Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. THAHARAH
1. PENGERTIAN THAHARAH
Thaharah atau bersuci menurut arti bahasa bermakna bersih. Sedangkan menurut
syara’ thaharah adalah membersihkan diri dari hadas dan najis agar dapat mengerjakan
shalat, seperti berwudlu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis yang melekat di
badan, pakaian dan tempat. Dengan kata lain, thaharah sebagai sebuah proses dan
ritual dalam rangka mengangkat hadats atau membersihkan najis, membutuhkan
semacam media. Para ulama sepakat bahwa media yang dominan digunakan untuk
berthaharah adalah air, di samping adanya media lain, yang bahkan menjadi salah satu
syarat sempurnanya thaharah seperti tanah.

1. Macam-macam Thaharah
Berdasarkan pengertian di atas, bersuci dalam Islam dibagi menjadi dua macam;
yaitu :
a. Bersuci dari Hadats. Bersuci dari hadats merupakan kategori bersuci khusus
untuk badan. Bersuci dari hadats ada tiga yaitu bersuci dari hadats besar
(mandi), bersuci dari hadats kecil (wudhu’) dan pengganti dari keduanya jika ada
udzur yaitu tayammum.
b. Bersuci dari Najis (kotoran) Bersuci dari najis dapat dihilang dengan membasuh,
dan mengusap

2. Alat-alat Bersuci
Alat yang dapat digunakan untuk bersuci ada 4 (empat) yaitu: air, debu yang
suci, alat samak, dan perubahan arak menjadi cuka. (Tuhfatut Thullab, hal. 3).
Dari keempat alat bersuci tersebut, air merupakan alat yang paling utama yang
disyariatkan dalam bersuci. Allah swt berfirman:
‫َو ُيَن ِّز ُل َع َلْي ُك ْم ِّم َن الَّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء ِّلُيَط ِّهَر ُك ْم ِبٖه َو ُيْذ ِهَب َع ْنُك ْم ِر ْج َز الَّش ْي ٰط ِن َو ِلَي ْر ِبَط َع ٰل ى‬
‫ُقُلْو ِبُك ْم َو ُيَث ِّب َت ِبِه اَاْلْق َد اَۗم‬

Artinya: “Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguangangguan
syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak
kaki(mu). (QS. Al-Anfal : 11)

3. Pembagian Air
Air adalah media yang paling dominan dipakai dalam ritual berthaharah
(bersuci). Hanya saja tentu tidak semua jenis air atau benda cair dapat digunakan
untuk berthaharah. Atas dasar inilah, para ulama kemudian mengklasifikasikan jenis
air dalam berthaharah sekaligus hukum menggunakannya dalam beberpa jenis dan
hukum. Maksud dari hukum air adalah status hukum air sebagai pengangkat hadats
atau pensuci benda yang terkena najis.

a. Air suci dan dapat mensucikan dan tidak makruh digunakan


Air jenis ini disebut air mutlak atau air yang masih murni. Air mutlak ada 7
macam, yaitu air hujan, air laut, air sumur, air sumber, air sungai, air embun dan
air es yang telah mencair.

1) Air Hujan
Para ulama sepakat bahwa air hujan yang turun dari langit hukumnya
adalah suci dan juga mensucikan. Sekalipun seandainya jika air hujan itu telah
tercemar dan mengandung asam yang tinggi karena polusi. Di mana air hujan
yang terkena tercemar oleh ulah tangan manusia itu tetaplah berstatus suci
dan mensucikan.
Dalil kesucian air hujan dan fungsinya yang dapat mensucikan, di
antaranya adalah firman Allah swt:

‫َع َلْيُك ْم ِّم َن الَّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء ِّلُيَطِّهَر ُك ْم ِبٖه َو ُيْذ ِهَب َع ْنُك ْم‬ ‫ِاْذ ُيَغ ِّش ْيُك ُم الُّنَع اَس َاَم َنًة ِّم ْنُه َو ُيَنِّز ُل‬
‫َو ُيَثِّبَت ِبِه اَاْلْقَد اَۗم‬ ‫ِر ْج َز الَّش ْيٰط ِن َو ِلَيْر ِبَط َع ٰل ى ُقُلْو ِبُك ْم‬

Artinya: Ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu


penenteraman dari pada-Nya dan Allah menurunkan kepadamu hujan
dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan
dari kamu gangguangangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
mesmperteguh dengannya telapak kaki. (QS. Al-Anfal: 11)

2) Air Laut
Para ulama sepakat bahwa air laut juga berstatus hukum suci dan
mensucikan, meskipun rasa air laut itu asin karena kandungan garamnya
yang tinggi, namun hukumnya sama dengan air hujan, embun, atau pun salju.
Faktor yang membedakan antara air laut dan jenis air lainnya inilah, yang
membuat para shahabat pada awalnya meragukan kesucian air laut. Sehingga
ketika ada dari mereka yang berlayar di tengah laut dan bekal air tawar yang
mereka bawa hanya cukup untuk keperluan minum, mereka lalu berijtihad
untuk berwudhu menggunakan air laut. Sesampainya kembali ke daratan,
mereka langsung bertanya kepada Rasulullah saw tentang hukum
menggunakan air laut sebagai media untuk berwudhu. Lantas Rasulullah saw
menjawab bahwa air laut itu suci dan bahkan bangkainya (bangkai hewan
laut) pun suci juga.

‫ إنا‬،‫ يا رسول هللا‬:‫ سأل رجل النبي صلى هللا عليه وسلم فقال‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫ أفنتوضأ بماء البحر؟ فقال رسول‬،‫ فإن توضأنا به عطشنا‬،‫ ونحمل معنا القليل من الماء‬،‫نركب البحر‬
‫ «هو الَّط ُهوُر ماؤه اْل ِحُّل َمْي َتُتُه‬: ‫»هللا صلى هللا عليه وسلم‬.
Artinya: Dari Abi Hurairah ra bahwa ada seorang bertanya kepada
Rasulullah saw: “Ya Rasulullah kami mengarungi lautan dan hanya membawa
sedikit air. Kalau kami gunakan untuk berwudhu pastilah kami kehausan.
Bolehkah kami berwudhu dengan air laut?.” Rasulullah saw menjawab:
“(Laut) itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud)

3) Air Sumur
Para ulama sepakat bahwa air sumur, mata air, dan air sungai adalah air
yang suci dan mensucikan. Sebab air itu keluar dari tanah yang telah
melakukan proses pensucian. Dalil tentang sucinya air sumur atau mata air
adalah hadits tentang sumur budha’ah yang terletak di kota Madinah.

َّ‫س رِ لَ يلِ ق ح هَّ َأنِ ّ اْْ لْح ِد رى يٍد ِ عَ َِأىب سْ َ ن ع صلى هلال عَّ لِل ضأح اَّ ِو ل ليه وسلم‬
َ‫ََ و تَ َأنْ نِ مْ ْح ت َف َّ النَ ِ ب و اْلِكاَل حْ مَ حلَ َ حض و ي ا اْ حِل َ يهِ ف حَ ح حْطر يٌ ْ ر ئِ ب‬
َ‫ى ِهَ َ َة و حَ ضاعِ ر بْ ئِ ب حَ سَ ق وحل اَ ل رَّ لل »ِ صلى هلال عليه وسلم اَّ ٌ ءْ حَ شى ه ح‬
‫« ِّج س ن حٌ اَل ي حور َطه ح اءَ اْلم‬

Artinya: Dari Abi Said al-Khudhri ra berkata bahwa seorang bertanya:


“’Ya Rasulullah, apakah kami boleh berwudhu’ dari sumur
Budha’ah? padahal sumur itu merupakan muara dibuangnya
darah haid, bangkai anjing, dan kotoran. Rasulullah saw
menjawab: “Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu.” (HR.
Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i).
4) Air Sumber
Mata air atau air sumber adalah air yang suci dan mensucikan. Sebab air
itu keluar dari tanah yang telah melakukan pensucian. Kita bisa
memanfaatkan air-air itu untuk wudhu, mandi atau mensucikan diri, pakaian
dan barang dari najis. Dalil tentang sucinya air sumur atau mata air adalah
hadits 6 tentang sumur Bidho`ah yang terletak di kota Madinah sebagaimana
telah disebutkan di atas.

5) Air Sungai
Air sungai itu pada dasarnya suci, karena dianggap sama karakternya
dengan air sumur atau mata air. Sejak dahulu umat Islam terbiasa mandi,
wudhu` atau membersihkan najis termasuk beristinja dengan air sungai.
Namun seiring dengan terjadinya perusakan lingkungan yang tidak
terbentung lagi, terutama di kota-kota besar, air sungai itu tercemar berat
dengan limbah beracun yang meski secara hukum barangkali tidak
mengandung najis, namun air yang tercemar dengan logam berat itu sangat
membahayakan kesehatan. Maka sebaiknya kita tidak menggunakan air itu
karena memberikan madharrat yang lebih besar. Selain itu seringkali air itu
sangat tercemar berat dengan limbah ternak, limbah wc atau bahkan orang-
orang buang hajat di dalam sungai. Sehingga lama-kelamaan air sungai
berubah warna, bau dan rasanya. Maka bisa jadi air itu menjadi najis meski
jumlahnya banyak.
Sebab meskipun jumlahnya banyak, tetapi seiring dengan proses
pencemaran yang terus menerus sehingga merubah rasa, warna dan aroma
yang membuat najis itu terasa dominan sekali dalam air sungai, jelaslah air
itu menjadi najis. Maka tidak syah bila digunakan untuk wudhu`, mandi atau
membersihkan najis. Namun hal itu bila benar-benar terasa rasa, aroma dan
warnanya berubah seperti bau najis.
6) Air Salju
Salju sebenarnya hampir sama dengan hujan, yaitu samasama air yang
turun dari langit. Hanya saja kondisi suhu udara tertentu yang membuatnya
menjadi butir atau kristal salju.
Dengan demikian, hukum salju tentu saja sama dengan hukum air hujan,
sebab keduanya mengalami proses yang mirip kecuali pada bentuk akhirnya
saja. Seorang muslim bisa menggunakan salju yang turun dari langit atau salju
yang sudah ada di tanah sebagai media untuk bersuci. Tentu saja harus
diperhatikan suhunya agar tidak menjadi sumber penyakit.

7) Air Embun
Sebagaimana salju, embun juga bagian dari air, yang turun dari langit,
meski bukan berbentuk air hujan yang turun deras. Embun lebih merupakan
tetes-tetes air yang akan terlihat banyak di hamparan dedaunan pada pagi
hari. Maka tetes embun itu bisa digunakan untuk berthaharah.
Sedangkan dalil kesucian salju dan embun serta fungsinya sebagai media
bersuci, disandarkan kepada hadits yang menjelaskan tentang kedudukan
dan fungsinya. Di dalam salah satu versi doa iftitah pada setiap shalat,
disebutkan bahwa kita meminta kepada Allah swt agar disucikan dari dosa
dengan air, salju dan embun.

b. Air suci dan dapat mensucikan tapi makruh digunakan


Ada beberapa jenis air yang termasuk kategori ini antara lain : air
musyammas, yaitu air yang dipanaskan pada terik matahari dalam kadar panas
yang sangat tinggi dengan menggunakan bejana (wadah) selain emas dan perak.
Kata musyammas diambil dari kata syams yang berarti matahari. Dasar
pendapat mereka adalah atsar dari Umar bin Khattab ra. berikut:
Artinya: Rasulullah saw telah melarang berwudhu’ atau mandi dengan air
musyammas (air yang dipanaskan oleh terik matahari). Dan Rasulullah
bersabda : karena ia dapat menyebabkan penyakit belang (HR. Al-Bayhaqi)

Begitu juga dengan air yang dipanaskan dengan selain sinar matahari,
seperti dipanaskan dengan cara dimasak di atas tungku api. Para ulama
umumnya sepakat bahwa air jenis ini tidaklah makruh untuk digunakan bersuci,
lantaran tidak ada dalil yang memakruhkan.

Hanya saja, memang harus dihindari saat suhunya sangat panas, di mana
dapat berbahaya bagi tubuh. Dalam arti, jika air tersebut dapat membahayakan
tubuh, maka hukum menggunakannya tetap dilarangan atas dasar bahaya yang
timbul. Bukan karena alasan kesuciannya.

c. Air suci tetapi tidak dapat mensucikan


baik untuk menghilangkan hadats maupun najis. Air jenis ini ada 2 macam,
yaitu:
1) Air Musta’mal
Secara bahasa air musta’mal (‫ )الماء المستعمل‬berarti air yang telah
digunakan. Maksudnya adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik
menghilangkan hadats atau najis. Baik air yang menetes dari sisa bekas
wudhu di tubuh seseorang atau sisa air bekas mandi janabah.
Sedangkan jika air itu dipakai untuk membersihkan benda yang terkena
najis, sekalipun diantara para ulama ada yang menyebutnya juga dengan air
musta’mal, hakikatnya adalah air mutanajjis atau air yang terkontaminasi benda
najis. Di mana masing-masing jenis air memiliki hukum yang berbeda.
Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan atau membasuh
muka atau bekas digunakan untuk keperluan lain selain untuk wudhu atau mandi
janabah. Air dengan kondisi 9 seperti itu, statusnya tetap air mutlak yang bersifat
suci dan mensucikan.
2) Air Mutaghayyir
Secara Bahasa Mutaghayyir artinya berubah yaitu air yang telah
berubah salah satu sifatnya (warna, rasa dan bau) karena bercampur
dengan suatu benda suci yang dapat menghilangkan kemuthlaqannya,
seperti air kopi, air teh, air susu dan lain-lain.
Apabila air tersebut tercampur dengan benda suci dan nama air itu
masih melekat padanya, maka air itu hukumnya tetap suci dan
mensucikan. Seperti air air yang tercampur dengan tanah sehingga
warnanya agak keruh atau lumut sehingga membuat warnanya hijau.
Meski kelihatannya kotor atau keruh, namun pada hakikatnya air itu tetap
berada dalam kemutlakannya.

d. Air Najis
Air najis yaitu air suci yang terkena atau tercampur dengan benda najis. Air
yang tercampur dengan benda najis disebut dengan air mutanajjis (‫)متنجس‬
Para ulama sepakat bahwa jika air tersebut terkontaminasi oleh benda
najis hingga yang mendominasi adalah sifat kenajisan, maka air itu statusnya
adalah tidak suci, yang tentunya juga tidak bisa dipakai untuk mensucikan,
sebesar apapun jumlah volume air tersebut. Untuk bisa menilai apakah air yang
ke dalamnya kemasukan benda najis itu ikut berubah menjadi najis atau tidak,
para ulama membuat indikator yaitu rasa, warna, dan aroma.
Air najis sekali tidak bisa dipakai pula untuk mensucikan. Air najis dibagi menjadi 2
macam, yaitu:
a) Air sedikit yang terkena najis, baik berubah salah satu sifatnya atau
tidak berubah. Yang dimaksud air sedikit di sini adalah air yang kurang
dari 2 qullah.
b) Air banyak yang sudah berubah salah satu sifatnya karena bercampur
dengan benda najis, baik berubahnya itu sedikit atau banyak. Yang
dimaksud air banyak adalah air yang sampai 2 Qullah atau lebih.
B. NAJIS
1. PENGERTIAN NAJIS
Pengertian Najis Najis secara bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan atau
sesuatu yang kotor. Menurut syara’ najis adalah segala sesuatu yang haram
dikonsumsi/dimakan pada saat keadaan lapang (ikhtiyar), bukan dalam keadaan
terpaksa (dlarurat), yang mana sesuatu tersebut dapat menghalangi sahnya
shalat.

2. Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya


Najis dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Najis mukhaffafah
yaitu najis ringan yang berupa air kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan hanya minum air susu ibunya (ASI).
Cara mensucikannya cukup dengan memercikkan air pada tempat yang
terkena kencing, asal airnya lebih banyak dari 11 pada najis tersebut.
b. Najis mughallazah
yaitu najis berat, yaitu najis anjing dan babi dan keturunan dari
keduanya. Cara mensucikan najis atau benda yang terkena najis
mughallazhah adalah sebagai berikut:
a) Dibasuh dengan air sebanyak 7 kali yang salah satunya dicampur
dengan debu atau tanah yang suci.
b) Apabila najis mughallazhah tersebut terdapat di lantai maka sebelum
mensucikan, najisnya harus dibuang terlebih dahulu, baik dengan
kain atau benda lainnya yang dapat menghilangkan zat najis.
c) Campuran debu tersebut lebih utama diletakkan pada basuhan yang
pertama. Namun apabila airnya sudah keruh karena sudah
bercampur dengan tanah seperti air hujan, maka airnya tidak perlu
dicampur dengan debu lagi.

c. Najis mutawassithah
yaitu najis sedang/ pertengahan antara najis mukhaffafah dan najis
mughallazah. Termasuk dalam najis ini adalah segala sesuatu yang keluar dari
qubul dan dubur apapun bentuknya kecuali air mani, seperti kotoran
binatang dan bangkai selain bangkai manusia, belalang dan ikan.

Najis mutawassithah ada 2 macam, yaitu:


1) Najis Ainiyah, yaitu najis yang berwujud, nampak dan dapat
diketahui salah satu sifatnya (zat, warna dan bau). Cara
mensucikannya najis ainiyah ialah dengan membasuh benda atau
tempat yang terkena najis dengan air sampai hilang ketiga sifatnya.
Namun apabila warna atau baunya sulit dihilangkan, maka
hukumnya dima’afkan.
2) Najis Hukmiyah, yaitu najis yang tidak tampak dan tidak dapat
dilihat bendanya, tapi diyakini adanya (menurut hukum), seperti
bekas air kencing yang sudah mengering, sehingga sifatnya hilang.
Cara mensucikan najis hukmiyah ini adalah cukup dengan
menyiramkan air kepada benda atau tempat yang terkena najis satu
kali dan Sunnah tiga kali.

C. WUDHU
1. Pengertian Wudhu
Wudhu menurut arti bahasa dalam bahasa Arab berasal dari kata alwadha'ah (
‫ )الوضاءة‬Kata ini bermakna an-Nadhzafah (‫ ) النظافة‬yaitu kebersihan dan keindahan.
Menurut pandangan syara’ wudlu adalah membasuh sebagian anggota badan
dengan syarat dan rukun tertentu untuk menghilangkan hadats kecil.
Pada dasarnya, wudhu diwajibkan setiap kali hendak melakukan shalat, karena
wudlu merupakan syarat sahnya shalat. Ketentuan wudlu didasarkan firman Allah
swt:
‫َاُّي َه ا اَّلِذْي َن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َف اْغ ِس ُلْو ا ُو ُجْو َه ُك ْم َو َاْي ِدَي ُك ْم ِاَلى اْلَمَر اِفِق َو اْم َس ُحْو ا‬
‫ِبُرُءْو ِس ُك ْم َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْلَك ْع َب ْي ِۗن‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS. Al-Maidah : 6)

2. Syarat Wudhu
a. Air yang digunakan adalah air yang suci dan dapat mensucikan.
b. Mengalirkan air pada anggota yang dibasuh.
c. Tidak ada sesuatu yang dapat merubah sifat air pada anggota wudhu seperti
sabun dll.
d. Tidak ada yang menghalangi sampainya air pada anggota wudhu seperti cat,
getah, dll.
e. Harus masuk waktu shalat bagi orang yang terus menerus hadats (da'imul al-
hadats).

3. Rukun Wudhu
1) Niat
Niat adalah menyengaja melakukan sebuah pekerjaan saat memulai pekerjaan
tersebut. Niat wudlu harus dilakukan ketika membasuh permulaan muka.

‫َن َو ْي ُت َفْر َض الُو ُضْو ِء ِهلِل َت َع اَلى‬

2) Membasuh muka dari tempat tumbuhnya rambut kepala sebelah atas sampai
kedua tulang dagu bawah, dan dari telinga kanan sampai ke telinga kiri.
3) Membasuh dua tangan, sampai ke dua siku.
4) Mengusap sebagian dari kepala, baik itu berupa kulit atau rambut yang ada
dalam batas kepala.
5) Membasuh dua kaki sampai kedua mata kaki.
6) Tertib, yaitu mengurutkan rukun-rukun di atas.

4. Wudhu’nya orang yang Udzur yang disempurnakan dengan tayammum


Apabila seseorang yang hendak bersuci – wudlu atau mandi wajib - tidak bisa
menggunakan air pada salah anggota tubuhnya karena sakit, terluka atau sejenisnya,
dan anggota tersebut tidak diperban atau sejenisnya, maka anggota yang terluka
yang seharusnya dibasuh dengan air, wajib diganti dengan tayamum dan anggota
tubuh yang sehat wajib dibasuh sebagaimana biasa.
Bagi orang yang sedang berhadats besar, tidak wajib tertib artinya
tayamumnya boleh dikerjakan kapan saja. Sedangkan bagi orang yang berhadats
kecil, maka wajib tertib sebagaimana rukun wudlu, artinya tayamumnya harus
dikerjakan sesuai urutan fardunya wudhu.
Apabila anggota wudlu yang terluka itu diperban atau sejenisnya, maka
perbannya wajib diusap dengan air dan juga diganti dengan tayamum. Shalat yang
dikerjakan dengan praktik bersuci seperti ini hukumnya sah dan tidak wajib diulangi
jika memenuhi syarat-syarat berikut :
1) Perban dipasang dalam kondisi suci, baik dari hadats kecil dan hadats
besar.
2) Anggota badan yang diperban bukanlah anggota tayamum, yaitu wajah
dan kedua tangan.
3) Perban tidak terlalu banyak menutupi anggota yang sehat kecuali sedikit
saja.
4) Sulit untuk melepaskan perban karena khawatir sakitnya bertambah parah
atau menimbulkan bahaya.
Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi maka shalatnya wajib diulangi
setelah sembuh dan bisa melakukan wudlu dengan sempurna.
Praktik bersuci seperti di atas disebut wudlu mukammal bit tayammun (wudlu
yang disempurnakan dengan tayammum).

5. Pembatal wudhu
1) Keluarnya sesuatu dari pintu depan (qubul) dan pintu belakang (dubur), baik
berupa zat atau angin biasa, seperti darah atau tidak biasa seperti ulat baik yang
keluar itu najis ataupun suci.
2) Hilangnya akal (kesadaran) yang disebabkan karena mabuk, gila, pingsan atau
tidur yang tidak menetapi pada tempatnya (ghairu mumakkin).
3) Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa dan bukan
mahramnya secara langsung dan tidak ada penghalang (ha-il).
4) Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan tanpa ada
penutup, baik kemaluan sendiri maupun kemaluan orang lain, kemaluan orang
dewasa maupun kemaluan anak kecil.
D. MANDI WAJIB
1. Pengertian
Yang dimaksud mandi wajib adalah mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat
tertentu dan karena ada sebab-sebab tertentu pula.

