Anda di halaman 1dari 11

1.

Thaharah

a. Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan


menurut istilah syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis.
Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan
yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi,
tayamum dan
1
menghilangkan najis.

Thaharah secara umum. Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.

1) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-


kelebihan yang ada dalam badan.
2) Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.

3) Membersihkan hati dari akhlak tercela.

4) Membersihkan hati dari selain Allah.

Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran


hadas dan najis tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau
hadas pada tubuh seseorang. Bila najis ata u hadas itu tergolong
ringan atau kecil maka cukup dengan membersihkan dirinya
dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu tergolong
besar atau berat maka ia harus
membersihkannya dengan cara mandi janabat, atau bahkan
harus
2

membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di antaranya


dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting
untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah
merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian batin.
b. Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan,


sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti
perkara yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan
nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul kecuali
mani.
Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis,
terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga
bagian:

1) Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena


najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di
antaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur
dengan tanah.
2) Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki
2
yang belum memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja.
Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan
memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir.
Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-
apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai
air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang
zat najis dan sifat-sifatnya,
sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

3) Najis Mutawassitah (pertengahan) yaitu najis yang lain


daripada kedua macam yang diatas. Najis ini dibagi menjadi
dua bagian:
a) Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi
tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti
kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya
telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan
mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
b) Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa,
dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar
menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci
3
najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa,
warna, dan baunya.

2. Istinja’

a. Pengertian Istinja’

Buang hajat merupakan kebut uhan sehari- hari manusia,


baik buang air besar maupun buang air kecil, mungkin dalam sehari
lebih dari sekali mereka membuang hajat. Buang hajat yang lancar
merupakan tanda kesehatan tubuh, tersendatnya buang hajat adalah
indikasi adanya ketidakberesan pada tubuh. Agama Islam selalu
memperhatikan hal- hal besar ataupun kecil dalam kehidupan
manusia. Termasuk buang hajat dan istinja, bila selesai buang hajat,
kita wajib ber-istinja, yaitu menghilangkan bekas kotoran yang keluar
dari salah satu lubang kemaluan, baik dubur (anus) maupun kubul
(vagina dan penis).Untuk menghilangkan kotoran tersebut,
diutamakan menggunakan air yang suci.
4

Apabila tidak ada air, bilas menggunakan batu. Dalam hadis telah
ditentukan bahwa untuk menghilangkan najis pertama-tama dengan
menggunakan air, kemudian yang basah dikeringkan dengan
sesuatu yang kering dan suci.
Istinja secara bahasa berarti terlepas atau selamat,
sedangkan menurut pengertian syariat adalah bersuci setelah buang
air besar atau buang air kecil. Secara legkapnya, istinja adalah
menghilangkan sesuatu yang keluar dari kubul atau dubur dengan
menggunakan air suci lagi mensucikan atau batu yang suci atau
benda-benda lain yang memiliki fungsi sama dengan air dan batu.
Selain istinja, ada lagi istilah istijmar, yaitu menghilangkan najis
dengan batu atau sejenisnya. Istinja dan istijmar, adalah cara bersuci
yang diajarkan syariat Islam kepada orang yang telah buang hajat.
Dan hukum istinja adalah wajib bagi setiap orang yang baru buang air
besar ataupun buang air kecil, dengan air atau media lainnya. Istinja
yang baik adalah dengan air, bilas pula dengan batu.
3
(istijmar).

Untuk ber istijmar, batu dapat diganti dengan benda keras


apapun asal tidak haram dan punya sifat bisa menghilangkan najis.
Pada zaman sekarang, kamar-kamar kecil biasanya menyediakan
fasilitas tisu khusus untuk menghilangkan najis. Dengan
menggunakannya, kita dapat menghilangkan kotoran dan menjaga
kebersihan tangan. Sebab, tisu memiliki kesamaan fungsi dengan
batu dalam konteks sebagai alat
istinja.
5

3. Jenis-Jenis Air

a. Air Suci dan Menyucikan


Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk
bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-
Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini.
Beliau mengatakan:
،‫ وماء الثلج‬,‫ وماء العين‬،‫ وماء البئر‬،‫ وماء النهر‬،‫ وماء البحر‬،‫ ماء السماء‬:‫المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه‬
‫وماء البرد‬
“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut,
air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.“
Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli
penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak
dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak
menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam
pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti
lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di
daerah yang mengandung banyak belerang.
Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari
bumi dengan sifat asli penciptaannya.

b. Air Musyammas
Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan
menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau
tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk
bersuci.
Secara umum air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau
hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun tak mengapa bila dipakai untuk
mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci
apabila telah dingin kembali.

c. Air Suci Namun Tidak Menyucikan


Air ini dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari
hadas maupun dari najis. Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan
untuk bersuci, yakni air musta’mal dan air mutaghayar.
Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk
menghilangkan hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila
air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air
yang terserap oleh barang yang dibasuh. Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk
bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut
mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan
untuk bersuci. Sebagai contoh kasus bila di sebuah masjid terdapat sebuah bak air
dengan ukuran 2 x 2 meter persegi umpamanya, dan bak itu penuh dengan air, lalu
setiap orang berwudlu dengan langsung memasukkan anggota badannya ke dalam air di
6
bak tersebut, bukan dengan menciduknya, maka air yang masih berada di bak tersebut
masih dihukumi suci dan menyucikan. Namun bila volume airnya kurang dari dua qullah,
meskipun ukuran bak airnya cukup besar, maka air tersebut menjadi musta’mal dan
tidak bisa dipakai untuk bersuci. Hanya saja dzat air tersebut masih dihukumi suci
sehingga masih bisa digunakan untuk keperluan lain selain menghilangkan hadas dan
najis. Juga perlu diketahui bahwa air yang menjadi musta’mal adalah air yang dipakai
untuk bersuci yang wajib hukumnya. Sebagai contoh air yang dipakai untuk berwudlu
bukan dalam rangka menghilangkan hadas kecil, tapi hanya untuk memperbarui wudlu
(tajdidul wudlu) tidak menjadi musta’mal. Sebab orang yang memperbarui wudlu
sesungguhnya tidak wajib berwudlu ketika hendak shalat karena pada dasarnya ia masih
dalam keadaan suci tidak berhadas.
Sebagai contoh pula, air yang dipakai untuk basuhan pertama pada anggota badan
saat berwudlu menjadi musta’mal karena basuhan pertama hukumnya wajib.
Sedangkan air yang dipakai untuk basuhan kedua dan ketiga tidak menjadi musta’mal
karena basuhan kedua dan ketiga hukumnya sunah.
Adapun air mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya
disebabkan tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang
menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang masih
asli ia disebut air mutlak dengan nama air mata air. Ketika air ini dicampur dengan teh
sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka orang akan mengatakan air itu
sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang menjadikan air mata air kehilangan
kemutlakannya. Contoh lainnya, air hujan yang dimasak tetap pada kemutlakannya
sebagai air hujan. Ketika ia dicampur dengan susu sehingga terjadi perubahan pada
sifat-sifatnya maka air hujan itu kehilangan kemutlakannya dengan berubah nama
menjadi air susu. Air yang demikian itu tetap suci dzatnya namun tidak bisa dipakai
untuk bersuci. Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan? Air mineral dalam kemasan
itu masih tetap pada kemutlakannya karena tidak ada pencampuran barang suci yang
menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya
dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak
berpengaruh pada kemutlakan airnya.

d. Air Mutanajis
Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua
qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu
sifatnya—warna, bau, atau rasa—karena terkena najis tersebut. Air sedikit apabila
terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada
sifatnya yang berubah. Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis
bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena
terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut
menjadi air mutanajis. Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena
dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.Wallahu
a’lam.
7

4. Adab B uang Air Kecil

Dalam Alquran maupun hadis Rasulullah S AW banyak


4
termaktub pujian bagi mereka yang senantiasa bersuci.
Adab buang hajat:

a. Menjauhi tempat yang terlarang.

b. Jika seseorang ingin membuang hajatnya pada tempat yang


lapang maka hendaklah dia menjauh, seperti yang diterangkan
dalam hadis riwayat Mugiroh bin Syu'bah dalam Al-S hahihaini, dia
menceritakan bahwa beliau menjauh sampai tertutup dariku lalu
membuang hajatnya". Yaitu Nabi Muhammad SAW.
c. Tidak mengangkat pakaian sampai dirinya mendekat di
bumi; sehingga auratnya tidak terbuka, dan hal ini termasuk adab
Rasulullah SAW sebagiamana yang disebutkan oleh Anas RA.
d. Dimakruhkan memasuki tempat membuang air dengan me
mbawa sesuatu yang bertuliskan zikir kepada Allah SWT.
e. Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat saat buang air
pada tempat yang lapang, dan diperbolehkan pada wc yang
berbentuk bangunan.
f. Disunnahkan untuk masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan
kaki kanan, masuk wc dengan membaca: Bismillah dan
disunnahkan juga membaca do’a masuk kamar mand.
g. Menutup diri saat membuang hajat, seperti yang dijelaskan di
dalam

hadits riwayat Al-Mugiroh bin S yu'bah di dalam Al-S hahihaini, dia

4 Mulla Naraqi, Rahasia Ibadah,(Jakarta: Cahaya, 2008), hal. 11-12.


8

menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW menjauh sampai


tertutup dariku lalu membuang hajatnya"
h. Dibolehkan kencing dengan berdiri dan duduk. Kebolehan
kencing secara berdiri harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1) Aman dari percikan
kencing.

