Dosen Pengampu :
Melani Albar, Spd, M.PdI
Disusun oleh :
Alif Dedy Irianto 21862321031
FIK PGMI 2C 2021 | 26 NOVEMBER 2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang mana Alloh telah melimpahkan rahmat,
hidayah serta magfirohnya kepada kita sekalian berupa kesehatan jamani dan rohani.
Yang kedua kalinya penulis ingin mengucapkan mohon maaf yang sebesar-
besarnya kepada semuanya apabila didalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekeliruan atau kekurangan.
Harapan besar penulis, semoga makalah yang sedikit ini bisa memberikan
manfaat yang sangat besar kepada kita semuanya. Amiiin....
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apa yang kita dengar dan pelajari tentang fiqih selalu saja ada bab thaharah berada pada
bab yang paling awal atau paling utama. Hal itu terjadi dikarenakan thaharah adalah bagian
yang paling penting dipelajari. Melaksanakan shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat
yang dikerjakan tidak sah. Dalam artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat tanpa
bersesuci terlebih dahulu maka shalat yang ia kerjakan itu sia-sia. karena pada dasarnya islam
memang mewajibkan setiap orang yang ingin melaksanakan shlat itu harus suci.
Masih banyak kalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah.
Namun tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah namun
mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit menjelaskan apa-apa yang
penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah
ini umat islam sadar akan pentingnya thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah
kembali.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
4.mengetahui macam-macam najis dan cara mensucikanya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Thaharah
“Thaharah adalah mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa
melaksanakan hal tersebut”. (mabaadiul Fiqh juz 3, Umar Abdul Jabbar : 8). Yang dimaksud
mengerjakan sesuatu di atas yaitu bersesuci. Yang mana bersesu-ci ini terbagi ke dalam dua
bagian lagi. Yang pertama yaitu bersuci dari hadas dan yang kediua bersesuci dari kotoran atau
najis. Yang dimasud bersuci dari hadas itu sendiri yaitu berwudu’, mandi besar, dan juga
tayamum sebagai pengganti dari wu-du’. Sedangkan yang dimaksud dari bersuci dari kotoran
ataupun najis itu sendiri yaitu istinja’, dan menghilangkan najis dari badan, pakaian dan tempat.
Sedangakan alat untuk bersesuci itu sendiri ada beberapa macam diantaranya yaitu air,
debu, batu, disamak. Melalui macam-macam alat bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan
oleh ulama bahwasanya alat bersesuci air itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu air
thahhir muthahhir (air mutlak), air thahhir ghairu muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di
dalam kitab lain di jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir
muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air musyammas.
Air thahhir muthahhir (air mutlak) yaitu setiap air yang turun dari langit ataupun keluar
dari bumi yang mana keluarnya tersebut tetap seperti asal kejadiannya serta salah satu sifatnya
air tidak berubah sebab ada sesuatu yang mencampurinya. (Mabaadiul Fiqh juz 4, Umar Abdul
Jabbar : 3).
1. Air hujan.
2. Air laut.
3. Air sungai.
4. Air sumur.
5. Air mata air (sumber).
6. Air es (salju).
7. Air embun.
Air thahhir ghairu muthahhir yaitu air yang suci namun air tersebut tidak dapat
digunakan untuk bersuci. Diantara contoh yang termasuk dalam kategori air thahhir ghairu
muthahhir yaitu air kopi, air the, dan sebagainya, ataupun air hujan yang mana dalam air hujan
3
itu dicampuri dengan air teh lalu salah satu sifat airnya berubah maka air itu sendiri juga bisa
dikatakan air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air yang hukumnya suci dalam artian boleh
diminum namun tidak dapat digunakan untuk bersuci atau menghilangkan hadas.
Air mutanajjis yaitu setiap yang mana di dalam air tersebut kejatuhan (terkena) najis.
Air semacam ini sama sekali tidak bisa digunakan untuk bersuci menghilangkan hadas) bukan
hanya itu air yang semacam ini juga tidak boleh diminum dan semacamnya.
Jika air itu sampai kepada dua qullah atau lebih maka jika ada najis yang jatuh ke
dalamnya maka hukumnya di perinci lagi.
1.Jika najis yang jatuh ke dalamnya sampai merubah salah satu sifatnya air maka air itu
dihukumi sebagai air yang mutanajjis atau air yang sudah tidak bisa lagi dipakai untuk bersuci.
