Tentang
FIQIH THAHARAH
Disusun oleh:
Ahmad Ginda Saputra
Khohharudin Solihin
Royklas Fernando Sihombing
Kelas
Akuntansi C
Definisi Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa Arab yang berarti bersih atau suci dan ini sudah
disarikan ke dalam bahasa Indonesia. Pengertian thaharah secara bahasa adalah an-Nadafatu
yang artinya bersih atau suci. Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah membersihkan diri,
pakaian, dan tempat dari najis dan hadas, sehingga seseorang diperbolehkan beribadah yang
ditentukan harus dalam keadaan suci.
Bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan berwudu, (untuk hadas kecil), atau mandi
(untuk hadas besar) dan tayamum bila dalam keadaan terpaksa. Bersuci dari najis meliputi
suci badan, pakaian, tempat, dan lingkungan yang menjadi tempat beraktivitas bagi kita
semua. Islam memberi perhatian yang sangat besar terhadap bersuci (thahârah). Bersuci
merupakan perintah agama yang bisa dikatakan selevel lebih tinggi dari sekadar bersih-
bersih. Sebab, tidak semua hal yang bersih itu suci.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur." (Al-Maidah :6 )
Ayat diatas dipandang sebagai dalil yang paling mewakili untuk membahas seputar
thaharah. Hal ini disebabkan, karena kandungan ayat ini memuat tiga persoalan yang
termasuk masalah thaharah yaitu, Wudlu, Mandi Jinabah dan Tayamum.
Hikmah Thaharah
Thahârah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari hadas. Bersuci
dari najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tingkatan najis: berat
(mughalladhah), sedang (mutawassithah), atau ringan (mukhaffafah).
Ada empat hikmah tentang disyariatkannya thahârah sebagaimana disarikan dari kitab
al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-
Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji.
2. menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai kehidupan
bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir
atau dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kebersihan. Seriusnya Islam soal
perintah bersuci ini menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para
pemeluknya.
4. menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah: tidak hanya bersih
tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang hamba memang
seharusnya dalam keadaan suci secara lahir batin, bersih jasmani dan rohani, karena
Allah yuhhibbut tawwâbîna yayuhibbul mutathahhirîna (mencintai orang-orang yang
bertobat dan menyucikan diri).
Tata Cara Thaharah
1. Mandi Wajib
Istilah mandi wajib dalam thaharah yaitu mengalirkan air ke seluruh tubuh dari ujung
kepala hingga kaki. Mandi wajib ini harus dibarengi dengan membaca niat berikut ini:
ث اَْأل ْكبَ ِر ِم َن ْالِجنَابَ ِة فَرْ ضًا هلِل ِ تَ َعالَى َ ْت ْال ُغس َْل لِ َر ْف ِع ْا
ِ لح َد ُ نَ َوي
Nawaitul ghusla liraf'il-hadatsil-akbari fardhal lillaahi ta'aala
Artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena
Allah ta'ala."
Menurut madzhab Syafi'i, saat membaca niat harus dibarengi dengan menyiram tubuh
dengan air secara merata. Untuk bagian tubuh yang berbulu atau berambut, harus
menggunakan air mengalir. Sementara mandi yang sempurna tata cara praktisnya adalah
sebagai berikut :
Thaharah dengan berwudhu digunakan untuk menghilangkan hadas kecil ketika akan
sholat. Orang yang hendak melaksanakan sholat, sudah wajib hukumnya melakukan wudhu.
Wudhu merupakan syarat sah pelaksanaan sholat.
Thaharah dengan berwudhu juga sama halnya dengan mandi wajib, yang diawali
dengan membaca niat yang berbunyi:
Artinya: "Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah."
3. Tayamum
Thaharah tayamum merupakan cara bersuci untuk menggantikan mandi dan wudhu
apabila sedang tidak ada air. Syarat tayamum adalah menggunakan tanah yang suci, tidak
tercampur benda lain. Tayamum di awali dengan niat yang berbunyi:
Artinya: "Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan fardu karena Allah."
