THAHARAH
Oleh:
2020/2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya serta nikmat yang dianugerahkan. Makalah ini dibuat untuk menjadikan
tugas mata kuliah Studi Fiqih. Makalah yang berjudul “Thaharah” disusun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai macam pihak. Oleh karena itu, diucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang turut andil dalam pembuatan makalah ini.
Penulis telah berusaha dengan maksimal demi kesempurnaan makalah ini. Mohon
kritik dan saran terhadap makalah yang penulis buat dikarenakan masih banyak kekurangan,
sehingga makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan inspirasi dan manfaat terhadap
pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1. Pengertian thaharah....................................................................................................3
2.2. Pengertian hadast besar dan kecil...............................................................................4
2.3. Cara mensucikan dari hadast besar dan kecil.............................................................5
2.4. Cara Mengaplikasikan Nilai-Nilai Thaharah dalam Kehidupan Sehari-hari...............7
BAB 3.........................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................8
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................8
3.2. Saran............................................................................................................................8
DAFTAR RUJUKAN...............................................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisan ini sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari Thaharah.
2. Untuk mendeskripsikan pengertian hadast besar dan kecil
3. Untuk mendeskripsikan cara menghilangkan hadast kecil dan hadast
besar.
4. Untuk mendeskripsikan cara mengaplikasikan nilai-nilai thaharah
terhadap siswa SD/MI
2
BAB 2
PEMBAHASAN
1
H Moch. Anwar, Fiqih Islam Terjemah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’rif, 1987), hal. 9.
2
Muhammad Anis Sumaji, 123 Masalah Thaharah, (Solo: Tiga Serangkai, 2008), hal. 3.
3
Moch Abdai Rathomy, Terjemah Mabadi’ Fiqih Juz 3, (Surabaya: TB: Imam), hal. 13.
3
Air suci mensucikan adalah air yang turun dari langit tau bersumber dari
bumi dan tidak berubah dari bentuk syifatnya dengan sebab adanya benda
yang dapat merubah kesucian air tersebut. Air sici mensician diantaranya:
air yg jatuh dari langit, air laut, air hujan, air sungai, air es, dan air embun.4
2. Air suci tidak mensucikan.
Air suci yang tidak dapat mensucikan adalah air yang tidak daapat
digunakan untuk bersuci. Ada 3 macam air suci tidak mensucikan.
Diantranya:
a. Air yang bercampus dengan cairan tau benda suci lainnya, seperti
gula dan madu.
b. Air yang sedikit yang mana air itu telah digunakan untuk
menghilangkan hadas atu najis.
c. Air yang keluar dari tanman dengan cara di peras, di masak,
disuling atau lannya, contohnya air mawar dan kelapa.5
3. Air najis
Air najis adalah air yang sama sekali tidak boleh digunakan untuk bersuci.
Air najis dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Air yang kejatuhan najis di dalamnya yang mana najis tersubut
menyebabkan perubahan ada bentuk syifatnya entah itu sedikit
apau banyak.
b. Air sedikit yang kejatuhan najis di dalamnya, walaupun tidak
berubah salah satu bentuk syifat-syifatnya.6
4
Moch Abdai Rathomy, Terjemah Mabadi’ Fiqih Juz 3, (Surabaya: TB: Imam), hal.12.
5
Moch Abdai Rathomy, Terjemah Mabadi’ Fiqih Juz 3, (Surabaya: TB: Imam), hal.14.
6
Moch Abdai Rathomy, Terjemah Mabadi’ Fiqih Juz 3, (Surabaya: TB: Imam), hal.14.
4
1) Keluarnya air mani (seperma).
2) Bersetubuh atau jima’.
3) Haid.
4) Nifas.
5) Wiladah.
6) Mati.
b) Hadas kecil
Hadas kecil adalah hadas yang cara mensucikannya cukum berwudlu atau
tayamum. Seperti halnya:
1) buang air kecil,
2) kentut,
3) buang air besar atau sesuatu yang keluar dari dua lubang (qubul dan
dubur) selain mani/darah haid/nifas.
Cara membersihkan hadas kecil yaitu menyiramkan air pada tempat keluarnya hadas kecil
sampai bersih kecuali kentut tidak perlu dibasuh duburnya.