2.Jika najis itu jatuh kedalamnya namun tidak sampai merubah salah satu sifatnya air maka air
itu dihukumi suci. (Fathul Qorib, Muhammad bin Qosim Al-Ghazi : 3-4 ).
Namun jika air itu tidak sampai 2 qullah maka air itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis
secara mutlak.
Air musyammas yaitu air yang kena sinar matahari sampai panas. (terjemah khulashah
kifayatul akhyar, Moh. Rifa’I : 11). Air yang semacam ini dihukumi suci dikarenakan tidak
terkena najis. Namun air ini dihukumi makruh untuk digunakan. Dalam sutu riwayat
diterangkan : “Nabi SAW. Melarang Aisyah menggunakan air musyammas, beliau bersabda :
air itu bisa menimbulkan belang”.
Air musta’mal yaitu : setiap air yang telah digunakan untuk bersuci. Air sejenis ini termasuk
juga kedalam jenis air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air ini tetap dihukumi suci namun sudah
tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi.
a. Macam-Macam Thaharah
1).Bersuci dari dosa (bertaubat).
Bertaubat kepada Allah yang merupakan thaharah ruhaniah, juga sebagai metode
mensucikan diri dari dosa-dosa yang besar maupun yang kecil kepada Allah. Jika dosa
yang dimaksudkan berhubungan dengan manusia, sebelum bertaubat ia harus meminta
maaf kepada semua orang yang disakitinya. Sebab Allah akan menerima taubat hamba-
Nya secara langsung jika berhubungan dengan dosa-dosa yang menjadi hak Allah.
4
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah
suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. Apabila mereka
telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
Ciri-cirinya adalah:
5
Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa, benda maupun amal perbuatan.
Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran (yang berbentuk zat) yang mengakibatkan
sholat tidak sah.
b) Darah
c) Babi
e) Anjing
a. Pengertian Hadats
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan badan tidak suci
jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi (istilah) Islam, hadats adalah keadaan
badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib,
dan tayamum. Dengan demikian, dalam kondisi seperti ini dilarang (tidak sah) untuk
mengerjakan ibadah yang menuntut keadaan badan bersih dari hadats dan najis, seperti
shalat, thawaf, ’itikaf.
Sebagaimana telah kami kutip dalam sebuah buku yang ditulis oleh Mustofa Kamal
Pasha hal. 19 cetakan keempat tahun 2009, mengemukakan hadats ialah“keadaan tidak suci
yang mengenai pribadi seorang muslim, sehingga menyebabbkan terhalangnya orang itu
melakukan shalat dan thawaf”. Artinya shalat atau thawaf yang dilakukannya dinyatakan
tidak sah karena dalam keadaan berhadats. Adapun yang menjadi sebab-sebabnya seseorang
6
dihukumkan sebagai orang yang berhadats ada bermacam-macam, yang kemudian oleh para
ahli fikih dikelompkkan menjadi dua macam yaitu hadats kecil dan hadats besar.
b. Macam-Macam Hadas
1.Hadas Kecil
Arti hadats kecil menurut istilah syara’ ialah sesuatu kotoran yang maknawi
(tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang berada pada anggota wudhu’, yang
menegah ia dari melakukan solat atau amal ibadah seumpama solat, selama tidak
diberi kelonggaran oleh syara’. Hadas kecil ini tidak akan terhapus melainkan
dengan mengambil wudhu’ yang sah. Selama mana seseorang itu dapat
mengekalkan wudhu’nya, maka selama itu ia bersih dari hadas kecil. Sebabnya
dinamakan hadas kecil ialah kerana kawasan yang didiami oleh hadas kecil ini kecil
sahaja yaitu sekadar anggota wudhu’.
