangan yang kotor atau bau di sekelilingnya. Umat Islam akan mendapatkan
kekhusyuan dalam beribadah kalau tempatnya terawat dengan baik, dan orang yang
merawatnya akan mendapatkan pahala di sisi Allah S.W.T. Demikian, kita akan
terpanggil untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah di sekitar kita.
Apabila orang Islam sendiri mengabaikan kebersihan, khususnya di tempat-tempat
ibadah, ini berarti tingkat keimanan mereka belum seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah S.A.W.
 Menjaga Kebersihan Lingkungan Tempat Umum
Menjaga dan memelihara kebersihan di tempat umum dalam ajaran Islam memiliki
nilai lebih besar daripada memelihara kebersihan di lingkungan tempat tinggal
sendiri, karena tempat umum dimanfaatkan oleh banyak orang.

2.7 Manfaat Thaharah


 Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah
 Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat oleh
orang lain karena Allah S.W.T. juga mencintai kesucian dan kebersihan
 Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari-
harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman
 Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak
mudah terjangkit penyakit
 Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun
lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin
 Menjadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah S.W.T., sebagaimana disebutkan
dalam Al-qur’an surat Al-Baqoroh ayat 222
 Bisa memperluas pergaulan dengan siapapun karena bersih itu sehat
 Mendidik manusia berakhlaq mulia dan menjadi cermin jiwa seseorang, sebab dengan
hidup bersih akan membiasakan diri, untuk berbuat yang terbaik dan teruji bersuci itu
adalah sebagaian dari keirnanan seseorang, sesuai dengan hadits Rasulullah S.A.W.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran) yang
timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang
terbawa di badan. Thaharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum Thaharah
ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Syarat wajib melakukan Thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan sudah
baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan Thaharah adalah air suci, tanah, debu
serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu,
debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda
lain seperti batu, kertas, tisu dapat digunakan untuk melakukan istinja’.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat sebagaimana
yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk berkomunikasi
dengan Allah S.W.T. Manfaat Thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu membersihkan
badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan suatu
ibadah.
3.2 Saran
Dalam berusaha melengkapi makalah ini, tentu ada sesuatu yang kurang dan saya sebagai
penulis baik dari pembahasan ataupun dari segi tulisan menyadari akan hal demikian.
Maka dari itu saya akan berusaha lebih baik dengan selalu mengedapankan sumber-
sumber yang lebih layak sebagai referensi. Saya sangatlah mengharapkan masukan baik
berupa kritik ataupun saran sehingga dapat menjadi sebuah instropeksi dari makalah saya
juga sebagai semangat dan landasan baru untuk terus berinovasi dalam berkarya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim, Tuntunan Sholat Lengkap, Jakarta,Sandro Jaya Jakarta, 2006

Muthoharoh, Fungsi Thaharah dalam Kehidupan http://alhafizh84.wordpress.com. Diakses


pada 12 September 2020

Thaharah. http://nyemania.blogspot.com. Diakses pada 12 September 2020

Topik: Bab 1 : Taharah / Bersuci. http://halaqah.net. Diakses pada 12 September 2020

Fadholi, Arif. Ketentuan Thaharah (bersuci). http://ariffadholi.blogspot.com. Diakses pada


12 September 2020

Sumber: Kitab Al-Mulakhosh Al-Fiqhiy 1/27

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqih Ibadah.
Jakarta: AMZAH

Mulkhan, Abdul Munir. 1994. Teologi dan Fiqih. Yogyakarta: ROIKHAN


Rasjid, Sulaiman. 1986. Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo
Ritonga, Rahman dan Zainuddin.1997. Fiqih Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama
Rifa’i. Moh, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: Toha Putra,1978.

Sarani.M, Mabadi Ilmu Fiqih, Banjarmasin:TB. Murni, 1373.

Muqarrabin, Fiqih Awam, Demak:Media Ilmu, 1997.

Al-Gazzi. Ibnu Qosim, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar Al-Fikr, 2005.

Al-Banjari.Muhammad Arsyad,Sabilal Muhtadin, Surabaya: Bina Ilmu juz 1.

Sabiq. Said, Fiqh Sunnah 1,Bandung:Alma’arif, 1937.

Abu Bakar.Iman Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, Surabaya:Bina Imam, 2003.

Mughniyah. Muhammad Jawad,Fiqih Imam Ja’far Shadiq. Jakarta:Dar al- Jawad, 1984.

Dainuri. Muhammad, Kajian Kitab Kuning Terhadap Ajaran Islam, Magelang: Sinar Jaya.


T.Tahun
Az zuhaili,Prof .Dr. Wahbah.2010.Fiqih Imam Syafi’I. Jakarta. Almahira

Darajat, Prof. Dr. Zakiyah.1995. Ilmu Fiqih. Jakarta. dana bakti wakaf.

Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia. 2005.Fiqih


Untuk X madrasah aliyah, Jakarta. intimedia ciptanusantara

H.Abd.Kholiq Hasan. 2008. Tafsir Ibadah. Yogyakarta. Pustaka Pesantren.

Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009

Rifa’I .Moh. 2001. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang. PT.Karya Toha Putra.

Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.
2010.Fiqh Ibadah. Jakarta. Amzah

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Ensiklopedi Muslim: PT Darul Falah, Jakarta 2008

Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam: Sinar Baru Algensindo, Bandung 2014

Bunyamin, Mahmudin, Fiqh Ibadah:IAIN Raden Intan Lampung, Lampung 2010

Anda mungkin juga menyukai