Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

THAHARAH
Dosen pengampun : M. Anugrah. Arifin.M.Pd.I

Disusun oleh:

Kelompok 2

1. Julkarnain (2021C1B001)
2. M. Amin
3. Raden Jamaan Apriadin

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2020/2021
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH FIQIH TENTANG “THAHARAH”


Dalam rangka memenuhi Tugas Fiqih Ibadah
Disusun Oleh:
Kelompok 1
TP_A

Mengetahui/Menyetujui,

Dosen Pengampuh, Ketua Makalah,

M.ANUGRAH ARIFIN.M.Pd.I JULKARNAIN


NIDN:0000000 NIM:2021C1B001

Makalah ini Diterima Sebagai Bagian Dari Persyaratan Yang Diperlukan Untuk
mencapai Penilaian yang Maksimal Untuk Mata Kuliah Fiqih Ibadah dan Persyaratan
untuk Memanfaatkan Ilmu dengan Baik.
Program Studi Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Mataram.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur di panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya,makalah ini yang berjudul “Thaharah” dapat
diselesaiakan dengan baik dan tepat wakru.Makalah disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah FIQIH

Diucapkan juga terima kasih kepada Bapak dosen M. Anugrah.


Arifin.M.Pd.I karena beliau telah membimbing dan bersedia membagikan ilmunya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun laporan makalah ini. Terima
kasih juga penulis ucapkan kepada orang tua yang selalu mendoakan penulis, dan
pihak-pihak lain yang turut membantu penyusunan laporan makalah ini sehingga
dapat dinikmati oleh pembaca.

Akhir kata, penulis bersedia menerima baik kritik maupun saran yang dapat
membangun baik penulis maupun pembaca agar dapat berkarya dengan lebih baik
lagi. Selain itu penulis meminta maaf jika terdapat kekurangan dalam makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.

Mataram,4 April 2022

Penyusun

iii
ABSTRAK

Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat


penghalang (kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan,
pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan. Taharahmerupakan
anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap
mukallaf lelaki dan perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama
Islam dan sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah
adalah air suci, tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air
digunakan untuk mandi dan berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk
bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda lain seperti batu, kertas,
tisur dapat digunakan untuk melakukan istinja'.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan
sehat sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana
untuk berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan
sehari-hari yaitu membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis
ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.

iv
DAFTAR ISI

COVER i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK iv

DAFTAR ISI v

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Arti dan Kedudukan Thaharah 2
2.2 Alat Thaharah 2
2.3 Najis 5
2.4 Hadas 6
2.5 Mandi 7
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan8
3.2 Saran 8

INTEGRITAS SAINS DAN IBADAH 9

HASIL DISKUSI 11

DAFTAR PUSTAKA 12

BIODATA PENYUSUN 13

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih
dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci.
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian
ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat
telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari
hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga
thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar
sah saat menjalankan ibadah..
1.2 Rumusan Masalah
a. Arti dan Kedudukan Thaharah?
b. Alat Thaharah?.
c. Najis?
d. Hadast?
e. Mandi?
1.3 Tujuan
a. Mahasiswa mampu Menjelaskan Arti dan Kedudukan Thaharah
b. Mahasiswa mampu Menyebutkan dan menjelaskan Alat Thaharah.
c. Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang Najis
d. Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang Hadast Besar dan Hadast Kecil
e. Mahasiswa mampu Menjelaskan Tata Cara Mandi

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti dan Kedudukan Thaharah
Dalam khazanah hukum Islam (fiqih), bersuci sering disebut dengan istilah
thaharah. Secara umum, pembahasan ibadah selalu dimulai dengan
pembahasan thaharah. Hal ini dapat dipahami, karena thaharah memiliki posisi
sentral dan strategis sebagai salah satu syarat diterimanya ibadah.
Secara etimologis, thaharah berarti suci, bersih dan menjauh (Ahmad
Warson Munawwir, 1984: 931), baik dari kotoran lahir (zati atau 'aini) maupun
batin (rohani), berupa sifat ataupun perbuatan tercela. Dalam pandangan Islam,
Allah sangat menyukai hamba-Nya yang senantiasa bertaubat dan dalam
keadaan suci, baik suci lahir maupun batin. Allah berfirman:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan


menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS. Al-Baqarah:222).
Sedangkan secara terminologis, thaharah atau bersuci adalah mensucikan
diri, pakaian, tempat atau lainnya dari najis dan hadas yang menghalangi Shalat
dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, tanah, atau batu.
2.2 Alat Thaharah
1. Air
Air adalah media utama untuk bersuci menghilangkan najis, sekaligus juga
menghilangkan hadas. Air merupakan alat thaharah yang paling utama, namun
tidak semua air dapat digunakan untuk thaharah. Dalam ilmu fiqih, air dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Air mutlak
Air mutlak adalah air murni yang belum mengalami proses apapun. Air
mutlak itu masih asli, dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak
tercampur benda suci atau pun benda najis. Air ini dapat dipakai untuk bersuci.
Yang termasuk kelompok air mutlak adalah: [1] Air Hujan (QS. Al-Anfal: 8 dan
Al-Furqan: 48); [2] Air salju dan embun (HR. Bukhari: 744, Muslim: 597, Abu
Daud: 781 dan Nasa'i: 60); [3] Air laut (HR. Abu Daud: 83, At-Tirmizi: 79,

2
Ibnu Majah: 386, An-Nasa'i: 59); [4] Air Zam-zam dan telaga (HR.Ahmad);
dan [5] Air sumur atau mata air (HR. Abu Daud: 66, At-Tirmizi: 66, An-Nasa'i:
325); kecuali air tersebut berubah salah satu pada bau atau rasa atau warnanya:
Nabi saw bersabda:

Artinya: Dari Abi Umamah Al-Bahili berkata: Rasulullah saw bersabda:


sesungguhnya air itu tidak dapat menjadi najis oleh sesuatu, kecuali barang
najis itu menyebabkan berubah bau, rasa dan warnanya. (HR. Ibnu Majah:
514).'
b. Air Suci Tetapi Tidak Mensucikan
Air ini adalah air yang dilihat dari zatnya sendiri adalah suci, misalnya air
kelapa, air gula, air kopi, air teh dan sebagainya. Air ini sekalipun suci tetapi ia
tidak dapat dipergunakan untuk menghilangkan najis dan hadas. Sedangkan air
mutlak yang bercampur dengan benda suci seperti sabun, tepung dan
sebagainya, selama kemutlakanya terjaga, maka air tersebut tetap dapat
digunakan untuk bersuci.
c. Air Musta'mal
Air musta'mal adalah air yang telah dipakai untuk bersuci. Air ini sah dipakai
untuk bersuci, baik untuk mandi ataupun berwudlu, seperti halnya air mutlak.
Hal ini didasarkan pada hadis-hadis berikut:

Artinya: Rasulullah menjenguk aku yang sedang sakit dan tidak sadarkan
diri, maka Rasulullah berwudlu lalu menuangkan (sisa) air wudlunya kepadaku,
lalu aku sadar. (HR. Al-Bukhari: 187).
d. Air Mutanajjis
Air mutanajjis ialah air yang tercampur dengan barang najis sehingga
merubah salah satu diantara rasa, warna dan baunya. Air semacam ini tidak
dapat dipergunakan untuk thaharah, baik untuk menghilangkan hadas maupun
menghilangkan najis. Tetapi jika air ini dalam jumlah besar atau mengalir serta
tidak merubah salah satu diantara rasa, warna dan baunya, maka air itu dapat
digunakan untuk bersuci.

3
e. Air Yang Tercampur dengan Benda Suci
Air yang bercampur dengan benda yang suci boleh digunakan untuk bersuci,
sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:

