Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH IBADAH AKHLAK

THAHARAH

Dosen Pengampu
DR. BURHANUDDIN YUSUF MM, MA

Disusun Oleh Kelompok 1


Kivandi Nugroho 2003015117
Meliyawati 2003015145
Muhammad Akbar Maulana Rahmat 2003015131
Reza Al Ayyubi 2003015116

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka


Fakultas Teknik
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Adapun tujuan penyusunan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Ibadah Akhlak. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai Definisi Thaharah, Alat bersuci, serta Najis dan Hadas, bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Burhanuddin MM, MA,
selaku Dosen Pengampu mata kuliah Ibadah Akhlak yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 08 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Thaharah......................................................................................2-3
2.2 Alat Bersuci...............................................................................................3-
5
2.3 Najis..........................................................................................................5-6
2.4 Hadas.........................................................................................................6-7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................8
3.2 Saran.............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Islam menganjurkan agar kita selalu menjaga kebersihan, baik itu kebersihan
anggota tubuh (badani) maupun kebersihan rohani. Kebersihan badani tercermin
dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci, baik sebelum mereka melakukan
ibadah menghadap Allah SWT maupun dalam setiap akan melakukan
aktivitasnya. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindar
dari kotoran yang menempel di badan, sehingga secara sadar atau tidak sengaja
membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.

Thaharah mempunyai makna yang luas, tidak hanya sebatas berwudhu saja.
Thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari najis dan hadas
menurut syariat islam. Hukum thaharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf laki-
laki dan perempuan. Dalam hal ini banyak ayat Al-qur’an dan hadist Nabi
Muhammad saw, mengajurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan
batin.

1.2Rumusan Masalah

1. Definisi Thaharah?
2. Alat apa saja yang digunakan untuk bersuci?
3. Apa itu Najis dan Hadas?

1.3Tujuan

1. Memenuhi tugas yang diberikan.


2. Memahami definisi Thaharah.
3. Mengetahui alat yang digunakan untuk bersuci.
4. Memahami apa itu Najis dan Hadas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Definisi Thaharah

Kata thaharah (‫ )الطهارة‬menurut bahasa artinya bersih, kebersihan atau bersuci.


Thaharah menurut istilah adalah suatu kegiatan bersuci baik dari najis dan hadas
sehingga seseorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut
dalam keadaan suci seperti salat dan tawaf. Kegiatan bersuci dari najis meliputi
menyucikan badan, pakaian, dan 41 tempat. Sedangkan bersuci dari hadas dapat
dilakukan dengan berwudhu tayamum dan mandi.

Allah SWT berfirman :

Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan


menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Al-qur’an, 2 (Al-Baqarah : 222)).

Nabi Muhammad SAW bersabda :

Artinya : Kebersihan itu


adalah sebagian dari iman. (HR. Muslim)

Selain itu, thaharah dinilai sangat penting karena merupakan kunci dan syarat sah
sholat. Disebutkan dalam hadist Nabi SAW, beliau bersabda :

Artinya : Kuncinya sholat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan


perhiasannya adalah salam.

Ada hal-hal yang harus diperhatikan sebagai syarat sahnya berthaharah sebelum
melakukan perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut adalah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu (untuk mendirikan sholat fardhu).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas.
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Mampu melakukannya sesuai kemampuan.

2.2Alat Bersuci

Alat-alat yang dipergunakan dalam thaharah terdiri dari dua macam yaitu air
dan bukan air. Air yang dapat digunakan untuk bersuci terdiri dari 7 air, yaitu :
Air hujan, Air laut, Air sungai, Air sumur, Air dari mata air, Air salju, dan Air
embun. Sedangkan alat-alat bersuci selain air terdiri dari debu dan benda-benda
kesat yang lain seperti batu, kayu, kertas dan sebagainya.

Ditinjau dari segi hukum, air terbagi menjadi empat macam :

a. Air Mutlak (Suci Mensucikan)


Yang dimaksud dengan air mutlak ialah air yang masih asli, belum
tercampur dengan benda lain dan tidak terkena najis. Air mutlak itu
hukumnya suci dan dapat menyucikan. Yang termasuk jenis air mutlak ialah
air hujan, air laut, dan macam-macam air lain yang sudah disebutkan di atas.

