FIQIH THARAHAH
Oleh kelompok 3:
Dosen Pengampu
Nopan Apriansyah, Lc,. M.pd
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT Atas Rahmat dan hidayah
nya. Sholawat serta salam kita curahkan kepada nabi besar kita, yakni Nabi Muhammad SAW.
Atas rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Fiqih Tharahah. Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan masih jauh dari kata
sempurna, dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis diharapakan
saran dan kritik yang membangun agar penulis dapat menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi. Walaupun, makalah ini jauh dari kata
sempurna. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan manfaat bagi
pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ II
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa
bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci
lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu
“Thaharah”mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya
banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa
Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian. Tetapi thaharah juga berkaitan erat dengan
kebersihan dalam menjaga kesehatan diri dan keindahan lingkungan. Sering kali kita sebagai
manusia lalai dalam hal menjaga kebersihan.
1
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini adalah:
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan dari kotoran, cara
menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang dipakai
pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil
air wudhu dan mandi.
Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alatyang
digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan tanah(debu) untuk tayammum. Dalam hal
ini air harus dalam keadaan suci lagi menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan
tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan.
3
2.2 Jenis Thaharah dan Macam-Macam Thaharah
A. Jenis Thaharah
Thaharah secara umum menjadi dua macam ,yaitu thaharah hakiki dan thaharah
hukmi.
1) Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan
kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa
thaharah hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada nodadarah atau air
kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara
hakiki. Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu
ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap.
Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah.
Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa,
hingga hilang warna dan rasa najisnya.
2) Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik
hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Seorang yang tertidur batal
wudhu’-nya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun
diawajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah
tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci
maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum
dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi thaharah
hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang tidak ada kotoran
yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual
ibadah. Thaharah hukmi didapat dengan cara berwudhu’ atau mandi janabah.
B. Macam-macam Thaharah
Secara umum, pembagian thaharah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
thaharah ma'nawiyah dan thaharah nissiyah. Thaharahma'nawiyah (hati atau rohani),
sedangkan thaharah nissiyah (badan atau jasmani):
4
1) Thaharah ma'nawiyah
Thaharah ma'nawiyah atau thaharah qalbu (hati), adalah bersuci dari syirik dan
maksiat dengan cara bertauhid dan melakukan kegiatan amal sholeh. Thaharah ini
menjadi yang paling utama dibandingkan thaharah nissiyah, karena thaharah
nissiyah tak dapat dilaksanakan jika hati kita belum suci. Untuk itu, sebagai muslim
kita harus mensucikan diri dan jiwa kita dari perbuatan syirik dan munafik serta
kegiatan maksiat lain seperti dengki, sombong,dendam, benci, riya' dan lain-lain.
2) Thaharah hissiyah
Thaharah nissiyah atau thaharah badan/jasmani, adalah mensucikan bagian
tubuh dari hadats (baik hadats kecil maupu hadats besar), najis dan segala jenis
kotoran. Untuk menghilangkan hadats kecil kita harus berwudhu dan untuk
menghilangkan hadats besar kita harus mandi besar. Jika dalam kondisi tidak ada
air, maka kita boleh melakukan tayammum dengan menggunakan pengganti air
yaitu tanah atau debu. Kita juga harus membersihkan tubuh dari macam macam
najis yang ada.
5
untuk thaharah, baik untuk menghilangkan hadast maupun menghilangkan
najis.
2. Debu, yaitu debu atau tanah yang bersih, yang tidak bercampur dengan najis.
Seperti debu yang kita jumpai diatas almari, di dinding rumah, pada dinding
bagian dalam bis, kereta api, pesawat udara, pada mobil dan sebagainya.
3. Benda padat, yaitu benda-benda padat yang suci dari asalnya lagi pula tidak
terkena najis semisal batu, batu merah, tanah kertas (padas), kayu kering,
kertas resap atau tisue dan sebagainya.
1. Najis Mukhoffafah (ringan), seperti air kencing bayi laki-laki yang berusia kurang dari
2 tahun dan belum makan apa-apa selain ASI. Sedangkan air kencing bayi perempuan
tidak tergolong dalam najis mukhoffafah, tapi tergolong najis mutawassitoh. Cara
mensucikannya najis mukhaffafah, cukup dengan memerciki air pada tempat yang
terkena najis. Maksud memercikkan, airnya tidak harus mengalir. Rasulullah SAW
bersabda, “Kencing anak perempuan itu dibasuh, sedangkan kencing anak laki-laki
(hanya) diperciki.” (HR. Abu Daud).
2. Najis Mutawasithoh (sedang), seperti: tinja/kotoran manusia/hewan,darah, nanah,
bangkai, muntah-muntahan, bangkai, dan minuman yangmemabukkan. Najis
mutawassitoh dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a) Najis 'Ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indera. Najis ini dapat
diketahui warna/bentuknya, baunya atau rasanya. Atau salah satu dari sifat itu
nyata adanya. Cara menyucikannya: dicuci dengan air yang mengalir sampai
hilang warna/bentuknya, baunya dan rasanya.
b) Najis Hukmiyah yaitu najis yang tidak dapat diketahui dengan indera. Najis ini
tidak dapat diketahui warna/bentuknya, baunya maupun rasanya, namun kita
yakin najis tersebut ada. Seperti percikan air kencing pada sarung dan sudah
kering. Walaupun tidak terlihat, tapi kita meyakini sarung itu terkena percikan
air kencing. Cara menyucikannya: dicuci dengan air suci yang mengalir, tanpa
harus hilang warna/bentuknya, baunya dan rasanya, karena tidak nyata.
6
3. Najis Mugholazah (berat), seperti kotoran anjing dan babi yang mengenai badan,
pakaian, atau tempat. Cara mensucikannya: Benda yang terkena najis ini hendaklah
dibasuh tujuh kali, dan salah satu diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang
dicampur dengan tanah.
1. Wudhu
Wudhu dilakukan bagi orang yang akan melakukan ibadah sholat, sebab
merupakan salah satu dari syarat sahnya sholat yang terdapat dalam firman Allah Q.S.
Al-Maidah: 6 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”
Dan dalam suatu hadits Rosulullah Saw bersabda:
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang jika berhadas, Hingga ia
berwudhu”(HR. Bukhari dan Muslim)
Syarat-syarat Wudhu :
• Islam
• Mumayiz
• Tidak berhadas besar
• Air suci mensucikan
• Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit
Rukun Wudhu :
• Niat
• Membasuh muka
• Membasuh dua tangan sampai siku
• Menyapa sebagian kepala
• Membasuh dua telapak kaki
• Tertib
7
Sunah Wudhu :
• Membaca basmalah
• Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan sebelum berkumur
• Berkumur
• Memasukkan air ke hidung
• Menyapu seluruh kepala
• Menyapu kedua telinga luar dan dalam
• Menyela-nyela jari kedua tangan dan menyela-nyela jari keduakaki
• Mendahulukan anggota kanan
• Membasuh setiap anggota tiga kali
• Jangan berbicara
2. Tayyammum
Tayamum menurut bahasa artinya menuju seangkan menurut pengertian sara’,
tayamum ialah menuju kepada tanah untuk menyapukan dua tangan dan muka dengan
niat agar dapat mengerjakan sembahyang. Adapun dasar disyariatkanya tayamum
ialah qur’an surat an-nisa’ ayat 43.[6]
“Kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang
baik (suci). Usaplah wajah dan tangan kalian”
Syarat-syarat Tayamum :
• Telah masuk waktu sholat
• Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran(harus suci)
• Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayammum
• Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
• Tidak haid maupun nifas bagi wanita (perempuan)
• Menghilangkan najis yang melekat pada tubuh.
8
Rukun-rukun Tayamum :
Sunah-sunah Tayamum :
• Membaca basmalah
• Menghadap kiblat
• Menghembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang diatas tangan itu
menjadi tipis
• Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri
• Membaca kedua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum
3. Mandi Besar
Mandi besar atau mandi wajib adalah mandi dengan cara tertentu untuk
menghilangkan hadats besar, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-Maidah
ayat 6. “Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.”
Penjabaran lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :
“sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau (bersetubuh)
mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw. Pada bermulaan Islam.
Kemudian beliau memerintahkan kami mandi sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu
Daud)
Syarat-Syarat mandi besar :
• Beragama islam
• Sudah tammyiz
• Bersih dari haid dan nifas
• Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air padaseluruh anggota tubuh
seperti cat, lilin dan sebagainya
• Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisamerubah sifat air untuk
mandi seperti minyak wangi dan lainnya
• Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu(wajib)
• Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah
• Air yang digunakan harus suci dan mensucikan.
9
Rukun Mandi besar :
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologi thaharah berarti bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik yang kasat
mata ataupun yang tidak kasat mata, seperti aib dan dosa. Kata thatharah sendiri berasal dari
kata thahara-yathhuru-thahuran-thaharatan yang berarti suci. Secara terminologi arti thaharah
adalah bersih atau suci dari najis baik najis faktual semisal tinja maupun najis secara hukmi,
yaitu hadats. Dengan kata lain, thaharah adalah keadaan yang terjadi sebagai akibat hilangnya
hadats atau kotoran.
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan
beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi sebagai rukhsah (keringanan)
untuk orang yang tidak dapat memakai air.
Mandi Wajib adalah mandi untuk menghilangkan hadast besar, baik karena junub, atau
karena haid, yaitu dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dariatas kepala hingga ujung
kaki
3.2 Saran
Demikian makalah tentang “Thaharah” ini kami buat. Semoga makalah ini dapat
diterima dan dipahami oleh para pembaca, dan juga membawa manfaat barokah untuk
kehidupan yang selanjutnya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna, dan masih
memerlukan kritik dan juga saran dari para pembaca. Maka dari itu kritik dan saran akan kami
tunggu dan akan kita jadikan sebagai pelajaran dan juga bekal untuk kedepannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Az Zuhaili Prof. Dr .Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok. Gema Insani
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas. 2009. FiqihIbadah.
Jakarta: AMZAH.
Darajat, Prof. Dr. Zakiyah.1995. Ilmu Fiqih. Jakarta. dana bakti wakaf
Rasjid, Sulaiman. 1986. Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
12