Anda di halaman 1dari 6

1.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan bahwa,

َّ َ‫ت فَ َسابَ ْقتُهُ فَ َسبَ ْقتُهُ َعلَى ِرجْ ل‬


‫ى فَلَ َّما‬ ْ َ‫ فِى َسفَ ٍر قَال‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ت َم َع النَّبِ ِّى‬ ْ َ‫َأنَّهَا َكان‬
.» ‫ك ال َّس ْبقَ ِة‬ َ ‫ت اللَّحْ َم َسابَ ْقتُهُ فَ َسبَقَنِى فَقَا َل « هَ ِذ ِه بِتِ ْل‬
ُ ‫َح َم ْل‬

Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas


berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku
dahulu.” (HR. Abu Daud, no. 2578; Ibnu Majah, no. 1979; dan Ahmad, 6:264.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

 Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata,

ِ‫ َف َقا َل لَ َها َما َشْأ ُنك‬. ‫ َف َرَأى ُأ َّم الدَّرْ دَ ا ِء ُم َت َب ِّذلَ ًة‬، ‫ار َس ْل َمانُ َأ َبا الدَّرْ دَ ا ِء‬ َ ‫ َف َز‬، ‫ َوَأ ِبى الدَّرْ دَ ا ِء‬، ‫ان‬َ ‫آخى ال َّن ِبىُّ – صلى هللا عليه وسلم – َبي َْن َس ْل َم‬ َ
‫َأ‬
‫ َقا َل َما َنا ِبآك ٍِل َح َّتى‬. ‫صاِئ ٌم‬ َ ‫ َقا َل َفِإ ِّنى‬. ‫ َف َقا َل ُك ْل‬. ‫ص َن َع لَ ُه َط َعامًا‬ ‫َأ‬
َ ‫ َف‬، ‫ َف َجا َء بُو الدَّرْ دَ ا ِء‬. ‫اج ٌة فِى ال ُّد ْن َيا‬ َ ‫ْس لَ ُه َح‬ َ ‫وك َأبُو الدَّرْ دَ ا ِء لَي‬
َ ‫ت َأ ُخ‬ ْ َ‫َقال‬
‫ان مِنْ آخ ِِر اللَّي ِْل َقا َل َس ْل َمانُ قُ ِم‬ َ ‫ َفلَمَّا َك‬. ‫ َف َقا َل َن ْم‬. ‫ب َيقُو ُم‬ َ ‫ ُث َّم َذ َه‬، ‫ َف َنا َم‬. ‫ َقا َل َن ْم‬. ‫ب َأبُو الدَّرْ دَ ا ِء َيقُو ُم‬ َ ‫ان اللَّ ْي ُل َذ َه‬َ ‫ َفلَمَّا َك‬. ‫ َقا َل َفَأ َك َل‬. ‫َتْأ ُك َل‬
‫َأ‬
– َّ‫ َف َتى ال َّن ِبى‬. ‫ َف عْ طِ ُك َّل ذِى َح ٍّق َح َّق ُه‬، ‫ْك َحقا‬ ‫َأ‬ ًّ ‫َأل‬
َ ‫ َو هْ ل َِك َعلَي‬، ‫ْك َحقا‬ ًّ ًّ
َ ‫ َولِ َن ْفسِ َك َعلَي‬، ‫ْك َحقا‬ ْ
َ ‫ َف َقا َل لَ ُه َسل َمانُ ِإنَّ ل َِرب‬، ‫صلَّ َيا‬
َ ‫ِّك َعلَي‬ َ ‫ َف‬. ‫اآلن‬ َ
ْ
ُ‫صدَ َسل َمان‬ َ‫ق‬ َّ َ َ
َ « – ‫ فقا َل الن ِبىُّ – صلى هللا عليه وسلم‬، ‫»صلى هللا عليه وسلم – فذك َر ذل َِك ل ُه‬ َ َ َ َ َ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman


dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia
melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian
yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu
seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak
mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”

Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman.


Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya
sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau
pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’
bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya,
“Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi
berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata,
“Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata
kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan
bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.

Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu


menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu
benar.” (HR. Bukhari, no. 1968).

