Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Allah merupakan dzat yang bersih dan suci. Allah mencintai sesuatu yang
bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu bersuci atau
disucikan. Islam menganjurkan pemeluknya untuk selalu menjaga kebersihan
badani selain kebersihan rohani. Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana
umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan ibadah menghadap Allah
SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat islam terhindar dari
kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak
sengaja membatalkan rangkaian ibadah kepada Allah SWT.
Dalam pembahasan fiqih, secara umum selalu diawali dengan uraian tentang
thaharah. Dalam hukum islam bersuci termasuk bagian ilmu dan amalan yang
penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa
seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas dan suci pula
badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Sehingga thaharah dijadikan sebagai alat
dan cara mengenai bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah dalam
menjalankan ibadah.
Thaharah sebagai bukti bahwa islam sangat mementingkan kebersihan dan
kesucian. Berdasarkan hal ini, akan dipaparkan penjelasan lebih rinci mengenai
thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi thaharah dalam menjalankan ibadah
kepada Allah SWT, serta menjelaskan manfaat thatarah yang dapat umat muslim
peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih mengetahui dan memahami
makna bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah
yang lebih baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis mengemukakan
beberapa rumusan masalah yang menjadi topik pembahasan dalam makalah ini
yaitu :
1. Apa pengertian thaharah secara bahasa dan istilah?
2. Sebutkan pembagian thaharah?
3. Sebutkan macam-macam alat thaharah dan pembagiannya?
4. Apa pengertian hadas dan najis?
5. Bagaimana cara-cara bersuci dari hadas dan najis?
6. Apa hikmah dan urgensi mengetahui thaharah?
7. Bagaimana fungsi thaharah dalam kehidupan sehari-hari?

1.3 TUJUAN
Dalam makalah ini, penulis mengemukakan beberapa tujuan dan kegunaan
yang ingin dicapai sebagai berikut :
1. Memahami makna thaharah dan dapat mengamalkannya,
2. Memahami pembagian thaharah,
3. Memahami macam-macam alat thaharah dan pembagiannya,
4. Memahami macam-macam hadas dan najis,
5. Memahami cara dan tahapan bersuci dari hadas dan najis,
6. Memahami hikmah dan urgensi dari thaharah,
7. Memahami dan dapat mengamalkan fungsi thaharah dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah


Thaharah menurut Bahasa berasal dari kata ‫( طهور‬Thohur), artinya bersuci
atau bersih dari berbagai kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis
berupa air seni dan yang selainnya, maupun yang bersifat maknawiyah seperti aib
dan perbuatan maksiat. Sedangkan menurut istilah para fuqaha’ berarti
membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudlu dan
bertayammum. (Saifuddin Mujtaba’, 2003:1).
Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudlu, mandi dan tayammum. Suci
dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:
a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Thaharah (bersuci) hukumnya ialah wajib berdasarkan penjelasan al Quran
ataupun as-Sunnah. Firman Allah dalam Q.S. al-Maidah/5: 6 :

Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat,
Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit4atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh5perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.”
Berdasarkan bunyi ayat di atas, Allah swt. memerintahkan kepada orang-orang
yang beriman agar dalam melaksanakan ibadah kondisi tubuh atau badan harus
bersih dan suci dari segala kotoran baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat,
tidak ada alasan bagi orang yang beriman untuk tidak bersuci dalam
melaksanakan ibadah terutama salat.
2.2 Pembagian Thaharah
Para ulama telah mengklasifikasikan thaharah menjadi dua macam:
a. Thaharah haqiqiyyah, yaitu bersuci dari najis, yang meliputi badan, pakaian
dan tempat.
b. Thaharah hukmiyyah, yaitu bersuci dari hadas
Thaharah jenis ini hanya berkenaan dengan badan, yang terbagi menjadi:
1) Thaharah qubra yaitu mandi.
2) Thaharah shugrah yang berupa wudhu.
3) Pengganti keduanya dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk
melakukan keduanya (mandi dan wudhu), yaitu tayammum.
2.3 Alat Thaharah
Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk bersuci
misalnya, kita tidak hanya bisa menggunakan air, tetapi kita juga bisa
menggunakan tanah, batu, kayu dan benda-benda padat lain yang suci untuk
menggantikan air jika tidak ditemukan.
a. Benda Padat
Benda padat yang dapat digunakan untuk bersuci adalah debu, batu, pecahan
genting, bata merah, kertas, daun, dan kayu yang dalam keadaan bersih dan
tidak terpakai. Syarat benda padat yang dapat digunakan bersuci adalah :
1. Kasar/ Dapat membersihkan
2. Suci.
b. Benda Cair
Benda Cair dapat yang dipergunakan untuk bersuci adalah air mutlak, yaitu
air yang tidak tercampuri oleh najis.
Macam-macam air
Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam:
a. Air hujan.
b. Air sungai.
c. Air laut.
d. Air dari mata air.
e. Air sumur.
f. Air salju.
g. Air embun.
QS Al- Anfal ayat : 11[8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu
mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan
hatimu dan memperteguh denganya telapak kaki(mu).
Pembagian air
Air tersebut dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Air mutlak (air yang suci dan mensucikan), yaitu air yang masih murni,
dan tidak bercampur dengan sesuatu yang lain. Ariefudin (2015)
mengatakan bahwa “Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air
yang masih sewajarnya dikatakan air atau air yang masih murni, dapat
digunakan untuk bersuci tanpa ada makruh padanya. Air seperti ini
disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan (pengertiannya tidak
dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan kondisinya serta
karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi aslinya. Jadi
yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci zat dan
esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air yang
termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur,
air laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun. Pada initinya jika air itu
masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air, tidak berubah
satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini adalah
suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya”.
b. Air musyammas (air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh
digunakan), yaitu air yang dipanaskan dengan terik matahari di tempat
logam yang bukan emas. Air makruh yaitu air suci, dapat mensucikan
namun makruh di gunakan. Air yang masuk dalam kategori ini adalah air
musyammas yaitu air yang menjadi panas atau di panaskan dengan
matahari dalam bejana logam, besi atau tembaga selain emas dan perak.
Hukum makruh yang di maksud adalah jika penggunaan air musyammas
digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan lain seperti cuci baju,
menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak makruh alias boleh-
boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air musyammas dapat
menyebabkan penyakit kusta.
c. Air musta’mal (air suci tetapi tidak dapat mensucikan), yaitu air yang
sudah digunakan untuk bersuci.  Air suci tapi tidak mensucikan atau air
musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis
meskipun rasa, warna, dan bau tidak berubah. Air musta’mal tidak dapat
digunakan untuk bersuci karena tidak bisa menyucikan zat lain karena
fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun setelah dipakai
untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi air
musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut
masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika
air musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua
qullah maka hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai dua
qullah tidak menjadi najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika
perubahan karakter sebuah air telihat dengan jelas maka air tersebut
menjadi najis. Contoh lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia
dalam jumlah sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.
d. Air mutanajis (air yang najis dan tidak dapat mensucikan), yaitu air telah
kemasukan benda najis atau yang terkena najis. Air mutanajis atau air najis
yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya kurang dari qullah. Atau
mencapai dua qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah
dengan jelas, baik dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau
air yang banyak menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada
najis yang memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut
meskipun sedikit. Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika
perubahan terjadi dengan hilangnya perubahan karena najis maka air
tersebut menjadi suci, jika perubahan tersebut karena penambahan air suci
lain. Namun jika karena hal lain misalnya minyak kesturi, minyak, debu
dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa tidak suci.,Sedangkan
air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis maka air itu
dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama sekali.

2.4 Perbedaan Hadas dan Najis


Hadas
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah
sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan
diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Berkaitan dengan hal ini Nabi
Muhammad saw, bersabda :
)‫ (متفق عليه‬ ‫قال رسول هللا صلّى هللا عليه و سلّم ال يقبل هللا صالة احدكم اذا حدث حتّى يتوضّاء‬
Artinya : “Rasulullah saw, telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat
seseorang dari kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu.” (HR Mutafaq
Alaih)

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah
adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan,
karena menjadikan tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah tertentu.

3.      Macam-Macam Thaharah


a.      Bersuci dari dosa (bertaubat).
Bertaubat kepada Allah yang merupakan thaharah ruhaniah, juga sebagai
metode mensucikan diri dari dosa-dosa yang besar maupun yang kecil kepada
Allah. Jika dosa yang dimaksudkan berhubungan dengan manusia, sebelum
bertaubat ia harus meminta maaf kepada semua orang yang disakitinya. Sebab
Allah akan menerima taubat hamba-Nya secara langsung jika berhubungan
dengan dosa-dosa yang menjadi hak Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
 Artinya :
“Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu
sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya
kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling maka sungguh
Aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat)”.
Yang dimaksud dengan taubat nashuha adalah taubat yang sesungguhnya. Ciri-
cirinya adalah:
a.      Menyesal dengan perbuatan yang telah dilakukan.
b.      Berjanji tidak akan mengulanginya.
c.      Selalu meminta ampunan kepada Allah dan berzikir.
d.  Berusaha terus menerus untuk memperbaiki diri dengan
memperbanyak perbuatan baik dengan mengharap keridhoan dari
Allah SWT.

b.  Bersuci menghilangkan najis.


Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa, benda maupun amal
perbuatan. Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran (yang berbentuk zat) yang
mengakibatkan sholat tidak sah.
3.1    Benda-benda najis
a) Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang)
b) Darah
c) Babi
d) Khamer dan benda cair apapun yang memabukkan
e) Anjing
f) Kencing dan kotoran (tinja) manusia maupun binatang
g) Susu binatang yang haram dimakan dagingnya
h) Wadi dan madzi
i) Muntahan dari perut
Semua jenis najis tidak dapat berubah suci kecuali pada tiga macam yaitu:
a. Khamr dengan tempatnya/wadahnya karena sudah menjadi cuka, yaitu
melalui proses fermentasi
b. Kulit yang najis dapat menjadi suci jika disamak baik again dalam
maupun bagian luarnya. Menyamak kulit didak bole dengan cara
menjemur,menggunakan debu,dipanggang atau di asinkan karena semua
cara ini tidak menghilangkannajis pada permukaan kulit.
c.     Binatang yang muncul dari organ  yang sudah mati adalah suci. Misalnya
bangkai yang mengeluarkan belatung. Alasannya karena terdapat unsure
kehidupan di dalamnya.

3.2   Macam-macam najis


Najis dibagi menjadi 3 bagian:
1.  Najis mukhaffafah (ringan), ialah air kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena
najis sampai bersih.
2. Najis mutawassithah (sedang), ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur
manusia dan binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a. Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b. Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing
atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau,
warna, rasa dan rupanya)
3. Najis mughallazah (berat), ialah najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian
dicuci dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.
Fitri (2015) mengatakan bahwa “ Najis Mughalazzah adalah najis berat seperti
najisnya anjing dan babi”.

3.3     Najis yang dimaafkan


1) Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir seperti nyamuk, kutu,
dan sebagainya.
2) Najis yang sangat sedikit.
3) Darah bisul dan sebangsanya.
4) Kotoran binatang yang mengenai biji-bijian yang akan ditebar, kotoran
binatang ternak yang mengenai susu ketika diperah.
5) Kotoran ikan d dalam air.
6) Darah yang mengenai tukang jagal.
7) Darah yang masih ada pada daging.

c.   Bersuci dari hadas


Hadas menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah
perkara yang dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga
menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak
sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :
1) Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang dianggap mempengaruhi empat anggota
tubuh manusia yaitu wajah, dua tangan dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan
semisalnya tidak sah. Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.
Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :
 Keluarnya sesuatu dar kubul atau dubur
 Tidur nyenyak dalam kondisi duduk
 Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan
 Hilang akal karena sakit atau mabuk
2) Hadas besar, adalah perkara yang dianggap mempengaruhi seluruh tubuh lalu
menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak
sah. Hadas besar ini bisa hilang dengan cara mandi besar.
Contoh hadas besar adalah sebagai berikut :
 Bersetubuh
 Keluar mani, baik karena mimpi atau hal lain
 Keluar darah haid
 Nifas
 Meninggal dunia

B.     WUDLU
1.      Pengertian Wudlu
Wudlu secara bahasa berarti keindahan dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah
syara’ bersuci dengan air dalam rangka menghilangkan hadas kecil yang terdapat
pada wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki disertai dengan niat.
2.      Rukun Wudlu
Antara lain:
a.       Niat
b.      Membasuh muka
c.       Membasuh dua tangan sampai siku
d.      Mengusap sebagian kepala
e.       Membasuh kaki sampai mata kaki
f.       Tertib, artinya urut.
3.      Sunnah Wudlu
a.       Membaca basmallah
b.      Membasuh tangan sampai pergelangan terlebih dahulu
c.       Berkumur-kumur
d.      Membersihkan hidung
e.       Menyela-nyela janggut yang tebal
f.       Mendahulukan anggota yang kanan
g.      Mengusap kepala
h.      Menyela-nyela jari tangan dan jari kaki
i.        Megusap kedua telinga
j.        Membasuh sampai tiga kali
k.      Berturut-turut
l.        Berdo’a sesudah wudlu
4.      Hal-hal yang membatalkan wudlu
a.       Keluarnya sesuatu dari dua jalan
b.      Tertidur dengan posisi tidak duduk yang tetap
c.       Hilangnya akal (gila, pingsan, mabuk dan sebagainya)
d.      Tersentuh kemaluan dengan telapak tangan
e.       Tersentuhnya kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim dan
tidak beralas