5
f. Tertib7
a. Membaca basmallah.
b. Membasuh telapak tangan.
c. Bersiwakan.
d. Berkumur.
e. Istinsak.
f. Membasuh semua bagian rambut kepala.
g. Membasuh daun telinga entah itu luar atau dalam.
h. Menyela-nyelai rambut jenggot yang tebal.
i. Menyela-nyelai jari-jari tangan atau pun jari-jari kaki.
j. Mendahulukan membasuh bagian kanan sebelum bagian kiri.
k. Mendahulukan bagian kanan dan mengulang basusah 3 kali.
l. Bertutut- turut.
m. Doa setelah wudlu.8
a. Najis mukhaffafah,
Najis mukhaffafah adalah najis ringan yang mana najis dalam penyuciannya
dilakukan dengan proses yang sangat sederhana, yaitu cukup dengan menyiramkan air
pada tempat yang terkena najis. Contoh najis mukhaffafah ini misalnya air kencing
bayi laki-laki yang belum diberi makan apa-apa selain asi (air susu ibu), maka
penyuciannya cukup dengan menciprat-cipratkan tempat atau sesuatu yang terkena air
kencing tersebut dengan air tanpa harus digosok-gosok. “Kencing kanak-kanak
perempuan dibasuh, dan kecing kanak-kanak laki-laki diperciki” (HR. Tirmidzi). 9
b. Najis mutawasithah.
Najis mutawasithah yaitu najis sedang yang mana najis yang dalam proses
penyuciannya tidak sesederhana pada najis mukhaffafah. Cara pensuciannya yaitu
7
Umar Abdul Jabbar, Mabadi’ Fiqih Jus 1, ( Jombang: Madinatu Jombang), Hal. 10.
8
Umar Abdul Jabbar, Mabadi’ Fiqih Jus 1, ( Jombang: Madinatu Jombang ), Hal. 11-12.
9
Kutbuddin Aibak, Fiqih Tradisi Menyimak Keragaman dalam Keberagaman Cetakan 1,( Jogjakarta, kalimedia),
hal. 18-19.
6
menyiramkan air beberapa kali pada tempat yang terkena najis sampai wujud dan bau
najis itu hilang. Najis mutawasithah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
1. Najis hukmiah adalah najis yang tampak bentuk najisnya, tetapi tidak
nyata zat, bau, rasa dan warnanya. Najis hukmiah ini seperti kencing yang
sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mensucikan
najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena najis.
2. Najis ‘ainiyah adalah najis yang masih ada zat, bau, rasa dan warnanya,
kecuali warna atau bau yang sangat susah untuk menghilangkannya, sifat
ini dibolehkan . Cara mensucikan najis ini dengan cara menghilangkan zat,
bau, rasa dan warnanya. 10
c. Najis muqhaladhah
Najis mughaladhah adalah najis yang berat, alasan kenapa disebut najis berat
adalah pada proses pensuciannya yang tergolong sangat susah dan mempunyai
ketentuan sendiri dari dan berbeda dari dua najis di atas.
Contoh cara pensuciannya adalah ketika seseorang atau sesuatu terkena najis
berat maka cara mensucikannya dengan menggunakan air sebanyak 7 (tujuh) kali,
salah satunya dicampur dengan tanah.11
10
Kutbuddin Aibak, Fiqih Tradisi Menyimak Keragaman dalam Keberagaman Cetakan 1,( Jogjakarta,
kalimedia), hal. 19-20.
11
Kutbuddin Aibak, Fiqih Tradisi Menyimak Keragaman dalam Keberagaman Cetakan 1,( Jogjakarta,
kalimedia), hal. 23-24.
7
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat
diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan seseorang sholat setelah
melakukan pekerjaan tersebut, seperti wudlu, mandi, tayamum, dan menghilangkan
najis lainnya.
Hadast adalah adanya perkara baru yang baru datang, yang mana dapat
diartikan keadaan seseorang yang tidak suci yang timbul karna datangnya sesuatu
yang ditetapkan oleh hukum agama sebagai perkara yang membatalkan wudlu.
Cara menghilangkan hadast besar adalah dengan cara mandi, yang mana
mandi ini harus diniati untuk menghilangkan hadast besar karna Allah. Sedangkan
hadas kecil cara membersihkannya yaitu menyiramkan air pada tempat keluarnya
hadas kecil sampai bersih kecuali kentut tidak perlu dibasuh duburnya cukup
berwudlu saja. Ada beberapa cara untuk menghilangkan hadas, seperti wudlu dan
tayamum.
3.2. Saran
Menyikapi bagaimana pentingnya thaharah, kaum muslimin harus paham dan
bisa mengaplikasikan thaharah dalam kehidupan sehari-hari, karena banyak dari
kegiatan manusia yang memerlukan thaharah, seperti mandi, wudhu, dan tayamum
yang nantinya terhubung dengan ibadah sholat. Jika dalam thaharah seorang muslim
tidak sempurna, maka akan mempengaruhi kualitas ibadah tersebut.
8
DAFTAR RUJUKAN
Abdai Rathomy, Moch. Terjemah Mabadi’ Fiqih Juz 3. Surabaya: TB Imam.
Anis Sumaji, Muhammad. 2008. 123 Masalah Thaharah. Solo: Tiga Serangkai.
Anwar, Moch. 1987. Fiqih Islam Terjemah Matan Taqrib. Bandung: PT Alma’rif.