Anda di halaman 1dari 9

KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Pengertian Kerja Kerja merupakan cara langsung dalam rangka memenuhi tuntutan yang bersifat
pembawaan. Menurut al-Faruqiy, manusia memang diciptakan untuk bekerja. Kerjanya adalah
ibadahnya. Terhadap mereka yang enggan bekerja al-Faruqiy menyatakan, mereka tidak mungkin
menjadi muslim yang baik. Apalagi kalau dikaitkan dengan iman, perbuatan atau kerja Islami justru
merupakan manifestasi dan bagian dari padanya. Dengan ungkapan lain, iman adalah landasan,
sedangkan perbuatan atau kerja merupakan konsekuensi dan cara melakukannya Sistem keimanan
yang membangun aqidah dan melahirkan amal-amal Islami, baik yang berkenaan dengan
hablumminallah maupun hablumminannas termasuk pelaksanaan tugas menjadi khalifah Allah di
muka bumi oleh manusia, semestinya bersumber dari ajaran-ajaran wahyu (al-Qura’an dan al-
Hadits). Maka, proses terlahirnya amal-amal itu dapat digambarkan sebagai berikut: Tampak jelas
bahwa amal dan kerja Islami ternyata menjadi muara sekaligus pernyataan dari seluruh kawasan
tujuan hidup orang Islam. Ternyata Islam tidak merekomendasikan kehidupan yang hanya mengejar
“hasanah” di akhirat dengan cara mengabaikan “hasanah” di dunia. Bahkan ajaran Islam
menegaskan bahwa mengabaikan keduniaan serta menganggap remeh urusannya adalah sikap
negatif, tercela dan keluar dari garis fitrah serta jalur shirat al-mustaqim. Oleh karena itu, Rasul
melarang cara berpikir anti dunia karena senang pada akhirat. Allah juga berfirman dalam Q.S al-
Qasas/28:77,

‫َصيبَكَ ِمنَ ال ُّد ْنيَا َوَأحْ ِسن َك َما َأحْ َسنَ هَّللا ُ ِإلَ ْيكَ َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد فِي‬ َ ‫ار اآْل ِخ َرةَ َواَل ت‬
ِ ‫َنس ن‬ َ ‫َوا ْبت َِغ فِي َما آتَاكَ هَّللا ُ ال َّد‬
٧٧ َ‫ض ِإ َّن هَّللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِدين‬
ِ ْ‫اَأْلر‬
77. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, danjanganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada oranglain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka)bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Q.S Al-Qasas/28:77)

Tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk berleha-leha, bermalas-malasan, atau bahkan tidak
mau bekerja. Atau, mengeluh karena banyaknya pekerjaan yang dilakukan. Allah SWT
memperingatkan: 
ِ ‫وا فَ َسيَ َرى هّللا ُ َع َملَ ُك ْم َو َرسُولُهُ َو ْال ُمْؤ ِمنُونَ َو َستُ َر ُّدونَ ِإلَى عَالِ ِم ْال َغ ْي‬
‫ب َوال َّشهَا َد ِة فَيُنَبُِّئ ُكم بِ َما ُكنتُ ْم‬ ْ ُ‫َوقُ ِل ا ْع َمل‬
١٠٥ َ‫تَ ْع َملُون‬
"Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu'." (QS At-Taubah: 105).
Pekerjaan yang dilakukan seseorang, di samping merupakan kewajiban hidup yang harus
dijalankan, juga merupakan bukti eksistensinya di tengah-tengah kehidupan sosial. Dengan
pekerjaan itu seseorang akan dinilai oleh masyarakatnya. Orang baik-baik atau orang jahatkah ia,
bergantung pada apa yang dia kerjakan. Sebagai contoh, seseorang dikatakan sebagai pahlawan,
pembangun, atau tokoh masyarakat, karena apa yang ia kerjakan membawanya kepada sebutan itu.
Sebaliknya, sebutan penjahat atau koruptor tidak akan dialamatkan kepada seseorang, kecuali ia

1
telah melakukan pekerjaan jahat atau tindak korupsi itu. Karena menyangkut bukti keberadaan
manusia dalam kehidupan sosial, maka bekerja tidak mengenal batas waktu. Selama hayat masih
dikandung badan, maka pekerjaan itu akan melekat pada seseorang. Tidak ada kata berhenti untuk
bekerja. Yang ada mungkin jenis dan intensitasnya yang berbeda. Allah SWT mengingatkan kita
akan hal ini: 
َ َ‫ فَِإ َذا فَ َر ْغتَ ف‬.٧
ْ‫انصب‬
"Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain." (QS Alam Nasyrah/94 : 7).

