Anda di halaman 1dari 11

THAHARAH

A.Pengertian
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah
adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan
pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.

Atau thaharah juga dapat diartikan melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah melaksanakan
shalat kecuali dengannya yaitu menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis dengan
air.

Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus dicuci
dengan airsuci dan mensucikan.

Hakekat dan fungsi

haharah berasal dari kata “‫ ”طهر‬yang berarti suci, bersih. Sedangkan “‫ ”الطهارة‬berarti kesucian,
kebersihan. Makna thaharah adalah bersuci dan membersihkan. Sedangkan wudhu disebut bersuci
karena dapat membersihan orang yang berwudhu dari keadaan sebelumnya yang dianggap kotor.
Thaharah merupakan ciri terpenting dalam Islam, yang berarti bersih atau sucinya seseorang secara lahir
maupun batin. Oleh karena itu, d alam terminologi Islam, thaharah ada dua macam: thaharah maknawi
(kesucian batin) dan thaharah hissy (kesucian lahir).

Thaharah maknawi: yaitu mensucikan hati dari syirik dan bid'ah pada sesuatu yang terkait hubungan
dengan hak-hak Allah Subhanahuwata’alla, dan dari sifat dendam, hasad, marah, benci dan yang
menyerupai hal itu, dalam bergaul dengan hamba-hamba Allah Subhanahuwata’alla dimana mereka
tidak pantas mendapat perlakuan seperti itu. Selain itu, suci secara batin berarti membersihkan jiwa dari
dosa dan semua perbuatan maksiat (makna ini sama dengan taubat). Inilah bersuci yang paling agung.
Kesucian batin dengan membersihkan diri dari syirik dan penyakit-penyakit hati lainnya lah yang menjadi
dasar semua ibadah. Ibadah apapun tidak sah dari seseorang yang hatinya berlumuran syirik, dan bid'ah
apapun yang dilakukan hamba untuk mendekatkan diri kepada -Nya hukumnya tidak sah, yaitu yang
tidak disyari'atkan oleh Allah Subhanahuwata’alla.

. KLASIFIKASI AIR DAN PENGGUNAANYA DALAM BERSUCI

1. Air mulak (air yang suci lagi mensucikan)


Tidak boleh dan tidak sah mengangkat hadas dan menghilangkan najis melainkan dengan air
mutlak.[6]
Air mutlak itu ada 7 jenis, yaitu:
1. Air hujan
2. Air laut
3. Air sungai
4. Air sumur
5. Air yang bersumber (dari mata air)
6. Air es
7. Air embun.[7]

Ketahuilah tidak sah berwudu dengan fardhu, mandi wajib, mandi sunnat, menghilangkan najis
dengan benda cair seperti cuka atau benda beku lainnya seperti tanah dalam bertayamum ..

Air mutlak mempunyai tiga sifat , yaitu :


1) Tha’mun (Rasa)
2) Launun (Warna)
3) Rihun (Bau)
Dan kalau dikatakan air itu berubah maka yang dimaksudkan ialah berubah sifatnya, air mutlak
itu terkadang berubah rasanya, warnanya, atau baunya sebab dimasuki oleh sesuatu benda dan
benda yang masuk kedalam air itu kadang-kadang mukhlath dan kadang-kadang mujawir,

Menurut istilah, para ulama berbeda pendapat sebagian mereka mengatakan “ Al-mukhtalat itu
ada yang tidak dapat diceraikan dari air”.
Dan sebagian lagi mengatakan “Al-Mukhtalat itu barang yang tidak dapat dibedakan air menurut
pandangan mata”.

Kalau air berubah dengan sesuatu benda yang mujawir yang, cendana, minyak bunga-bungaan,
kapur barus yang keras, maka air itu masih dianggap suci yang dapat dipakai untuk ber bercuci,
sekalipun banyak perubahannya. Karena perubahan yang sesuatu mujawir itu, ia akan menguap
jua. Karena itu air yang seperti ini dinamakan air yang mutlak, ban dingannya air yang berubah
karena diasapkan dengan dupa atau berubaah baunya karena berdekatan dengan bangkai. Maka
air yang seperti ini masih dianggap air yang suci dan dapt dipergunakan untuk bersuci, baik
berubah sifatnya.[8]

2. Air suci tidak mensucikan


air yang berubah sebab bercampur dengan benda-benda suci lainnya (seperti teh, kopi, dan
sirup)[9]. Misalnya juga dengan sabun, tepung, dan lain-lain yang biasanya terpisah dengan air.
Hukumnya tetap menyucikan selama kemutlakan nya masih terpelihara, jika sudah tidak, hingga
tidak dapat lagi dikatakan mutlak maka hukumnya ialah suci pada dirinya sendiri, tidak
menyucikan bagi lainnya.[10]

3. Air Mutlak yang Makruh memakainya (air yang suci lagi mensucikan tetapi makruh
memakainya)

Air yang makruh memakainya menurut hokum syara’ atau juga dinamakan kahariyatut tanzih ada
delapan macam , yaitu:

1. Air yang sangat panas


2. Air yang sangat dingin
3. Air yang berjemur
4. Air di negeri Tsamud selain dari air sumur naqah
5. Air di negeri kaum Luth
6. Air telaga Barhut
7. Air didaerah Babel dan
8. Air ditelaga Zarwan[11]

4. Air musta’mal
Air musta’mal adalah air yang bekas dipakai (dipakai berwudhu atau mencuci najis) atau air
yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau najis, kalau memang tidak berubah dan
tidak bertambah timbangannya. Jadi airnya suci.

5. Air yang terkena najis


Air najis adalah air yang kemasukan benda najis dan air itu kurang dua kolah, atau air itu ada dua
kolah tetapi berubah.[12]Maksudnya air yang kemasukan benda najis didalamnya, andai kata air
tersebut hanya tertulari bau busuk dari najis yang dibuang dipinggirnya maka air yang demikian
ini tidak najis, sebab tidak bertemu langsung dengan najisnya. Dan yang dimaksud dengan
berubah andai kata air yang banyak tersebut tidak berubah dengan adanya najis atau najisnya
hanya sedikit dan hancur dalam air maka air yang demikian ini juga tidak najis. Dan seluruh air
itu boleh digunakan menurut mazhab yang shahih.[13]

‘Ainiyah ialah tiap-tiap najis yang berujud dan bisa dilihat mata, atau mempunyai sifat yang
nyata, seperti warna atau bau. Umpamanya tahi, kencing dan darah.

Sedang najis hukmiyah ialah tiap-tiap najis yang telah kering, sedang bekasnya sudah tidak ada
lagi. Sudah hilang warna dan baunya. Contohnya kencing yang mengenai baju, kemudian kering,
sedang bekasnya tidak nampak.
. PEMBAGIAN THAHARAH
Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar yaitu:
Taharah Hakiki dan Taharah Hukmi.

1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian
dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya
seseorang dari najis. Seseorang yang shalat yang memakai pakaian yang ada noda darah atau air
kencing tidak sah shalatnya. Karena ia tidak terbebas dari ketidak sucian secara hakiki.
Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel baik pada
badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibaadah ritual, caranya bermacam-macam tergantuk
level kenajisannya.bila najis itu ringan cukup dengan memercikan air saja, maka najis itu
dianggap sudah lenyap, bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya
dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara, mencusikanya dengan air biasa
hingga hilang warna najisnya, dan juga hilang bau najisnya dan hilang rasa najisnya.

2. Thaharah Hukmi.
ّ ‫[الحكميه هي التى تجاوز محل ما ذكر فى غسل األعضاء عن الحدث‬4]
‫ مثال خرج منه خارج‬.‫فإن محل السبب الفرج‬
Seseorang yang tidak batal wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang
menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu, bila ia ingin
melakukan ibadah tertentu seperti shalat, thawaf dan lain-lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah membersihkannya dengan
bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadas besar
hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang
tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ibadah
ritual. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan cara wudhu atau mandi janabah.
.

D. PEMBAGIAN THAHARAH
Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar yaitu:
Taharah Hakiki dan Taharah Hukmi.

1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian
dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya
seseorang dari najis. Seseorang yang shalat yang memakai pakaian yang ada noda darah atau air
kencing tidak sah shalatnya. Karena ia tidak terbebas dari ketidak sucian secara hakiki.
Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel baik pada
badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibaadah ritual, caranya bermacam-macam tergantuk
level kenajisannya.bila najis itu ringan cukup dengan memercikan air saja, maka najis itu
dianggap sudah lenyap, bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya
dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara, mencusikanya dengan air biasa
hingga hilang warna najisnya, dan juga hilang bau najisnya dan hilang rasa najisnya.

2. Thaharah Hukmi.
ّ ‫[الحكميه هي التى تجاوز محل ما ذكر فى غسل األعضاء عن الحدث‬4]
‫ مثال خرج منه خارج‬.‫فإن محل السبب الفرج‬
Seseorang yang tidak batal wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang
menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu, bila ia ingin
melakukan ibadah tertentu seperti shalat, thawaf dan lain-lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah membersihkannya dengan
bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadas besar
hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang
tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ibadah
ritual. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan cara wudhu atau mandi janabah.

3. KLASIFIKASI AIR DAN PENGGUNAANYA DALAM BERSUCI

1. Air mulak (air yang suci lagi mensucikan)


Tidak boleh dan tidak sah mengangkat hadas dan menghilangkan najis melainkan dengan air
mutlak.[6]
Air mutlak itu ada 7 jenis, yaitu:
1. Air hujan
2. Air laut
3. Air sungai
4. Air sumur
5. Air yang bersumber (dari mata air)
6. Air es
7. Air embun.[7]

Ketahuilah tidak sah berwudu dengan fardhu, mandi wajib, mandi sunnat, menghilangkan najis
dengan benda cair seperti cuka atau benda beku lainnya seperti tanah dalam bertayamum ..

Air mutlak mempunyai tiga sifat , yaitu :


1) Tha’mun (Rasa)
2) Launun (Warna)
3) Rihun (Bau)
Dan kalau dikatakan air itu berubah maka yang dimaksudkan ialah berubah sifatnya, air mutlak
itu terkadang berubah rasanya, warnanya, atau baunya sebab dimasuki oleh sesuatu benda dan
benda yang masuk kedalam air itu kadang-kadang mukhlath dan kadang-kadang mujawir,

Menurut istilah, para ulama berbeda pendapat sebagian mereka mengatakan “ Al-mukhtalat itu
ada yang tidak dapat diceraikan dari air”.
Dan sebagian lagi mengatakan “Al-Mukhtalat itu barang yang tidak dapat dibedakan air menurut
pandangan mata”.

Kalau air berubah dengan sesuatu benda yang mujawir yang, cendana, minyak bunga-bungaan,
kapur barus yang keras, maka air itu masih dianggap suci yang dapat dipakai untuk ber bercuci,
sekalipun banyak perubahannya. Karena perubahan yang sesuatu mujawir itu, ia akan menguap
jua. Karena itu air yang seperti ini dinamakan air yang mutlak, ban dingannya air yang berubah
karena diasapkan dengan dupa atau berubaah baunya karena berdekatan dengan bangkai. Maka
air yang seperti ini masih dianggap air yang suci dan dapt dipergunakan untuk bersuci, baik
berubah sifatnya.[8]

2. Air suci tidak mensucikan


air yang berubah sebab bercampur dengan benda-benda suci lainnya (seperti teh, kopi, dan
sirup)[9]. Misalnya juga dengan sabun, tepung, dan lain-lain yang biasanya terpisah dengan air.
Hukumnya tetap menyucikan selama kemutlakan nya masih terpelihara, jika sudah tidak, hingga
tidak dapat lagi dikatakan mutlak maka hukumnya ialah suci pada dirinya sendiri, tidak
menyucikan bagi lainnya.[10]

3. Air Mutlak yang Makruh memakainya (air yang suci lagi mensucikan tetapi makruh
memakainya)

Air yang makruh memakainya menurut hokum syara’ atau juga dinamakan kahariyatut tanzih ada
delapan macam , yaitu:

1. Air yang sangat panas


2. Air yang sangat dingin
3. Air yang berjemur
4. Air di negeri Tsamud selain dari air sumur naqah
5. Air di negeri kaum Luth
6. Air telaga Barhut
7. Air didaerah Babel dan
8. Air ditelaga Zarwan[11]

4. Air musta’mal
Air musta’mal adalah air yang bekas dipakai (dipakai berwudhu atau mencuci najis) atau air
yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau najis, kalau memang tidak berubah dan
tidak bertambah timbangannya. Jadi airnya suci.

5. Air yang terkena najis


Air najis adalah air yang kemasukan benda najis dan air itu kurang dua kolah, atau air itu ada dua
kolah tetapi berubah.[12]Maksudnya air yang kemasukan benda najis didalamnya, andai kata air
tersebut hanya tertulari bau busuk dari najis yang dibuang dipinggirnya maka air yang demikian
ini tidak najis, sebab tidak bertemu langsung dengan najisnya. Dan yang dimaksud dengan
berubah andai kata air yang banyak tersebut tidak berubah dengan adanya najis atau najisnya
hanya sedikit dan hancur dalam air maka air yang demikian ini juga tidak najis. Dan seluruh air
itu boleh digunakan menurut mazhab yang shahih.[13]
Hakekat dan fungsi

haharah berasal dari kata “‫ ”طهر‬yang berarti suci, bersih. Sedangkan “‫ ”الطهارة‬berarti kesucian,
kebersihan. Makna thaharah adalah bersuci dan membersihkan. Sedangkan wudhu disebut bersuci
karena dapat membersihan orang yang berwudhu dari keadaan sebelumnya yang dianggap kotor.
Thaharah merupakan ciri terpenting dalam Islam, yang berarti bersih atau sucinya seseorang secara lahir
maupun batin. Oleh karena itu, d alam terminologi Islam, thaharah ada dua macam: thaharah maknawi
(kesucian batin) dan thaharah hissy (kesucian lahir).

Thaharah maknawi: yaitu mensucikan hati dari syirik dan bid'ah pada sesuatu yang terkait hubungan
dengan hak-hak Allah Subhanahuwata’alla, dan dari sifat dendam, hasad, marah, benci dan yang
menyerupai hal itu, dalam bergaul dengan hamba-hamba Allah Subhanahuwata’alla dimana mereka
tidak pantas mendapat perlakuan seperti itu. Selain itu, suci secara batin berarti membersihkan jiwa dari
dosa dan semua perbuatan maksiat (makna ini sama dengan taubat). Inilah bersuci yang paling agung.
Kesucian batin dengan membersihkan diri dari syirik dan penyakit-penyakit hati lainnya lah yang menjadi
dasar semua ibadah. Ibadah apapun tidak sah dari seseorang yang hatinya berlumuran syirik, dan bid'ah
apapun yang dilakukan hamba untuk mendekatkan diri kepada -Nya hukumnya tidak sah, yaitu yang
tidak disyari'atkan oleh Allah Subhanahuwata’alla. Firman Allah Subhanahuwata’alla
‫تعالى هللا قال‬:﴿        
  ﴾
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan
karena kafir kepada Allah dan Rasul-Nya (QS. at-Taubah:54)

is ‘Ainiyah ialah tiap-tiap najis yang berujud dan bisa dilihat mata, atau mempunyai sifat yang
nyata, seperti warna atau bau. Umpamanya tahi, kencing dan darah.

Sedang najis hukmiyah ialah tiap-tiap najis yang telah kering, sedang bekasnya sudah tidak ada
lagi. Sudah hilang warna dan baunya. Contohnya kencing yang mengenai baju, kemudian kering,
sedang bekasnya tidak nampak.
SARANA THAHARAH

1. Air. Bersuci dengan menggunakan air diantaranya adalah: wudhu, mandi (sunnah ataupun
wajib), dan menghilangkan najis
2. Debu, yaitu dengan tayammum
3. Batu, yaitu untuk menghilangkan najis
4. Alat menyamak kulit binatang

OBJEK TAHAHARAH

 Bersuci dari hadas. Hadas secara umum dibagi menjadi 2, diantaranya:

 Hadas besar. Cara mensucikannya yaitu dengan mandi wajib


 Hadas kecil. Cara mensucikannya yaitu dengan wudhu atau tayammum

 Bersuci dari najis

Najis secara umum dibagi menjadi 3 :

 Najis mughaladhah
 Najis mutawasithah
 Najis mukhaffafah
ngertian Thaharah dan Jenis Jenisnya
Thaharah menurut bahasa adalah kebersihan dan kesucian, sedangkan menurut istlah fikih, thaharah
berarti penggunaan air, debu, pasir, batu dengan cara tertentu untuk menghilangkan hadas maupun
najis.

Setiap muslim diwajibkan untuk menyucikan badan, pakaian dan tempat mereka dari najis setiap akan
melaksanakan ibadah yang mensyaratkan untuk bersih dari hadas ataupun najis.

Hal ini sebagaimana banyak diterangkan dalam Al Quran dan Sunah Rasulullah saw

Pengertian Thaharah dan Jenis Jenisnya

Thaharah dapat dikelompokkan menjadi dua macam: yaitu thaharah zahiriyah yang bersifat nampak dan
thaharah batiniyah yang bersifat abstrak. Thaharah zahiriyah sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu Thaharah dari hadas dan najis.

A. Thaharah zahiriyah

Thaharah zahiriyah adalah Thaharah yang nampak dan terlihat. Ada dua macam Thaharah zahiriyah,
yaitu: thaharah dari hadas dan najis

1. Thaharah dari hadas

Hadas adalah keadaan tidak suci yang mewajibkan seorang muslim untuk bersuci, terutama ketika akan
melaksanakan ibadah, seperti shalat.
Hadas ada dua macam, yaitu hadas besar seperti: haid, nifas, junub yang dapat disucikan dengan
melaksanakan mandi besar.

Hadas kecil seperti: keluar sesuatu dari qubul atau dubur. Hadas kecil ini dapat dihilangkan dengan cara
berwudhu.

2. Thaharah dari Najis

Najis adalah benda benda yang harus disucikan dari badan, pakaian, maupun tempat ketika akan
melaksanakan ibadah terutama shalat, seperti: bangkai, darah, babi, kotoran binatang yang haram
dimakan, dan lain lain.

B. Thaharah batiniyah

Thaharah Batiniyah berbeda dengan Thaharah zahiriyah, sebab Thaharah batiniyah ini merupakan hal hal
yang tidak nampak oleh mata. Meski demikian Thaharah batiniyah ini sangat penting untuk diperhatikan
oleh seorang muslim. Ada empat macam jenis Thaharah batiniyah:

1. Thaharah dari dosa dosa besar

Membersihkan diri dan jiwa dari semua dosa dosa besar seperti: syirik, sihir, makan harta anak yatim,
membunuh, menuduh orang baik baik berbuat zina tanpa bisa mendatangkan empat orang saksi,
durhaka terhadap orang tua, membunuh, berzina, dan sebagainya.

Minilam seorang muslim dapat membersihkan hati dan perbuatannya dari beberapa kategori dosa dosa
besar tersebut, sebab semua yang masuk dosa dosa besar, jika dilanggar akan membuahkan hukuman
yang berat baik di dunia maupun di akhirat kelak.

dilihat dari sifat dan pembagiannya, thaharah (bersuci) dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu bersuci lahiriah dan batinia.

a. Bersuci Lahiriah

Beberapa contoh thaharah / bersuci yang bersifat lahiriah adalah membersihkan badan, tempat
tinggal, dan lingkungan darisegala bentuk kotoran atau najis. Bersuci lahiriah meliputi kegiatan
bersuci dari najis dan bersuci dari hadas.

1) Bersuci dari najis adalah berusaha untuk membersihkan segala bentuk kotoran yang
melekat pada badan atau tempat yang didiami. Cara membersihkannya disesuaikan dengan
bentuk atau jenis kotoran yang akan dihilangkan, seperti dibasuh sampai hlang rasa, bau, dan
warna.

2) Bersuci dari hadas adlah menghilangkan atau membersihkan hadas dengan cara
berwudu atau mandi. Cara membersihkannya disesuaikan dengan jenis hadas yang akan di
mersihkan.

b. Bersuci batiniah

Thaharah batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan perbuatan
maksiat, seprti syirik, takabur, dan ria. Cara membersihkan sifat atau perbuatan tercela ini adalah
dengan bertobat kepada Allah SWT tidak mengulangi perbuatan tercela tersebut, serta
menggantinya dengan perbuatan terpuji.
acam-Macam Alat Thaharah

Hanya airkah yang dapat digunakan thaharah ? Bagaimanakah jika disuatu tempat bagaimanakah
jika disuatu tempat sulit ditemukan air ? Dalam hal ini, Islam tetap memberi kemudahan. Alat
atau benda yang dapat digunakan untuk bersuci menurut Islam ada dua macam, yakni benda
padat dan benda cair.

Benda padat yang dimaksud adalah batu, pecahan genting, batu merah, kertas, daun, dan kayu.
Semua benda tersebut harus dalam keadaan bersih dan tidak terpakai. Islam melarang pemakaian
benda-benda tersebut apabila masih dipakai, misalnya buku yang masih digunakan, kertas yang
akan dipakai, dan batu merah yang akan dipasang.

Benda cair yang boleh digunakan untuk bersuci adalah air.air ada yang boleh digunakan untuk
bersuci, ada pula yang tidak boleh atau tidak sah untuk bersuci. Air yang dapat dipakai untuk
bersuci, diantaranya air mutlak. Air mutlak adalah air yang tidak tercampuri oleh suatu apa pun
dari najis, misalnya air sumur,air mata air,air sungai,air laut,dan air salju.

Macam-Macam Air

Macam-macam air tersebut adalah:

a. air yang suci dan mensucikan,yaitu air yang halal untuk di minum dan sah digunakan untuk
bersuci, misalnya air hujan,air sumur,air laut, air salju,air embun,dan air sungaiselama semuanya
itu belum berubah warna,bau,dan rasa;

b. air suci,tetapi tidak menyucikan, yaitu air yang halal untuk diminum,tetapi tidak sah untuk
bersuci, misalnya air kelapa,air teh,air kopi, dan air yang di keluarkan dari pepohonan;

c. air mutanajis (air yang terkena najis), air yang tidak halal untuk diminum dan tidak sah
untuk bersuci, seperti

1) air yang sudah berubah warna, bau, dan rasanya karena terkena najis serta.

2) air yang belum berubah warna, bau, dan rasanya, tetapi sudah terkena najis dan air tersebut
dalam jumlah sedikit (kurang dari dua kulah).

d. air yang makruh di pakai bersuci, seperti air yang terjemur atau terkena panas matahari
dalam bejana, selain bejana dari emas atau perak.

e. air mustakmal, yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah
warnanya. Air ini tidak boleh digunakan bersuci karena dikhawatirkan telah terkena najis
sehingga dapat mengganggu kesehatan.

Macam-Macam Najis dan Tata Cara Thaharah

Dalam ajaran Islam, najis dibagi menjadi tiga macam, yaitu najis mugallazah, mukhaffafah, dan
mutawassitah.

a. Najis Berat (Mugallazah)

Najis berat adalah suatu materi (benda) yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan dalil yang
pasti (qat’i). Yang termasukdalam kelompok ini adalah najis yang berasal dari anjing dan babi.
Cara menyucikannya adalh menghilangkan terlebih dahulu wujud benda najis itu, kemudian
dicuci dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

b. Najis Ringan (Mukhaffafah)


Najis ringan adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa,
kecuali air susu ibunya dan umurnya kurang dari 2 tahun. Cara menyucikan najis ini cukup
dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis.

c. Najis Sedang (Mutawassitah)

Najis sedang adalah semua najis yang idak termasuk dua macam najis di atas (mugallazah dan
mukhaffafah). Najis mutawassitah ada dua, yaitu mutawassitah hukmiyyah dan mutawassitah
‘ainiyah.

1) mutawassitah hukumiyyah adalah najis yang diyakini adanya tetapi tidak ada bau, rasa,
ataupun wujudnya, seperti kencing yang sudah kering. Cara menyucikannya cukup disiram air
diatasnya.

2) mutawassitah ‘ainiyah adalah najis yang masih ada wujud, bau, atau pun rasa. Cara
menyucikannya adlah dibasuh samapai hilang wujud, bau, ataupun rasa (kecuali jika sangat susah
dihilangkan).

Demikian tulisan mengenai Pengertian, Macam, dan Cara Thaharah. Semoga bermanfaat.

====

Anda mungkin juga menyukai