Anda di halaman 1dari 3

KASBI

Kajian Syariah dan Budaya Islam

Oleh : Didik Darmadi


Pembahasan : Tarikh Islam (Masa Remaja Rasulullah SAW #1)
Nomor : 014 / KUt-TI / X / 1441

TIDAK ADA PEKERJAAN HALAL YANG HINA


(Kehidupan Remaja Rasulullah SAW #1)

Rasulullah sudah terbiasa hidup mandiri semenjak masih kecil, hal ini dikarenakan
kondisi beliau yang saat itu yatim piatu. Setelah kakek beliau wafat maka pengasuhan
terhadap diri Nabi Muhammad kecil diserahkan kepada Abu Thalib, sedangkan Abu
Thalib sendiri bukanlah orang yang banyak harta disamping juga memiliki banyak
tanggungan. Maka beranjak dari sini, dalam diri Nabi Muhammad muncul jiwa dan
semangat untuk bisa hidup secara mandiri, dan salah satu bentuknya adalah dengan
bekerja sebagai penggembala.
Selain itu beliau juga dua kali melakukan perjalanan untuk berdagang ke Syam.
Pertama kali ketika beliau berumur dua belas tahun, ketika itu beliau mengikuti
rombongan dagang pamannya, Abu Thalib. Dan yang kedua kalinya adalah ketika beliau
memimpin rombongan dagang milik Khadijah radiyallahu ‘anha ketika berumur dua
puluh lima tahun.
Banyak pelajaran yang dapat beliau ambil dalam pekerjaannya tersebut. Sebagai
seorang penggembala misalnya, banyak hal yang beliau pelajari sebagai bekalnya nanti
ketika diangkat menjadi seorang nabi, diantaranya :
1. Melatih sifat amanah dan jujur dalam menjual barang dagangan, karena kedua sifat
inilah yang membuat Rasulullah memperoleh untung yang besar dalam
perdagangannya. Mengenai hal ini akan kita bahas secara lebih terperinci pada saatnya,
insyaallah.
2. Melatih berbagai skill atau keterampilan seperti insting berdagang, berhitung,
berdialog / berdiplomasi, dan lain sebagainya.
3. Melatih ketelitian beliau ketika harus mengurus barang-barang dagangan yang
jumlahnya tidak sedikit
Disamping berdagang, sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bekerja sebagai penggembala domba ketika remaja,
beliau terbiasa membawa domba-domba milik beberapa kabilah atau suku untuk
digembalakan di bukit-bukit sekitar Mekkah. Dari sini Allah Ta’ala berkehendak
menanamkan banyak nilai positif dalam diri beliau, diantaranya :
1. Melatih kesabaran beliau, karena menggembala ternak merupakan pekerjaan yang
cukup sulit.
2. Melatih sifat amanah, agar bisa melakukan tugas menjaga ternak dengan baik dan
tidak berlaku curang dalam pekerjaannya, semisal menjual hewan ternaknya secara
diam-diam. Bisa saja beliau beralasan kalau salah satu hewan ternaknya diterkam
binatang buas, namun begitulah Allah Ta’ala melatihnya untuk bersikap jujur semenjak
kecil.
3. Melatih kepemimpinan, setiap nabi yang Allah Ta’ala utus semuanya pernah
menggembala ternak, hal ini penting untuk melatih jiwa kepemimpinan nabi-nabi
tersebut. Bila mengarahkan hewan yang tidak bisa berpikir saja mampu maka lebih-lebih
lagi dalam memimpin manusia.
Demikianlah contoh yang beliau lakukan semenjak kecil, dan sekali lagi kita
tegaskan bahwa tentu saja perjalanan hidup beliau bukanlah suatu kebetulan semata.
Walaupun belum menjadi nabi, namun tentu Allah Ta’ala telah merancang kehidupan
beliau dan mempersiapkannya sejak kecil agar nantinya sanggup menjalankan tugas
seorang rasul.
Yang menarik kita saksikan beliau melakukan suatu pekerjaan yang di zaman itu
kurang memiliki prestise (bahkan di masa kita sekarang ini pun lebih cenderung
dipandang remeh), yaitu menggembala hewan ternak. Syukur bila beliau memiliki
hewan ternak sendiri. Tapi nyatanya yang beliau gembalakan adalah hewan ternak
orang lain dengan ganjaran berupa upah yang tidak seberapa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