Jadi, hanya mengeluh beratnya pekerjaan atau bertumpuknya pekerjaan yang harus diselesaikan
menunjukkan seseorang yang tidak siap menjalani peran sosial dan peran hidupnya. Apalagi bagi
seorang pemimpin, mengeluhkan banyaknya pekerjaan hanya menegaskan ia sebenarnya tidak siap
menjadi pemimpin.

Dari surah di atas dapat diketahui bahwa Islam tidak hanya mengajarkan aqidah saja, tetapi
mengajarkan syari’ah sebagai tata menjalani kehidupan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwasanya amal atau kerja mempunyai makna urgen bagi
setiap manusia, ternyata juga merupakan bukti keimanan orang Islam. Pengertian kerja dalam
keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup seluruh pengerahan potensi manusia.
Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia untuk
memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf
hidup. Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini,
sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah
baik bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya. Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam
ini telah muncul secara jelas, praktek mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian
ini memperhatikan empat macam pekerja:
1) al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan para
pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja
dalam jasa angkutan dan kuli.
2) al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari
suatu perusahaan dan pegawai negeri.
3) al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan cara jual beli
seperti pedagang keliling.
4) al-Muzarri’un: para petani.

Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadis rasulullah SAW dari
Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda,
َّ ‫يَ ِج‬ ‫َأ ْن‬ ‫قَب َْل‬ ُ‫َأجْ َره‬ ‫ير‬
ُ‫ع ََرقُه‬ ‫ف‬ َ ‫اَأْل ِج‬ ‫ َو َسلَّ َم َأ ْعطُوا‬ ‫ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫صلَّى‬
َ  ِ ‫هَّللا‬ ‫ َرسُو ُل‬ ‫ال‬ َ َ‫ق‬ ‫ ُع َم َر‬ ‫ب ِْن‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫ َع ْب ِد‬ ‫ع َْن‬
َ َ‫ق‬ ‫ال‬
…dari Abdullah ibn Umar, berkata: Rasulullah bersabda: Berikanlah upah buruh atau pekerja itu
sebelum keringatnya kering

Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan: “Besar gaji disesuaikan dengan hasil kerja.”
Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi
kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak. Disamping

2
kewajiban bekerja akan mendapatkan pahala, juga Allah Swt menjanjikan akan mengampuni dosa-
dosanya kaum muslimin. Dalam hal ini terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
sebagai berikut:

ُ ‫ب َواَل هَ ٍّم َواَل ح ُْز ٍن َواَل َأ ًذى َواَل َغ ٍّم َحتَّى ال َّشوْ َك ِة ي َُش——ا ُكهَا ِإاَّل َكفَّ َر هَّللا‬ َ ‫ َواَل َو‬ ‫ب‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫ُصيبُ ْال ُم ْسلِ َم ِم ْن ن‬
ٍ ‫َص‬ ِ ‫َما ي‬
ُ‫ِبهَا ِم ْن خَ طَايَاه‬
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu KELELAHAN, atau penyakit, atau kehawatiran, atau
kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus
kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573)
ُ‫َم ْن اَ ْم َسى َكااًّل ِم ْن َع َم ِل يَ َد ْي ِه اَ ْم َسى َم ْغفُوْ رًا لَه‬
“Barangsiapa yang pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tanganya
pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni”.
Keutamaan bekerja menurut Hadits Nabi
‫ َأَل ْنيَْأ ُخ َذ َأ َح ُد ُك ْم َح ْبلَهُ فَيَْأ تِ َي‬:‫ال‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ع َِن النَّبِ ِّي‬ ِ ‫الزبَي ِْرب ِْن ْال َع َّو ِام َر‬
ُّ ‫ع َِن‬
ُ‫اس َأ ْعطَوْ هُ َأوْ َمنَعُوه‬ َ َّ‫ف هللاُ بِهَا َواجْ هَهُ خَ ْي ٌر لَهُ ِم ْن َأ ْن يَ ْسَأ َل الن‬ َّ ‫ب َعلَى ظَه ِْر ِه فَيَبِ ْي َعهَا فَيَ ُك‬ ِ َ‫الحط‬ َ ‫بِح ُْز َم ِة‬
artinya: Diriwayatkan dari Az-Zubair ibn dari al-‘Awwm bahwasanya Nabi SAW bersabda:
“Keberadaan salah seorang dari kalian yang mencari kayu bakar dan mengikatkan di punggungnya
kemudian menjualnya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada seseorang, kemudian
orang tersebut memberinya atau menolaknya.” (HR. Bukhari).

