“THAHARAH”
Di Susun Oleh :
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini agar pemateri dan pembaca dapat
memahami pengertian thaharah, ketentuan thaharah, alat-alat bersuci, macam-
macam najis dan tata cara mensucikannya, penjelasan dari istiuja dan adab buang
air besar, macam-macam hadas dan cara mensucikannya, serta cara
mempraktekan cara wudhu, mandi, dan tayamum yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa arab yakni yang artinya bersici هر يظهر ظهرة
Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atan bersih
dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma'nawi
(yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan. Sedangkan dalam buku
yang lain secara etimologi "thaharah" berarti "kebersihan" ketika dikatakan saya
menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian.
Dalam buku Fiqh ibadah secara bahasa ath-thaharah berarti bersih dari kotoran-
kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis
haqiqi yakni khabast atan najis hukmi yakni hadast, devenisi yang dibuat oleh
mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi yang digunkan oleh ulama
mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa
yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun
menghilangkan hukumnya dengan tanah. Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi
mengatakan bahwa thaliarah memiliki 4 tahapan yakni:
Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan
tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan
tanah(debu) untuk tayammum.Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci lagi
menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan tanah/debu harus
memenuhi beberapa syarat yang di tentukan.
a. Air mutlak
Yaitu air yang suci lagi mensucikan terhadap lainnya. Misalnya air
hujan, air salju, air sumur, air laut, air sungai, air empang, air
danan atau air telaga.
b. Air musta’mal
a. Yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci dan kurang dari
dua qulah *
b. Air yang keluar dari tumbuh-tumbuhan seperti air kelapa, air
tebu, santan, dll.
c. Air yang tercampur benda suci lainnya yang merubah sifat air
seperti: air gula, air teh, air syrup, dll.
3. Air mutanajis, yaitu air yang telah terkena najis yang kurang dari dua
qulah serta belum berubah sifatnya. Atau Airnya lebih dari dua kulah
sifatnya telah berubah karena benda najis tersebut.
Air
1. Air suci yang menyucikan dan boleh digunakan. Air ini disebut dengan air
mutlaq, yaitu air yang masih murni belum tercampur dengan benda atau zat
apapun, yang dapat merusak kemutlaqannya. Contoh dari air ini adalah air Hujan,
air laut, air sumur, air sungai, air mata air, air salju/es, dan air emcun.
2. Air suci yang menyucikan dan makruh digunakan. Yaitu air yang sebenarnya
suci secara zatnya, juga menyucikan, dan sah jika digunakan, akan tetapi makruh
jika digunakan untuk bersuci. Air ini disebut dengan air musyammas, yaitu air
yang dipanaskan dengan sinar matahari. Akan tetapi tidak semua air yang
dipanaskan oleh matahri makruh jika digunakan untuk bersuci, sebab ada syarat-
syarat tertentu yang menyebabkan air tersebut makruh digunakan, yaitu air
tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari besi, tembaga,
timah, dan sejenisnya. Jika tempatnya terbuat dari plastik, kayu, tanah, emas, dan
perak, maka air tersebut tidak makruh digunakan.
3. Air suci tapi tidak menyucikan. air ini terbagi menjadi dua, yaitu:
Air mustamal, yaitu air yang jatuh dari anggota tubuh orang yang bersuci ke
dalam air yang volumenya tidak sampai 2 qullah (270 liter). Jadi jika ada air yang
jatuh dari anggota badan yang bersuci ke dalam air yang volumenya kurang dari 2
qullah, maka air tersebut tidak dapat digunakan lagi, meskupin hukumnya suci,
tetapi tidak sah lagi digunakan untuk bersuci.
Air yang berubah dari wujud aslinya, yaitu air yang berubah karena bercampur
dengan benda suic lainnya. Contohnya air teh, air kopi, air susu, dan lain
sebagainya. Air ini sesungguhnya suci tapi tidak dapat menyucikan.
4. Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis. Air ini dibagi menjadi dua, yaitu:
Air yang sedikit, air dikatakan sedikit jika banyaknya tidak sampai 2 qullah, jika
air kurang dari 2 qullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi najis
meskipun tidak terjadi perubahan apapun pada air tersebut. Air ini mutlak tidak
boleh digunakan untuk bersuci.Air yang banyak, air yang banyak adalah air yang
mencukupi bahkan lebih dari 2 qullah. Jika air ini kemasukan najis, maka
hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada salah satu sifatnya seperti
perubahan warna, rasa, dan baunya. Tetapi jika terjadi perubahan walaupun hanya
sedikit pada salah satu sifatnya maka hukumnya menjadi najis.