ْ ِِ َ
"َََّ‫َى ِِ َم ه‬ َ ‫اىا َعَمى َقََر ِارط‬ َ ‫ َوأَْن َت؟ َفَق‬:‫َص َح ُاب ُو‬
َ ‫ ُكْن ُت أَْر َع‬،‫ َ"ن َع ْم‬:‫ال‬ ْ ‫ال أ‬ ‫"ما َب َع َث ه ِ ِ ه‬
َ ‫َّللا َنبًّيا إَّل َر َعى ال َغَن َم" َفَق‬
ُ َ
“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali berprofesi sebagai penggembala
kambing.” Para sahabat berkata, “Termasuk dirimu wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Benar, saya pernah menggembalakan ternak dengan upah dari warga
Mekkah.”1
Pekerjaan yang biasa-biasa saja tidak serta merta membuat beliau harus bersikap
rendah diri di hadapan orang lain. Asal muasal keluarga beliau yang terpandang di
kalangan Quraisy tidak menghalangi beliau untuk melakukan pekerjaan tersebut. Karena
dasar baik-buruknya suatu pekerjaan adalah halal atau tidaknya pekerjaan tersebut,
bukan banyak atau sedikitnya upah yang diperoleh.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

1
HR. Bukhari
‫ْك ُِ ِم ْن‬ ِ ‫ِن َن ِبي ه‬ ِِ ِ ُ ‫َن يأ‬ ِ ُّ ‫طعاما َق‬
ُ ‫ان َيأ‬
َ ‫ َك‬،-‫عميو السالم‬- ‫َّللا َد ُاوَد‬ ‫ َوإ ه ه‬،‫ْك َِ م ْن َع َم ِِ َيجه‬ َ ْ ‫ َخ ْيًاَر م ْن أ‬،َ ً َ َ ‫َحٌج‬
َ ‫" َما أ ََك َِ أ‬
"‫َع َم ِِ َي ِج ِه‬
“Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih utama daripada apa
yang dia makan dari hasil pekerjaannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Dawud
‘alaihissalam juga makan dari hasil pekerjaannya.”2
Jadi walaupun makanan enak namun hasil dari pemberian dan rasa kasihan orang,
tidak akan lebih baik daripada makanan yang biasa saja namun berasal dari hasil jerih
payah dan kesungguhan dalam bekerja.
Sebuah pelajaran berharga yang dapat kita petik adalah betapa Islam mengajarkan
kita untuk menjadi orang yang produktif dan mampu berkontribusi bagi peradaban.
Bukan malah menjadi orang yang selalu merendahkan diri dengan meminta-minta
kepada orang lain.
Bahkan andaikan esok hari adalah hari kiamat pun kita masih diajarkan untuk
berbuat dan bekerja semampu kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ِ ِ ‫الساع َُ وِفي ي ِج أ‬ ِ ‫"ِإ ْن َق‬
"‫هم َح هتى َي ْغ َِر َس َيا َفْم َي ْغ َِر ْس َيا‬
َ ‫َن ََّل َتُق‬
ْ ‫اع أ‬
َ ‫ط‬ ْ ‫ َفِإ ِن‬،ٌَ‫َحج ُك ْم َفسيَم‬
َ ‫اس َت‬ َ َ َ َ ‫امت ه‬ َ
“Apabila datang hari kiamat dan di tangan kalian terdapat sebutir biji kurma,
maka apabila dia sempat menanamnya maka tanamlah!”3
Bayangkan saja, dalam kondisi kiamat yang betul-betul membuat orang khawatir
dan takut saja Islam masih mengajarkan kita untuk bekerja dan beramal, apalagi dalam
keadaan lain yang tidak se-mendesak kiamat.
Mungkin dalam benak kita juga akan bertanya-tanya, untuk apa menanam benih
bila sedetik kemudian kiamat terjadi?? Namun begitulah Islam mengajarkan bahwa
tidak ada satu pekerjaan halal-pun yang hina dan sia-sia. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan bersabarlah! Karena sesungguhnya Allah tidak akan pernah menyia-
nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Huud : 115)

2
HR. Bukhari
3
HR. Bukhari & Ahmad

Anda mungkin juga menyukai