1. Niat
2. Membaca basmalah
3. Menepukkan kedua telapak tangan ke atas tanah atau benda berdebu yang suci
4. Mengusap wajah
5. Mengusap kedua tangan
Thaharah Indrawi adalah bersuci yang dilakukan dengan menghilangkan hadats dan
najis. Thaharah indrawi ada dua macam yaitu :
Hadats adalah sebuah keadaan atau sifat yang menempel pada badan seseorang
dimana ia terhalang dari ibadah shalat dan ibadah lainnya yang mempersyaratkan suci dari
hadats. Hadats sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
Hadats Besar
Hadats Kecil
Adapun hadats besar adalah hadats yang ada pada seluruh tubuh. Diantara
penyebabnya adalah : berhubungan seksual, haid, nifas, dsb.
Sedangkan hadats kecil adalah hadats yang ada pada anggota wudhu. Hadats ini
disebabkan oleh : buang air kecil, buang air besar, kentut, keluar air madzi dan lain-lain.
Najis adalah benda menjijikkan atau kotor menurut syariat yang menghalangi
seseorang dari sahnya shalat. Apabila seseorang terdapat benda najis yang menempel pada
badan, pakaian, ataupun tempat shalatnya maka shalatnya tidak sah dan sebelum shalat
hendaknya ia sucikan terlebih dahulu. Adapun benda-benda najis tergolong menjadi tiga :
Najis Mugholadzoh (Najis Berat) : seperti air liur anjing.
Najis Mutawasitthoh (Najis Pertengahan) : seperti air kencing dan tinja manusia serta
hewan yang tidak dimakan dagingnya seperti tikus, kucing dsb, bangkai (kecuali
kulitnya yang sudah disamak), air madzi, air wadi, sesuatu yang menjijikkan dan
banyak seperti darah yang mengucur, darah haid, nanah, muntahan dsb.
Najis Mukhaffafah (Najis Ringan) : seperti air kencing bayi laki-laki yang belum
makan.
Thaharah Maknawi yaitu mensucikan hati dari segala dosa dan maksiat baik itu syirik,
dengki, sombong, ujub, riya, dendam dan segala sesuatu yang mengotorinya. Thaharah ini
jauh lebih penting karena thaharah indrawi tidak akan terwujud kecuali suci dari syirik. Allah
ta’ala berfirman :
1. Najis Mugholadoh
mugholdoh atau najis berat ini bersumber dari hewan anjing atau babi. Cara menyucikan
najis ini adalah dengan membasuh tujuh kali menggunakan air dan cucian yang pertama atau
salah satunya menggunakan tanah, debu atau lumpur maupun semacamnya. Cara yang sama
dilakukan untuk menyucikan najis yang berasal dari babi.
2. Najis Mutawassithah
Jenis najis ini adalah semua najis selain najis mugholadoh dan najis mukhaffafah, yaitu
Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang/hewan, seperti Air
kencing, kotoran buang air besar dan air mani/sperma, termasuk bangkai, air susu hewan
yang diharamkan, cairan memabukkan, dan lain sebagainya.
3. Najis Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah atau najis ringan. Yang termasuk najis mukhaffafah yakni air seni atau
kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan makanan selain ASI.
Tata cara menyucikan najis mukhaffafah adalah cukup dengan hanya menyiramkan atau
memercikkan air pada seluruh bagian yang terkena najis mukhaffafah.
Adapun tata cara mensucikan benda dari najis mugholladzoh adalah dengan
membasuhnya sebanyak 7x dan basuhan pertamanya adalah dengan tanah.
Pertama : Apabila najis berada di atas permukaan tanah atau lantai maka cara
mensucikannya adalah dengan mengguyurnya atau menyiramnya dengan air sekali
saja hingga najisnya lenyap.
Kedua : Apabila najis berada pada selain tanah seperti kain, pakaian dan sebagainya
maka cara mensucikannya adalah dengan menghilangkannya hingga tidak tersisa
warna, bau dan rasanya.
Adapun tata caranya adalah dicuci dengan air kemudian diperas hingga lenyap dan
tidak menyisakan bekas najisnya.
Adapun mensucikan menggunakan alat suci selain air seperti tanah, batu, tisu, dan
semacamnya ini terdapat perselisihan pendapat ulama.
Namun, pendapat yang lebih kuat adalah dibolehkan, seperti beristinja’ dengan batu,
membersihkan najis di bawah alas kaki dengan menginjakannya ke atas tanah,
membersihkan najis yang ada pada pakaian bawah wanita dengan menyeretnya di atas
tanah, dan sebagainya.
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam
Majmu’ Fatawa : “Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah apabila najis itu
hilang kapapun dengan cara apapun, maka hilang pula hukum najisnya. Karena
hukum terhadap sesuatu jika penyebabnya telah hilang maka hilang pula hukumnya.
