PROPOSAL
Oleh :
KHAERUL HIDAYAH
NIM.190303078
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
Remaja cenderung memiliki emosi yang tidak stabil yang muncul dalam berbagai
bentuk. Pada fase ini perilaku remaja menjadi sulit diduga dan menjadi lebih tidak
terkontrol. Bentuk-bentuk emosi yang nampak dalam masa remaja antara lain marah,
malu, takut cemas, cemburu, iri hati, gembira, sedih dan rasa ingin tahu. Remaja yang
mampu mengendalikan emosinya dapat mendatangkan kebahagian, namun remaja
yang belum mampu mengeontrol emosinya dapat berakibat kurangnya pengendalian
diri yang baik. Hal ini dapat mengakibatkan remaja dalam menghadapi masalahnya
merasa tidak aman,tidak senang, khawatir, dan kesepian.Remaja memiliki emosi yang
cenderung labil, hal ini dikarenakan perubahan emosi selama masa awal remaja
biasanya terjadi lebih cepat. Remaja yang mampu menguasai emosi dapat membuat
remaja sanggup menggontrol emosi dalam banyak situasi. Penguasaan emosi yang
baik dapat mendatangkan kebahagian yang biasa disebut kematangan
emosi.Kematangan emosi dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk
mengadakan tanggapan-tanggapan emosi secara matang dan mampu mengontrol serta
mengendalikan emosinya sehingga menunjukan suatu kesiapan dalam
bertindak.mengadakan penyesuaian antara yang diinginkan dan kenyataan yang ia
hadapi. Menurut walgito (2004 : 45) bahwa ada beberapa tanda yang menunjukan
individu yang mengalami kematangan emosi antara lain adalah sebagai berikut:
1. Orang yang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun
keadaan orang lain seperti apa adanya, sesuai dengan keadaan obyektifnya.
2. Orang yang matang emosinya pada umumnya tidak bersifat implusif. Ia akan
merespon stimulus dengan cara berpikir baik, dapat mengtur pikirannya, untuk
memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya.
3. Orang yang telah matang emosinya dapat mengontrol emosinya dengan baik, dapat
mengontrol ekpresi emosinya. Walaupu seseorang dalam keadaan marah, tetapi
kemarahan itu tidak ditampakan keluar, dapat mengatur kapan kemarahan itu perlu
dimanifestasikan.
2
4. Karena orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara obyektif maka
orang yang telah matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian, dan pada
umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik.
5. Orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggung jawab yang baik,
dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi, dan akan menghadapi masalah
dengan penuh pengertian.
Remaja cenderung memiliki emosi yang labil, hal ini dikarenakan perubahan emosi
selama masa awal remaja biasanya terjadi lebih cepat. Masa remaja mempunyai energi
yang besar, perkembangan emosi yang belum stabil seperti marah, takut, bangga, rasa
malu, cemas, cemburu, iri hati, rasa sedih, kasih sayang, rasa ingin tahu, cinta dan
benci, sedangkan pengendalian diri pada masa remaja belum terbentuk secara
sempurna. Remaja yang memiliki kebiasaan menguasai emosi dapat membuat remaja
sanggup mengontrol emosi dalam banyak situasi. Penguasaan emosi yang baik
menjadikan remaja dapat mengendalikan emosinya sehingga dapat mendatangkan
kebahagian yang biasa disebut kematangan emosi.
Walgito (2004) berpendapat bahwa antara kematangan emosi dan pikiran akan saling
berkaitan. Apabila seseorang telah matang emosinya dan dapat mengendalikan
emosinya, maka ia akan mampu berpikir secara matang. Remaja yang emosinya
matang akan memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu
emosi atau ke suasana hati yang lain.
Untuk membentuk kematangan emosi anak yang baik ada beberapa faktor yang
menentukan antara lain membimbing anak di lingkungan sekolah agar emosinya
terjaga stabil. Remaja yang usianya berkisar 13-18 tahun masih dalam posisi awal,
dimana remaja masih banyak mengalami masalah, baik masalah fisik maupun
psikologis.
siap bekerja, tetapi pada anak tertentu pekerjaan pada usia ini merupakan suatu
keterpaksaan, karena secara psikologis remaja belum siap mental, belum dapat secara
penuh tanggung jawab, masih sangat emosional dan belum mandiri.
tetap baik. Kematangan emosi anak yang baik dapat terbentuk karena beberapa faktor,
salah satunya faktor yang mempengaruhi yaitu dalam hubungannya dengan orangtua
atau keluarga. Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi anak, karena
keluarga merupakan tempat anak untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam
kehidupannya. Keluarga pada awalnya terbentuk karena adanya perkawinan. Dalam
sebuah hubungan tidak jarang menimbulkan harapan-harapan yang tidak realistik baik
di pihak suami ataupun istri. Hal ini tidak menutup kemungkinan perkawinan tersebut
dapat mengalami kehancuran atau perceraian.
Perceraian dapat diartikan sebagai berakhirnya hubungan suami istri karena ketidak
cocokan antara keduanya dan diputuskan oleh hukum. Perceraian merupakan
peralihan besar dalam penyesuaian dengan keadaan, anak akan mengalami reaksi
emosi dan perilaku karena kehilangan salah satu orangtuanya. Anak akan
membutuhkan dukungan, kepekaan dan
kasih sayang yang lebih besar untuk membantu mengatasi kehilangan yang
dialaminya selama masa sulit ini. Hubungan yang tidak rukun dengan orangtua akan
lebih banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini akan
cenderung menguasai kehidupan anak.
Berbagai macam kepedihan dirasakan anak korban perceraian seperti terluka, bingung,
marah, dan tidak aman. Sering pula mereka berkhayal akan rujuknya kedua orangtua
mereka. Realitanya diduga banyak anak dari keluarga yang bercerai memiliki sikap
bandel, nakal, pesimis, penakut, dan tidak konsentrasi dalam menerima pelajaran di
sekolah serta tidak percaya diri sehingga dalam bersosialisasi tidak dapat berjalan
dengan baik. Oleh karena itu keluarga merupakan bagian terpenting dalam
pembentukan kematangan emosi anak. hubungan yang baik dalam keluarga dapat
memberikan rasa aman dan percaya diri pada anak sehingga anak dapat menjalankan
tugas perkembangan masa remajanya dengan baik. Hubungan keluarga yang utuh di
4
asumsikan memberikan pengaruh yang besar terhadap kematangan emosi anak dalam
menghadapi berbagai macam kesulitan dalam bergaul dengan orang lain di luar
rumah.Sebagian besar anak-anak korban perceraian cenderung tidak dapat mengontrol
emosi dari orangtua mereka yang sudah bercerai, 1mengakibatkan keinginan untuk
melampiaskan rasa frustasi mereka dengan melakukan hal-hal yang berlawanan
dengan peraturan misalnya saja memberontak dan sebagainya. Anak menjadi merasa
kurang diperhatikan, misalnya di sekolah anak sering membolos, bertengkar dengan
teman sebayanya, jarang pulang ke rumah, sering melanggar peraturan sekolah seperti
ke sekolah terlambat, merokok di lingkungan sekolah, namun masih ada siswa yang
berasal dari keluarga yang tidak utuh atau korban perceraian, tetapi dia mampu hidup
mandiri, aktif di organisasi sekolah, bahkan memiliki prestasi yang baik di bidang
akademiknya. Anak tersebut merasa bahwa walaupun orangtua mereka telah bercerai,
namun ia tidak boleh patah semangat ataupun terpuruk kehidupannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengambil penelitian dengan judul
“Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Kematangan Emosi Anak”. 2
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas ,terkait dengan kondisi
emosi remaja terhadap orangtuanya yang bercerai terdapat rumusan masalah
sebagai berikut:
3
1.bagaimana gambaran kondisi emosi anak korban penceraian orangtua
sebelum terjadi perceraian
2.bagaimana gambaran kondisi emosi anak korban penceraian orangtua
setelah terjadi penceraian
3.apa dampak yang di dapatkan anak yang menjadi korban penceraian
orang tua
C. Tujuan penelitian
1?
7 Kustin, Loc.cit. 8 Ibid, hlm, 64
2?
7 Kustin, Loc.cit. 8 Ibid, hlm, 64
3
5
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mendapatkan gambaran kondisi emosi anak korban perceraian
orangtua sebelum terjadinya perceraian.
2. Mendapatkan gambaran kondisi emosi anak korban perceraian
orangtua setelah terjadinya perceraian.
3. Mendeskripsikan dampak perceraian orangtua terhadap kematangan
emosi anak.
E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul beberapa manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan pengetahuan, khususnya dalam hal kondisi emosi
anak yang menjadi korban perceraian, sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada
ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan oleh guru
bimbingan dan konseling untuk membantu anak
mengalami gangguan pengendalian emosi, terutama pada anak
yang orangtuanya bercerai.
b. Penulis memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru
mengenai kondisi emosi anak yang orangtuanya bercerai.
c. Penuis mendapat kesempatan pembelajaran dan mengalami praktik
langsung melakukan prosedur penelitian dan
pengembangan secara imiah.
.
.
D. Ruang Lingkup Dan Setting Penelitian
Jenis Penelitian
6
E. TELAAH PUSTAKA
4
1 Elizabeth B, Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980),
hlm, 307 6
6
7
selamanya berjalan mulus,konflik setiap saat bisa muncul jika tidak mampu
dikendalikan.
3.faktor perceraian. Sebagian masyarakat menganggap perceraian merupakan
perilaku menyimpang, Penyimpangan adalah setiap pelanggaran terhadap
aturan perilaku. Seseorang dapat dikatakan sebagai penyimpangan jika
melanggar norma budaya yang ada di tempat tersebut. Pada masyarakat
dengan norma budaya yang memandang perkawinan sebagai suatu hal yang
sakral, fenomena perceraian.
4.Faktor – faktor dalam keberhasilan atau kegagalan pernikahan yaitu;
kebahagian pasangan hubungan tersebut, sensitivitas terhadap sesama,
validasi terhadap perasaan bersama dan keterampilan komunikasi serta
manajemen konflik mereka dan kedewasaan menjadi peran penting dalam
keberhasilan pernikahan.
perdata saja tetapi menbentuk keluarga berdasarkan hukum agama.
dianggap perilaku menyimpang dan tidak konform dengan masyarakat yang
lain.
Menurut Bramlett dan Monsher adalah usia saat pernikahan merupakan
peramal lain apakah suatu pernikahan akan bertahan, remaja memiliki angka
perceraian yang tinggi orang – orang yang menunggu hingga meraka berusia
dua puluhan .menikah berpeluang lebih baik untuk berhasil.
Menurut Dolan dan Hofman alasan
yang paling banyak diutarakan adalah ketidakcocokan dan kurangnya
dukungan emosional bagi yang baru bercerai, kemunginan perempuannya
yang lebih muda. Menurut Preveti dan Amanto pasangan yang bertahan
dalam penikahan selama 55 tahun adalah mereka yang pernikahannya
didasari oleh penghargaan, seperti cinta, hormat, percaya, komunikasi,
kecocokan, dan komitmen kepada pasangan. Satu faktor yang mendasari
konflik pernikahan dan kegagalan pernikahan adalah perbedaan dalam apa
yang diharapkan perempuan dan laki – laki dari pernikahan menurut lavee
dan Ben-Air, istri juga cenderung memprpanjang diskusi dan menunjukan
kekesalan bila suami mereka menyerang balik atau menghindari tanggung
jawab mereka dalam pertengkaran, suami disisi lain cenderung puas bila
9
kembali menjadi suami isteri sesudah habis tenggang waktu iddah dengan
jalan melalui proses perkawinan kembali.
Talak bain besar atau kubra yaitu; talak yang dijatuhkan ketiga kalinya
dimana suami isteri tidak dapat rujuk dan kawin lagi diantara mereka,
sebelum si isteri dikawini lebih dahulu oleh orang lain dan Perceraian karena
li’an (tuduhan berzina) antara bekas suami isteri tidak dapat lagi kawin untuk
selama-lamanya, Ta’lik talak artinya talak yang digantungkan terjadinya
terhadap suatu peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian, khuluk atau
mubaro’ah adalah bentuk perceraian atas dasar persetujuan kedua belah pihak
dan merupakan keistimewaan dalam Islam, karena sebelum Islam si isteri
dalam prakteknya tidak mempunyai hak apapun juga untuk minta diceraikan
dan khuluk dalam bahasa Arab ialah menanggalkan pakaian, dalam peristiwa
ini artinya melepaskan kekuasaannya sebagai suami dan memberikan kepada
isterinya dalam bentuk talak, sedangkan mubaro’ah artinya baik suami
maupun isteri sama-sama membebaskan diri yaitu suami membebaskan
dirinya dari kekuasaan sebagai suami sedangkan isterinya membebaskan
dirinya pula sebagai isteri, dengan syarat harus ada persetujuan bebas dari
suami dan isteri tersebut dan pemberian iwadh (pembayaran sejumlah uang)
oleh isteri kepada suami sebagai penebus/pengembalian mahar yang dulu
pernah diterima isteri. Fasakh adalah suatu lembaga perceraian karena tertipu
atau karena tidak mengetahui sebelum perkawinan bahwa isteri yang telah
dinikahinya itu ada cacat celanya atau salah satu pihak merasa tertipu atas
hal-hal yang belum diketahui sebelum berlangsungnya perkawinan.
Perkawinan yang telah ada adalah sah dengan segala akibatnya dan dengan
difasakhkannya oleh Hakim Pengadilan Agama maka bubarlah hubungan
11
perkawinan itu. Illa’ adalah salah satu bentuk perceraian yang berarti suami
bersumpah bahwa tidak akan mencampuri isterinya dan dia tidak menalak
atau menceraikan isterinya (seakan-akan menggantung isterinya tidak
bertali), berarti membuat isterinya menderita. Zhihar adalah seorang suami
bersumpah, bahwa isterinya itu sama dengan punggung ibunya, hal ini berarti
ungkapan khusus bagi orang di tanah Arab yang berarti dia tidak akan
mencampuri isterinya lagi karena isterinya diibaratkan sama dengan ibunya.
Li’an merupakan sumpah laknat yaitu sumpah yang didalamnya terdapat
pernyataan bersedia menerima laknat Tuhan, hal ini terjadi apabila suami
menuduh isteri berbuat zina, padahal tidak mempunyai saksi kecuali dirinya
sendiri. Dalam keadaan biasa (diluar perkawinan) seharusnya ia dikenai
hukuman menuduh.
Di sisi lain, ada keluarga yang berkecukupan secara finansial, namun suami
memiliki perilaku buruk yaitu berupaya membatasi sumber keuangan kepada
istrinya. Hal ini dinamakan masalah ekonomi. Yang dimaksud dengan
kekerasan ekonomi yaitu suatu kondisi kehidupan finansial yang sulit dalam
melangsungkan kegiatan rumah tangga, akibat perlakuan sengaja dari
pasangan hidupnya, terutama suami. Walaupun seorang suami berpenghasilan
secara memadai, akan tetapi ia membatasi pemberian uang untuk kegiatan
ekonomi rumah tangga, sehingga keluarga merasa kekurangan dan menderita
secara finansial.
• Masalah perilaku buruk seperti kebiasaan berjudi
Perjudian (gambling) merupakan aktivitas seseorang untuk memperoleh
keberuntungan yang lebih besar dengan mempertaruhkan sejumlah uang tertentu.
Seorang suami seharusnya menganggarkan kebutuhan finansial untuk keperluan
keluarga secara bijaksana. Penghasilan yang diperoleh melalui usaha atau bekerja,
dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan sebagian lagi ditabung
(investasi) untuk keperluan masa depan, seperti keperluan membeli rumah, mobil
atau, pendidikan anak-anak, namun ketika seorang suami melupakan atau
mengabaikan kebutuhan keluarga, sehingga semua penghasilan dipertaruhkan
untuk kegiatan perjudian, maka hal ini sangat mengecewakan bagi istri maupun
anak-anak. Mereka tidak dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan selalu
menderita secara finansial. Oleh karena itu, mereka protes dan menggugat untuk
bercerai dari suami, daripada hidup dalam penderitaan yang berkepanjangan.
Sebab judi tak akan pernah menyebabkan seseorang menjadi kaya-raya, tetapi
selalu membawa kesengsaraan hidup.
• Perselingkuhan
Perselingkuhan merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain yang bukan menjadi pasangan hidup yang syah, padahal
ia telah terikat dalam perkawinan secara resmi dengan pasangan hidupnya.
Jadi perselingkuhan sebagai aktivitas hubungan sexual di luar perkawinan
dan mungkin semula tidak diketahui oleh pasangan hidupnya, akan tetapi
lama kelamaan diketahui secara pasti . Oleh karena itu, seseorang akan
14
merasa sangat kecewa, sakit hati, sedih, stress dan depresi setelah mengetahui
bahwa pasangan hidupnya melakukan
parselingkuhan, sebab dirinya telah dikianati secara diam-diam. Akibat
semua itu, kemungkinan seseorang memilih untuk bercerai dari pasangan
hidupnya. Perselingkuhan dapat dilakukan oleh siapa saja yaitu tergantung
siapa yang Banyak orang yang memiliki perilaku temperamental, agresif,
kasar dan tidak bisa mengendalikan emosi, akibat penyalahgunaan dan
ketergantungan terhadap minum-minuman keras atau narkoba (narkotika dan
obat-obatan terlarang). Sebagai suami, seharusnya dapat bersikap bijaksana,
sabar dan membimbing istrinya. Demikian pula, ketika berperan sebagai
ayah, maka perilaku seorang laki-laki dewasa dapat menunjukkan pribadi
yang matang untuk membina, mendidik dan mengarahkan anak-anak untuk
tumbuh dewasa. Namun akibat pengaruh ketergantungan alkohol atau obat-
obatan, sehingga gambaran suami dan ayah yang bijaksana tak dapat dipenuhi
dengan baik, tetapi justru berperangai sangat buruk. Hal ini tentu
menyebabkan penderitaan dan tekanan batin bagi istri maupun anak-anaknya.
Dengan dasar pemikiran tersebut, akhirnya seorang istri dapat menggunggat
untuk bercerai dari suaminya.
• Pengalaman sebelum dan menjelang perceraian
Pasangan suami-istri yang akan bercerai merasakan bahwa sebuah
perkawinan yang dibina sejak awal seolah-olah tidak dapat dilanjutkan lagi
karena terjadi ketidak-
7
G. Metode Penelitian
7
12Dodi, Ahmad Fauzi, Perceraian Siapa Takut!, (Jakarta: restu agung, 2006)
hlm, 4
8
Jurnal PG-PAUD Trunojoyo, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal 76-149
15
9
16
DAFTAR PUSTAKA
Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Prenadamedia
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
18
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
25
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
Human Development Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Gottman, J.,
& Joan D. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Haryanti & Nugrohadi. (2011). Pengantar Sosiologi
Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Hurlock,.E., B. (1993). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Beaty. J., J. (2013). Observasi Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Desmita. (2013). Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, P., O. (2009).
32