Cara Mudah Bagi Ayah untuk Membagi Waktu untuk Anak


dan Keluarga
1. Membuat rencana pekerjaan yang matang tiap harinya (to do list).
2. Membiasakan disiplin diri agar semua aktivitas bisa terlaksana dan
tujuan tercapai.
3. Sebisa mungkin tidak membawa pulang pekerjaan kantor ke rumah.
4. Tidak mengurus pekerjaan di hari libur.
5. Sengaja meluangkan waktu untuk keluarga termasuk belajar agama
bersama dan berlibur bersama.
6. Istirahat yang cukup agar bisa konsentrasi dalam beraktivitas.
7. Sesekali berangkat bersama si kecil ke sekolah untuk memantau
perkembangan.
8. Tetap berhubungan dengan keluarga saat sibuk kerja, saat ini bisa
dengan telepon hingga video call.
9. Jangan lupa, ayah juga harus terus belajar agama, moga ada waktu
diluangkan untuk hal ini. Jangan hanya menggantungkan pada ilmu
yang sudah ada, karena ilmu itu butuh diaktualkan terus menerus.
10. Tentu saja semua ini bisa dijalankan dengan mudah kalau ayah
rajin berdoa, meminta tolong kepada Allah, serta tawakal kepada-Nya
dalam menjalankan semua aktivitas.
 

Yuk Segera Luangkan Waktu Ayah!


Jadi, para ayah sadarlah dan mulailah untuk meluangkan waktu. Jangan terlalu
memaksankan diri untuk selalu bekerja hingga larut malam. Memang benar
kebutuhan semakin membengkak, tetapi kebersamaan dengan keluarga adalah
hal yang paling berharga dan akan menjadi momen yang paling dirindukan oleh
ayah maupun anak kelak. Jangan lupa pula luangkan waktu untuk menambah
ilmu agama, termasuk pula untuk beribadah.

Semoga Allah memberi hidayah pada setiap ayah yang membaca tulisan ini.

2. ‫ُون هَّللا َ َما َأ َم َر ُه ْم‬ ٌ ‫ َعلَ ْي َها َماَل ِئ َك ٌة غِ اَل‬Eُ‫ارة‬


َ ‫ظ شِ دَ ا ٌد اَّل َيعْ ص‬ َ ‫ِين آ َم ُنوا قُوا َأنفُ َس ُك ْم َوَأهْ لِي ُك ْم َنارً ا َوقُو ُد َها ال َّناسُ َو ْالح َِج‬
َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫ون َما يُْؤ َمر‬
‫ُون‬ ُ
َ ‫َو َي ْف َعل‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari


api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
Malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” [At-Tahrim/66 : 6]

Referensi : https://almanhaj.or.id/2082-mengajarkan-ilmu-agama-
menasehati-isteri-dengan-cara-yang-baik.html

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Ajarkanlah agama kepada
keluarga kalian, dan ajarkan pula adab-adab Islam.”

Qatadah rahimahullaah berkata, “Suruh keluarga kalian untuk taat kepada


Allah! Cegah mereka dari berbuat maksiyat! Hendaknya mereka melaksanakan
perintah Allah dan bantulah mereka! Apabila kalian melihat mereka berbuat
maksiyat, maka cegah dan laranglah mereka!”

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullaah berkata: “Ajarkan keluarga kalian untuk


taat kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang (hal itu) dapat menyelamatkan diri
mereka dari api Neraka.”

Imam asy-Syaukani mengutip perkataan Ibnu Jarir: “Wajib atas kita untuk
mengajarkan anak-anak kita Dienul Islam (agama Islam), serta mengajarkan
kebaikan dan adab-adab Islam.” [1]

Untuk itulah, kewajiban seorang suami untuk membekali dirinya dengan


thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i) dengan menghadiri majelis-majelis ilmu
yang mengajarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman
Salafush Shalih -generasi yang terbaik, yang mendapat jaminan dari Allah-,
sehingga dengan bekal tersebut dia mampu mengajarkannya kepada isteri dan
keluarganya.

Jika ia tidak sanggup untuk mengajarkannya, hendaklah seorang suami


mengajak isteri dan anaknya untuk bersama-sama hadir di dalam majelis ilmu
yang mengajarkan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut
pemahaman Salafush Shalih, mendengarkan apa yang disampaikan, memahami
dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan hadirnya suami-
isteri di majelis ilmu akan menjadikan mereka sekeluarga dapat memahami
Islam dengan benar, beribadah dengan ikhlas mengharapkan wajah Allah ‘Azza
wa Jalla semata serta senantiasa meneladani Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Insya Allah, hal ini akan memberikan manfaat dan berkah yang sangat
banyak karena suami maupun isteri saling memahami hak dan kewajibannya
sebagai hamba Allah.

Referensi : https://almanhaj.or.id/2082-mengajarkan-ilmu-agama-menasehati-
isteri-dengan-cara-yang-baik.html

Dalam kehidupan yang serba materialistis seperti sekarang ini, banyak suami
yang melalaikan diri dan keluarganya. Berdalih mencari nafkah untuk
menghidupi keluarganya, dia mengabaikan kewajiban yang lainnya. Seolah-olah
dia merasa bahwa kewajibannya cukup hanya dengan memberikan nafkah
berupa harta, kemudian nafkah batinnya, sedangkan pendidikan agama yang
merupakan hal paling pokok justru tidak pernah dipedulikan.

Seringkali sang suami jarang berkumpul dengan keluarganya untuk


menunaikan ibadah bersama-sama. Sang suami pergi ke kantor pada pagi hari
ba’da Shubuh dan kembali ke rumahnya larut malam. Pola hidup seperti ini
adalah pola hidup yang tidak baik. Tidak pernah atau jarang sekali ia membaca
Al-Qur’an, kurang sekali memperhatikan isteri dan anaknya shalat, dan tidak
memperhatikan pendidikan agama mereka sehari-hari. Bahkan pendidikan
anaknya dia percayakan sepenuhnya kepada pendidikan di sekolah, dan bangga
dengan sekolah-sekolah yang memungut biaya sangat mahal karena alasan
harga diri. Ia merasa bahwa tugasnya sebagai orang tua telah ia tunaikan
seluruhnya. Lantas bagaimana kita dapat mewujudkan anak yang shalih,
sedangkan kita tahu bahwa salah satu kewajiban yang mulia seorang kepala
rumah tangga adalah mendidik keluarganya. Sementara tidak bisa kita pungkiri
juga bahwa pengaruh negatif dari lingkungan yang cukup kuat berupa media
cetak dan elektronik seperti koran, majalah, tabloid, televisi, radio, VCD, serta
peralatan hiburan lainnya sangat mudah mencemari pikiran dan perilaku sang
anak. Bahkan media ini bisa menjadi orang tua ketiga, maka kita harus
mewaspadai media-media yang ada dan alat-alat permainan yang sangat
berpengaruh buruk terhadap perilaku anak-anak kita.

Oleh karena itu, kewajiban seorang suami harus memperhatikan pendidikan


isteri dan anaknya, baik tentang Tauhid, shalat, bacaan Al-Qur’annya,
pakaiannya, pergaulannya, serta bentuk-bentuk ibadah dan akhlak yang
lainnya. Karena Islam telah mengajarkan semua sisi kehidupan, kewajiban kita
untuk mempelajari dan mengamalkannya sesuai Sunnah Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam.

Begitu pula kewajiban seorang isteri adalah membantu suaminya mendidik


anak-anak di rumah dengan baik. Seorang isteri diperintahkan untuk tetap
tinggal di rumah mengurus rumah dan anak-anak, serta menjauhkan diri dan
keluarga dari hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Islam.

7. Menasehati Isteri Dengan Cara Yang Baik

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mewasiatkan agar berbuat baik


kepada kaum wanita, berlaku lemah lembut dan sabar atas segala
kekurangannya, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang paling
bengkok.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

،ُ‫ضلَ ِع َأعْ الَه‬ ِّ ‫ َوِإنَّ َأعْ َو َج َشيْ ٍء فِي ال‬،‫ء َخيْرً ا َفِإ َّنهُنَّ ُخلِ ْق َن مِنْ ضِ لَ ٍع‬Eِ ‫ارهُ َواسْ َت ْوص ُْوا ِبال ِّن َسا‬
َ ‫هلل َو ْال َي ْو ِم ْاآلخ ِِر َفالَ يُْؤ ذِي َج‬ Eَ ‫َمنْ َك‬
ِ ‫ان يُْؤ مِنُ ِبا‬
‫َأ‬
‫ َفاسْ َت ْوص ُْوا ِبال ِّن َسا ِء َخيْرً ا‬،‫ َوِإنْ َت َر ْك َت ُه لَ ْم َي َز ْل عْ َو َج‬،ُ‫َفِإنْ َذ َهبْتَ ُتقِ ْي ُم ُه َك َسرْ َته‬
Baca Juga  Pernikahan Adalah Fitrah Bagi Manusia

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menyakiti
tetangganya. Berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan. Sebab, mereka
diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah
bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, engkau akan mematahkannya.
Dan jika engkau membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Oleh karena itu,
berwasiat-lah kepada wanita dengan kebaikan.”[2]

8. Mengizinkannya Keluar Untuk Kebutuhan Yang Mendesak

Di antara hak isteri adalah suami mengizinkannya keluar untuk suatu


kebutuhan yang mendesak, seperti pergi ke warung, pasar dan lainnya untuk
membeli kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam.

َّ‫َق ْد َأذ َِن هللاُ لَ ُكنَّ َأنْ َت ْخرُجْ َن ل َِح َواِئ ِج ُكن‬

“Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kalian (para wanita) keluar (rumah)


untuk keperluan (hajat) kalian.”[3]

Referensi : https://almanhaj.or.id/2082-mengajarkan-ilmu-agama-menasehati-
isteri-dengan-cara-yang-baik.html

Anda mungkin juga menyukai