Namun, tidak boleh menggunakan makanan dan minuman untuk menghilangkan najis
tanpa keperluan. Karena hal ini menimbulkan mafsadat pada harta dan juga tidak
boleh beristinja’ dengan keduanya.”
Ketiga : Apabila najis berada di bawah sepatu atau alas kaki atau pakaian bawah
wanita, baik itu najis yang basah maupun najis yang kering, maka cukup
mengusapkan atau menyeretnya di atas tanah.
Najis mukhoffafah cukup disucikan dengan percikan air saja. Adapun air madzi ini
ada perselisihan pendapat apakah cukup dipercikkan air atau harus dicuci. Untuk lebih hati-
hatinya maka lebih baik dicuci.
Thaharah dengan berwudhu digunakan untuk menghilangkan hadas kecil ketika akan
sholat. Orang yang hendak melaksanakan sholat, sudah wajib hukumnya melakukan wudhu.
Wudhu merupakan syarat sah pelaksanaan sholat.
Thaharah dengan berwudhu juga sama halnya dengan mandi wajib, yang diawali
dengan membaca niat yang berbunyi:
Artinya: "Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah."
2. Tayamum
Thaharah tayamum merupakan cara bersuci untuk menggantikan mandi dan wudhu
apabila sedang tidak ada air. Syarat tayamum adalah menggunakan tanah yang suci, tidak
tercampur benda lain. Tayamum di awali dengan niat yang berbunyi:
Artinya: "Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan fardu karena Allah."
1. Niat
2. Membaca basmalah
3. Menepukkan kedua telapak tangan ke atas tanah atau benda berdebu yang suci
4. Mengusap wajah
5. Mengusap kedua tangan
3.Mandi Wajib
Istilah mandi wajib dalam thaharah yaitu mengalirkan air ke seluruh tubuh dari ujung
kepala hingga kaki. Mandi wajib ini harus dibarengi dengan membaca niat berikut ini:
ث اَْأل ْكبَ ِر ِم َن ْالِجنَابَ ِة فَرْ ضًا هلِل ِ تَ َعالَى َ ْت ْال ُغس َْل لِ َر ْف ِع ْا
ِ لح َد ُ نَ َوي
Nawaitul ghusla liraf'il-hadatsil-akbari fardhal lillaahi ta'aala
Artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena
Allah ta'ala."
Menurut madzhab Syafi'i, saat membaca niat harus dibarengi dengan menyiram tubuh
dengan air secara merata. Untuk bagian tubuh yang berbulu atau berambut, harus
menggunakan air mengalir. Sementara mandi yang sempurna tata cara praktisnya adalah
sebagai berikut :
Di dalam agama Islam air penting sebagai sarana ibadah. Air diperlukan untuk bersuci
sebagai salah satu syarat sebelum menunaikan salat yang merupakan ibadah pokok dalam
ajaran Islam. Berwudhu sebagai salah satu syarat sah salat dilakukan dengan cara membasahi
atau mencuci bagian-bagian tertentu dari anggota badan dengan air bersih (suci dan
menyucikan). Perintah berwudu dan mandi junub dengan menggunakan air bersih terdapat
dalam Alquran surah Al Maidah ayat 5-6.
Di dalam Alqur’an banyak ayat yang membicarakan masalah air dan fungsinya di
alam, misalnya tentang asal dan penopang kehidupan, daur hidrologi, sarana transportasi, dan
sebagainya, bahkan surga dilukiskan sebagai kebun yang dialiri sungai-sungai yang jernih.
Keberadaan air di akhirat, peran dan pengaruhnya bagi manusia sangat tergantung
pada amalan-amalan yang telah diperbuat terdahulu semasa masih di dunia. Keberadaan air di
mana-mana, termasuk di surga dan neraka, mengindikasikan bahwa air tidak pernah terpisah
jauh dari kehidupan manusia.
1. Wudhu yang terjaga mampu memasukkan seseorang ke surga seperti layaknya Bilal.
Hal ini tercatat dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari.
2. Ketika tiba di akhirat kelak, akan masuk dalam golongan Rasulullah SAW.
3. Air wudhu mampu membuat otot-otot yang tadinya tegang menjadi rileks. Beberapa
dokter bahkan berkata bahwa percikan air ke wajah mampu menghilangkan kepenatan
dan lelah.