2. Hadast Besar
Hadats besar mengikut istilah syara’ sesuatu yang maknawi (kotoran yang
tidak dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada pada seluruh badan seseorang,
yang dengannya menegah mendirikan solat dan amal iadah seumpamanya, selama
tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Selama seseorang itu tidak menempuh atau
melakukan salah satu perkara yang menyebabkanhadas besar, maka selama itu
badannya suci dari hadas besar. Sebab dinamakan hadast besar ialah kerana
kawasan yang didiami atau dikenai ole hadas besar ini terlalu luas iaitu meliputi
seluruh badan dan rambut
Sebagaimana yang telah kami kutip dari sebuah buku yang ditulis oleh
Musthafa Kamal Pasha, dalam karyanya yang berjudul Fikih Islam, cetakan ke-4,
hal: 22 beliau mengemukakan bahwa yang menyebabkan seseorang dihukumkan
terkena hadats besar antaralian sebagai berikut:
7
Keluaarnya mani seseorang dapat terjadi dalam berbagai keadaan, baik
diwaktu jaga maupun diwaktu tidur (mimpi), dengan cara disengaja atau tidak, baik
bagi pria ataupun wanita.
Bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Apabila air itu terpancar keras
maka mandilah”. (H.R. Abu Daud)
Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah yang terdapat dalam surat al-
Baqarah ayat 222:
“Dan janganlah kamu dekati istri (yang sedang haid) sebelum mereka suci.
Dan apabila sudah berxuci (mandi) maka gaulilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepada kalian”.
1) Sholat
8
2) Tawaf
3) Menyentuh Al-Qur’an
4) Membaca Al-Qur’an.
5) I’tikaf
6) Berpuasa
Sebagaimana yang kami kutip dari buku karangan Teungku Muhammad Hasbi Ash-
Shiddieqy hal. 94 dalam edisi yang ke-3 yang berjudul Kuliah Ibadah, mengemukakan bahwa,
fuqaha hadits dalam soal wudhu dan mandi mengamalkan sunnah-sunnah yang tidak diperoleh
oleh fuqaha-fuqaha yang lain. Mereka mencukupkan bersuci dari hadats kecil dengan menyapu
sepatu, serban atau penutup kepala (kudung) saja bagi wanita.
Dalam bukunya beliau juga mengemukakan bahwa Ahmad telah menyusun kitab, yang
menerangkan soal menyapu atas sepatu, pembalut kaki, di dalamnya beliau terangkan nash-
nash yang dipergunakan dalam soal menyapu atas sepatu, sorban, pembalut kaki, dan kudung
wanita.
Dan beliau juga mengemukakan dalam bukunya bahwa Ummu Salamah istri Rasul
pernah menyapu atas kudungnya, sebagai ganti menyapu kepala. Serta Abu Musa dan Anas
pernah menyapu atas topinya (penutup kepalanya).
Para ulama tidak membolehkan kita menyapu atas penutup kepala. Mereka
memerlukan tersapu walau sedikit kepala sendiri.
a).Wudhu
Wudhu ialah bersuci dengan menggunakan air, mengenai muka, kedua tangan
sampai siku, mengusap kepala dan, kedua kakinya sampai di atas mata kaki. Hal ini
didasarkan oleh Allah dalam surat al-Maaidah ayat 6:
9
“Wahai sekalian orang beriman! Jka kalian hendak berdiri melakukan shalat
basuhlah mukamu, dan tanganmu sampai siku, lalu sapulah kepalamu serta basuhlah
kakimu hingga sampai kedua mata kaki.”
Wudhu dalam ajaran Islam mempunyai nilai tersendiri. Ia di samping ikut serta
menentukan sah atau tidaknya shalat atau thawaf seseorang, juga akan menjadi penghapus
dosa dan mininggikan derajat. Bahkan ia menjadi tanda pengenal sebagai umat
Muhammad saw. kelak di hari kiamat.
➢ Niat wudu’.
Yaitu berniat menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi orang yang
selalu hadas, niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk menunaikan semacam
ibadah shalat.
➢ Islam.
➢ Mumayiz.
➢ Tidak berhadas besar.
➢ Dengan air yang suci dan menyucikan.
➢ Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit.
Ada beberapa sunah – sunah wudhu :
➢ Niat
10
➢ Membasuh muka
➢ Membasuh dua tangan sampai siku
➢ Mengusap sebagian kepala
➢ Membasuh kaki sampai mata kaki
➢ Tertib, artinya urut.
