Disusun oleh :
FAKULTAS TEKNIK
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami hadiahkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah IBADAH DAN
SYARIAH.
Berkat rahmat dan karunia-Nya, serta didorong kemauan yang keras disertai kemampuan
yang ada, akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang ”BERSUCI
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah IBADAH DAN SYARIAH. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bersuci dan hokum air dalam bersuci bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….……..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN…....……………………………………………………….1
a. Latar belakang………………………………………………………………....1
b. Rumusan Masalah……………………………………………………………..1
c. Tujuan Penulisan……………………………………………………………....1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..2
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………9
3.2 Saran………………………………………………………………………..9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thaharah (bersuci) menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa
tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapa
ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak
sah.Perhatian Islam atas dua jenis kesucian baik jasmani maupun rohani merupakan bukti
otentik tentang konsistensi Islam atas kesucian dan kebersihan. Dan bahwa Islam adalah peri
hidup yang paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan.Tidak hanya mengenai
cara thaharah, namun kita juga perlu mengetahui media-media atau alat yang digunakan
untuk thaharah. Misalnya air, kita tidak bisa menggunakan semua jenis/macam air karena
tidak semua air bersifat suci dan mensucikan. Hal ini mengisyaratkan kita bahwa pentingnya
mempelajari beberapa macam air. Dengan begitu kita akan mengetahui mana air yang boleh
dipergunakan untuk bersuci dan mana air yang tidak diperbolehkan untuk bersuci.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.3 Pembagian Thaharah (Bersuci)
Macam-macam najis
Najis dibagi menjadi 3 bagian:
1. Najis mukhaffafah (ringan), ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur
2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis sampai
bersih.
2. Najis mutawassithah (sedang), ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur
manusia dan binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a. Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b. Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak
yang sudah kering dan sebagainya.
3
Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa dan
rupanya)
3. Najis mughallazah (berat), ialah najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air
bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.
Hadas menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah perkara yang
dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan sholat dan pekerjaan-
pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang
meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :
1) Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang dianggap mempengaruhi empat anggota tubuh
manusia yaitu wajah, dua tangan dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan semisalnya tidak sah.
Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.
2) Hadas besar, adalah perkara yang dianggap mempengaruhi seluruh tubuh lalu
menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah. Hadas besar
ini bisa hilang dengan cara mandi besar.
d. Wudlu
1. Pengertian Wudlu
Wudlu secara bahasa berarti keindahan dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah syara’
bersuci dengan air dalam rangka menghilangkan hadas kecil yang terdapat pada wajah, kedua
tangan, kepala dan kedua kaki disertai dengan niat.
2. Rukun Wudlu
Antara lain:
a. Niat
b. Membasuh muka
c. Membasuh dua tangan sampai siku
d. Mengusap sebagian kepala
e. Membasuh kaki sampai mata kaki
f. Tertib, artinya urut.
3. Sunnah Wudlu
a. Membaca basmallah
b. Membasuh tangan sampai pergelangan terlebih dahulu
c. Berkumur-kumur
4
d. Membersihkan hidung
e. Menyela-nyela janggut yang tebal
f. Mendahulukan anggota yang kanan
g. Mengusap kepala
h. Menyela-nyela jari tangan dan jari kaki
i. Megusap kedua telinga
j. Membasuh sampai tiga kali
k. Berturut-turut
l. Berdo’a sesudah wudlu
4. Hal-hal yang membatalkan wudlu
a. Keluarnya sesuatu dari dua jalan
b. Tertidur dengan posisi tidak duduk yang tetap
c. Hilangnya akal (gila, pingsan, mabuk dan sebagainya)
d. Tersentuh kemaluan dengan telapak tangan
e. Tersentuhnya kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim dan tidak
beralas
e. Mandi
1.Pengertian
Mandi dalam bahasa arab al ghuslu artinya mengalirkan alir pada apa saja. Menurut pengertian
syara’ berarti meratakan air yang suci pada seluruh tubuh disertai dengan niat. Pengertian lain
ialah mengalirkan air ke seluruh tubuh baik yang berupa kulit, rambut, ataupun kuku dengan
memakai niat tertentu. Mandi ini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah.
2. Hal-hal yang mewajibkan mandi (mandi besar/ mandi wajib)
a. Hubungan suami istri
b. Mengeluarkan mani
c. Mati
d. Haid
e. Nifas
f. Wiladah (melahirkan)
3. Rukun mandi
a. Niat
b. Menghilangkan najis bila terdapat pada badannya
c. Meratakan air ke seluruh tubuh, baik berupa rambut maupun kulit
4. Sunnah mandi
a. Membaca basmallah
b. Berwudlu sebelum mandi
c. Menggosok badan dengan tangan
d. Menyela-nyela pada rambut yang tebal
e. Membasuh sampai tiga kali
f. Berturut-turut
g. Mendahulukan anggota yang kanan
h. Memakai basahan
5
D. TAYAMMUM
1. Pengertian
Tayammum adalah salah satu cara bersuci, sebagai ganti berwudlu atau mandi apabila
berhalangan memakai air. (Imam Zarkasyi, 1995:20)
2. Syarat tayammum
a. Islam
b. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c. Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air
akan kambuh sakitnya
d. Telah masuk waktu shalat
e. Dengan debu yang suci
f. Bersih dari Haid dan Nifas
3. Rukun tayammum
a. Niat
b. Mengusap muka dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan ke debu
c. Mengusap kedua tangan sampai siku, dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan
atau diletakkan ke debu, jadi dua kali memukul.
d. Tertib
4. Sunnah tayammum
a. Membaca basmallah
b. Mendahulukan anggota kanan
c. Menipiskan debu di telapak tangan
d. Berturut-turut
5. Hal-hal yang membatalkan tayammum
a. Semua yang membatalkan wudlu
b. Melihat air, bagi yang sebabnya ketiadaan air
c. Karena murtad
1. Air mutlak
Air mutlak, yaitu air yang keberadaannya suci (eksistensinya) dan dapat dipakai untuk
bersuci, serta dapat menyucikan benda-benda lainnya. Singkatnya, air mutlak adalah air yang
suci dan mensucikan. Air ini boleh dipakai untuk bersuci, serta boleh dikonsumsi. Diantara air
yang termasuk kedalam kategori ini antara lain:
a. Air hujan
Air hujan yang turun dari langit hukumnya adalah suci. Bisa digunakan untuk berwudhu,
mandi atau membersihkan najis pada suatu benda.
Meski pun dizaman sekarang ini air hujan sudah banyak tercemar dan mengandung asam
yang tinggi, namun hukumnya tidak berubah, sebab kerusakan pada air hujan diakibatkan oleh
polusi dan pencemaran ulah tangan manusia dan zat-zat yang mencemarinya itu bukan termasuk
najis.
6
b. Air laut
Air laut adalah air yang suci dan juga mensucikan. Sehingga boleh digunakan untuk
berwudhu, mandi janabah ataupun untuk membersihkan diri dari buang kotoran (istinja’).
Termasuk juga untuk mensucikan barang, badan dan pakaian yang terkena najis.Meski pun rasa
air laut itu asin karena kandungan garamnya yang tinggi, namun hukumnya sama dengan air
hujan, air embun atau pun salju. Bisa digunakan untuk mensucikan. Sebelumnya para shahabat
Rasulullah SAW tidak mengetahui hukum air laut itu, sehingga ketika ada dari mereka yang
berlayar di tengah laut dan bekal air yang mereka bawa hanya cukup untuk keperluan minum,
mereka berijtihad untuk berwudhu` menggunakan air laut.
c. Air sungai
Sedangkan air sungai itu pada dasarnya suci, karena dianggap sama karakternya dengan air
sumur atau mata air. Sejak dahuu umat Islam terbiasa mandi, wudhu` atau membersihkan najis
termasuk beristinja’ dengan air sungai.Namun seiring dengan terjadinya perusakan lingkungan
yang tidak terbentung lagi, terutama di kota-kota besar, air sungai itu tercemar berat dengan
limbah beracun yang meski secara hukum barangkali tidak mengandung najis, namun air yang
tercemar dengan logam berat itu sangat membahayakan kesehatan.Maka sebaiknya kita tidak
menggunakan air itu karena memberikan madharat yang lebih besar. Selain itu seringkali air itu
sangat tercemar berat dengan limbah ternak, limbah WC atau bahkan orang-orang buang hajat di
dalam sungai. Sehingga lama-kelamaan air sungai berubah warna, bau dan rasanya. Maka bisa
jadi air itu menjadi najis meski jumlahnya banyak.
d. Air sumur
Air sumur, mata air dan dan air sungai adalah air yang suci dan mensucikan. Sebab air itu
keluar dari tanah yang telah melakukan pensucian. Kita bisa memanfaatkan air-air itu untuk
wudhu, mandi atau mensucikan diri, pakaian dan barang dari najis.Dalil tentang sucinya air
sumur atau mata air adalah hadits tentang sumur Budha`ah yang terletak di kota Madinah.
7
b. Air yang sedikit atau kurang dari dua kullah yang sudah terpakai untuk menghilangkan
hadas atau menghilangkan hukum najis sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak
berubah pula timbangannya
c. Air pohon-pohonan atau buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu
(nira), air kelapa dan sebagainya
1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.
2. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat oleh
orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan.
3. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari-
harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
4. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak mudah
terjangkit penyakit.
5. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun
lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang
(kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan
benda-benda yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat.
Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.Syarat
wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan sudah akil
baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci, tanah, debu
serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu,
debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda
lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan istinja’.Thaharah
memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat sebagaimana yang
diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan
Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitu membersihkan badan,
pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.
3.2 Saran
Sudah seharusnya kita mempelajari dan mengetahui tatacara bersuci demi
kesempurnaan ibadah kita. Karena ada beberapa ibadah yang diantara syarat-syaratnya
adalah suci dari najis baik itu badan, pakaian ataupun tempat ibadah. Dengan mengetahui
tatacara bersuci dan media yg digunakan untuk bersuci dengan baik dan benar, maka
akan terhindar dari keragu-raguan dan menjadi yakin akan terhindarnya dari najis yang
mana hal tersebut sangat penting dalam rangka mendapatkan kesempurnaan dalam
beribadah.
9
DAFTAR PUSTAKA