C.    MANDI
1.      Pengertian
Mandi dalam bahasa arab al ghuslu artinya mengalirkan alir pada apa saja.
Menurut pengertian syara’ berarti meratakan air yang suci pada seluruh tubuh
disertai dengan niat. Pengertian lain ialah mengalirkan air ke seluruh tubuh baik
yang berupa kulit, rambut, ataupun kuku dengan memakai niat tertentu. Mandi ini
ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah.
2.      Hal-hal yang mewajibkan mandi (mandi besar/ mandi wajib)
a.       Hubungan suami istri
b.      Mengeluarkan mani
c.       Mati
d.      Haid
e.       Nifas
f.           Wiladah (melahirkan)
3.      Rukun mandi
a.       Niat
b.      Menghilangkan najis bila terdapat pada badannya
c.       Meratakan air ke seluruh tubuh, baik berupa rambut maupun kulit
4.      Sunnah mandi
a.       Membaca basmallah
b.      Berwudlu sebelum mandi
c.       Menggosok badan dengan tangan
d.      Menyela-nyela pada rambut yang tebal
e.       Membasuh sampai tiga kali
f.       Berturut-turut
g.      Mendahulukan anggota yang kanan
h.      Memakai basahan

D.    TAYAMMUM
1.      Pengertian
Tayammum adalah salah satu cara bersuci, sebagai ganti berwudlu atau mandi
apabila berhalangan memakai air. (Imam Zarkasyi, 1995:20)
2.      Syarat tayammum
a.      Islam
b.      Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c.      Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila
menggunakan air akan kambuh sakitnya
d.      Telah masuk waktu shalat
e.      Dengan debu yang suci
f.       Bersih dari Haid dan Nifas
3.      Rukun tayammum
a.       Niat
b.      Mengusap muka dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan
ke debu
c.       Mengusap kedua tangan sampai siku, dengan debu dari tangan yang baru
dipukulkan atau diletakkan ke debu, jadi dua kali memukul.
d.      Tertib
4.      Sunnah tayammum
a.       Membaca basmallah
b.      Mendahulukan anggota kanan
c.       Menipiskan debu di telapak tangan
d.      Berturut-turut
5.      Hal-hal yang membatalkan tayammum
a.       Semua yang membatalkan wudlu
b.      Melihat air, bagi yang sebabnya ketiadaan air
c.       Karena murtad

E.     ISTINJA’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua jalan, wajib istinja’ dengan air atau
dengan tiga buah batu, yang lebih baik mula-mula dengan batu atau sebagainya
kemudian diikuti dengan air. (Sulaiman Rasjid, 1981:37)
Adab buang air:
1.      Sunnah mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke dalam kamar mandi,
mendahulukan kaki kanan ketika keluar dari kamar mandi.
2.      Tidak berbicara selama ada di dalam kamar mandi.
3.      Memakai alas kaki.
4.      Hendaklah jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya.
5.      Tidak buang air di air yang  tenang.
6.      Tidak buang air di lubang lubang tanah.
7.      Tidak buang air di tempat perhentian.

F.     HIKMAH BERSUCI


1.      Thaharah termasuk tuntutan fitrah.
2.      Memelihara kehormatan dan harga diri orang Islam.
3.      Memelihara kesehatan.
4.      Menghadap Allah dalam keadaan suci dan bersih.
5.      Thaharah berfungsi menghilangkan hadas dan najis juga berfungsi sebagai
penghapus dosa kecil dan berhikmah membersihkan kotoran indrawi.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan
masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam
beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak
ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam,
karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun
manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan
ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula
membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena
kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia

DAFTAR PUSTAKA
https://www.bacaanmadani.com/2016/09/alat-atau-benda-yang-dapat-untuk.html
http://bodohtapisemangat.blogspot.com/2015/05/makalah-tentang-thaharah.html
http://kumpulanmakalah-mey.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-thaharah.html
https://nia457.wordpress.com/2015/11/11/makalah-thaharah-bersuci/
Ahmad Ariefudin. 2015. Thaharah. Makalah. Yogyakarta. Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.
Mairita Fitri. 2015. Thaharah. Makalah. Riau. Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim.

Anda mungkin juga menyukai