Artinya: Dari Ummi Athiyah, bahwasanya telah masuk ke tempat kami


Rasulullah saw ketika puterinya wafat, Zainab. Maka beliau bersabda:
Mandikanlah ia tiga atau lima kali atau lebih dari itu, jika kamu berpendapat
demikian, dengan air dan daun bidara dan campurkanlah yang terakhir dengan
kapur barus atau sedikit daripadanya. Jika telah selesai beritahulah aku. Maka
setelah selesai kami beritahukan kepada beliau, lalu beliau memberikan kain
kepada kami, lalu katanya: Balutkanlah kepada rambutnya, yaitu kain itu. (Al-
Bukhari:1175).
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa air untuk memandikan jenazah itu
boleh dicampur dengan benda-benda yang suci seperti daun bidara, kapur barus
dan sebagainya. Dengan demikian maka air tersebut tetap suci.
2. Debu
Bagi orang yang berhalangan menggunakan air karena suatu sebab, misalnya
tidak mendapat air ketika akan wudlu atau mandi junub, maka boleh
menggantinya dengan debu yang suci.Debu yang suci ini biasa terdapat pada
tanah kering,pasir, tembok, dibalik tikar, kaca dan lainnya. Dasar hukum debu
dapat dijadikan sebagai alat bersuci adalah Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al Maidah:6
Artinya: “Dan jika kamu sakit, atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih). (QS.
Al-Maidah: 6).
3. Benda-benda padat
Benda padat dan kesat yang suci dari asalnya, selain tahi dan tulang,serta
tidak terkena najis, seperti batu, bata merah,tanah keras,kayu kering, tissu dan
lain sebagainya dapat digunakan untuk bersuci dari najis (istinja), jika tidak
mendapatkan air.

4
2.3 Najis
Secara etimologis,najis artinya kotor(Ahmad Warson
Munawwir,1984:1487).Sedangkan secara terminologis,najis adalah sesuatu
yang dianggap kotor oleh agama yang harus dibersihkan dari badan, pakaian,
dan tempat Shalat oleh manusia saat akan melaksanakan shalat. Karena
berbentuk benda,dalam terminologi fiqih disebut sebagai najis hakiki.
Yang termasuk najis hakiki ini adalah:[1] tinja (HR. An-Nasa'i:44, Ahmad:
238630) ;[2] kencing (HR. Al-Bukhari: 214,Muslim: 439);[3] liur anjing (HR.
Muslim: 422);[5] madzi (HR. Al-Bukhari: 261, Muslim: 456); [6] wadi (HR.
Al-Baihaqi: 832); [7] darah haid (HR. Al-Bukhari: 319) dan darah nifas, karena
disamakan dengan haid, dan [8] darah istihadah (darah penyakit)(HR.Al-
Bukhari:221).
Secara umum, cara membersihkan najis hakiki ini adalah dengan cara
membasuh, menggosok dan membilasnya dengan air sampai bersih sehingga
hilang warna, bau dan rasanya.Jika setelah dibersihkan masih tertinggal salah
satu sifat najis, baik bau, rasa atau warnanya, maka hal itu dibolehkan.
Madzi adalah cairan kental yang keluar dari kemaluan saat sedang
bersyahwat.Sedangkan Wadi adalah cairan putih kental yang keluar dari
kemaluan setelah kencing, karena kelelahan atau lainnya (Sayyid
Sabiq,1983:24-25).Dalam terminologi fiqih najis ini disebut najis mutawassitah
(najis pertengahan/sedang).
Adapun khusus najis kencing bayi laki-laki yang hanya masih minum/makan
ASI (Air Susu Ibu) dibersihkan dengan cara memercikkan air ke benda yang
terkena najis (HR. Al-Bukhari: 5260). Demikian juga cara membersihkan
madzi, sama dengan cara membersihkan kencing bayi laki-laki yang hanya
masih minum/makan ASI. Dalam terminologi fiqih, najis ini disebut najis
mukhaffafah (najis ringan).
Sedangkan najis liur anjing dibersihkan dengan cara dicuci sampai tujuh kali,
salah satunya dengan tanah atau debu atau sabun.Nabi bersabda:

5
Artinya:Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: Sucinya
bejana salah seorang diantara kalian, apabila anjing minum di dalamnya, agar
dicuci 7 kali,permulaanya dengan tanah atau debu. (HR. Muslim: 420).
Dalam terminologi fiqih najis ini disebut najis mughallazah (najis berat).
2.4 Hadas
Selain najis hakiki terdapat juga najis hukmi, yaitu sesuatu yang diperbuat
oleh anggota badan yang menyebabkan ia terhalang untuk melakukan Shalat
atau ibadah lainnya. Najis hukmi disebut juga hadas, yang dibagi menjadi dua,
yaitu: hadas besar dan hadas kecil.
1. Hadas Besar
Hadas besar adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat
mengerjakan Shalat dan ibadah tertentu lainnya kecuali dengan mensucikan diri
dengan cara mandi besar, bila tidak memungkinkan dengan cara bertayamum.
Yang termasuk hadas besar adalah: [1] keluarnya sperma atau air mani secara
sengaja atau tidak sengaja (HR. An-Nasa'i: 193 dan 194), termasuk juga bagi
perempuan, berdasarkan hadis dari Asma' (HR. Al-Bukhari: 273,Muslim:471);
[2] bersetubuh (coitus), baik keluar sperma ataupun tidak (QS. Al-Maidah:
6,HR. Al-Bukhari: 282,Muslim: 525); [3] setelah selesai haid dan nifas (QS. Al-
Baqarah: 222) dan [4] hendak menghadiri Shalat jum'at (HR. Al-Bukhari: 811,
Muslim:1397).
Bagi yang berhadas besar dilarang melakukan Shalat (HR. Al-Jama'ah
kecuali Al-Bukhari), melakukan tawaf (HR. At-Tirmizi, Ad-Daruquthni dan Al-
Hakim), berdiam di masjid dan boleh jika hanya melewatinya (QS. An-Nisa':
43).Adapun menyentuh Al-Qur'an bagi yang berhadas besar dibolehkan. Ayat
79 dari surat Al-Waqi'ah yang berbunyi:
Artinya: Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (QS. Al-
Waqi'ah: 79).
Pernyataan “yang disucikan” di sini berarti suci imannya (aqidah), bukan
suci dari hadas.Dengan demikian, maka semua orang Islam suci, sedangkan
orang kafirlah yang najis. Meskipun demikian, sebagai pendidikan akhlak dan
rasa ta'zhim (penghormatan) kita kepada Al-Qur'an sebaiknya kita tidak

6
menyentuh Al-Qur'an dan membacanya, kecuali ada keperluan untuk itu (Tim
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,2003,II:39-40).
2. Hadas Kecil
Sedangkan hadas kecil adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat
mengerjakan Shalat atau ibadah lainnya kecuali dengan mensucikan diri dengan
cara berwudlu atau tayammum sebagai pengganti wudlu. Yang termasuk hadas
kecil ini adalah: [1] buang air besar dan kecil (QS. Al-Maidah: 6); [2] kentut
(HR. Al-Bukhari: 132); [3] menyentuh kemaluan tanpa pembatas (HR. Abu
Daud; 154, At-Tirmizi: 77), dan [4] tidur nyenyak dalam posisi miring (HR.
Abu Daud:175).Hadas kecil inilah sekaligus yang mėnyebabkan batalnya
wudlu.
2.5 Mandi
Yang dimaksud dengan mandi disini adalah mandi besar atau mandi junub
untuk mensucikan diri dari hadas besar. Mandi disyari'atkan berdasarkan Al-
Qur'an Surat Al-Maidah: 6 dan Al-Baqarah:222.Dalam surat Al-Maidah Allah
berfirman:
Artinya: Dan jika kamu junub Maka mandilah. (QS. Al-Maidah:6).
Jika disimpulkan berdasarkan hadis di atas dan hadis-hadis lainnya, maka
tata cara mandi secara berurutan adalah sebagi berikut:
1. Mencuci kedua tangan
2. Mencuci kemaluan dengan tangan kiri. Setelah itu tangan kiri digosokkan
ke tanah lalu mencucinya (HR. Al-Bukhari). Di jaman sekarang tanah
dapat diganti dengan sabun.
3. Berwudlu seperti berwudlu untuk shalat.
4. Menyiram air ke kepala sampai merata (keramas) sampil mengucek ke
dasar kulit kepala. Jika perempuan memiliki rambut panjang, dapat
digelung kemudian disiram di atasnya (HR.Al-Jama'ah kecuali Al-
Bukhari).
5. Menyiramkan air ke seluruh badan sampai rata dimulai dari sebelah
kanan kemudian, ke kiri, kemudian mencuci kaki. Selama wudlu tidak
batal, setelah mandi boleh langsung melaksanakan shalat.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah,
merupakan masalah yangsangat penting dalam beragama dan menjadi
pangkal dalam beribadah yang menghantarkanmanusia berhubungan
dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari padacara
yang dilakukan oleh syarit Islam, karena syariat Islam menganjurkan
manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan
bersih, tapi ketika hendak melaksanakansholat dan ibadahibadah lainnya
yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pulamembuang
kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena
kotoran itusangat menjijikkan bagi manusia
3.2 Saran
Agama Islam sangat memperhatikan masalah thararah karena dalam
ilmu fiqih poin pertamayang dijumpai adalah masalah thaharah. Shalat,
adalah tiang agama karena tanpa shalat berartikita sama saja meruntuhkan
agama. Ibarat rumah, kalau tidak ada tiangnya tentu akan runtuh.Puasa
adalah menahan nafsu. Islam mengajak kita berpuasa agar menahan nafsu.
Semoga makalahini sangat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat
kesalahan harap dimaklumi, karena manusiatidak pernah luput dari
kesalahan