2) Aman dari pandangan orang


lain.

i. Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu


yang mengisap) sesudah membuang hajat.
j. Dimakruhkan berbicara saat berada di kakus/wc berdasarkan
riwayat bahwa seorang lelaki lewat di hadapan Nabi lalu dia
mengucapkan salam kepadanya namun beliau tidak menjawab
salamnya". Dan pada saat itu beliau sedang membuang hajatnya,
dan beliau tidak menjawab sapaan seseorang kecuali yang penting,
5
seperti meminta air atau yang lainnya.
k. Mencuci tangan setelah membuang hajat berdasarkan suatu
riwayat

yang menyebutkan bahwa apabila Nabi masuk wc maka aku


membawakan baginya sebuah bejana atau timba berisi air untuk
buang hajat dengannya. Abu Dawud berkata dalam hadis riwayat
Waqi' "kemudian beliau mengusapkan tangannya pada tanah"
orang yang meriwayatkan hadits berkata-kemudian aku me
mbawa bejana lain baginya, maka beliau berwudhu dengannya.
Adanya tuntunan dalam
masalah buang hajat ini menunjukkan bahwa Islam adalah
agama

yang sangat sempurna. Tidak ada yang tersisa dari problematika


umat ini, melainkan telah dijelaskan secara gamblang oleh
Rasulullah SAW

5. Berwudhu

Wudhu adalah salah satu cara untuk menghilangkan hadast kecil. Pada umumnya
berwudhu dilakukan sebelum melaksanakan ibadah. Hal itu dilakukan karena ketika
ibadah diharuskan dalam keadaan suci dan bersih.
9
Perintah melakukan wudhu sebelum melaksanakan shalat tercantum pada surah Al-
Maidah ayat 6, yang berbunyi.

‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن‬


ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
َّ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan usaplah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

A. Rukun Wudhu
Dikutip dari buku Fiqh Islam karangan H. Sulaiman Rasjid. Di dalam buku ini dijelaskan
bahwa fardhu wudhu ada enam, di antaranya:

1. Niat
Hendaklah berniat menghilangkan hadast atau sengaja berwudhu. Bacaan niat wudhu
sebagai berikut :

‫َر فَرْ ضًا هّٰلِل ِ تَ َعالَى‬


ِ ‫ث ْاالَصْ غ‬
ِ ‫ْت ْال ُوضُوْ َء لِ َر ْف ِع ْال َح َد‬
ُ ‫نَ َوي‬

Artinya:

Saya berniat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil fardu (wajib) karena Allah
ta’ala.
2. Membasuh muka
Berdasarkan Surah Al-Maidah ayat 6 bahwa batas muka yang wajib dibasuh adalah dari
tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas sampai kedua tulang dahu sebelah bawah;
lintangnya dari telinga ke telinga; seluruh bagian muka yang tersebut tadi wajib
dilebihkan sedikit agar kita yakin terbasuh semuanya. Menurut ahli fiqh, “sesuatu yang
hanya dengan dia dapat disempurakan yang wajib, maka hukumnya juga wajib.”

3. Membasuh dua tangan sampai ke siku


Maksud dari membasuh kedua tangan sampai ke siku adalah kita wajib membasuh
tangan dari ujung jari sampai ke siku.

4. Menyapu sebagian kepala


Walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun, baik
yang disapu itu kulit kepala atau rambut.

5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki.


Mencuci kaki kanan dan kiri mulai ujung jari kaki merata sampai mata kaki. Disunnahkan
sampai bawah lutut
10
6. Menertibkan rukun-rukun di atas.
Selain dari niat dan membasuh muka, keduanya wajib dilakukan bersama-sama dan
didahulukan dari yang lain.

B. Sunnah Ketika Berwudhu

1. Ketika berwudhu mendahulukan anggota badan bagian kanan daripada kiri. Rasulullah
S.A.W suka dengan anggota badan bagian kanan daripada anggota badan yang bagian
kiri.

َ ‫ َوفِي َشْأنِ ِه ُكلِّ ِه َكانَ النَّبِ ُّي‬،‫ُور ِه‬


‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يُ ْع ِجبُهُ التَّيَ ُّمنُ فِي تَنَ ُّعلِ ِه‬ ِ ‫ َوطُه‬،‫َوتَ َرجُّ لِ ِه‬

Artinya:

“Dari aisyah r.a. Ia berkata, “Rasulullah SAW, suka mendahulukan anggota kanan ketika
memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala halnya.” (Hadist Riwayat
Bukhari:163)
2. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga kali, tangan tiga kali,
dan seterusnya.

3. Berturut-turut antara anggota. Maksud berturut-turut adalah sebelum kering anggota


pertama, anggota kedua sudah dibasuh, sebelum anggota kedua kering, anggota ketiga
sudah dibasuh, dan seterusnya.
11
4. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena
berhalangan, misalnya sakit.

5. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya dingin.

6. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badang.

7. Jangan berbicara ketika berwudhu, kecuali ada hajat.

8. Bersiwak (bersugi atau menggosok gigi)


Disunahkan juga bersiwak pada waktu-waktu tertentu, di antaranya
a. Ketika bau mulut berubah karena lapar atau lama diam dan sebagainya.
b. Ketika bangun dari tidur, sebab orang yang bangun dari tidur biasanya aroma
mulutnya akan berubah.
c. Ketika shalat.

9. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika berwudhu.

10. Membaca doa dan syahadat setelah selesai berwudhu.

C. Doa setelah Berwudhu

Anda mungkin juga menyukai