Allah SWT berfirman :


Artinya : Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dengan hujan itu. (Al-Qur’an, 8 (Al – Anfal : 11))

Dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa ada seorang


laki-laki bertanya kepada Rasulullah, dan ia berkata : “Kami pergi berlayar
dan kami membawa air hanya sedikit. Jika kami memakai air itu untuk
berwudhu kami tidak dapat minum. Bolehkah kami berwudhu dengan air
laut?”

Nabi SAW bersabda :

Artinya : Laut itu suci dan bangkainya halal dimakan. (HR. Al – Turmudhi)

b. Air Makruh
Yang dimaksud dengan air musammas ialah air yang dipanaskan
dengan terik matahari dalam tempat logam yang dibuat dari seng atau besi,
tembaga, baja, aluminium yang masing—asing benda logam itu berkarat. Air
musammas hukumnya makruh, karena itu suci dan menyucikan tetapi makruh
untuk digunakan karena dikhawatirkan dapat menimbulkan penyakit.
Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Wahai humairah! Jangan engkau berbuat begitu karena yang


demikian itu akan menimbulkan penyakit baros (sopak). (HR. Al – Baihaqi)

c. Air Musta’mal (Tidak Menyucikan)


Yang dimaksud air musta’mal ialah air yang suci tetapi tidak dapat
menyucikan. Ada tiga macam air yang termasuk jenis air ini, yakni :
1. Air suci yang dicampur dengan benda suci yang lain, sehingga berubah
salah satu sifatnya (warna, rasa, atau baunya). Contoh : Air kopi, air teh,
dan lain sebagainya.
2. Air suci yang sedikit yang kurang dari dua kullah dan sudah dipergunakan
untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya. Atau air dua kullah yang
sudah dipergunakan untuk bersuci dan telah berubah salah satu sifatnya.
3. Air buah-buahan atau air yang ada di dalam pohon. Misalnya pohon
pisang dan lain-lainnya.
d. Air Mutanajjis atau Air Yang Terkena Najis
Yang dimaksud air mutanjjis ialah air yang tadinya suci kurang dari
dua kullah tetapi terkena najis dan telah berubah salah satu sifatnya. Air
seperti ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak sah dipergunakan
untuk wudhu, mandi, atau menyucikan benda yang terkena najis. Sebaliknya,
apabila air itu banyak (dua kullah atau lebih) walaupun terkena najis, tetapi
tidak berubah salah satu sifatnya, hukumnya tetap suci dan menyucikan. Air
ini boleh diminum, sah dipergunakan untuk bersuci, baik untuk
menghilangkan najis atau hadas.

Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Air itu tidak najis karena sesuatu, kecuali telah berubah bau, rasa,
dan warnanya. (HR. Ibu Majjah dan Baihaqi)

Tanah boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan tidak
bercampur dengan sesuatu. Debu dapat digunakan untuk tayamum sebagai
pengganti wudhu atau mandi. Batu bata, tisu atau benda lain atau benda yang
dapat menyerap bisa digunakan untuk istinja’.

2.3Najis

Kata najis berasal dari bahasa arab ‫ جاسةّالن‬yang artinya kotoran. Najis menurut
istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu
ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan tawaf. Sedangkan
kotoran ialah sesuatu yang kotor dan tidak sedap dipandang mata.

Najis yang mencegah sahnya salat teerbagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Yang termasuk najis mukhaffafah ialah air kencing anak laki-laki yang
berumur dua tahun dan belum makan atau minum sesuatu kecuali air susu ibu.
Cara mensucikan najis mukhaffafah adalah dengan memercikkan air pada
benda yang terkena najis mukhaffafah itu.

Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Kencing anak perempuan itu dibasuh, sedangkan kencing anak laki-
laki itu diperciki. (HR. Abu Dawud)
b. Najis Mutawassitah (Najis Sedang)
1. Bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya
Allah SWT berfirman :

Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai. (Al-qur’an, 5 (Al –


Maidah : 3)).

Yang dimaksud dengan bangkai adalah binatang yang mati karena


tidak disembelih, atau disembelih tetapi tidak menurut aturan shari’ah
islam. Yang tidak termasuk najis adalah bangkai belalang dan ikan,
tanduk, bulu, dan kulit binatang, bulu domba dan semacamnya.
2. Darah
Allah SWT berfirman :

Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi.