8
INTEGRITAS SAINS DAN IBADAH

Bagi Anda yang muslim akan terkejut manakala hal ini sudah diberitahukan
pada kita sejak 1400 tahun yang lalu. Ilmuwan membuktikan jika Virus anjing itu
sangat lembut dan kecil. Sebagaimana diketahui, semakin kecil ukuran mikroba,
ia akan semakin efektif untuk menempel dan melekat pada dinding sebuah wadah.
Air liur anjing mengandung virus berbentuk pita cair. Dalam hal ini tanah
berperan sebagai penyerap mikroba berikut virus-virusnya yang menempel
dengan lembut pada wadah. Perhatikan sabda Rosulullah berikut :
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,Sucinya wadah
seseorang saat dijilat anjing adalah dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya
dengan menggunakan tanah.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,Apabila anjing menjilat
wadah seseorang, maka keriklah (bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali.
(HR. Muslim)
Tanah, menurut ilmu kedokteran modern diketahui mengandung dua materi
yang dapat membunuh kuman-kuman, yakni: tetracycline dan tetarolite. Dua
unsur ini digunakan untuk proses pembasmian (sterilisasi) beberapa kuman.
Eksperimen dan beberapa hipotesa menjelaskan bahwa tanah merupakan
unsur yang efektif dalam membunuh kuman. Anda juga bakal terkejut ketika
mengetahui tanah kuburan orang yang meninggal karena sakit aneh dan keras,
yang anda kira terdapat banyak kuman karena penyakitnya itu, ternyata para
peneliti tidak menemukan bekas apapun dari kuman penyakit tersebut di dalam
kandungan tanahnya.
Menurut muhammad Kamil Abd Al Shamad, tanah mengandung unsur yang
cukup kuat menghilangkan bibit-bibit penyakit dan kuman-kuman.
Hal ini berdasarkan bahwa molekul-molekul yang terkandung di dalam
tanah menyatu dengan kuman-kuman tersebut, sehingga mempermudah dalam
proses sterilisasi kuman secara keseluruhan.
Ini sebagaimana tanah juga mengandung materi-materi yang dapat
mensterilkan bibit-bibit kuman tersebut. Para dokter mengemukakan, kekuatan

9
tanah dalam menghentikan reaksi air liur anjing dan virus-virus di dalamnya lebih
besar karena perbedaan dalam daya tekan pada wilayah antara cairan (air liur
anjing) dan tanah.
Dr.Al Isma’lawi Al-Muhajir mengatakan anjing dapat menularkan virus
tocks characins,virus ini dapat mengakibatkan kaburnya penglihatan dan kebutaan
pada manusia.

10
HASIL DISKUSI

11
DAFTAR PUSTAKA

Falahuddin, N. (2020). Kuliah Fiqih Ibadah. mataram: Lembaga


Pengkajian,pengamalan dan pengembangan Pendidikan islam dan
kemuhamadiyahan {LP3IK}.

12
BIODATA PENYUSUN

1. Julkarnain (2021C1B001)
 Arti dan Kedudukan Thaharah
 Alat Thaharah
2. M. Amin
 Najis
 Hadas
3. Raden Jamaan
 Mandi

13

Anda mungkin juga menyukai