Demikian halnya terdapat hadits berikutnya yang diriayatkan oleh imam Abu Nu’aim bahwa
Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya diantara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa
terhapus (ditebus) oleh (pahala) shaum dan sholat. “Ditanyakan pada Beliau, Apakah yang dapat
menghapuskanya, ya Rasulullah?” Jawab Rasul SAW: “Kesusahan (bekerja) dalam mencari nafkah
kehidupan”.

Bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan
seluruh aset, pikir dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai
hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa
hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya. Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi
kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosial. Dengan pekerjaan manusia
akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa
aman, serta kebutuhan sosial dan kebutuhan ego.

Selain itu kepuasan seseorang terhadap pekerjaan juga diperoleh melalui berbagai bentuk kepuasan
yang dapat dinikmati diluar kerja, misalnya kepuasan sewaktu bekerja, menikmati liburan, dan yang
lebih mendasar lagi dapat menghidupi diri dan keluarga. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang
mendapat dukungan sosial dan individu itu sendiri. Dukungan sosial itu dapat berupa penghargaan
masyarakat terhadap aktivitas kerja yang ditekuni. Sedangkan dukungan individu dapat berupa
kebutuhan-kebutuhan yang melatarbelakangi aktivitas kerja. Seperti kebutuhan untuk aktif, untuk

3
berproduksi, berkreasi, untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, memperoleh prestise serta
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Bekerja merupakan kegiatan pokok dari suatu aktivitas kemanusiaan
yang dapat dibagi menjadi sejumlah dimensi, yaitu dimensi Fisiologis. Dimensi psikologis, dimensi
ikatan sosial dan ikatan kelompok, dimensi ekonomi, dimensi kekuasaan, serta dimensi kekuasaan
ekonomi.

1. Dimensi Fisiologis Dimensi Fisiologi adalah dimensi yang memandang bahwa manusia
bukanlah mesin. Manusia dalam bekerja tidak dapat disamakan dengan mesin.
2. Dimensi Psikologis, Dimensi Psikologis merupakan suatu dimensi dimana kerja disamping
merupakan beban, juga merupakan suatu kebutuhan. Dengan demikian bekerja juga merupakan
upaya pengembangan kepribadian.
3. Dimensi Ikatan Sosial dan Kelompok, Pekerjaan dapat menjadi pengikat sosial dan kelompok
karena pekerjaan akan dapat menjadi cara seseorang untuk memasuki suatu ikatan kelompok
tertentu. Dengan pekerjaannya seseorang dapat menyatakan tentang bagaimana status yang
dimilikinya.
4. Dimensi Ekonomi, Dimensi ekonomi mengandung pengertian bahwa pekerjaan merupakan
sumber mata pencaharian bagi seseorang. Pekerjaan dapat menjadi sumber kegiatan ekonomi
untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Dengan adanya sumber
penghasilan inilah seseorang dapat hidup secara mandiri dan menghidupi keluarganya.
5. Dimensi Kekuasaan, Dimensi kekuasaan dalam bekerja selalu ada, terutama jika seseorang
bekerja dalam suatu organisasi kerja. Bagaimanapun setiap pekerjaan dalam ruang lingkup
suatu organisasi kerja selalu ada wewenang pribadi. Dalam organisasi kerja, pekerjaan harus di
susun sedemikian rupa, sehingga ada jadwal, jelas pendelegasian wewenangnya. Semua ini
menyangkut masalah kekuasaan.
6. Dimensi Kekuasaan Ekonomi Dimensi kekuasaan ekonomi menerapkan bahwa setiap orang
dalam pekerjaan akan memberikan sumbangan berdasarkan pada apa yang sudah mereka
lakukan.