(Al-qur’an, 5 (Al – Maidah : 3))

Semua macam darah adalah najis. Jika darah itu sedikit maka darah itu
dapat dimaafkan seperti darah nyamuk yang mendekat pada badan atau
pakaian, darah bisul, dan darah karena luka kecil.

3. Nanah, yaitu darah yang tidak sehat dan sudah membusuk.


4. Kotoran manusia dan kotoran binatang.
5. Arak (Khamr)
Najis mutawassitah terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Najis ‘Ainiyah, yaitu najis mutawassitah yang masih kelihatan wujud,
warna dan baunya. Cara mensucikannya adalah dengan menghilangkan
najis tersebut dan membasuhnya dengan air sampai hilang warna, rasa dan
baunya.
2. Najis Hukmiyah, yaitu najis mutawassitah yang diyakini ada, tetapi sudah
tidak kelihatan wujudnya, warna, dan baunya. Contohnya air kencing
yang sudah kering yang terdapat pada pakaian. Cara mensucikannya
adalah cukup dengan memercikkan air.

c. Najis Mughallazah (Najis Berat)


Yang termasuk najis mughallazah adalah air liur serta kotoran anjing
dan babi. Cara mensucikannya adalah dengan mencuci najis tersebut
sebanyak tujuh kali dengan air, salah satu diantaranya dengan memakai debu
yang suci.
Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Sucinya tempat dan peralatan salah seorang di antaramu, apabila


dijilat anjing hendaknya dicuci tujuh kali, permulaan dari tujuh kali itu harus
dengan tanah atau debu. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

2.4Hadas

Kata hadas berasal dari bahasa arab ‫ الحدث‬yang artinya menurut bahasa adalah
sesuai peristiwa atau juga dapat diartikan kotoran atau tidak suci. Hadas menurut
istilah adalah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya tidah
sah dalam melakukan ibadah tertentu.

Ada dua macam hadas yaitu :

a. Hadas Kecil
Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka
ia harus wudhu atau jika tidak ada air atau ada halangan, maka diganti dengan
tayamum.

Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadas kecil ialah :

1. Karena keluar sesuatu dari salah satu dua lobang, yaitu qubul dan dubur.
2. Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti
tidur.
3. Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang
bukan mahromnya, dan tanpa ada batas yang menghalanginya.
4. Karena menyentuh kelamin, baik kemaluannya sendiri maupun kemaluan
orang lain dengan telapak tangan dan jari.

Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Rasulullah saw bersabda barang siapa yang menyentuh


kemaluannya hendaklah ia berwudhu. (Hr. Al – Bukhari Muslim).

b. Hadas Besar
Yang dimaksud dengan hadas besar adalah keadaan seseorang tidak
suci, dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau kalau tidak ada air
atau ada halangan, maka diganti dengan tayamum.

Hal-hal yang menyebabkan orang berhadas besar ialah :

1. Bertemunya dua kelamin, laki-laki dan perempuan (bersetubuh) baik


keluar mani ataupun tidak.
2. Keluar mani, baik karena mimpi atau sebab lain.
3. Meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan hadist nabi sebagai berikut :

Artinya : Dari ibnu abba ra. Sesungguhnya rasulullah bersabda tentang orang
yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya, mandikanlah dengan air
dan bidarah dan kafanilah dengan dua kain. (HR. AL – Bukhari Muslim).
4. Haid (menstruasi), yaitu darah yang keluar dari wanita yang telah dewasa
pada setiap bulan.
5. Nifas, yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis melahirkan.
6. Wiladah (melahirkan anak)
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan

Thaharah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil. Dan
bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat dan benda-benda yang
terbawa atau terdapat pada badan. Thaharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir
dan batin.

Thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci
dengan air mutlak. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-
pengaruh dosa dan maksiat, seperti iri, dengki, penipu, sombong, dan ria. Apabila
hidup sehat dan bersih, kita akan terhindar dari berbagai penyakit. Dengan
demikian, kita akan dapat bekerja dan beribadah dengan lancar dalam rangka
menunaikan kewajiban sebagai hamba Allah yang bertaqwa kepada-Nya.

3.2Saran
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dari segi penyusunan maupun
isinya. Oleh karena itu kami akan menerima saran dan kritikan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.uinsby.ac.id/9601/8/bab%204.pdf

http://digilib.uinsgd.ac.id/10488/1/paper%20taharah%20kedua%20pdf%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai