Anda di halaman 1dari 19

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN II

“THAHARAH”

Di Susun Oleh :

Clara Alicia Paradiska (352022014)

Yoga Pratama Sucip To (352022002)

Dosen Pengampu : Nur Ramadhan,S.Pd.I.,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain


rohani.Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu
bersuci sebelum mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada
hakikatnya mjuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau
debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak sengaja
membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT. Namun yang terjadi
sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas
membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya
sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yain
"Thaharah"mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudlu saja.

Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat


dari hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah
syarat syalunya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan
pengertian tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari
fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan
kebersihan dan kesucian.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, penyusun menumskan beberapa


permasalahan sebagai berikut:

1. Jelaskan pengertian dari thaharah?

2. jelaskan ketentuan tentang thaharah?

3. Jelaskan alat-alat untuk bersuci?

4. Jelaskan macam-macam najis dan bagaimana cara mensucikannya?

5. Jelaskan istinja dan adab buang air besar?


6. Jelaskan macam-macam hadas dan cara mensucikannya?

7. Jelaskan dan praktekan tata cara wudhu, mandi, dan tayamum?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini agar pemateri dan pembaca dapat
memahami pengertian thaharah, ketentuan thaharah, alat-alat bersuci, macam-
macam najis dan tata cara mensucikannya, penjelasan dari istiuja dan adab buang
air besar, macam-macam hadas dan cara mensucikannya, serta cara
mempraktekan cara wudhu, mandi, dan tayamum yang benar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah

Thaharah berasal dari bahasa arab yakni yang artinya bersici ‫هر يظهر ظهرة‬

Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atan bersih
dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma'nawi
(yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan. Sedangkan dalam buku
yang lain secara etimologi "thaharah" berarti "kebersihan" ketika dikatakan saya
menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian.
Dalam buku Fiqh ibadah secara bahasa ath-thaharah berarti bersih dari kotoran-
kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.

Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah


menghilangkan hadas, menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang
semakna atan memiliki bentuk serupa dengan kedua kegiatan tersebut.

Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis
haqiqi yakni khabast atan najis hukmi yakni hadast, devenisi yang dibuat oleh
mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi yang digunkan oleh ulama
mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa
yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun
menghilangkan hukumnya dengan tanah. Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi
mengatakan bahwa thaliarah memiliki 4 tahapan yakni:

1. Menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran

2. Menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.

3. Menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.

4. Menyucikan hati dari selam Allah


Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan dari
kotoran, cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat
ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang Sedangkan kebersihan dari
hadats dilakukan dengan mengambil air wudhu dan mandi.

Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan
tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan
tanah(debu) untuk tayammum.Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci lagi
menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan tanah/debu harus
memenuhi beberapa syarat yang di tentukan.

B. Ketentuan Tentang Thaharah

Ketentuan dalam thaharah adalah menggunakan air yang suci dan


mensucikan, debu,dan benda-benda padat yang diyakini tidak bemajis. Alat yang
digunakan dalam thaharah

1. Air, yang terbagi menjadi

a. Air mutlak

Yaitu air yang suci lagi mensucikan terhadap lainnya. Misalnya air
hujan, air salju, air sumur, air laut, air sungai, air empang, air
danan atau air telaga.

b. Air musta’mal

Yaitu air yang telah dipakai untuk berwudhu atau mandi.


Hukumnya air semacam ini tetap bersuci lagi mensucilcan..

c. Air suci tetapi tidak mensucikan

2. Air suci namun tidak mensucikan:

a. Yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci dan kurang dari
dua qulah *
b. Air yang keluar dari tumbuh-tumbuhan seperti air kelapa, air
tebu, santan, dll.

c. Air yang tercampur benda suci lainnya yang merubah sifat air
seperti: air gula, air teh, air syrup, dll.

3. Air mutanajis, yaitu air yang telah terkena najis yang kurang dari dua
qulah serta belum berubah sifatnya. Atau Airnya lebih dari dua kulah
sifatnya telah berubah karena benda najis tersebut.