Ketika seseorang ingin bersuci (dalam artian suci dari hadas kecil), dan
orang tersebut tidak menemukan air untuk itu, maka diberikan kemudahan untuk
masalah tersebut. Yaitu bersuci dengan menggunakan debu, yang disebut dengan
istilah bertayamum.
Selain menggunakan air dan debu, kita juga bisa bersuci dengan menggunakan
benda-benda yang dapat menyerap kotoran, seperti batu, tisu, kayu, dan
semacamnya. Dalam hal ini, benda-benda tersebut dapat digunakan untuk
menghilangkan najis, seperti beristinja.Nah, itulah alat-alat yang bisa digunakan
untuk thaharah atau bersuci. Terima kasih, semoga bermanfaat.
Najis memiliki banyak jenis dan macamnya. Setiap jenis najis ini juga
punya cara mensucikan yang berbeda.
Najis adalah suatu kotoran, jika kotoran tersebut menempel pada pakaian atau
tempat, maka pakaian atau tempat tersebut tidak dapat digunakan untuk beribadah
(misalnya sholat). Kotoran tersebut harus disucikan dengan cara-cara tertentu
sesuai dengan tingkatan najis tersebut.
Allah SWT menciptakan air yang salah satu fungsinya yakni untuk membersihkan
najis. Dalam Al-Qur'an surat Al-Anfal ayat 11, Allah SWT berfirman:
َب عَن ُك ْم ِرجْ َز ٱل َّش ْي ٰطَ ِن َولِيَرْ بِط َ اس َأ َمنَةً ِّم ْنهُ َويُنَ ِّز ُل َعلَ ْي ُكم ِّمنَ ٱل َّس َمٓا ِء َمٓا ًء لِّيُطَهِّ َر ُكم بِ ِهۦ َوي ُْذ ِه
َ ِإ ْذ يُ َغ ِّشي ُك ُم ٱلنُّ َع
َعلَ ٰى قُلُوبِ ُك ْم َويُثَبِّتَ بِ ِه ٱَأْل ْقدَا َم
Macam-Macam Najis
Contohnya air kencing bayi laki-laki yang belum makan sesuatu kecuali
air susu ibunya. Jika sang bayi sudah pernah mengonsumsi makanan selain air
susu ibu, semisal susu kaleng buatan pabrik atau yang lainnya, maka air
kencingnya sudah tidak lagi dikatakan najis ringan, melainkan najis sedang.
Lalu, bagaimana dengan air kencing bayi perempuan yang belum makan apa-apa
selain air susu ibu? Ust. Abu Sakhi dalam bukunya Panduan Praktis dan Lengkap
Menuju Kesempurnaan Salat menjelaskan bahwa hukumnya bukan termasuk najis
ringan, tetapi najis sedang.
2. Najis Mutawasithah yaitu najis biasa atau sedang.
Contohnya nanah, darah, kotoran yang keluar dari qubul dan dubur
manusia atau binatang, minuman keras, darah haid dan nifas, wadi dan madzi,
juga bangkai (termasuk tulang dan bulunya). Bangkai manusia, belalang, dan ikan
tidak dianggap najis.Najis Mutawasithah dibagi menjadi dua macam, yaitu:
- Najis 'Ainiyah yaitu najis yang tampak zatnya atau sifatnya seperti warna, bau,
dan rasanya
- Najis Hukmiah yaitu najis yang tidak tampak zatnya atau sifatnya, seperti air
kencing atau arak yang sudah kering
Contohnya babi dan air liur anjing. Hal ini berdasarkan Al-Qur'an surat
Al-An'aam ayat 145,
َّٗط َع ُم ٗ ٓه ِآاَّل اَ ْن يَّ ُكوْ نَ َم ْيتَةً اَوْ َد ًما َّم ْسفُوْ حًا اَوْ لَحْ َم ِخ ْن ِزي ٍْر فَاِنَّهْ ي ُم َح َّر ًما ع َٰلى طَا ِع ٍم ي
َّ َقُلْ ٓاَّل اَ ِج ُد فِ ْي َمٓا اُوْ ِح َي اِل
هّٰللا
َّح ْي ٌمِ ك َغفُوْ ٌر ر ٍ َِرجْ سٌ اَوْ فِ ْسقًا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر ِ بِ ٖ ۚه فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب
َ َّاغ َّواَل عَا ٍد فَا ِ َّن َرب
Adapun tentang najis anjing didasarkan pada hadits berikut. Rasulullah SAW
bersabda, "Jika seekor anjing menjilat bejana salah satu daripada kamu sekalian,
maka hendaknya kamu menuangkan bejana itu (mengosongkan isinya) kemudian
membasuhnya tujuh kali." (HR Muslim)
Dari As-Sam'i RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Air kencing
bayi perempuan harus dicuci sedangkan air kencing bayi laki-laki cukup
dipercikkan air saja." (HR Abu Daud, An-Nasai, dan Al-Hakim).
a. Cara istinja
Cara beristinja" dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
1) Membersihkan tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan
air sampai bersih.