Secara hakiki bekerja seorang muslim merupakan ibadah bukti pengabdian dan rasa syukurnya
untuk mengolah dan memenuhi panggilan Ilahi agar mampu menjadi yang terbaik karena mereka
sadar bahwa bumi diciptakan sebagai ujian bagi mereka yang memiliki etos yang terbaik.
 ً‫ض ِزينَةً لَّهَا لِنَ ْبلُ َوهُ ْم َأيُّهُ ْم َأحْ َس ُن َع َمال‬
ِ ْ‫ ِإنَّا َج َع ْلنَا َما َعلَى اَأْلر‬.٧
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan apa-apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya,
supaya Kami menguji mereka siapakah yang terbaik amalnya”. (Al-Kahfi : 7) Karena kebudayaan
kerja Islami bertumpu pada akhlaqul karimah umat Islam akan menjadikan akhlak sebagai energi
batin yang terus menyala dan mendorong setiap langkah kehidupannya dalam koridor jalan yang
lurus. Semangat dirinya adalah minallah, fisabilillah, Illah (dari Allah, dijalan Allah, dan untuk
Allah).[3]

B. Falsafah Kerja

Rezeki adalah urusan Allah, manusia hanya wajib berusaha sekuat tenaga dan jangan sampai kita merasa
angkuh setelah mendapatkan rezeki yang banyak, karena meskipun telah berusaha semaksimal mungkin,
tanpa campur tangan Allah tidak mungkin rezeki itu akan menghampiri kita. Orang yang melakukan kerja
apa saja, lazimnya cenderung melihat pada imbalan kerja (upah) yang mereka terima, tanpa memikirkan
apakah imbalan itu baik dan halal. Pada umumnya orang hanya berorientasi pada sabda Rasulullah Saw:

4
“Berikanlah upah kepada pekerja”, tetapi melupakan kelanjutan yang berbunyi “ Sebelum kering
keringatnya”, ini berarti bahwa yang dimaksud pekerjaan yang mendapatkan upah itu ialah pekerjaan yang
memeras otak atau tenaga. Sedangkan pekerjaan dalam bentuk apapun yang tidak menimbulkan suatu
tanggung jawab atau tidak mencucurkan keringat, atau tidak perlu harus berusaha payah, maka tidak halal
anda menerima upah dan imbalan.[4]

Θ Kewajiban mencari rizki yang halal:


ِ ‫ط َلبُ ْال َحاَل ِل َو‬
‫اجبٌ َع َلى ُكلِّ ُم ْس ِل ٍم‬ َ : ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫َق‬
َ ‫ال‬
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: mencari rezeki yang halal hukumnya wajib atas setiap orang Muslim (HR
Thabrani).
َ ‫يضةٌ بَ ْع َد ْالفَ ِر‬
‫يض ِة‬ َ ‫طَلَبُ ْال َحالَ ِل فَ ِر‬
“Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah”. (HR. Thabrani dan
Baihaqi)
Θ Ancaman terhadap orang yang tidak mau bekerja mencari yang halal “Orang yang paling rugi di hari
kiamat kelak adalah orang yang mencari harta secara tidak halal, sehingga menyebabkan ia masuk
neraka”.[5] (HR. Bukhari)

C. Ciri Etos Kerja Muslim

Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah-lakunya
yang dilandasi pada keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu ibadah dan berprestasi itu indah.
Ada semacam panggilan dari hatinya untuk terus menerus memperbaiki diri, mencari prestasi bukan prestise,
dan tampil sebagai bagian dari umat yang terbaik (Khairuummah) Ciri etos kerja muslim:

1. Mereka kecanduan waktu


2. Mereka memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)
3. Mereka kecanduan kejujuran
4. Mereka memiliki komitmen (Aqidah, Akad, I’tikad)
5. Istiqamah, kuat pendirian
6. Mereka kecanduan pendirian
7. Konsekuen dan berani menghadapi tantangan (challenge)
8. Memiliki sikap percaya diri
9. Kreatif
10. Bertanggung jawab
11. Bahagia karena melayani
12. Memiliki harga diri
13. Memiliki jiwa kepemimpinan (leadership)
14. Berorientasi ke masa depan
15. Hidup berhemat dan efisien
16. Memiliki jiwa wiraswasta (entrepreneurship)
17. Memiliki insting bertanding (fastabiqul khairat)
18. Mereka kecanduan bekerja dan harus mencari ilmu
19. Memiliki semangat perantauan
20. Memperhatikan kesehatan dan gizi
21. Tangguh dan pantang menyerah
22. Memperkaya jaringan silaturahmi
23. Memiliki semangat perubahan (spirit of change).[6]

5
Kerja keras bukan hanya dilakukan pada saat memulai saja, tetapi juga terus dilakukan walaupun kita sudah
berhasil. Lakukan perbaikan terus menerus, terhadap pekerjaan yang telah lalu, jangan terlena karena
keberhasilan.[7]

D. Tujuan Bekerja Menurut Islam

Bekerja bagi umat Islam tentu tidak hanya dilandasi oleh tujuan-tujuan yang bersifat duniawi belaka. Lebih
dari itu, bekerja adalah untuk beribadah. Bekerja akan memberikan hasil. Hasil inilah yang memungkinkan
kita dapat makan, berpakaian, tinggal di sebuah rumah, memberi nafkah keluarga, dan menjalankan bentuk-
bentuk ibadah lainnya secara baik.“Bahwa Allah sangat mencintai orang-orang mukmin yang suka bekerja
keras dalam usaha mencari mata pencaharian”. (HR. Tabrani dan Bukhari)

“Dari ‘Aisyah (istri Rasulullah), Rasulullah Saw bersabda : “Seseorang bekerja keras ia akan diampuni
Allah”. (HR. Tabrani dan Bukhari)

1. Memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga Bekerja menurut Islam adalah memenuhi kebutuhan sendiri,
keluarga termasuk istri, anak-anak dan orang tua. Islam menghargai semua itu sebagai sedekah, ibadah,
dan amal saleh.
2. Memenuhi ibadah dan kepentingan sosial Bila bekerja dianggap sebagai ibadah yang suci, maka
demikian pula harta benda yang dihasilkannya.

Alat-alat pemuas kebutuhan dan sumber daya manusia, melalui proses kerja adalah hak orang-orang yang
memperolehnya dengan kerja tersebut, dan harta benda itu dianggap sebagai sesuatu yang suci. Jaminan atas
hak milik perorangan, dengan fungsi sosial, melalui institusi zakat, shadaqah, dan infaq, merupakan
dorongan yang kuat untuk bekerja. Dasarnya adalah penghargaan Islam terhadap upaya manusia.[8]

E. Pekerjaan yang Diperbolehkan Islam

Pada dasarnya Islam menjunjung tinggi nilai kerja agar manusia dapat hidup sejahtera. Namun kesejahteraan
tidak mungkin tercapai tanpa adanya keadilan dan kebebasan individu itu dibatasi oleh kebebasan individu
yang lainnya. Setiap perbuatan yang mengganggu kebebasan orang lain sama halnya berbuat ketidakadilan.
Islam menghendaki kebebasan yang harmonis yang mampu memacu kesejahteraan bersama. Maka disitulah
perlunya aturan yang jelas dan tegas, termasuk dalam bekerja. Banyak sekali lapangan pekerjaan yang
tersedia untuk manusia. Semakin maju peradaban manusia semakin bertambahlah jenis profesi atau
pekerjaannya. Jenis pekerjaan yang diperbolehkan Islam antara lain:

1) Menjadi buruh, karyawan, pegawai


2) Pertanian, peternakan, dan perikanan Sabda Rasulullah s.a.w bermaksud: "Tidaklah seseorang mukmin
itu menyemai akan semaian atau menanam tanaman lalu dimakan oleh burung atau manusia melainkan
ianya adalah menjadi sedekah".
3) Perdagangan Rasulullah (s.a.w) pernah meletakkan para peniaga yang jujur dan amanah kepada
kedudukan yang sejajar dengan para wali, orang-orang yang benar, para syuhada' dan orangorang soleh
dengan sabda bermaksud: "Peniaga yang jujur adalah bersama para wali, orang-orang siddiqin, para
syuhada' dan orang-orang soleh". Baginda juga menyatakan bahawa sembilan persepuluh daripada
rezeki itu adalah pada perniagaan.
4) Industri/perusahaan: Sabda Rasulullah s.a.w.: "Sebaik usaha ialah usaha seorang pengusaha
apabila ia bersifat jujur & nasihat- menasihati.

6
5) Pendidikan dan keguruan
6) Pertambangan darat dan laut
7) Jasa transportasi
8) Pengobatan
9) Konstruksi dan pertukangan.