C. Alat-alat Untuk Bersuci

Air

Dalam hubungannya dengan bersuci, air dibagi menjadi empat macam.

1. Air suci yang menyucikan dan boleh digunakan. Air ini disebut dengan air
mutlaq, yaitu air yang masih murni belum tercampur dengan benda atau zat
apapun, yang dapat merusak kemutlaqannya. Contoh dari air ini adalah air Hujan,
air laut, air sumur, air sungai, air mata air, air salju/es, dan air emcun.

2. Air suci yang menyucikan dan makruh digunakan. Yaitu air yang sebenarnya
suci secara zatnya, juga menyucikan, dan sah jika digunakan, akan tetapi makruh
jika digunakan untuk bersuci. Air ini disebut dengan air musyammas, yaitu air
yang dipanaskan dengan sinar matahari. Akan tetapi tidak semua air yang
dipanaskan oleh matahri makruh jika digunakan untuk bersuci, sebab ada syarat-
syarat tertentu yang menyebabkan air tersebut makruh digunakan, yaitu air
tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari besi, tembaga,
timah, dan sejenisnya. Jika tempatnya terbuat dari plastik, kayu, tanah, emas, dan
perak, maka air tersebut tidak makruh digunakan.

3. Air suci tapi tidak menyucikan. air ini terbagi menjadi dua, yaitu:

Air mustamal, yaitu air yang jatuh dari anggota tubuh orang yang bersuci ke
dalam air yang volumenya tidak sampai 2 qullah (270 liter). Jadi jika ada air yang
jatuh dari anggota badan yang bersuci ke dalam air yang volumenya kurang dari 2
qullah, maka air tersebut tidak dapat digunakan lagi, meskupin hukumnya suci,
tetapi tidak sah lagi digunakan untuk bersuci.

Air yang berubah dari wujud aslinya, yaitu air yang berubah karena bercampur
dengan benda suic lainnya. Contohnya air teh, air kopi, air susu, dan lain
sebagainya. Air ini sesungguhnya suci tapi tidak dapat menyucikan.

4. Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis. Air ini dibagi menjadi dua, yaitu:

Air yang sedikit, air dikatakan sedikit jika banyaknya tidak sampai 2 qullah, jika
air kurang dari 2 qullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi najis
meskipun tidak terjadi perubahan apapun pada air tersebut. Air ini mutlak tidak
boleh digunakan untuk bersuci.Air yang banyak, air yang banyak adalah air yang
mencukupi bahkan lebih dari 2 qullah. Jika air ini kemasukan najis, maka
hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada salah satu sifatnya seperti
perubahan warna, rasa, dan baunya. Tetapi jika terjadi perubahan walaupun hanya
sedikit pada salah satu sifatnya maka hukumnya menjadi najis.

Debu yang Suci

Ketika seseorang ingin bersuci (dalam artian suci dari hadas kecil), dan
orang tersebut tidak menemukan air untuk itu, maka diberikan kemudahan untuk
masalah tersebut. Yaitu bersuci dengan menggunakan debu, yang disebut dengan
istilah bertayamum.

Benda-benda yang dapat menyerap kotoran

Selain menggunakan air dan debu, kita juga bisa bersuci dengan menggunakan
benda-benda yang dapat menyerap kotoran, seperti batu, tisu, kayu, dan
semacamnya. Dalam hal ini, benda-benda tersebut dapat digunakan untuk
menghilangkan najis, seperti beristinja.Nah, itulah alat-alat yang bisa digunakan
untuk thaharah atau bersuci. Terima kasih, semoga bermanfaat.

D. Macam-macam Najis dan Bagaimana Cara Mensucikannya

Najis memiliki banyak jenis dan macamnya. Setiap jenis najis ini juga
punya cara mensucikan yang berbeda.
Najis adalah suatu kotoran, jika kotoran tersebut menempel pada pakaian atau
tempat, maka pakaian atau tempat tersebut tidak dapat digunakan untuk beribadah
(misalnya sholat). Kotoran tersebut harus disucikan dengan cara-cara tertentu
sesuai dengan tingkatan najis tersebut.

Allah SWT menciptakan air yang salah satu fungsinya yakni untuk membersihkan
najis. Dalam Al-Qur'an surat Al-Anfal ayat 11, Allah SWT berfirman:

َ‫ب عَن ُك ْم ِرجْ َز ٱل َّش ْي ٰطَ ِن َولِيَرْ بِط‬ َ ‫اس َأ َمنَةً ِّم ْنهُ َويُنَ ِّز ُل َعلَ ْي ُكم ِّمنَ ٱل َّس َمٓا ِء َمٓا ًء لِّيُطَهِّ َر ُكم بِ ِهۦ َوي ُْذ ِه‬
َ ‫ِإ ْذ يُ َغ ِّشي ُك ُم ٱلنُّ َع‬
‫َعلَ ٰى قُلُوبِ ُك ْم َويُثَبِّتَ بِ ِه ٱَأْل ْقدَا َم‬

Artinya: (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu


penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu air (hujan) dari
langit untuk mensucikan kamu dengan air itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki(mu).

Macam-Macam Najis

Ust. H. Fatkhur Rahman dalam bukunya Pintar Ibadah memaparkan menurut


tingkatannya, najis dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Najis Mukhaffafah yaitu najis ringan

Contohnya air kencing bayi laki-laki yang belum makan sesuatu kecuali
air susu ibunya. Jika sang bayi sudah pernah mengonsumsi makanan selain air
susu ibu, semisal susu kaleng buatan pabrik atau yang lainnya, maka air
kencingnya sudah tidak lagi dikatakan najis ringan, melainkan najis sedang.

Lalu, bagaimana dengan air kencing bayi perempuan yang belum makan apa-apa
selain air susu ibu? Ust. Abu Sakhi dalam bukunya Panduan Praktis dan Lengkap
Menuju Kesempurnaan Salat menjelaskan bahwa hukumnya bukan termasuk najis
ringan, tetapi najis sedang.
2. Najis Mutawasithah yaitu najis biasa atau sedang.

Contohnya nanah, darah, kotoran yang keluar dari qubul dan dubur
manusia atau binatang, minuman keras, darah haid dan nifas, wadi dan madzi,
juga bangkai (termasuk tulang dan bulunya). Bangkai manusia, belalang, dan ikan
tidak dianggap najis.Najis Mutawasithah dibagi menjadi dua macam, yaitu:

- Najis 'Ainiyah yaitu najis yang tampak zatnya atau sifatnya seperti warna, bau,
dan rasanya

- Najis Hukmiah yaitu najis yang tidak tampak zatnya atau sifatnya, seperti air
kencing atau arak yang sudah kering

3. Najis Mughallazah yaitu najis berat.

Contohnya babi dan air liur anjing. Hal ini berdasarkan Al-Qur'an surat
Al-An'aam ayat 145,

ٗ‫َّط َع ُم ٗ ٓه ِآاَّل اَ ْن يَّ ُكوْ نَ َم ْيتَةً اَوْ َد ًما َّم ْسفُوْ حًا اَوْ لَحْ َم ِخ ْن ِزي ٍْر فَاِنَّه‬ْ ‫ي ُم َح َّر ًما ع َٰلى طَا ِع ٍم ي‬
َّ َ‫قُلْ ٓاَّل اَ ِج ُد فِ ْي َمٓا اُوْ ِح َي اِل‬
‫هّٰللا‬
‫َّح ْي ٌم‬ِ ‫ك َغفُوْ ٌر ر‬ ٍ َ‫ِرجْ سٌ اَوْ فِ ْسقًا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر ِ بِ ٖ ۚه فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب‬
َ َّ‫اغ َّواَل عَا ٍد فَا ِ َّن َرب‬

Artinya: Katakanlah, "Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku


sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali
(daging) hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi karena ia
najis, atau yang disembelih secara fasik, (yaitu) dengan menyebut (nama) selain
Allah. Akan tetapi,siapa pun yang terpaksa bukan karena menginginkannya dan
tidak melebihi (batas darurat), maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang."

