Anda di halaman 1dari 4

Thaharah (taharah) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah suci, bersih

atau kesucian badan yang diwajibkan bagi orang yang beribadat.


Pengertian Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa Arab yang berarti bersih atau suci dan ini sudah disarikan ke
dalam bahasa Indonesia. Pengertian thaharah secara bahasa adalah an-Nadafatu yang artinya
bersih atau suci. Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah membersihkan diri, pakaian, dan
tempat dari najis dan hadas, sehingga seseorang diperbolehkan beribadah yang ditentukan
harus dalam keadaan suci. Bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan berwudu, (untuk hadas
kecil), atau mandi (untuk hadas besar) dan tayamum bila dalam keadaan terpaksa.
Bersuci dari najis meliputi suci badan, pakaian, tempat, dan lingkungan yang menjadi tempat
beraktivitas bagi kita semua. Islam memberi perhatian yang sangat besar terhadap bersuci
(thahârah). Bersuci merupakan perintah agama yang bisa dikatakan selevel lebih tinggi dari
sekadar bersih-bersih. Sebab, tidak semua hal yang bersih itu suci.
Hukum Thaharah
Hukum thahârah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan
shalat. Bersih dari najis dan menghilangkannya merupakan suatu kewajiban bagi yang tahu
akan hukum dan mampu melaksanakannya. Allah SWT berfirman: ‫ك َف َطه ِّۡر‬
َ ‫ َو ِث َيا َب‬Wa siyaabaka
fatahhir Artinya: "Dan bersihkanlah pakaianmu". (QS.Al-Muddassir: 4)
Lalu terdapat juga dalam surah berikut ini: ‫ٕٮف ِۡي َن َو ۡال ٰع ِكف ِۡي َن َوالرُّ َّک ِع ال ُّسج ُۡو ِد‬Nِِٕ ‫ِلطٓا‬
َّ ‫اَ ۡن َطه َِّرا َب ۡيت َِى ل‬.... ...An tahhiraa
Baitiya littaaa'ifiina wal'aakifiina warrukka'is sujuud Artinya: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!! (Qs. Al
Baqarah: 125)
Sementara bersih dari hadas merupakan suatu kewajiban yang sekaligus sebagai syarat sah
shalat. Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam: “Shalat tidak diterima
tanpa -didahului dengan bersuci.” (HR. Muslim no. 224)
Tata Cara Thaharah
Thaharah secara umum dapat dilakukan dengan empat cara berikut ini:
1. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam badan.
2. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
3. Membersihkan hati dari akhlak tercela.
4. Membersihkan hati dari selain Allah.
Hikmah Thaharah
Thahârah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari hadas. Bersuci dari
najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tingkatan najis: berat (mughalladhah),
sedang (mutawassithah), atau ringan (mukhaffafah). Dikutip dari NU Online, ada empat hikmah
tentang disyariatkannya thahârah sebagaimana disarikan dari kitab al-Fiqh al-Manhajî ‘ala
Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji.
Pertama, bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia
memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu yang kotor dan
jorok. Karena Islam adalah agama fitrah, maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras
dengan fitrah manusia.
Kedua, menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai kehidupan
bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir atau
dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kebersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini
menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya.
Ketiga, menjaga kesehatan. Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara
seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya disebabkan oleh
lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah mengungkapkan, "kebersihan adalah
pangkal kesehatan". Anjuran untuk membersihkan badan, membasuh wajah, kedua tangan,
hidung, dan kedua kaki, berkali-kali saban hari relevan dengan kondisi dan aktivitas manusia.
Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling sering terpapar kotoran.
Keempat, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah: tidak hanya bersih
tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang hamba memang seharusnya dalam
keadaan suci secara lahir batin, bersih jasmani dan rohani, karena Allah yuhhibbut tawwâbîna
yayuhibbul mutathahhirîna (mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri).

Baca selengkapnya di artikel "Pengertian Thaharah, Cara & Hikmah Berthaharah Menurut
Agama Islam", https://tirto.id/gaCy

Pengertian Thaharah
Secara bahasa thaharah artinya membersihkan kotoran, baik kotoran yang berwujud maupun yang
tak berwujud. Kemudian secara istilah, thaharah artinya menghilangkan hadas, najis, dan kotoran
(dari tubuh, yang menyebabkan tidak sahnya ibadah lainnya) menggunakan air atau tanah yang
bersih.[4] Sedangkan menurut hukum Syara', thaharah artinya suci dari hadas dan najis.[5]

Perkara Bersuci
Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:

 Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya


 Kaifiat (cara) bersuci
 Jenis najis yang perlu disucikan
 Benda yang wajib disucikan
 Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci

Jenis Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua, secara batin dan lahir, keduanya termasuk di antara cabang
keimanan. Thaharah bathiniyah: ialah menyucikan diri dari kotoran kesyirikan dan kemaksiatan dari
diri dengan cara menegakkan tauhid dan beramal saleh. Thaharah lahiriyah: ialah menyucikan diri
menghilangkan hadats dan najis.[6]
Bentuk Thaharah
Seorang anak bersuci dengan tanah (tayamum).