Masih banyak jenis pekerjaan atau profesi lain yang diperbolehkan Islam. Jenis profesi baru akan terus
bertambah sesuai perkembangan peradaban manusia yang tiada hentinya. Namun sebagai dasar pemikiran,
semua profesi yang halal adalah yang tidak dilarang Islam. Esensi larangan adalah karena pekerjaan itu dapat
merugikan orang lain, mengandung ketidakadilan, kezaliman atau dengan sengaja membantu orang
melakukan perbuatan yang haram.

F. Pekerjaan yang Dilarang Islam

Setiap usaha harus dilakukan menurut peraturan-peraturan yang berlaku agar tidak ada individu-individu
atau kelompok-kelompok yang dirugikan. Dalam usaha tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan
umum yang berlaku dalam suatu negara. Setiap usaha yang merugikan seseorang atau orang banyak atau
melanggar Undang-Undang umum yang berlaku di dalam suatu negara, dilarang oleh Islam dan hukumnya
haram. Demikian pada usaha-usaha maksiat atau yang membatu terjadinya maksiat, penipuan, dan
pemaksaan. Beberapa jenis pekerjaan yang dilarang Islam antara lain:

1. Meminta-minta
2. Perjudian
3. Pelacuran
4. Mencuri dan merampok
5. Mencari pekerjaan dengan suap
6. Bekerja pada perusahaan terlarang
7. Riba
8. Mengurangi timbangan dengan curang
9. Produksi dan jual beli barang haram
10. Memonopoli dan penimbunan[9]

G. 10 Prinsip Kerja Dalam Islam

Islam adalah agama yang syamil/menyeluruh sempurna telah memberikan prinsip-prinsip yang kokoh.
Syariat Islam telah memuat kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang menetapkan berbagai urusan ibadat
(ritual seremonial) dan prinsip-prinsip muammalah dalam satu keserasian dan keharmonisan yang solid.
Dengan menjalankan syariah itu manusia dapat:

1) Dapat hidup secara baik sebagai hamba Allah, sekaligus sebagai khalifatul Ard yang mampu mengelola
alam semesta dengan segala kekayaannya di muka bumi ini.
2) Kesejahteraan hidup bagi diri, keluarga, masyarakat dan negara serta dalam naungan rahmat Allah SWT
3) Sukses meraih ridho Allah serta dapat menjadi bekal amal sholeh hidup di akherat kelak.

Prinsip-prinsip muammalah dalam bekerja maupun dalam mengelola keuangan atara lain adalah:
1) Niat bekerja adalah untuk beribadah kepada Allah Dalil yang menujukkah hal tersebut adalah firman
Allah : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan dan Aku tidak menghendaki supaya

7
mereka memberi Aku makan” (Adzariat: 56-57) Katakanlah “ sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta Alam” (Al-An’am : 162)
2) Kerja adalah amanah untuk memakmurkan alam semesta Dalil yang menunjukkan hal tersebut
adalah: Sungguh Allah menciptakan kamu sebagai Khalifatull fil Ard (Al-Baqarah 30) “Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS. Hud : 61)
3) Tujuan dan Orientasi bekerja adalah sebagai investasi amal saleh untuk kebahagiaan hidup di
akherat sekaligus kebahagiaan hidup didunia terpenuhi keseimbangan kebutuhan jasmani dan
rohkhani “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akherat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
(Al-Qashas : 77) “Sesungguhnya untuk dirimu atasmu ada hak, untuk badanmu atas dirimu ada hak,
dan untuk istrimu atas dirimu ada hak, maka berikanlah semua hak kepada yang memilikinya” (HR
Bukhari).
4) Mencari penghasilan yang halal adalah Fardhu (Wajib) Dalil yang menunjukkan hal ini : Sabda
Rasulullah SAW: “Mencari penghasilan halal adalah sesuatu yang fardhu setelah fardhu lainnya”
(HR Al-Baihaqi) Sabda beliau yang lain: Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, “ Usaha apakah yang
paling baik” beliau menjawab; “Kerja seorang lelaki dengan tangannya dan semua jual beli yang
mabrur (baik)”. Dalam riwayat lain, “Usaha apakah yang paling utama? (HR.Al-Bazzar dan
Ahmad).
5) Bekerja pada bidang-bidang yang baik serta menghindari segala yang diharamkan kotor (keji). Dalil
yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah : “Katakanlah tidak sama yang buruk dengan yang
baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu.” (AlMaidah : 100) Katakanlah “Siapakah
yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan
(siapa pulakah yang mengharamkan ) rizki yang baik ”Katakanlah : semuanya itu disediakan bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” (Al-
A’raf : 32) Telah sampai kepada kita dari Muhammad SAW bahwa beliau bersabda: “Sungguh,
seorang hamba memasukkan satu suap makanan haram ke perutnya, Allah SWT tidak menerima
amalnya selama empat puluh hari dan siapapun seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari sesuatu
yang haram, maka neraka lebih baik baginya “ (HR Ath-Thabrani).
6) Menjauhi muammalah yang mengandung unsur MAGHRIB (Maysir, Ghoror, Riba dan Batil) Dalil
yang menunjukkan hal ini firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepda
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orangorang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu:
kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (Al-Baqarah : 278-279) Sabda Rasulullah SAW:
“Allah SWT melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, yang menjadi saksi atas riba dan
penulis riba (HR Ahmad)
7) Mengangkat dan mendelegasikan pekerjaan pada ahlinya (cakap) Allah SWT berfirman: Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan
pakain (dari harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka katakata yang baik “ An-Nisa’ : 5)
Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada
sisi kami”, berkata Yusuf: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah

8
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf : 54-55) “Sesungguhnya orang yang
paling baik yang kami ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”
(Al-Qashas : 26) Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengangkat
seseorang sebagai pegawai (pekerja) dari suatu kaum, padahal pada kaum itu terdapat seseorang
yang diridlai (cakap,saleh dan beriman) oleh Allah dari padanya, maka ia telah berkhianat kepada
Allah, Rasul-Nya dan orang dan orang-orang yang beriman (HR.AlHakim, ia berkata:”shahihul
isnad”)
8) Memberikan hak-hak pekerja. Seorang Pengusaha haruslah mengetahui bahwa memberikan kepada
pekerja akan haknya tanpa dikurangi (disunat) adalah sesuatu yang fardhu Firman Allah (QS. Hud :
85). Dan Syuaib berkata, “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hakhak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Rasulullah bersabda: Bayarkanlah upah
terhadap para pekerja sebelum kering keringatnya (HR Ibnu Majah)
9) Membelanjakan harta secara adil. Jadilah orang yang adil (ditengah-tengah) dalam membelanjakan
harta, tanpa isrof (berlebihan) dan tidak pula taqtir (terlalu irit) Dalil menujukkan demikian adalah
firman Allah: Dan-orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebih-lebihan
dan tidak pula kikir, adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian (QS. Al-Furqan
: 67)
10) Membayar zakat Perintah demikian berdasar firman Allah SWT “Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk
mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka (QS. At-Taubah :
103)

KESIMPULAN Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik,
psikologis, maupun sosial. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang mendapat dukungan sosial dan individu itu
sendiri. Manusia diwajibkan untuk berusaha, bukan menunggu karena Allah tidak menurunkan harta benda,
iptek dan kekuasaan dari langit melainkan manusia harus mengusahakannya sendiri. Manusia harus
menyadari betapa pentingnya kemandirian ekonomi bagi setiap muslim. Kemandirian atau ketidak
ketergantungan kepada belas kasihan orang lain ini mengandung resiko, bahwa umat Islam wajib bekerja
keras. Dan syarat itu adalah memahami konsep dasar bahwa bekerja merupakan ibadah. Dengan pemahaman
ini, maka akan terbangun etos kerja yang tinggi. Tujuan bekerja menurut Islam ada dua, yaitu memenuhi
kebutuhan sendiri dan keluarga, dan memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Islam menjunjung tinggi nilai
kerja, tetapi Islam juga memberi balasan dalam memilih jenis pekerjaan yang halal dan haram.

[1] M. Dawan Raharjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, PT. Nara Wacana, Yogyakarta, 1990, hlm. 50

[2] Ali-Sumanto Alkindi, Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Memberantas Kemiskinan,


Kebodohan dan Keterbelakangan Umat, CV. Aneka, Solo, 1997

[3] KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 2-26

[4] Prof. Dr. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Jiwa dan Semangat Islam, Gema Insani Press, Jakarta,
1992, hlm. 36-38 [5] Drs. M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, CV. Pustaka Mantiq,
Solo, 1992, hlm. 18-20

Anda mungkin juga menyukai