Adapun tentang najis anjing didasarkan pada hadits berikut. Rasulullah SAW
bersabda, "Jika seekor anjing menjilat bejana salah satu daripada kamu sekalian,
maka hendaknya kamu menuangkan bejana itu (mengosongkan isinya) kemudian
membasuhnya tujuh kali." (HR Muslim)

Cara Mensucikan Najis


Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membersihkan najis ialah:

1. Mensucikan dari Najis Mukhaffafah

Jika sesuatu itu terkena najis Mukhaffafah, maka cara mensucikannya


yaitu dengan memercikkan air suci atau air mutlak pada sesuatu yang terkena
najis. Air mutlak adalah air murni termasuk di dalamnya air sumur, air hujan, air
sungai, dan embun.

Dasarnya adalah hadits berikut ini,

Dari As-Sam'i RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Air kencing
bayi perempuan harus dicuci sedangkan air kencing bayi laki-laki cukup
dipercikkan air saja." (HR Abu Daud, An-Nasai, dan Al-Hakim).

2. Mensucikan dari Najis Mutawasitah ('Ainiyah)

Jika sesuatu itu terkena najis Mutawasithah ('Ainiyah), maka cara


mensucikannya yaitu dengan mencucinya hingga warna, bau, dan rasanya hilang.
Kemudian dibasuh dengan air yang suci.

3. Mensucikan dari Najis Mutawasitah (Hukmiyah)

Jika sesuatu itu terkena najis Mutawasithah (Hukmiyah), maka cara


mensucikannya yaitu dengan membasuh atau mengalirkan air suci pada sesuatu
yang terkena najis.

4. Mensucikan dari Najis Mughallazah

Jika sesuatu itu terkena najis Mughallazah, maka cara mensucikannya


yaitu dengan mencucinya sampai tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan
debu atau tanah. Tanah di sini tidak boleh diganti dengan bahan lainnya misal
sabun, deterjen, atau yang lainnya. Kemudian membasuh atau mengalirkan air
suci pada sesuatu yang terkena najis tersebut.

Najis Makfu (Najis yang Dimaafkan)


Najis Makfu adalah najis yang tidak wajib disucikan karena terlampau
sedikit dan tidak dapat dibedakan antara yang terkena najis dan yang tidak.
Contohnya darah atau nanah yang sedikit, bangkai hewan yang tidak mengalir
darahnya, percikan air najis yang sedikit, dan lain sebagainya.

Pada makanan beku yang kejatuhan benda najis, cara menghilangkannya


cukup dengan membuang sebagian makanan yang terkena najis. Tetapi jika benda
najis tersebut jatuh pada makanan cair, maka makanan tersebut hukumnya najis
karena tidak dapat dibedakan antara yang terkena najis dan yang tidak terkena
najis.

Adapun disebutkan dalam buku Panduan Shalat Lengkap dan Praktis:


Wajib dan Sunnah oleh Ahmad Sultoni bahwa nanah serta darah dari kudis atau
bisul kita sendiri juga termasuk ke dalam jenis najis Makfu.

E. Istinja dan Adab Buang Air Besar

Istinja" menurut bahasa adalah terlepas atan selamat. Sedangkan menut


istilah adalah bersuci setelah buang air besar atau air kecil.

a. Cara istinja

Cara beristinja" dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:

1) Membersihkan tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan
air sampai bersih.

2) Membersihkan tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan
batu, kemudian dibasuh dan dibersihkan dengan air 3) Membersihkan
tempat keluarnya kotoran air besar atau air kecil dengan batu atau benda-
benda kesat lainya sampai bersih Batu yang dipergunakan sekurang-
kurangnya tiga batu atau satu batu yang mempunyai tiga permukaan

Syarat-syarat istinja' dengan menggunakan batu atau benda keras/kesat, terdiri


dari enam macam
1) Bam atau benda itu keras/kesat dan harus suci serta dapat dipakai untuk
membersihkan najis.

2) Batu atau benda itu tidak termasuk yang dihormati. Misalnya, bahan
makanan atan batu masjid.

3) Sekurang-kurangnya tiga kali usapan dan sampai bersih.

4) Najis yang akan disucikan belum sampai kering.

5) Najis itu tidak pindah dari tempat keluarnya.

6) Najis im tidak bercampur dengan benda lain.

b. Alat-Alat yang digunakan untuk istinja

Istinja dapat dilakukan dengan air atau benda selain air. Benda selain air yang
digunakan untuk istinja ialah benda yang keras dan kesat seperti: batu,kertas, atau
daun-daun yang sudah kering

c.Adab Buang Air

1) Mendahulukan kaki kiri pada waktu masuk WC.

2) Membaca doa ketika masuk WC

3) Mendahulukan kaki kanan sewaktu keluar dari WC.

F. Macam-macam Hadas dan Cara Mensucikannya

Para ulama sepakat untuk membagi hadats menjadi dua, yaitu hadars kecil
dan hadats besar. Masing-masing terjadi bila terjadi hal-hal tertentu, yang nanti
akan dijelaskan dalam bab-bab berikutnya.

1. Hadats kecil adalah kondisi hukum dimana seseorang sedang tidak dalam
keadaan berwudhu'. Entah memang karena asalnya belum berwudhu' atau pun
sudah berwudhu' tetapi sudah batal lantaran melakukan hal-hal tertentu.

a. Hal-hal yang bisa mengakibatkan hadats kecil


adalah ada beberapa hal,diantaranya adalah keluarnya sesuatu lewat
lubang kemaluan, tidur, hilang akal, menyentuh kemaluan, dan menyentuh kulit
lawan jenis.

2. Hadats besar adalah kondisi hukum dimana seseorang sedang dalam keadaan
janabah. Dan janabah itu adalah status hukum yang tidak berbentuk fisik. Maka
janubah tidak identik dengan kotor.

a. Hal-hal yang bisa mengakibatkan hadats besar antara lain adalah keluar
mani, bertemunya dua kemaluan, menggal dunia, mendapat haidh, nifas dan
melahirkan bayi.

3. Tata Cara

Tata cara mengangkat hadats atan mensucikan diri dari hadats ada tiga macam.

a. Pertama dengan cara berwudhu. Ritual ini tujuan dan fungsinya khusus
untuk mensucikan diri dari hadats kecil saja.

b. Kedua adalah mandi janabah Ritual untuk berfungsi unik mensucikan


diri dari hadats besar, juga sekaligus berfungsi untuk mengangkat hadats
kecil juga. Sehingga seseorang yang sudah melakukan mandi janabah,pada
dasarnya tidak perlu lagi berwudhu'.

c. Ketiga adalah tayammum. Rimal ini hanya boleh dikerjakan tatkala


tidak ada air sebagai media untuk berwudhu' atau mandi janabah
Tayammum adalali bersuci dengan menggunakan media tanah, berfungsi
mensucikan diri dari hadats kecil dan juga hadats besar.

G. Wudhu, Mandi, dan Tayamum

1. Wudhu

a. Pengertian Wudhu

1) Bahasa
Kata wudhu' dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha'ah Kata ini
bermakna al-hasan (yaitu kebaikan, dan juga sekaligus bermakna an-andzafah
yaitu kebersihan

2) Istilah

Sedangkan kata wadhuu! bermakna air yang digunakan untuk berwudhu'.


Wudhu' adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan din dari hadats kecil
dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap
beberapa bagian anggota tubuh menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan
dilakukan sebagai sebuah ritual khas atau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan
untuk membersihkan secara fisik atas kotoran melainkan sebuah pola ibadah yang
telah ditetapkan tata aturannya lewat wahyu dari langit dari Allah SWT.

2. Mandi

a. Pengertian Mandi

Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl Kata ini
memiliki makna yaitu memangkan air ke seluruh tubuh.

Sedangkan secara istilah para ulama menyeburkan definisinya yaitu :


Adapun kata janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh lawan dari dekat. Secara
istilah fiqih, kata janabah menurut Al-Imam AnNawawi rahimahullah berarti
Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau
melakukan hubungan suami istri disebut bahwa seseorang itu junub karena dia
menjauhi shalat masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal
tersebut

Mandi janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib. Mandi ini
merupakan tatacara ritual yang bersifat ta'abbudi dan bertujuan menghilangkan
b. Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah

Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang
untuk mandi janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan
Kemaluan Wanita.