2. Hal-hal yang Mewajibkan Mandi


1) Keluar mani, baik keluarnya karena mimpi atau sebab lain, dengan disengaja
atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau orang lain.
2) Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.
3) Haid, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan dalam kondisi sehat dan
bukan karena melahirkan.
4) Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan setelah melahirkan.
5) Melahirkan
6) Mati selain mati syahid. Yang dimaksud mati syahid adalah mati di medan perang
karena jihad fi sabilillah.

3. Rukun Mandi Jinabah


1) Niat. Orang yang junub atau haidl harus berniat menghilangkan hadats junubnya,
atau hadats haidnya dan seterusnya.
2) Menghilangkan najis yang ada pada badan.
3) Mengalirkan air ke seluruh badan.

4. Sunah-sunah Mandi Jinabah


1) Membaca bismilah sebelum mandi.
2) Berwudhu sebelum mandi.
3) Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4) Muwalah (bersegera).
5) Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari pada yang kiri.
E. TAYAMUM
1. Pengertian Tayamum
Menurut arti bahasa tayamum adalah menyengaja. Menurut syara’ tayamum
adalah menyengaja mengusap muka dan kedua tangan sampai siku dengan debu
yang suci dengan syarat-syarat tertentu. Tayamum adalah cara bersuci yang menjadi
pengganti wudlu atau mandi dan sebagai rukhsah (keringanan) dari Allah swt bagi
orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (udzur). Dengan
demikian manusia tetap bisa melaksanakan shalat dan ibadah lainnya walaupun
tidak ada air. Allah swt berfirman:

‫َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغ ۤا ِٕىِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء‬
‫َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحْو ا ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم ِّم ْنُه َۗم ا ُيِر ْيُد ُهّٰللا ِلَيْج َعَل َع َلْيُك ْم ِّم ْن َحَر ٍج َّو ٰل ِكْن‬
‫ُّيِر ْيُد ِلُيَطِّهَر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َتٗه َع َلْيُك ْم َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُرْو َن‬

Artinya: “…dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh
air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi
dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur. (QS. AlMaidah: 6)

2. Syarat-syarat Tayamum
1) Adanya udzur (halangan), yaitu:
a. Udzur karena sakit, yaitu apabila memakai air maka akan bertambah parah
atau lambat sembuhnya menurut keterangan dokter ahli.
b. Karena dalam perjalanan (musafir).
c. Karena tidak ada air atau ada air tapi air tersebut dibutuhkan untuk hal yang
lebih penting dan mendesak, misalnya untuk diminum.
2) Sudah masuk waktu shalat. Karena tayamum itu disyariatkan bagi orang yang
dalam keadaan terpaksa. Sebelum masuk waktunya shalat, maka ia belum
terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
3) Sudah berusaha mencari air, setelah masuk waktu shalat, tapi belum
mendapatkan.
4) Menggunakan tanah yang suci dan berdebu serta tidak bercampuran dengan
benda lain.
5) Menghilangkan najis yang mungkin melekat pada tubuh sebelum tayamum.

3. Fardu-fardu Tayamum
1) Niat, Niat tayamum harus dilakukan bersamaan ketika memindahkan debu ke
wajah. Orang yang bertayamum hendaklah berniat hendak mengerjakan shalat
dan sebagainya bukan semata-mata untuk menghilangkan hadats saja. Karena
sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadats.
2) Mengusap wajah dengan debu.
3) Mengusap kedua tangan sampai kedua siku.
4) Tertib, yaitu mengurutkan rukun-rukun di atas.

4. Sunnah Tayamum
1) Membaca bismilah.
2) