Anda di halaman 1dari 28

22

THAHARAH
BERSUCI

Pengertian Thaharah

Kata "Thaharah" adalah sama dengan "Nadlafah" artinya "Bersih atau Suci" . sedangkan
jika dibaca Thuharah, maka mempunyai arti "kelebihan dari air yang dipergunakan untuk
bersuci".

Diantara defisininya menurut ulama‟, “Thaharah (bersuci) adalah usaha menghilangkan


hadast atau najis, seperti wudlu‟, mandi, tayammum yang menjadi sebab di perbolehkan-
nya melakukan sholat.

Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan
yang penting. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang menucikan dirinya. Allah
Swt berfirman :

“Sesungguhnya, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri” (Q.S. Al-Baqarah 2: 222).

Di ayat yang lain Allah Swt berfirman:

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Maidah 5:6).

Secara syara‟ bersuci itu meliputi dua bagian, yaitu :


1. Bersuci dari hadast, bagian ini khusus untuk bdan, seperti mandi, berwudhu, dan
tayamum
2. Bersuci dari najis, bagian ini berlaku pada badan, pakain, dan tempat.

Selanjutnya bersuci itu mempunyai empat tingkat, yaitu:

a. Tingkat pertama ialah membersihkan anggota-anggota lahiriah dari hadast, najis-


najis atau kotoran serta benda-benda kelebihan yang tidak diperlukan.
b. Tingkat kedua ialah membersihkan anggota-anggota badan dari perbuatan dosa
dan salah
c. Tingkat ketiga ialah membersihkan hati dari akhlaq-akhlaq yang tercela daan sifat-
sifat kerendahan yang terkutuk
23

d. Tingkat keempat ialah membersihkan rahasia batiniah dari sesuatu yang selain
daripada Allah Ta‟ala dan ini adalah cara thoharohnya pada nabi “alaihimus sholatu
wasalam, juga para sidiqin.

Seseorang hamba itu tidak mungkin akan dapat mencapai tingkat yang tertinggi melainkan
lebih dulu harus melalui tingkat yang ada dibawahnya. Jadi tidak dapat mencapai kesu-
cian rahasia batiniah, terhindar dari sifat-sifat yang tercela dan dipenuhi sifat-sifat terpuji,
selama ia belum mengisi kebatinannya itu lebih dahulu dengan kebersihan hati dengan
menjauhi akhlaq yang tercela dan melaksanakan akhlaq yang terpuji. Untuk mencapai ini,
lebih dulu harus menyucikan anggota-anggota badannya dari menjalankan segala macam
larangan agama dan mematuhi segala yang menjadi perintahnya.

Perihal bersuci meliputi beberapa perkara:


1. Alat untuk bersuci, seperti air, tanah dan sebagianya
2. Kaifiyat (cara) bersuci
3. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan
4. Benda yang disucikan
5. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

Pembagian Air
Dalam pandangan syariah, air adalah benda yang istimewa dan punya kedudukan khusus,
yaitu menjadi media utama untuk melakukan ibadah ritual berthaharah. Air merupakan
media yang berfungsi untuk menghilangkan najis, sekaligus juga air itu berfungsi sebagai
media yang syar'i untuk menghilangkan hadats.

Meski benda lain juga bisa dijadikan media berthaharah, namun air adalah media yang
utama. Sebagai contoh adalah tanah. Tanah memang dapat berfungsi untuk menghilang-
kan najis, tetapi yang utama tetap air. Najis berat seperti daging babi, disucikan dengan
cara mencucinya dengan air 7 kali, tanah hanya salah satunya saja. Tanah memang bisa
digunakan untuk bertayammum, namun selama masih ada air, tayammum masih belum
dikerjakan.

Macam-macam air :

Secara garis besar air yang bisa dipakai untuk mensucikan itu ada delapan macam, yaitu
1. air hujan (sama‟)
2. air laut (bahrun)
4. air sungai (nahrun)
5. air sumur (bi‟ri)
6. sumber mata air („ainih)
7. air es (tsaljih)
8. dan yang terakhir adalah air embun (barodi)

Selanjutnya macam-macam air tersebut diatas, jika diringkas dari segi hukumnya untuk
bersuci dibagi menjadi empat bagian :

1. Air suci dan menyucikan


Air yang suci keadaannya dan menyucikan, disebut air mutlak. Air mutlak adalah air
yang tetap menurut semula asal kejadiannya, seperti air sumur, air sungai, air hujan,
24

air laut, air es yang telah mencair kembali, air embun dan air yang keluar dari mata
air. Air mutlak ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu untuk
berwudhu‟ dan mandi janabah.

Allah Swt telah berfirman :

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dari
hujan itu” (Al-Anfal 8:11)
Rasulullah saw bersabda :

“Air laut itu airnya menyucikan dan bangkainya halal dimakan” (HR. Ibnu Hiban,
Ibnu-Sakan, At-Tirmizi, dan Imam Bukhari).

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Abi Said Al-Khudrir berkata bahwa seorang bertanya, Ya Rasulullah, apakah
kami oleh berwudhu dari sumur Budho‟ah? Padahal sumur itu digunakan oleh wanita
yang haidh, dibuang kedalamnya daging anjing dan benda yang busuk .Rasulullah
Saw menjawab, “Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu (HR Tirmizi).

2. Air Suci dan Mensucikan tapi makruh memakainya .


Air Suci dan menyucikan tapi makruh memakainya untuk mensucikan badan akan tetapi
tidak makruh untuk menyucikan pakaian, yaitu air yang dipanaskan. kecuali di panas-
kan dengan Bejana Emas, perak atau tembikar. Air yang terjemur ditanah, seperti air
sawah atau kolam hukumnya tidak makruh. Imam Nawawi mengatakan makruh bersuci
dengan air yang terlalu panas dan terlalu dingin.

3. Air Suci akan tetapi tidak menyucikan


Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk ke
dalam kategori air ini ada tiga macam, yaitu:
a. Air Mustakmal yakni air yang kurang dari dua kulah dan sudah pernah terpakai
untuk menghilangkan hadast (kotoran) dan najis, meskipun sifatnya tidak berubah.
b. Air yang telah berubah salah satu sifatnya, karena bercampur dengan suatu benda
yang suci, seperti air teh, air kopi, air susu dan lain sebagainya.
c. Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti tekukan pohon kayu (air nira), air
kelapa, dan lain sebagainya
25

4. Air yang bernajis


yaitu air suci yang terkena najis yang tidak ma'fu. Air najis ini terbagi menjadi dua
yaitu:
a. Air yang sedikit, kurang dari dua kulah yang terkena najis, baik ia berubah atau
tidak. Air ini tidak boleh dipakai lagi, sebab hukumnya sama dengan najis.
b. Air yang banyak, dua kulah atau lebih) yang terkena najis,
Bila sifatnya (warna, rasa dan bau) tidak berubah, hukumnya tetap suci dan
menyucikan. Hal ini bersandar pada hadits :

“Apabila banyaknya air itu telah mencapai dua qullah, air itu tidak mengandung
kotoran. Dalam lafadz lain:”tidak mengandung najis”. (HR Imam yang empat,
Disohihkan oleh Ibn Khuzaimah, Al-Hakim, dan Ibnu Hibban)
Bila sifatnya (warna, rasa dan bau) berubah, hukumnya seperti najis. Air ini tidak
boleh dipakai lagi. Rasulullah bersabda:

“Air itu suci dan mensucikan, kecuali telah berubah rasa, warna dan bau (karena
najis yang ada padanya)” (HR. Al-Baihaqi)

Batasan Volume 2 Qullah

Banyak pendapat tentang yang dimaksud dengan 2 qullah. Mazhab Syafi‟iyah mengata-
kan bahwa air dua qullah adalah air yang memenuhi wadah yang ukurannya 1,25 hasta
(panjang) x 1,25 hasta (lebar) x 1,25 hasta' (tinggi). Adapun mazhab Hanbali diketahui
memiliki pendapat yang berbeda.

Mengenai berapa ukuran hasta, ada 2 pendapat ulama kontemporer mengenai hal ini.
Menurut sebagian ulama, panjang 1 hasta adalah 46,2 cm, sedangkan yang lain
berpendapat 48 cm. Sehingga ukuran 2 qulah menurut kedua pandangan tersebut adalah :
1. Menurut pandangan pertama :
Dua qullah = 57, 75 cm x 57,75 cm x 57, 75 cm = 192.599,8 cm. Jika dihitung
dalam liter menjadi 192,599 liter, ( karena 1 liter = 1.000 cm).

2. Menurut pendapat kedua :


Dua qullah = 60 cm x 60 cm x 60 cm = 216.000 cm, atau 216 liter.

Air yang berubah tapi tetap suci

Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” ,
walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna, rasa
dan bau) adalah sebagai berikut:

1. Berubah karena tampatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang
26

2. Berubah karena lamanya tersimpan, seperti air kolam

3. Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebabkan oleh ikan atau
kiambang

4. Berubah karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar
memeliharanya, berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon-pohon yang
berdekatan dengan sumur atau tempat-tempat air itu.

Kalau daun-daun tersebut dengan sengaja dimasukkan ke dalam air dan airnya berubah
disebabkan oleh daun-daun itu, menurut mazhab yang kuat, airnya tidak boleh
menyucikan, baik waktu dimasukkan daunnya utuh atau sudah ditumbuh.
27

NAJIS

Pengertian

Secara bahasa, an-najasah bermakna kotoran atau sesuatu yang dianggap menjijikkan.
Disebut maknanya sesuatu menjadi kotor. Asy-Syafi'iyah mendefinisikan najasah dengan
makna : kotoran yang menghalangi shalat. Sedangkan Al-Malikiyah mendefinisikan an-
najasah sebagai : sesuatu yang bersifat hukum yang mewajibkan dengan sifat itu pengha-
langan atas shalat dengan sifat itu atau di dalam sifat itu

Macam-Macam Benda yang Termasuk Najis

Semua barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tidak ada dalil yang me-
nunjukkan bahwa benda itu najis. Benda yang termasuk najis adalah sebagai berikut:

1. Segala benda yang keluar dari dua pintu


Setiap benda cair yang keluar dari dua jalan hukumnya adalah najis. Hal ini mencakup
benda yang biasa keluar seperti kencing dan tinja, dan benda yang jarang keluar seperti
madzi dan wadi. Kecuali sperma (mani) dari anak Adam atau binatang, tetapi sperma
anjing dan babi tetap digolongkan sebagai najis..

Dituturkan dari Ibn Mas‟ud r.a., ia berkata,

“Ketika Nabi Saw hendak buang air besar, beliau memintaku untuk mengambil tiga biji
batu, tetapi hanya dua yang aku dapatkan, dan aku tidak menemukan batu yang ketiga.
Akupun membawa kotoran binatang kepadanya. Beliau mengambil dua biji batu dan
membuang kotoran binatang, seraya menyebutkan, “Ini kotoran menjijikkan.” (HR Al-
Bukhari)

Sabda Rasulullah Saw :

“Seorang Arab Badui datang, lalu kencing di salah satu sudut masjid. Orang-
orangpun berniat menghardiknya, tetapi Nabi Saw melarang mereka. Setelah Arab
Badui itu selesai kencing, Nabi Saw meminta satu bejana air, kemudian disiramkan ke
bekas kencing tersebut.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
28

“ Rasulullah Saw pernah mencuci air mani (yang terdapat pada pakaian-nya). Lalu
beliau pergi menunaikan shalat dengan memakai pakaian tersebut, dan saya masih
melihat bekas cucian maninya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalil bahwa madzi dan wadi adalah najis : Ali Ibn Abu Thalib r.a. berkata :

“Aku termasuk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini
kepada Nabi Saw dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun
memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan
dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu.”

2. Bangkai
Bangkai adalah hewan yang mati begitu saja tanpa melalui penyembelihan yang syar‟i.
Semua bangkai adalah najis. Dalil bahwa bangkai adalah najis, sebagaimana firman
Allah Swt dalam Suarat Al-Maidah ayat 3 di atas. Bagian bangkai, seperti daging, kulit,
tulang, bulu, dan lemaknya semuanya itu najis menurut Mazhab Syafei. Bagian tubuh
hewan yang terputus ketika ia masih hidup, juga termasuk bangkai. Rasulullah
bersabda :

“Bagian tubuh yang terputus dari binatang yang masih hidup termasuk bangkai.” (HR
Abu Daun dan Al-Tirmidzi. Hadis ini sahih menurut Al-Tirmidzi, dan redaksi hadis ini
menurut riwayat Al-Tirmidzi)

Bangkai manusia adalah suci, tidak termasuk najis. Manusia adalah makhluk yang di-
muliyakan oleh Allah Swt, oleh karena itu mayat manusia jangan dianggap sebagai
kotoran atau najis. Adapun dalil bahwa manusia itu suci adalah firman Allah Swt :

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.” (QS. Al-Isra 17:70)

Bangkai binatang laut, seperti ikan, dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah
ketika masih hidupnya, seperti belalang semuanya suci, tidak tergolong najis.
29

Rasulullah Saw bersabda :

“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan
dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR Akhmad dan
Ibn Majah).

Begitu juga bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir seperti bangkai lalat, semut,
lebah, kutu, semuanya suci, tidak tergolong najis.

Rasulullah Saw bersabda :

“Apabila seekor lalat jatuh di salah satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah
lalat tersebut seluruhnya, kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat ini
terdapat racun (penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.” (HR Al-Bukhari
dan Abu Daud).

Bangkai bila disamak menjadi suci. Dari Salamah ibn Al-Muhabbiq r.a. bahwa
Rasulullah bersabda :

“Menyamak kulit bangkai meruapakan (cara) menyucikannya” (Hadis ini disahihkan


oleh Ibn Hibban).

3. Darah dan Nanah


Segala darah itu najis, kecuali hati dan limpa. Allah Swt berfirman :

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi ( QS. Al-Maidah 5:3).

Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu
merupakan darah yang sudah membusuk.

4. Babi dan Anjing


Semua hewan suci, kecuali babi dan anjing. Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-
Hanabilah sepakat mengatakan bahwa babi yang masih hidup itu najis pada keseluruhan
tubuhnya. Termasuk juga bagian yang terlepas darinya seperti bulu, keringat, ludah dan
kotorannya, sebagaimana firman Allah Swt di atas.
30

Para ulama mengatakan bahwa seluruh tubuh anjing merupakan hewan najis berat
(mughallazhah). Namun ada juga pendapat sebagian ulama yang lain mengatakan
bahwa najis anjing itu hanya air liurnya dan mulutnya saja.

Dalam mazhab Mazhab Al-Hanafiyah, yang najis dari anjing hanyalah air liur, mulut
dan kotorannya saja. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis.
Kedudukan anjing sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing berman-
faat banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk ber-
buru. Mazhab Al-Malikiyah juga mengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis ke-
cuali hanya air liurnya saja.

Mazhab As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah sepakat mengatakan bahwa sepakat


mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing
itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya. Bahkan hewan lain yang kawin dengan
anjing pun ikut hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan
mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

Rasulullah Saw bersabda :

“Sucinya wadah minuman yang telah diminum anjing adalah dengan mencucinya dan
salah satunya dengan tanah.” (HR Muslim dan Ahmad).

5. Arak

Rasulullah Saw bersabda

Bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya tentang khamr (minuman memabukkan) yang
dijadikan cuka. Lalu beliau menjawab, “Tidak boleh.” HR Muslim dan Al Tirmidzi.
Menurut Al-Tirmidzi, hadis ini hasan dan sahih.).

Najis Yang Dimaafkan.

Najis-najis yang dimaafkan adalah benda yang pada hakikatnya najis atau terkena najis,
namun karena kadarnya sangat sedikit atau kecil, sehingga dimaafkan. najis yang dimaaf-
kan adalah beberapa tetes air kencing kucing atau tikus yang jatuh ke dalam makanan atau
pakaian karena darurat. Juga akibat percikan najis yang tak terlihat oleh mata telanjang.
31

Cara menghilangkan najis

Untuk melakukan cara menghilangkan benda yang kena najis, terlebih dahulu akan
diterangkan tentang pembagian najis. Jenis-jenis najis dibedakan berdasarkan tingkat
kesulitan dalam mensucikan atau menghilangkannya. Najis dibedakan menjadi golongan,
yaitu :

1. Najis Mukhafafah (ringan)


2. Najis Mughaladhah (Berat)
3. Najis Mutawasithah (sedang)

Adapun cara menghilangkan najis adalah sebagai berikut:

1. Najis Mukhafafah (ringan)


Disebut ringan, karena cara menyucikannya sangat ringan, yaitu cukup dengan
memercikkannya air, benda najis itu sudah menjadi suci. Satu-satunya najis ini adalah
air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibu, berumur
kurang dari dua tahun. Najis kencing bayi perempuan tetap harus dicuci, hingga hilang
rasa, bau dan warnanya.

Rasulullah Saw bersabda :

“Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan bekas air kencing bayi
laki-laki cukup dipercikan dengan air.” (HR Abu Daud dan Al-Nasa‟i, Hadis ini sahih
menurut Al-Hakim.).

2. Najis Mughaladhah (Berat)


Disebut najis berat karena cara menyucikannya dilakukan dengan cara dicuci berulang-
ulang sampai tujuh kali dan diantaranya dicuci dengan tanah. Yang termasuk najis berat
adalah babi dan anjing.

“Rasulullah Saw bersabda,"Sucinya wadah minummu yang telah diminum anjing


adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.” (HR. Muslim
dan Ahmad)

3. Najis Mutawasithah (sedang)


Najis yang lain daripada kedua macam najis tersebut di atas. Najis pertengahan ini
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan
warnanya, seperti kencing yang sudah lama.
b. Najis „ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya.
32

Cara menghilangkan najis ini dengan cara dibasuh dengan air sampai bersih dan 'ain
nya hilang. Baik itu rupa/warna, bau, dan rasa, harus di hilangkan semua. Sampai
tak tampak lagi warna, tak tercium bau,dan tak lagi ada rasa.

Tapi bagaimana jika warna atau baunya bandel dan susah sekali hilang walaupun
sudah berusaha di gosok dan di hilangkan? Jika yang tertinggal hanya salah satunya
saja seperti warna atau bau misalnya, dan susah sekali di hilangkan. Maka
hukumnya tidak berbahaya dan tidak apa-apa. Tapi jika yang tertinggal adalah
keduanya, seperti warna dan bau misalnya, maka ini hukumnya tidak boleh dan
berbahaya. Artinya belum di hukumi suci.

Dituturkan oleh Asma‟ Binti Abu Bakar r.a.

“Bahwa Nabi Saw bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian, “Engkau
kerik, lalu gosok dengan air, kemudian siramlah. Baru setelah itu, engkau bolah
shalat dengan pakaian tersebut.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Dituturkan dari Abu Hurairah r.a

Bahwa Khaulah pernah bertanya, Wahai rasulullah! Bagaimana jika darah (haid)
tersebut tidak juga hilang? Beliau menjawab, “Engkau cukup membersihkannya
dengan air, sedangkan bekasnya tidak perlu engkau permasalahakan.” (HR Al-
Tirmidzi dengan sanad yang lemah).
33

WUDHU

Pengertian

Menurut bahasa: Wudhu artinya bersih dan indah. Sedangkan menurut istilah (syariah
islam) artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang
dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil.

Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat, orang yang akan sholat, diwajibkan
berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah. Perintah wudhu difirmankan oleh
Allah Swt dalam Surat Al-Maidah ayat 6 :

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat,
maka basuhlah mukamu, tangan sampai sikumu, dan sapulah kepalamu, dan basuhlah
kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (QS. Al-Maidah 5: 6).

Keutamaan Wudhu
Wudhu adalah amalan ringan, tapi pengaruhnya ajaib dan luar biasa. Selain menghapuskan
dosa kecil, wudhu‟ juga mengangkat derajat dan kedudukan seseorang dalam surga.
Rasulullah Saw bersabda,

Abu Hurairah r.a berkata: “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya
umatku akan datang pada hari kiamat dalam keadaan wajah dan tangan yang
berkilauan dari bekas wudlu. Maka barang-siapa di antara kamu yang dapat
memperpanjang kilauannya hendak-lah ia mengerjakannya.” (HR Bukhori dan
Muslim, redaksinya menggunakan riwayat Muslim).

Rukun Wudhu
Rukun atau fardhu wudhu ada 6, yaitu
1. Niat.
Niat ini hukumnya wajib dalam bersuci dari hadas, tetapi tidak wajib dalam hal
menghilangkan najis. Tujuan menyuci najis itu boleh berhasil dengan jalan
membasuhnya, lain dengan hadas. Bersuci dari hadas itu beribadah. Jadi membutuhkan
niat seperti pada ibadah-ibadah lainnya.
34

Rasulullah Saw bersabda :

“Sesungguhnya amal itu hanyalah dengan niat, dan seorang mendapat pahala sesuai
niatnya.” (Hadits Shahih).
Hakekat niat niat ialah menuju sesuatu yang dibarengi dengan mengerjakannya. Jika
tidak disertai dengan mengerjakannya, maka disebut “Azam”. Niat tersebut dikerjakan
ketika permulaan membasuh wajah, artinya ia dilakukan bersamaan dengan membasuh
bagian muka (wajah), tidak secara keseluruhan, tidak sebelumnya dan tidak sesudahnya.
Wajiblah niat bagi orang yang menghilangkan hadas dari beberapa hadasnya (wudhu).
Apabila orang yang berwudhu‟ tidak mengucapkan niat menghilangkan hadas, maka
wudhu‟nya tidak sah.

Lafal niat wudhu adalah:

Nawaitu wudhuu'a liraf'il hadatsil ashghari fardhan lillaahi ta'aalaa.


Artinya: "Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil, fardhu karena Allah
Ta'ala."
2. Membasuh muka (wajah)
Membasuh muka adalah rukun wudhu‟. Allah Swt berfirman :

“Apabila kamu hendak mengerjakan sholat, basuhlah mukamu” (QS. Al-Maidah 5:6).
Batas-batas muka ialah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai
bawah dagu, dan telinga kanan sampai telinga kiri). Apabila pada bagian muka
tersebut terdapat rambut yang tumbuh, baik tumbuh tipis (jarang-jarang) atau tebal,
maka wajib membasuh bagian luar dan bagian dalam, yakni bagian yang menjadi tem-
pat tumbuhnya rambut itu. Adapun jika jenggotnya tebal, maka cukuplah mambasuh
pada bagian lahirnya saja. Berbeda dengan jenggot yang tipis, maka wajiblah
menyampaikan air ke kulitnya.
---------------------------
Keterangan:
Pengertian “rambut yang tebal” yaitu manakala tempat tumbuhnya tidak terlihat oleh
orang yang berhadapan di mukanya, sedangkan bila dapat terlihat, maka disebut
“rambut yang jarang-jarang atau tipis”.
Orang berwudhu wajib meratakan air keseluruh rambut dan kulit tangannya hingga
siku. Dan juga wajib membasuh benda-benda yang terdapat pada dua tangan. Misalnya
rambut (bulu), uci-uci, anak jari tambahan, dan kuku. Sehingga sekiranya di bawah
kukunya terdapat kotoran yang bisa menghalang-halangi sampainya air pada kulit itu,
maka wudhunya tidak syah.
35

3. Membasuh kedua tangan sampai siku-sikunya.

Allah Swt berfirman :

“Dan hendaknya kamu membasuh kedua tanganmu beserta sikunya”(QS.Al-Maidah 5:6)

4. Mengusap sebagian kepala.


Allah Swt berfirman :

“hendaklah kamu mengusap kepalamu” (QS.Al-Maidah 5:6).

Diperbolehkan mengusap sebagian rambut yang ada yang ada pada bagian kepala. Cara
mengusapnya tidaklah harus dengan tangan, akan tetapi boleh mengusapnya dengan
memakai kain atau lainnya. Seandainya terjadi seseorang membasuh kepalanya (bukan
mengusap), maka hukumnya diperbolehkan.

5. Membasuh kedua kaki beserta dua mata kaki.

Allah berfirman :

“Dan hendaklah kamu membasuh kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.
Al-Maidah 5:6).

Orang berwudhu‟ wajib membasuh seluruh kedua kakinya beserta kedua mata kakinya
dengan air. Air tersebut juga harus merata ke semua kulit dan rambut, sehingga wajib
pula membasuh kulit yang pecah-pecah. Andaikata ada orang meletakkan lilin atau
pacar di celah-celah kulit kaki yang pecah itu, maka wudhu‟nya tidak syah dan
sholatnya tidak syah. Jadi lilin atau pacar itu harus dihilangkan ter lebih dahulu.