2) Membersihkan tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan
batu, kemudian dibasuh dan dibersihkan dengan air 3) Membersihkan
tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan batu atau benda-
benda kesat lainya sampai bersih Batu yang dipergunakan sekurang-
kurangnya tiga batu atau satu batu yang mempunyai tiga permukaan
2) Batu atau benda itu tidak termasuk yang dihormati. Misalnya, bahan
makanan atan batu masjid.
Istinja dapat dilakukan dengan air atau benda selain air. Benda selain air yang
digunakan untuk istinja ialah benda yang keras dan kesat seperti: batu,kertas, atau
daun-daun yang sudah kering
Para ulama sepakat untuk membagi hadats menjadi dua, yaitu hadars kecil
dan hadats besar. Masing-masing terjadi bila terjadi hal-hal tertentu, yang nanti
akan dijelaskan dalam bab-bab berikutnya.
1. Hadats kecil adalah kondisi hukum dimana seseorang sedang tidak dalam
keadaan berwudhu'. Entah memang karena asalnya belum berwudhu' atau pun
sudah berwudhu' tetapi sudah batal lantaran melakukan hal-hal tertentu.
2. Hadats besar adalah kondisi hukum dimana seseorang sedang dalam keadaan
janabah. Dan janabah itu adalah status hukum yang tidak berbentuk fisik. Maka
janubah tidak identik dengan kotor.
a. Hal-hal yang bisa mengakibatkan hadats besar antara lain adalah keluar
mani, bertemunya dua kemaluan, menggal dunia, mendapat haidh, nifas dan
melahirkan bayi.
3. Tata Cara
Tata cara mengangkat hadats atan mensucikan diri dari hadats ada tiga macam.
a. Pertama dengan cara berwudhu. Ritual ini tujuan dan fungsinya khusus
untuk mensucikan diri dari hadats kecil saja.
1. Wudhu
a. Pengertian Wudhu
1) Bahasa
Kata wudhu' dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha'ah Kata ini
bermakna al-hasan (yaitu kebaikan, dan juga sekaligus bermakna an-andzafah
yaitu kebersihan
2) Istilah
2. Mandi
a. Pengertian Mandi
Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl Kata ini
memiliki makna yaitu memangkan air ke seluruh tubuh.
Mandi janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib. Mandi ini
merupakan tatacara ritual yang bersifat ta'abbudi dan bertujuan menghilangkan
b. Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah
Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang
untuk mandi janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan
Kemaluan Wanita.
1. Keluar Mani
5. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah
melahirkan. Nifas
itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam
keadaan mati.
wanita itu untuk mandi janabah Hukum nifas dalam banyak hal lebih
sering mengikuti
hukum haidh. Sehingga seorang yang nifas tidak boleh shalat puasa thawaf
di baitullah
6. Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak meski anak itu dalam keadaan mati
maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat
melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya meski seorang wanita
tidak mengalam nifas namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah
lantaran persalinan yang dialaminya.
3. Tayammum
a. Pengertian
PENUTUP
A.Kesimpulan
B. Saran
Al-Qur'an Karim
Az Zuhaili Prof. Dr. Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok. Gema
Insani. Darajat, Prof. Dr. Zakiyah, 1995. Ilmu Fiqih. Jakarta, dana bakti
wakaf.
[3] Prof. Dr. Wahhah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi'i, Almahira, Jakarta, 2010 him
86
[4] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab
Sayyed Hawwas, Figh Ibadah, Amzah, Jakarta,2010, hlm 31
Prof. Dr Wahhah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syati'i, Almahira, Jakarta, 2010 him 86
[8] Khabats adalah adalah sesuatu yang kotor menurut syara' adapun hadats
adalah sifat syara' yang melekata pada anggota tubuh dan dapat
dihilangkan thaharah kesucian)
[9] Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani
Depok 2010, hlm 203
Sarwat, Ahmad.2011.Seri Fiqih Kehidupan (2): Thaharah, Jalan Karet Pedurenan
no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940: DU Publishing