Sunnah Wudhu:
➢ Membaca basmallah
➢ Membasuh tangan sampai pergelangan terlebih dahulu
➢ Berkumur-kumur
➢ Membersihkan hidung
➢ Menyela-nyela janggut yang tebal
➢ Mendahulukan anggota yang kanan
➢ Mengusap kepala
➢ Menyela-nyela jari tangan dan jari kaki
➢ Megusap kedua telinga
➢ Membasuh sampai tiga kali
➢ Berturut-turut
Berdo’a sesudah wudlu
11
2. Mengusap wajah dengan debu.
3. Mengusap kedua tangan.
4. Tertib.
• Islam
• Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
• Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air
akan kambuh sakitnya
• Telah masuk waktu shalat
• Dengan debu yang suci
• Bersih dari Haid dan Nifas
Ada beberapa sunah tayamum:
• Membaca basmallah
• Mendahulukan anggota kanan
• Menipiskan debu di telapak tangan
• Berturut-turut
Hal-hal yang membatalkan tayamum:
c). Mandi.
Mandi merupakan bagian dari pada thaharah. Sebagaimana wudu’ dan tayamum mandi
juga terdapat rukun-rukunnya. Namun sebelum mengetahui rukun-rukunnya terlebih dahulu
penulis akan mencoba menguraikan sebab-sebab diwajibkannya mandi. Diantara sebab-
sebab diwajibkannya mandi yaitu : haidh, nifas, wiladah (melahirkan), meninggal dunia,
bersetebuh dengan catatan sampai bertemunya dua khitan, dan junub.
• Niat.
• Menghilangkan najis bila terdapat pada badanya.
12
• Meratakan air keseluruh tubuh,baik berupa rambut ataupun kulit.
Sunah – sunah mandi :
• Membaca basmallah
• Berwudlu sebelum mandi
• Menggosok badan dengan tangan
• Menyela-nyela pada rambut yang tebal
• Membasuh sampai tiga kali
• Berturut-turut
• Mendahulukan anggota yang kanan
• Memakai basahan
Karena Shalat sendiri merupakan ibadah yg wajib di lakukan atau dikerjakan oleh semua
umat muslim di dunia ini. Untuk itu bagi anda sebagai seorang Muslim harus benar – benar
mengetahui Pengertian, Macam, Jenis dan Cara menghilangkan Najis itu seperti apa sehingga
jika anda suatu saat terkena salah satu jenis Najis maka anda bisa dengan cepat
menghilangkatersebut.
B. Macam-Macam Najis
a. Najis Mukhaffafah yaitu Najis yg masih tergolong Ringan kelasnya. Contoh
Najis Mukhaffafah ialah air kencing seorang bayi laki – laki yg belum
berumur 2 (Dua) tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibu-
nya.
13
b. Najis Mutawassithah yaitu Najis yg tergolong kedalam kelas Sedang. Contoh
Najis Mutawassithah ialah segala sesuatu yg keluar dari kubul dan dubur
manusia dan binatang, Kecuali Barang caiir yg memabukkan, Air Mani, susu
hewan yg tidak halal dimakan, tulang, bangkai, dan bulu-nya. Kecuali Bangkai
– Bangkai Manusia dan Ikan serta Belalang.
c. Najis Mughallazhah yaitu Najis terakhir yg masuk kedalam golongan Najis
Berat. Contoh Najis Mughallazhah ini antara lain Najis Anjing dan Babi serta
Keturunannya. Hal ini sudah disebutkan didlm Firman Alloh Swt yg berbunyi,
” Atau yg diharamkan juga Daging Babi itu Keji atau Najis (QR. Al An’am :
145) ”. Kemudian Hadist Nabi Muhammad Saw yg berbunyii, ”’ Apabilla
anda dijilat anjing maka hendaklah dibasuh sebanyak 7 (Tujuh) kali yg salah
satunya dicampur dg tannah (HR. Muslim) ”.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah yang kami buat ini kami simpulkan bahwa thaharah sangat penting bagi
seorang orang muslim dalam menjalani kehidupannya. Karena pada dasarnya manusia itu
fitrahnya adalah bersih dan membenci hal –hal yang kotor. Oleh karena itu wajarlah jika ajaran
islam menyuruh untuk berthaharah dan menjaga kebersihan. Selain itu dengan thaharah
seseorang diajarkan untuk sadar dan mandiri dalam menjaga dirinya dari hal-hal kotor
memahami arti dari sopan santun karena seorang muslim harus suci ketika berhadapan dengan
Allah dalam sholatnya,karena Allah menyukai orang-orang yang taubat dan membersihkan
dirinya.
15
DAFTAR PUSTAKA
16