Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“FIQH AL-THAHARAH DAN PROBLEMATIKANYA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Metodologi Studi Fikih

Dosen Pengampu : Hj. Any Umy Mashlahah, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Adinda Aura Diva (2210110012)


2. Abdul Aziz Hasan (2210110017)
3. Safinatun Naja (2210110034)
Kelas : A1AIR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.


Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum
mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci
adalah agar umat muslim terhindar dari kotoran yang menempel di badan sehingga
secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah
SWT.

Namun, yang terjadi sekarang adalah banyak umat muslim hanya tahu saja
bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-
rukun bersuci lainnya sesuai syari’at Islam. Bersuci atau istilah lain dalam islam yaitu
“Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.

Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah


shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka, artinya tanpa thaharah
ibadah shalat baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak akan sah. Karena
fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan
melakukan shalat tidak hanya harus mengerti thaharah melainkan juga harus
mengetahui dan terampil melaksanakannya. Sehingga thaharahnya itu sendiri
terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iyyah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Thaharah?
2. Apa saja macam-macam Thaharah?
3. Apa saja alat yang digunakan untuk thaharah?
4. Apa saja macam-macam najis?
5. Apa saja macam-macam hadats?
6. Apa cara beristinja’ dan adab buang air?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari thaharah
2. Untuk mengetahui macam-macam thaharah
3. Untuk mengetahui alat yang digunakan untuk thaharah
4. Untuk mengetahu macam-macam najis
5. Untuk mengetahui macam-macam hadats
6. Untuk mengetahui istinja’ dan adab buang air
BAB II
PENDAHULUAN

A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’
thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga
diartikan sebagai mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Dalil thaharah tertulis dalam Quran surat Al Baqarah ayat 222. Allah SWT.
berfirman:

‫ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب الَّتَّواِبْيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر ْيَن‬
Artinya: Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang
yang menyucikan diri.

Sementara itu dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda:

‫اَل ُيْقَبُل ِهللا الَص اَل َة ِبَغْيِر َطُهْو ُر‬


Artinya: “Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” (HR.
Muslim)

Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki 4


tahapanyakni :
1. Menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.
2. Menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.
3. Menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.
4. Menyucikan hati dari selain Allah.