Thaharah dengan air seperti wudhu dan mandi besar (junub), dan ini adalah bentuk bersuci secara
asal. Thaharah dengan tanah (debu) yakni tayamum [7] sebagai pengganti air ketika tidak ada air
ataupun sedang berhalangan menggunakan air.[8]

Jenis Najis
Najis merupakan kotoran yang wajib dijauhi dan wajib dibersihkan bila terkena badan seorang
Muslim.[9] Hukum asal dari suatu benda adalah bersih dan boleh dimanfaatkan, hingga kemudian
(apabila) didapatkan adanya dalil yang menyatakan kenajisannya (maka dia dihukumi najis).
Najis dibedakan menjadi 3, yaitu:

 Najis mukhaffafah (najis ringan)
Najis ini dapat dihilangkan hanya dengan memercikan air (mengusap dengan air pada benda yang
terkena najis. contoh najis mukhaffafah yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun
kecuali air susu ibu.

 Najis mutawassitah (najis sedang)
Cara menghilangkan najis ini adalah dengan cara mencucinya sampai hilang warna, bau, rasa, zat,
dan sebagainya hilang. contoh najis mutawassitah adalah bangkai, darah, nanah, air kencing
manusia, kotoran manusia, dan lain-lain.

 Najis mugallazah (najis berat)
Contoh najis mugallazah adalah jilatan anjing dan babi. jika terkena ini, maka cara
menghilangkannya adalah dengan membasuh dengan air mengalir sebanyak 7 kali yang di sela-
selanya diusap dengan debu (air tanah).

Jenis Air dan Pembagiannya


Air yang dapat digunakan untuk bersuci haruslah air yang bersih, suci lagi menyucikan. [10] Air
tersebut bisa berasal dari langit (hujan) maupun berasal dari Bumi (air tanah dan air laut) yang
masih murni dan belum pernah digunakan (bukan bekas pakai). Jika ditelaah dari jenis-jenisnya, air
yang bersih, suci, lagi menyucikan ada 7 jenis, yaitu: [11]

 Air hujan
 Air laut[12]
 Air (yang berasal dari lelehan) salju
 Air embun
 Air Sumur (Mata air)
 Air Telaga
 Air Sungai
Sementara itu selain jenis-jenis air, menurut hukum Islam air itu sendiri dibagi menjadi empat
golongan, yaitu:[13]
 Air Muthlaq. Air ini dapat pula disebut sebagai air murni, karena hukumnya suci dan
menyucikan, dan tidak makruh untuk digunakan bersuci. [14]
 Air Musyammas. Air ini adalah air yang dipanaskan dengan sinar matahari di tempat
(wadah) yang tidak terbuat dari emas.[15] Hukum air ini adalah suci lagi menyucikan, namun
hukumnya makruh untuk digunakan bersuci.[14][16] Ada pula ulama yang memakruhkan air yang
memang sengaja dipanaskan dengan api.[17]
 Air Musta'mal. Air ini adalah air bekas menyucikan hadas dan najis. Walaupun air ini tidak
berubah rasanya, warnanya, serta baunya, bahkan sebenarnya air ini masih bersih dan suci.
Akan tetapi air ini tidak dapat digunakan untuk bersuci. [14][18]
 Air Mustanajjis. Air ini adalah air yang sudah terkena atau tercampur dengan najis,
sedangkan volumenya kurang dari dua qullah (sekitar 216 liter). Hukum bersuci menggunakan
air ini adalah tidak boleh sama sekali, karena tidak suci dan tidak menyucikan. Namun apabila
volumennya lebih dari dua qullah dan tidak mengubah sifat airnya (bau, rasa, dan warna), maka
air itu boleh digunakan untuk bersuci.[14]
 Air yang bercampur dengan barang yang suci. Air ini adalah air muthlaq pada awalnya,
kemudian air ini tercampur (kemasukkan sesuatu) dengan barang yang sebenarnya tidak najis,
misalkan sabun tau bahan makanan. Air seperti ini hukumnya tetap suci, amun jika sifat air
sudah berubah sifat, rasa, bau, dan warnanya, maka air tersebut menjadi tidak bisa digunakan
untuk bersuci.[19]
Dari semua jenis-jenis air diatas, ada satu jenis air lagi yang suci tetapi haram digunakan untuk
bersuci. Air yang dimaksud di sini ialah air yang didapat dengan cara ghahsab atau mencuri
(mengambil atau memakai tanpa izin).[14]

Anda mungkin juga menyukai