1. Keluar Mani

Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik


dengan cara sengaja seperti jima' atau masturbasi, maupun dengan cara
tidak sengaja, seperti mimpi atau sakit.

2. Bertemnya Dua Kemaluan

Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-


laki dan kemaluan wanita. Istilah ini disebutkan dengan maksud
persetubuhan(jima').

3. Meninggal Seseorang yang meninggal dunia membuat orang lain wajib


untuk memandikan jenazahnya.

4. Haidh Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar


terjadi pada seorang wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah
haidh itu justru menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat.

5. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah
melahirkan. Nifas

itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam
keadaan mati.

Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan


maka wajib atas

wanita itu untuk mandi janabah Hukum nifas dalam banyak hal lebih
sering mengikuti
hukum haidh. Sehingga seorang yang nifas tidak boleh shalat puasa thawaf
di baitullah

masuk masjid membaca Al- Quran menyentuhnya bersetubuh dan lain


sebagainya.

6. Melahirkan

Seorang wanita yang melahirkan anak meski anak itu dalam keadaan mati
maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat
melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya meski seorang wanita
tidak mengalam nifas namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah
lantaran persalinan yang dialaminya.

3. Tayammum

a. Pengertian

Secara bahasa tayammum itu maknanya adalah bermaksud. Sedangkan secara


syar'i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanahuntuk
bersuci dari hadats kecil maupun hadist besar

Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu


diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.
Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu' dan mandi janabah sekaligus.
Dan itu terjadi pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya
yang akan kami sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah tidak
perlu bergulingan di atas tanah melainkan cukup baginya untuk bertayammum
saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus yaitu hadars kecil
dan hadats besar.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan


masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam
beribadah yang menghantarkan manusia berimbungan dengan Allah SWT. Tidak
ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam,
karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun
manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan
ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudhu, begitu juga dia harus pula
membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena
kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari mungkin terdapat


kekurangannya. Untuk itu penulis menerima setiap saran yang membangun dari
pembaca agar makalah ini jadi lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an Karim

Az zuhaili,Prof Dr. Wahbah.2010.Fiqih Imam Syafi'l. Jakarta, Almahira

Az Zuhaili Prof. Dr. Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok. Gema
Insani. Darajat, Prof. Dr. Zakiyah, 1995. Ilmu Fiqih. Jakarta, dana bakti
wakaf.

Drs Babudin,S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia.

2005 Fiqih Untuk X madrasah aliyah, Jakarta, intimedia ciptanusantara

H.Abd Kholiq Hasan. 2008. Tafsir Ihadah. Yogyakarta. Pustaka Pesantren.

Imam An-Nawawi, Majmu Syarah Al Muhadzab Pustaka Azzam, Jakarta, 2009


Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi, 2012Mukhtasar Minhajul Qasidin.
Jakarta, Barat

Над Imam An-Nawawi, Majmu Syarah Al Muhadzab Pustaka Azzam, Jakarta,


2009, hlm234

[2] Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema


Insani.Depok, 2010,hlm 202

[3] Prof. Dr. Wahhah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi'i, Almahira, Jakarta, 2010 him
86

[4] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab
Sayyed Hawwas, Figh Ibadah, Amzah, Jakarta,2010, hlm 31

Prof. Dr Wahhah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syati'i, Almahira, Jakarta, 2010 him 86

[8] Khabats adalah adalah sesuatu yang kotor menurut syara' adapun hadats
adalah sifat syara' yang melekata pada anggota tubuh dan dapat
dihilangkan thaharah kesucian)

[9] Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani
Depok 2010, hlm 203
Sarwat, Ahmad.2011.Seri Fiqih Kehidupan (2): Thaharah, Jalan Karet Pedurenan
no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940: DU Publishing

Anda mungkin juga menyukai