Rasulullah Saw bersabda:

Dari Anas r.a., ia bernata bahwa “ Nabi Saw melihat seorang laki-laki, pada telapak
kakinya ada bagian sebesar kuku yang belum terkena air. Maka beliau bersabda,

“Kembalilah, lalu sempurnakan wudhumu .” (HR Abu Daud dan Al-Nasa‟i).


36

6. Tertib (teratur)
Dalam berwudhu‟ harus tertib (teratur), yakni sesuai dengan urutan di atas sesuai yang
telah di atur oleh syara‟. Seandainya terjadi orang yang berwudhu‟ itu lupa mengerja-
kan rukun (fardhunya) secara tertib, maka hukumnya tidak syah.

Sunah Wudhu

Adapun sunnahnya wudhu itu ada 10 macam perkara:

1. Membaca basmallah, dimulai dari pertama mencuci kedua telapak tangan.

2. Mencuci kedua telapak tangan.


Membasuh kedua tangan sampai pergelangan tangannya dikerjakan sebelum
berkumur-kumur.

Berdasarkan hadis Nabi Saw:

Dari Abdullah ibnu Zaid r.a. bahwa sesungguhnya Nabi Saw pernah diberi air
sebanyak dua pertiga mud. Beliau menggunakan air tersebut untuk menggosok kedua
tangannya (HR Ahmad. Hadis ini disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).

Hadis yang lain dituturkan oleh dari Abdullah ibn Amr r.a

“Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidurnya, janganlah ia langsung


memasukkan tangannya ke tempat air, sebelum menyucinya terlebih dahulu sebanyak
tiga kali. Sebab ia tidak mengetahui apa yang telah di lakukan tangannya (pada waktu
malam).” (HR Al-Bukhari dan Muslim, sedangkan redaksinya berdasarkan riwayat
Muslim).

3. Berkumur tiga kali


Jika seseorang berwudhu‟ itu memasukkan air ke dalam mulutnya, mengkumurkan air
tersebut di dalam mulut, lalu dimuntahkan.
Hukum sunnat berkumur dan menghirup air ke dalam hidung (secara bersama) adalah
bagi mereka yang tidak mengerjakan puasa. Apabila dalam keadaan berpuasa, menurut
pendapat Abu Ath Thoyib hukumnya haram dan menurut sebagian pendapat
hukumnya makruh.

4. Memasukan air ke hidung dan mengeluarkanya.


Dengan cara menghirup air ke dalam hidung, dan dinyatakan berhasil kesunnatan
dalam hal ini dengan memasukkan air sampai ke rongganya, baik merasa nyeri atau
tidak.
37

Dituturkan dari Ali r.a. tentang cara wudhu,

“Rasulallah Saw, kemudian berkumur dan menghisap air melalui hidung sebanyak
tiga kali dengan telapak tangan yang digunakan untuk mengambil air.” (HR Abu
Daud dan Al-Nasa‟i).
5. Mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang
Dituturkan dari Abdullah ibn Zaid ibn „Ashim r.a., tentang cara berwudhu‟ , ia
berkata,

“Rasulullah Saw mengusap kepalanya dengan kedua telapak tangannya dari depan ke
belakang, dan dari dari belakang ke depan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

6. Mengusap kedua telinga luar dan dalamnya dengan air baru.


Dituturkan dari Abdullah Ibn “Amr r.a tentang cara berwudhu, ia berkata:

”kemudian beliau mengusap kepalanya dan dan memasukkan kedua jari telunjuknya
ke dalam ke dua telinganya, lalu mengusap bagian luar kedua telinganya dengan
kedua ibu jarinya” (HR Abu Dawud dan Al-Nasai‟. Hadis ini disahihkan oleh Ibn
Khuzaimah.)

7. Membasuh jenggot yang tebal atau memasukan air wudhu ke dalam selah-selah
jenggot dengan jari jari tangan.

Dituturkan dari Ustman r.a. bahwa nabi Saw menyela-nyela jenggotnya saat
berwudhu. (HR Al-Tirmidzi. Hadis ini sahih menurut Ibn Khuzaimah).

8. Mencuci selah-selah tangan dan kaki.


Rasulullah Saw bersabda :
38

“Sempurnahkanlah wudhu‟ dan cucilah selah-selah jari-jari dan hisaplah air ke dalam
hidung, kecuali jika engkau berpuasa” (HR Imam yang empat. Hadis ini disahihkan
oleh Ibn Khuzaimah).

9. Mendahulukan yang kanan sebelum yang kiri.


Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:

“Apabila kamu sekalian berwudhu, mulailah dengan bagian kanan anggota


wudhumu.” (HR Imam yang empat. Hadis ini disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).

10. Membasuh dan mengusap semua anggota wudhu tiga kali.


Dituturkan dari Abdullah Ibn “Amr r.a tentang cara berwudhu, ia berkata :

“Kemudian beliau memasukkan tangannya (ke tempat berisi air), lalu berkumur dan
menghisap air melalui hidung dengan satu tangan. Beliau melakukannya tiga kali.”
(HR Al Bukhari dan Muslim).

11. Membaca do‟a setelah selesai wudhu.

Do‟anya Rasulullah Saw setelah berwudhu:

“Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna
Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina,
waj’alnii minal mutathahiriina. Subhanakallah-humma wabihamdika, asyhadu
allaa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubuilaiik. Washallallahu ‘ala sayyidina
Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. ”

Artinya:
”Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu
bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Ya Allah,
39

jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk
orang-orang yang bersuci. Maha Suci Engkau ya Allah, aku memuji kepadaMu. Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku minta ampun dan bertobat kepa-daMu.
Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan salam atas jun-jungan kita Nabi
Muhammad, seluruh keluarga beliau dan para saha-bat beliau.”

Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu

1. Keluarnya sesuatu dari dua jalan (yaitu qubul dan dubur)


Baik yang keluar itu berupa angin (kentut) ataupun benda cair dan padat, baik sesuatu
yang suci (cacing kremi) maupun berupa najis, seperti madzi, wadi, kencing, dan
kotoran

Firman Allah: “dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu” (QS. Al-Maidah, 6).

Buang angin (kentut) membatalkan wudhu‟. Rasulullah bersabda:

“Apabila seseorang diantara kamu kentut dalam sholat, hendaklah ia batalkan


sholatnya, berwudhu, kemudian mengulangi sholatnya.” (HR Imam yang Lima.
Hadis ini disahihkan oleh Ibn Hibban).
Tetapi apabila ia ragu-ragu, apakah sudah buang angi atau tidak, maka selama ia
belum mendengar suara atau mencium baunya, maka wudhu‟nya tidak batal.
Dituturkan dari Abu Hurairah bahwa, Rasulullah bersabda ;

“Apabila seseorang di antara kamu merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian ia


ragu-ragu apakah telah keluar sesuatu (kentut) atau tidak, janganlah sekali-sekali ia
keluar dari masjid (mengakhiri sholatnya), hingga ia mendengar suara atau mencium
baunya.” (HR Muslim).

Keluar madzi membatalkan wudhu‟. Ali Ibn Abu Thalib r.a. berkata :

Aku adalah laki-laki yang sering mengeluarkan air madzi, maka aku meminta Al-
Miqdad untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Saw, dan iapun menanyakannya.
40

Nabi Saw menjawab, “kondisi tersebut membuatnya wajib berwudhu.” (HR Al-
Bukhari dan Muslim, sedangkan redaksinya berdasarkan riwayat Al-Bukhari).

Sedangkan keluar mani hukumnya tidak membatalkan wudhu karena mempunyai


kewajiban yang lebih besar yaitu mandi junub.

2. Hilang akal.
Hilang akal ini penyebabnya banyak sekali. Diantaranya ialah tidur, mabuk, gila,
pingsan.
Tidur berat jika dilakukan dengan berbaring membatalkan wudhu. Rasulullah saw
bersabda:

“Mata adalah tali dubur, maka barang siapa yang tidur hendaknya berwudhu‟.” (HR
Akhmad dan Al-Abrani).

Sedangkan tidur sambil duduk (dengan mantap) kemudian bangun, boleh mengerjakan
shalat tanpa berwudhu lagi.

Dituturkan dari Anas bin Mâlik, ia berkata :

Para sahabat zaman Rasulullah senantiasa menunggu waktu isya hinggga kepala
mereka teranguk-angguk (karena mengantuk) Mereka kemudian shalat tanpa
berwudhu lagi. (HR Abu Daud , disahihkan oleh Al-Daraquthni dan asalnya dari
riwayat Muslim).
3. Bersentuhan kulit laki laki dan perempuan dewasa yang bukan mahram tanpa pemba-
lut hukumnya batal wudhu‟ penyetuh dan yang disentuh karena keduanya merasakan
kelezatat sentuhan

Allah Swt berfirman: ”atau menyentuh perempuan” (QS. Al-Maidah: 6).

Bersentuhan dengan mahram atau anak kecil hukumnya tidak membatalkan wudhu‟,
begitu pula menyentuh rambut, gigi dan kuku karena tidak merasakan kelezatan
sentuhan
4. Menyentuh kemaluan dan dubur belakang dengan telapak tangan. Dituturkan dari
Aisyah r.a., bahwa Rasulullah bersabda :

“Barang siapa menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu” (HR. Imam


yang Lima . Disahihkan oleh Al-Tirmidzi dan Ibn Hibban).
41

Para ulama kemudian menetapkan dari hadits ini bahwa segala tindakan yang masuk
dalam kriteria menyentuh kemaluan mengakibatkan batalnya wudhu. Baik menyentuh
kemaluannya sendiri ataupun kemaluan orang lain. Baik kemaluan laki-laki maupun
kemaluan wanita. Baik kemaluan manusia yang masih hidup atau pun kemaluan
manusia yang telah mati (mayat). Baik kemaluan orang dewasa maupun kemaluan
anak kecil. Bahkan para ulama memasukkan dubur sebagai bagian dari yang jika
tersentuh membatalkan wudhu.
Namun para ulama mengecualikan bila menyentuh kemaluan dengan bagian luar dari
telapak tangan, dimana hal itu tidak membatalkan wudhu'.

Wajibnya Wudhu’
Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal
berikut ini :
a. Melakukan Shalat
Untuk melakukan shalat diwajibkan berwudhu', baik untuk shalat wajib maupun shalat
sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah.
Dalilnya adalah ayat Al-Quran berikut ini :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah : 6)

Juga hadits Rasulullah Saw berikut ini :


Dari Abi Hurairah ra. bahwa Nabi Saw bersabda,"Tidak ada shalat kecuali dengan
wudhu'. Dan tidak ada wudhu' bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR. Ahmad,
Abu Daud dan Ibnu Majah)
Juga hadits Rasulullah Saw berikut ini :

Shalat kalian tidak akan diterima tanpa kesucian (berwudhu`) (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Menyentuh Mushaf
Jumhur ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan menyentuh mushaf Al-Quran
bila seseorang dalam keadaan hadats kecil, atau dalam kata lain bila tidak punya
wudhu'. Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa haram bagi orang yang
dalam keadaan hadats kecil untuk menyentuh mushaf meski pun dengan alas atau
batang lidi. Sedangkan Al-Hanafiyah meski mengharamkan sentuhan langsung, namun
bila dengan menggunakan alas atau batang lidi, hukumnya boleh. Syaratnya, alas atau
batang lidi itu suci tidak mengandung najis.

Hadits Rasulullah Saw berikut ini :

Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah Saw
kepada „Amr bin Hazm tertulis : Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali
orang yang suci”.(HR. Malik).
42

Keharaman menyentuh mushaf bagi orang yang berhadats kecil ini sudah menjadi ijma'
para ulama yang didukung 4 mazhab utama. Sedangkan pendapat yang mengatakan
tidak haram, yaitu pendapat mazhab Daud Ad-Dzahiri. Dalam pandangan mazhab ini,
yang diharamkan menyentuh mushaf hanyalah orang yang berhadats besar, sedangkan
yang berhadats kecil tidak diharamkan. Pendapat senada datang dari Ibnu Abbas
radhiyallahuanhu.

c. Tawaf di Seputar Ka`bah

Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu untuk tawaf di ka`bah adalah
fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah Saw yang
berbunyi :

Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah Saw bersabda,`Tawaf di Ka`bah itu adalah
shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang
mau bicara saat tawaf, maka bicaralah yang baik-baik.(HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim
dan Tirmizy)

Sunnah Wudhu

Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :

a. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat


Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah Saw yang menyunnahkan setiap akan shalat
untuk memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya. Dalilnya adalah hadits
berikut ini :

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda,`Seandainya tidak memberatkan


ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan
wudhu itu dengan bersiwak. (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih)

Selain itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu`
pada setiap kondisinya, bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah
yang baik untuk diamalkan.

Dari Tsauban bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Tidaklah menjaga wudhu kecuali


orang yang beriman”. (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, Ahmad dan Al-Baihaqi)

b. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah

Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih
dominan ayat Al-Quran, maka hukumnya menjadi wajib.

c. Ketika Akan Tidur

Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa berwuhu ketika


akan tidur adalah sunnah, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya
adalah sabda Rasulullah Saw :
43

Dari Al-Barra` bin Azib bahwa Rasulullah Saw bersabda,`Bila kamu naik ranjang
untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan
tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu . (HR. Bukhari dan Muslim).

d. Sebelum Mandi Janabah

Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Demikian juga
disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam keadaan junub mau makan, minum,
tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah sabda Rasulullah Saw :

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah Saw bila dalam keadaan junub dan ingin
makan atau tidur, beliau berwudhu terlebih dahulu. (HR. Ahmad dan Muslim)

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah Saw bila ingin tidur dalam keadaan junub,
beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu terlebih dahulu seperti wudhu untuk
shalat. (HR. Jamaah)

Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu bagi suami istri yang ingin mengulangi
hubungan seksual adalah hadits berikut ini : Dari Abi Said al-Khudhri bahwa
Rasulullah Saw bersabda,`Bila kamu berhubungan seksual dengan istrimu dan ingin
mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu. (HR. Jamaah kecuali
Bukhari)

e. Ketika Marah

Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah Saw untuk meredakannya
dengan membasuh muka dan berwudhu.

Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu. (HR. Ahmad)

f. Ketika Membaca Al-Quran

Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda
dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila
akan membaca hadits Rasulullah Saw serta membaca kitab-kitab syariah. Diriwayatkan
bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan pelajaran hadits kepada murid-muridnya,
beliau selalu berwudhu` terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah Saw.

g. Ketika Melantunkan Azan dan Iqamat


Para ulama sepakat disunnahkannya wudhu untuk orang yang melakukan adzan. Namun
mereka berbeda pendapat bila dilakukan oleh orang yang mengumandangkan iqamat.

h. Dzikir
Keempat mazhab yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
sepakat disunnahkannya wudhu ketika berdzikir.
44

i. Khutbah
Jumhur ulama mengatakan bahwa wudhu untuk khutbah hukumnya mustahab. Lantaran
Nabi Saw tiap selesai khutbah, langsung melakukan shalat tanpa berwudhu' lagi.
Setidaknya, hukumnya menjadi sunnah. Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-
Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah, berwudhu pada khutbah Jumat merupakan syarat sah.

j. Ziarah Ke Makam Nabi Saw


Para ulama menyepakati bahwa ketika seseorang berziarah ke makam Nabi Saw, maka
disunnahkan atasnya untuk berwudhu. Berwudhu yang dilakukan itu merupakan bentuk
pentakdzhiman atas diri Rasulullah Saw.

Selain itu karena letaknya hari ini yang berada di dalam masjid, maka secara otomatis,
memang sudah disunnahkan untuk berwudhu sebelumnya.

Larangan Bagi Yang Tidak Berwudhu

Dilarang bagi yang tidak ada wudhu melakukan tiga perkara:

1. Shalat
Semua yang dinamakan shalat tidak boleh dilakukan tanpa wudhu walaupun sujud
tilawah atau shalat jenazah, sesuai dengan sabda Rasulallah Saw “Allah tidak
menerima shalat tanpa bersuci” (HR Muslim)

2. Thawaf
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Thawaf di Baitullah itu sama dengan shalat
hanya saja Allah membolehkan dalam thawaf berbicara” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim,
ad-Dar quthni)

3. Menyentuh Al-Qur‟an atau membawanya, karena ia adalah kitab suci, maka tidak
boleh disentuh atau dibawa kecuali dalam keadaan suci

Allah berfirman: “tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” (QS.


Al-Waqi‟ah 56 : 77)

Dibolehkan membawa atau menyentuh al-Qur‟an tanpa wudhu berupa barang atau
tafsir/terjemahan yang kalimatnya lebih banyak dari isi Al-Qur‟an.

Barang siapa yang ragu apakah ia masih menyimpan wudhu atau tidak maka
hendaknya ia bepegang kepada keyakinannya, sesuai dengan hadist Rasulallah saw
dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw., “Apabila seseorang
dari kalian merasa sesuatu di dalam perutnya, yaitu ragu-ragu apakah keluar darinya
sesuatu atau tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid (untuk berwudhu) hingga ia
dengar suara atau ia merasakan angin (bau).” (HR Muslim)
45

MANDI WAJIB

Pengertian Mandi Wajib

Pengertian mandi menurut bahasa ialah mengalirkannya air atas sesuatu perkara secara
mutlak. Sedangkan menurut pengertian syara‟ mandi mengalirkan air ke seluruh tubuh
mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mandi wajib disebut juga mandi besar atau
mandi junub. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus
dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.

Hal - Hal Yang Menyebabkan Mandi Wajib

Adapun sesuatu yang mewajibkan mandi wajib itu ada 6 perkara. Tiga diantaranya
bersekutu (berlaku) padanya laki-laki dan perempuan.

1. Jima’ (bersetubuh) sekalipun tidak mengeluarkan mani


Makna jima‟ di sini adalah masuknya bagian ujung kemaluan laki-laki ke dalam
kemaluan wanita. Dan makna “masuk” adalah masuk dan tidak kelihatan lagi. Apabila
seorang laki-laki memasukkan ujung kemaluannya ke dalam kemaluan wanita hingga
tidak terlihat lagi maka laki-laki dan wanita itu wajib mandi, baik keluar air mani
maupun tidak. Termasuk juga bila dimasukkan ke dalam dubur, baik dubur wanita atau-
pun dubur laki-laki, baik orang dewasa atau anak kecil. Baik dalam keadaan hidup
ataupun dalam keadaan mati. Semuanya mewajibkan mandi.

Hal yang sama berlaku juga untuk wanita, dimana bila farjinya dimasuki oleh kemaluan
lakilaki, baik dewasa atau anak kecik, baik kemaluan manusia maupun kemaluan
hewan, baik dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati, termasuk juga bila yang
dimasuki itu duburnya. Semuanya mewajibkan mandi, meskipun tidak sampai keluar air
mani. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Saw berikut ini :

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,"Bila dua kemaluan bertemu
atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu mewajibkan mandi
janabah. Aku melakukannya bersama Rasulullah Saw dan kami mandi.”

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Saw, beliau bersabda,
46

“Apabila seseorang duduk di antara empat anggota badan (istrinya), lalu bersungguh-
sungguh memperlakukannya (yaitu jima‟), maka ia wajib mandi, sekalipun tidak
mengeluarkan (air mani).” (HR Bukhari dan Msulim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Meski pun tidak keluar mani"

2. Keluarnya mani karena syahwat, baik dalam tidur maupun tidak


Keluarnya mani dari seseorang tanpa sebab kemasukan (hasyafah atau farji) meskipun
air mani itu hanya sedikit, seperti satu tetes saja dan meskipun berupa darah.
Juga meskipun air mani yang keluar itu sebab bersenggama atau lainnya, baik dalam
keadaan terjaga atau tidur dengan disertai syahwat atau tanpa syahwat, air mani keluar
tersebut keluar dari jalannya atau dari jalan lain, seperti jika pecah tulang rusuknya
orang itu, maka menyebabkan keluar air maninya. Baik itu laki-laki ataupun
perempuan, bila keluar mani, maka wajiblah orang itu mandi wajib.

Dari Abu Sa‟id Al Kudri r.a. bahwa Rasulullah bersabda:

“(Wajibnya mandi dengan) air itu karena (keluar) mani” (HR Muslim, sedangkan
asalnya dari Al-Bukhari).
Dituturkan dari Anas r.a,

Rasulullah bersabda tentang peempuan yang bermimpi sebagaimana mimpinya laki-laki


(yakni mimpi basah), “Ia harus mandi” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan dalam sebuah hadist, bahwa Ummu Sulaim pernah bertanya :


Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran (maka aku pun
tidak malu untuk bertanya): Apakah wanita wajib mandi bila bermimpi? Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Ya, apabila ia melihat air mani setelah ia
bangun.” (Muttafaqun Alaih)

------------------------------------------
Keterangan:
Para ulama menyebutkan tiga ciri-ciri air mani :
 Keluar dengan memancar.
 Memiliki bau yang khas. Jika sudah kering maka baunya seperti bau telor dan jika
basah maka baunya seperti bau adonan.
 Ketika keluar tubuh menjadi lemas.
 Adapun warnanya maka air mani laki-laki itu berwana putih dan kental, sedangkan
bagi wanita berwarna kuning dan encer.
47

3. Masuk Islamnya orang kafir


Apabila orang kafir masuk Islam, maka dia wajib mandi, baik dia adalah kafir asli atau
kafir murtad. Kafir asli adalah dari awal hidupnya tidak beragama Islam, seperti orang
Yahudi, Nasrani, Budha dan semisalnya.

4. Meninggal dunia
Seseorang yang meninggal, maka wajib atas orang lain yang masih hidup untuk meman-
dikan jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw tentang orang yang sedang ihram
tertimpa kematian :

Rasulullah Saw bersabda,"Mandikanlah dengan air dan daun bidara`. (HR. Bukhari
dan Muslim)

Perlu diketahui di sini, jika ada seorang muslimah yang meninggal maka harus di man-
dikan oleh sesama muslimah bukan bapak, paman, atau saudara laki-laki kandungannya
meskipun mereka mahromnya. Akan tetapi, jika dimandikan oleh suaminya maka boleh.

5. Haidh

Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada seorang wanita
dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru menunjukkan bahwa tubuh
wanita itu sehat. Dalilnya adalah firman Allah Swt dan juga sabda Rasulullah Saw :

Nabi Saw bersabda,`Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari
haidh), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)

6. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan. Nifas
itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati.
Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan, maka wajib
atas wanita itu untuk mandi janabah.

Hukum nifas dalam banyak hal, lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga seorang
yang nifas tidak boleh shalat, puasa, thawaf di baitullah, masuk masjid, membaca Al-
Quran, menyentuhnya, bersetubuh dan lain sebagainya.
48

TAYAMUM

Pengertian Tayamum

Secara bahasa, tayammum itu maknanya adalah al-qashdu, yaitu bermaksud. Sedangkan
secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk
bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Tayammum berfungsi sebagai pengganti
wudhu` dan mandi janabah sekaligus, bagi orang yang tidak bisa mendapatkan air atau
sedang dalam kondisi berbahaya bila menggunakan air (misalnya karena sedang sakit).

Allah Swt telah berfirman di dalam Al-Quran tentang kebolehan bertayammum pada
kondisi tertentu bagi umat Islam.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertaya-
mumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesung-
guhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun”. (QS. An-Nisa 4: 43).

Syarat –Syarat Tayamum

Adapun syarat tayamum ada empat, yaitu :


1. Tidak ada air, dan sudah dicari terlebih dahulu.
Rasulullah Saw bersabda:

Dari Abi Dzar ra bahwa Rasulullah Saw bersabda,"Tanah itu mensucikan bagi orang
yang tidak mendapatkan air meski selama 10 tahun". (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa`i,
Ahmad).
49

2. Dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan menggunakan air.


3. Masuk waktu sholat
4. Dengan debu tanah yang suci

Fardhu Tayammum

1. Niat, menyengaja tayammum untuk mengangkat hadast dengan keperluan untuk


shalat fardu, sunnah dan sesuatu yang suci.
2. Memindahkan debu tanah ke kedua belah tangan
3. Mengusap wajah (sebagaimana pekerjaan wudhu)
4. Mengusap kedua belah tangan sampai kedua siku
5. Tertib

Sunnah Tayammum

1. Membaca Basmalah
2. Menghadap kiblat
3. Mendahulukan anggota tayammum yang kanan atas yang kiri
4. Menipiskan debu yang lekat pada telapak tangan
5. Melakukannya dengan berturut – turut

Yang Membatalkan Tayamum

1. Semua yang membatalkan wudhu


2. Melihat air sebelum shalat (bagi orang yang tidak berhalangan untuk memakai air)
3. Murtad (keluar dari agama Islam)

Anda mungkin juga menyukai