NIM : 11150510000146
KELAS : FIQH G KH
KATA PENGANTAR
Allah itu bersih dan suci.Untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu
bersuci atau disucikan.Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci.
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-
syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan
sholat, wajib suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya
dari najis.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang
kotor dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana
mensucikan diri sendiri agar sah saat menjalankan ibadah.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Namun yang terjadi sekarang adalah banyak umat muslim hanya tau saja bersuci
itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun rukun bersuci
lainnya sesuai syariat islam. Bersuci dalam istilah islam yaitu “Thaharah” mempunyai
makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian Thaharah adalah mensucikan diri, pakaian dan tempat sholat dari
hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat
syah nya sholat seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan
pengertian tersebut sebenernya banyak sekali makna yang bias kita ambil dari fungsi
thaharah, sebagai bukti bahwa umat islam amat meningkatkan kebersihan dan
kesucian.
1.2. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian Thaharah definisikan ?
B. Thaharah dari najis dan hadats ?
C. Apa yang dimaksud dengan najis dan hadats ?
D. Macam macam air thaharah ?
E. Macam macam najis ?
F. Macam macam hadats ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
Thaharah ialah bersuci, dalam hukum islam bersuci termasuk bagian ilmu dan
amalan yang penting. Terutama karena di antara syarat syarat shalat telah di
tetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat, wajib suci dari hadats dan
suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
ا َِّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّوابِي َْن َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّريْن
“ Sesungahnya Allah mencintai orang orang yang bertobat dan ia mencintai orang
orang yang suci (berisih, baik dari kotoran jasmani ataupun kotoran rohani) “ ( Al-
Baqarah:222)
Urusan bersuci meliputi beberapa perkara yang berikut :
Thaharah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari hadas.
Bersuci dari najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tingkatan najis:
berat (mughalladhah), sedang (mutawassithah), atau ringan (mukhaffafah). Dikutip
dari NU Online, ada empat hikmah tentang disyariatkannya thahârah sebagaimana
disarikan dari kitab al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î karya
Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji.
Dalam syariat islam, yang di maksud dengan bersuci menghilangkan perkara yang
dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan sholat, thawaf atau menyentuh
Al-Qur’an. Perkara tersebut dapat berupa hadats atau najis, hukum bersuci dari najis
adalah wajib sesuai kemampuan yang bisa dilakukan oleh seseorang. Sedangkan
hukum bersuci dari hadats wajib dalam rangka sah sholatnya seseorang.
1. Hadas
keluarnya sesuatu benda dari kubul dan dubur. Hadas merupakaan keadaan diri
seseorang muslim yang dapat menyebabkan dirinya tidak suci dan tidak sah untuk
mengerjakan sholat. Karena itulah jika diri seseorang sedang mengalami hadas, perlu
mensucikan diri. Hadast termasuk bagian dari tahrah (bersuci) yang mana tahrah
tersebut terbagi menjadi 2 yaitu najis dan hadas.
a. Hadas kecil
adalah hadas yang mencakup keluarnya sesuatu dari 2 jalan yaitu dubur dan
kubul), hilangnya kesadaran karena pingsan atau mabuk, tidur nyenyak kecuali
tidurnya sambil dengan duduk, menyentuh kemaluan dan dubur dengan
menggunakan telapak tangan. Hadas kecil dapat disucikan dengan cara berwudhu
atau dengan tayamum.
b. Hadas besar
adalah hadas yang mencakup keluarnya sesuatu dari 2 jalan yaitu dubur dan
kubul), hilangnya kesadaran karena pingsan atau mabuk, tidur nyenyak kecuali
tidurnya sambil dengan duduk, menyentuh kemaluan dan dubur dengan
menggunakan telapak tangan. Hadas kecil dapat disucikan dengan cara berwudhu
atau dengan tayamum.
2. Najis
Najis adalah suatu kotoran, jika kotoran tersebut menempel pada pakaian atau
tempat, maka pakaian atau tempat tersebut tidak dapat digunakan untuk beribadah
(semisal shalat) sebelum kotoran tersebut disucikan dengan cara-cara tertentu sesuai
dengan tingkatan najis tersebut.
Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak
berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang dan mayat manusia semuanya
suci.
b. Darah
Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa. Di kecualikan juga, darah
yang ketinggalan dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah
ikan. Kedua macam darah ini suci /dimaafkan.
c. Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karna nanah itu
darah yang sudah busuk.
d. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu ( dubur dan kubul )
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa seperti tahi, kencing atau yang
tidak biasa seperti madzi. Baik dari hewan yang halal dimakan ataupun dari
hewan haram di makan.
Hukum bagian bagian binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya.
Maksudnya, kalua bangkai najis, yang dipotong itu juga najis, seperti babi atau
kambing. Kalua bangkainya suci, yang di potong sewaktu hidupnya pun suci pula,
seperti yang di ambil dari ikan hidup, dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan,
hukumnya suci. Kalifat (cara) mencuci benda yang kena najis
1. Najis mughallazhah (tebal), yaitu anjing. Kalifat mencuci benda yang kena najis
ini, hendaklah dibasuh tujuh kali, dan hendaklah air nya di campur dengan
tanah.
2. Najis mukhaffafah (enteng) seperti kencing kanak kanak laki laki yang belum
makan makanan selain susu. Cara membersihkan najis ini dengan mencuci
benda yang kena najis ini memadai dengan memercikan air diatas benda
tersebut meski tidak mengalir.
3. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang lain dari pada kedua
macam yang tersebut di atas. Najis pertengahan ini terbagi dua bagian
a. Dinamakan najis Hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya tetap tidak nyata
zat, bau, rasa, dan warnanya seperti kencing yang sudah lama kering,
sehingga sifat sifatnya telah hiang
b. Najis Ainiyah yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa atau baunya,
terkecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini
dimaafkan.
1. Air hujan 2. Air laut 3. Air sungai 4. Air sumur 5. Air mata air (sumber) 6. Air es
(salju) 7. Air embun
Air dilihat dari hukumnya dan jenis macam macam air seperti di bawah ini :
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan
(membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari atau terbit dari bumi dan
masih tetep mutlak (belum berubah) keadaanya, seperti air hujan, air laut, air sumur,
air es yang sudah hancu kembali, air embun dan air yang keluar dari mati air.
2. Air Musyammas
Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan
menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi
atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai
untuk bersuci. Air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau
hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, tetapi tak mengapa bila dipakai untuk
mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai
bersuci apabila telah dingin kembali.
3. Air Mustaghayar
Adapun air mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya
disebabkan tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang
menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang
masih asli ia disebut air mutlak dengan nama air mata air. Ketika air ini dicampur
dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka orang akan
mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang menjadikan air mata
air kehilangan kemutlakannya.
Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan? Air mineral dalam kemasan itu masih
tetap pada kemutlakannya karena tidak ada pencampuran barang suci yang
menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya
dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak
berpengaruh pada kemutlakan airnya.
4. Air Mutanajjis
Air Mutanajjis adalah air yang terkena barang najis dan volumenya kurang dari dua
qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih, tetapi berubah salah satu
sifatnya—warna, bau, atau rasa karena terkena najis tersebut. Air sedikit apabila
terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak
ada sifatnya yang berubah. Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi
mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun
bila karena terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak
tersebut menjadi air mutanajis. Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci,
karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk
menyucikan.
BAB III
PENUTUP
1.2.1. A. Kesimpulan
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama islam dan
sudah akil baliqh. Sarana yang digunakan untuk thaharah adalah air suci, tanah, debu
serta benda benda yang di perbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu,
debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air. Sedangkan
benda lain seperti batu, kertas, dan tisu digunakan untuk beristinja.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari hari
ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan ibadah.
Daftar Pustaka
H Sulaiman Rasjid, FIQH ISLAM, Penerbit sinar Bandung, jl. Jend A. Yani No 44-46