Ada dua hal yang menjadi objek thaharah, yaitu hadats dan najis. Dari sini pun
kita dapat mengenal istilah bersuci dari hadats dan najis. Thaharah pada dasarnya
adalah sebuah ibadah yang mencakup seluruh ibadah lainnya. Tanpa adanya
thaharah mustahil akan terwujud ibadah yang sah karena ibadah yang dilakukan
seorang hamba harus dalam keadaan yang bersih dan suci (thaharah wa nadhafah)
untuk mencapai kesempurnaan ibadah.
B. Macam-macam thaharah
1. Wudhu
Istilah wudhu berasal dari wadha’ah yang berarti bersih atau cerah.
Sedangkan menurut istilah, wudhu berarti menggunakan air untuk anggota-
anggota tubuh tertentu, seperti wajah, kedua tangan, kepala, serta kedua kaki,
untuk menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk
mengerjakan shalat dan ibadah lain yang membutuhkan kesucian.
Fardhu-fardhu wudhu sebagai berikut:
a. Niat
b. Membasuh wajah
c. Membasuh kedua tangan hingga siku-siku
d. Mengusap sebagian kepala
e. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
f. Tertib
Sunnah-sunnah wudhu sebagai berikut:
a. Mengucapkan basmalah
b. Membasuh kedua tangan sampai pergelangan sebelum berkumur
c. Berkumur
d. Beristinsyaq, yaitu menghirup air kedalam hidung
e. Mengusap seluruh kepala
f. Mengusap kedua telinga
g. Merenggangkan jenggot laki-laki yang lebat
h. Mendahulukan anggota tubuh bagian kanan
i. Bersuci tiga kali untuk basuhan dan usapan
j. Berkesinambungan (muwalah)
Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu sebagai berikut:
a. Keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur
b. Tidur yang tidak menetapkan duduknya pada bumi
c. Hilangnya kesadaran
d. Bersentuhan kulit tanpa ada penghalang antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahram
e. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan bagian dalam
2. Mandi
Mandi secara etimologi adalah mengalirkan air pada sesuatu. Sedangkan
secara terminology syar’i adalah mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan
niat tertentu.
Hal-hal yang mewajibkan mandi sebagai berikut:
a. Hadats besar, baik laki-laki maupun perempuan
b. Meninggal dunia, kecuali mati syahid
c. Masuk islam
Fardhunya mandi ada tiga macam, yaitu:
a. Niat
b. Menghilangkan najis yang berada pada tubuh
c. Meratakan air ke seluruh tubuh
Sunah-sunnah mandi sebagai berikut:
a. Membaca basmalah
b. Wudhu sebelum mandi
c. Menggosokkan tangan pada badan
d. Mendahulukan anggota tubuh bagian kanan
e. Muwalah
3. Tayammum
Tayammum secara etimologi adalah menyengaja. Sedangkan secara
terminologi syar’i adalah mendatangkan debu yang suci mensucikan pada
wajah dan kedua tangan sebagai ganti dari mandi atau wudhu dengan syarat
tertentu.
Syarat-syarat tayammum sebagai berikut:
a. Adanya udzur
b. Telah masuk waktu shalat
c. Tidak menemukan air
d. Debu yang suci dan mensucikan
Fardhu-fardhu tayammum sebagai berikut:
a. Niat
b. Mengusap wajah dan kedua tangan sampai siku-siku
c. Tertib
Sunnah-sunnah tayammum sebagai berikut:
a. Membaca basmalah
b. Mendahulukam anggota badan bagian kanan
c. Muwalah
Hal-hal yang membatalkan tayammum sebagai berikut:
a. Setiap perkara yang membatalkan wudhu
b. Menemukan air sebelum melaksanakan shalat.

C. Alat-alat yang digunakan untuk Thaharah


Ketentuan dalam thaharah adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan,
debu, dan benda-benda padat yang diyakini tidak bernajis.
1. Air, yang terbagi menjadi:
a. Air Mutlak
Yaitu air suci dan dapat mensucikan perkara lain yang tidak makruh
menggunakannya. Air mutlak merupakan air yang dzatnya dapat
digunakan untuk menyucikan badan, baik dari hadas maupun dari najis.
Air mutlak sering disebut oleh ulama fiqih sebagai air yang bersumber
dari dalam bumi atau secara alami turun dari langit. Terdapat beberapa
macam air yang masuk dalam kategori air mutlak, yaitu air laut, air
hujan, mata air, air sungai, air salju, dan air dari hasil hujan es. Selama
tidak ada pengaruh yang menyebabkan air berubah, air tersebut dapat
digunakan untuk bersuci.

b. Air Musta’mal
Yaitu air suci tidak mensucikan (air yang telah digunakan untuk
mensucikan hadats atau najis) dan air yang telah berubah warna, bau, dan
rasanya karena benda-benda suci lain yang mencampurinya.
c. Air Musyammas
Yaitu air suci lagi mensucikan yang makruh menggunakannya pada
badan bukan pakaian. Seperti, air yang terjemur oleh matahari dalam
bejana selain bejana emas atau perak.
d. Air Najis
Yaitu air sedikit yang kurang dari dua kulah yang terkena najis, baik
berubah ataupun tidak atau air sebanyak dua kulah tetapi telah berubah
warna, bau, dan rasanya. Air dua kulah itu kurang lebih 500 ritl kota
Baghdad menurut pendapat yang paling shahih.
2. Debu
Apabila seseorang tidak dapat menggunakan air karena berbagai uzur
(halangan), maka ia ddiperbolehkan bersuci menggunakan debu atau tanah
yang bersih atau suci sebagai rukhsah (keringanan) yang diperbolehkan
Allah SWT.
3. Batu
Batu dan benda-benda keras dan kesat lainnya (seperti kayu kering, daun
kering, atau tisu) dapat juga digunakan untuk bersuci dari najis atau istinja’
setelah buang air besar atau kecil.

D. Macam-macam najis
Menurut bahasa najis adalah segala sesuatu yang kotor.sedangkan menurut
syari’at najis adalah setiap kotoran yang wajib disucikan dari suatu benda dan
hal-hal yang mengenainya bagi setiap muslim. Apabila pakaian terkena najis
maka harus dibersihkan karena mengakibatkan ibadah (misalnya shalat) menjadi
tidak sah. Dilihat dari segi berat ringannya, para ulama’ membagi najis menjadi
tiga bagian, yaitu:
1. Najis Mughalazhah, yaitu najis berat. Para ulama sepakat bahwa yang
termasuk najis jenis ini adalah yang ditimbulkan dari najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya terlebih dahulu dihilangkan wujud benda najis tersebut,
kemudian dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali. Pada permulaan atau
penghabisannya diantara pencucian itu wajib dicampur dengan debu (tanah).
2. Najis Mukhaffafah, yaitu najis yang ringan. Contoh dari najis ini seperti air
kencing bayi laki-laki yang usianya kurang dari dua tahun, dan belum
makam apa-apa selain air susu ibunya. Cara mensucikan najis mukhaffafah
adalah dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
3. Najis Mutawassithah, yaitu najis sedang. Yang termasuk jenis kotoran najis
ini adalah kotoran hewan atau manusia, seperti air kencing, nanah,darah, dan
bangkai, serta benda-benda selain dari najis berat dan ringan.
Jika dilihat dari wujudnya, najis digolongkan ke dalam dua macam, yaitu:
a. Najis ‘Ainiyah, yaitu semua najis yang berwujud atau dapat dilihat melalui
mata dan memiliki sifat yang nyata, seperti warna dan baunya. Contoh:
kotoran, kencing, dan darah.
b. Najis Hukmiyah, yaitu semua najis yang telah kering dan bekasnya sudah
tidak ada lagi, serta sudah hilang warna dan baunya. Misalnya, kencing yang
mengenai baju yang kemudian kering, sedangkan bekasnya tidak tampak.
E. Macam-macam hadats
Menurut bahasa hadats berarti tidak suci atau keadaan badan tidak suci.
Sedangkan menurut istilah Islam, hadats adalah keadaan badan yang tidak suci
atau kotor dan dapat dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan
tayammum. Dengan kata lain, hadats ialah keadaan tidak suci mengenai pribadi
seorang muslim sehingga menyebabkan terhalangnya orang itu melakukan
shalat dan tawaf. Hadas ada dua macam yaitu :

a. Hadats kecil, yaitu dalam hukum fiqih yang dimaksud hadats kecil ialah
sesuatu kotoran yang maknawi (tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang
berada pada anggota wudhu, yang mencegah dari melakukan shalat atau
amal ibadah yang sejenisnya. Hadats kecil dapat dihilangkan dengan wudhu
dan tayammum. Diantara hal-hal yang menyebabkan hadats kecil adalah
buang air kecil dan besar, kentut, keluar madzi, serta segala hal yang
membatalkan wudhu. Hal-hal yang dilarang saat berhadat kecil diantaranya
sebagai berikut:
1) Mengerjakan shalat wajib ataupun shalat sunnah. Rasulullah SAW.
bersabda:

“Allah SWT. tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhadat,
sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari)

2) Melakukan thawaf di Ka’bah, baik thawaf wajib ataupun thawaf sunnah.


3) Memegang/menyentuh Mushaf Al-qur’an. Semua madzhab sepakat
bahwa tidak boleh (haram) menyentuh mushaf Al-qur’an kecuali dalam
keadaan suci. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Minhaju at-talibin
karya Imam Nawawi yaitu,

“dan diharamkan karena berhadats: shalat, berthawaf, membawa


mushaf dan menyentuh lembarannya.

b. Hadats besar, yaitu sesuatu yang maknawi (kotoran yang tidak dapat dilihat
oleh mata kasar), yang berada pada seluruh badan seseorang sehingga
mencegahnya mendirikan shalat dan amal ibadah sejenisnya. Berbeda
dengan hadats kecil yang cukup dihilangkan dengan wudhu, hadats besar
harus dihilangkan dengan mandi janabah. Adapun yang menyebabkan hadats
besar, diantaranya ialah keluar mani, baik karena disengaja (bersenggama)
ataupun karena bermimpi, haid, dan nifas. Hal-hal yang dilarang saat
berhadats besar diantaranya sebagai berikut:
1) Shalat, baik wajib maupun sunnah.
2) Thawaf di Ka’bah, baik fardhu maupun sunnah
3) Menyentuh/memegang, dan membaca Mushaf Al-qur’an
4) Berdiam diri di dalam Masjid
5) Berpuasa, baik puasa wajib maupun sunnah
6) Menceraikan istri yang sedang haid atau nifas

F. Istinja’ dan adab buang air


Istinja’ adalah membersihkan kotoran yang keluar dari dua jalan, jlan depan
(qubul) dan jalan belakang (dubur), dengan menggunakan air, batu, daun, atau
yang lainnya. Diantara adab buang air dan istinja’ adalah sebagai berikut.
1. Tidak membawa barang yang memuat nama Allah, kecuali jika
dikhawatirkan akan hilang.
2. Mendahulukan kaki kiri ketika masuk kamar mandi, dan mendahulukan kaki
kanan ketika keluar.
3. Tidak buang air di air yang tidak mengalir, ditempat terbuka, di lubang-
lubang, dibawah pohon yang sedang berbuah, dan di tempat yang
mengganggu orang lain.
4. Tidak berbicara ketika sedang buang air besar.
5. Membaca do’a ketika akan masuk ke dalam kamar mandi.
6. Tidak menghadap atau membelakangi kiblat.
7. Tidak buang air sambil berdiri
8. Wajib menghilangkan najis yang terdapat pada kedua jalan (qubul dan
dubur)
9. Tidak bersuci dengan menggunakan tangan kanan.
10. Selesai bersuci hendaknya tangan dibersihkan dengan sabun atau diusapkan
ke tanah.
11. Membaca do’a ketika keluar kamar mandi.

Fardhu-fardhu tayammum sebagai berikut:


a. Niat
b. Mengusap wajah dan kedua tangan sampai siku-siku
c. Tertib
Sunnah-sunnah tayammum sebagai berikut:
a. Membaca basmalah
b. Mendahulukam anggota badan bagian kanan
c. Muwalah
Hal-hal yang membatalkan tayammum sebagai berikut:
a. Setiap perkara yang membatalkan wudhu
b. Menemukan air sebelum melaksanakan shalat.
KESIMPULAN
Kebersihan yang sempurna itu disebut thaharah yang merupakan masalah
penting dalam peranan beragama dan menjadi prioritas dalam beribadah
karena sebelum kita melakukan interaksi kepada allah yaitu kita harus
dalam posisi suci diri atau bisa disebut thaharah, tidak ada tata cara besruci
yang lebih baik dan benar yaitu dalam syariat islam, walaupun manusia
sudah dalam keadaan bersih, ketika hendak melaksanakan sholat dan
ibadah lainya diharuskan untuk berwudhu
Tanpa adanya thaharah mustahil akan terwujud ibadah yang sah karena
ibadah yang dilakukan seorang hamba harus dalam keadaan yang bersih
dan suci (thaharah wa nadhafah) untuk mencapai kesempurnaan ibadah.
Mandi berarti mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan niat tertentu.
Wudhu berarti menggunakan air untuk anggota-anggota tubuh untuk
menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk
mengerjakan shalat dan ibadah lain yang membutuhkan kesucian.
Tayammum secara etimologi adalah menyengaja. Sedangkan secara
terminologi syar’i adalah mendatangkan debu yang suci mensucikan pada
wajah dan kedua tangan sebagai ganti dari mandi atau wudhu
Alat-alat yang digunakan untuk Thaharah Ketentuan dalam thaharah
adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan, debu, dan benda-
benda padat yang diyakini tidak bernajis.
Terdapat beberapa macam air yang masuk dalam kategori:
air mutlak, yaitu air laut, air hujan, mata air, air sungai, air salju, dan air
dari hasil hujan es.
Air Musta’mal Yaitu air suci tidak mensucikan (air yang telah digunakan
untuk mensucikan hadats atau najis)
Air Najis Yaitu air sedikit yang kurang dari dua kulah yang terkena najis
Menurut bahasa najis adalah segala sesuatu yang kotor
najis digolongkan ke dalam dua macam, yaitu:
a. Najis ‘Ainiyah, yaitu semua najis yang berwujud atau dapat dilihat
melalui mata dan memiliki sifat yang nyata, seperti warna dan baunya.
b. Najis Hukmiyah, yaitu semua najis yang telah kering dan bekasnya
sudah tidak ada lagi.
hadats adalah keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat
dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan tayammum.

a. Hadats kecil, yaitu dalam hukum fiqih yang dimaksud hadats kecil
ialah sesuatu kotoran yang maknawi (tidak dapat dilihat dengan mata
kasar)
b. Hadats besar, yaitu sesuatu yang maknawi (kotoran yang tidak dapat
dilihat oleh mata kasar)
Istinja’ adalah membersihkan kotoran yang keluar dari dua jalan, jlan
depan (qubul) dan jalan belakang (dubur),

GLOSARIUM
1. Hadas : keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak
boleh salat, tawaf dan lain sebagainya.
2. Najis : semua benda yang dihukumi kotor oleh syariat, seperti bangkai, darah,
kotoran hewan, dan sebagainya.
3. nadhafah : pembersihan lahir
4. rukhsah : bentuk keringanan dan kemudahan tidak menunaikan ibadah karena sebab
tertentu.
5. Istinja : kegiatan membersihkan kotoran yang keluar dari saluran kemih dan anus.
6. Miftah' :pembuka dan perintis.
7. udzur : halangan.
8. najis 'ainiyah : najis yang masih ada wujudnya.
9. Najis hukmi :najis yang tidak terlihat namun diyakini kewujudannya.
10. Muwalah : berkelanjutan dalam membasuh anggota wudhu tanpa ada jeda panjang
sehingga anggota tubuh yang basah karena air wudhu menjadi kering.
DAFTAR PUSTAKA

Musyaffa’, M. yazid. 2015. Fathul Qarib Lengkap dengan Ma’na Ala


Pesantren dan Terjemah Ringkas. Kediri: Anfa’ Press.

Badriyah, Lailatul. 2021. FIQIH Ibadah dalam kehidupan. Bogor:


GUEPEDIA.

Ahyar, Ahmad dan Ahmad Najibullah. 2021. Fiqih Madrasah Tsanawiyah


Kelas VII. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumaji, Muhammad Anis. 2008. Masalah Thaharah. Solo: Tiga Serangkai.

Al-Azizi, Abdul Syukur. 2020. Kitab Lenglap dan Praktis Fiqih Wanita.
Depok: Noktah.

Arifin. 2012. Fiqh Untuk Para Profesional. Jakarta: Gramedia.

Ath-Thahir, Hamid Ahmad. 2017. Fiqih Sunnah Untuk Anak. Yogyakarta:


Hikam Pustaka.

Reza, Ahmad. 2015. Buku Pintar Thaharah. Yogyakarta: Saufa.

Anda mungkin juga menyukai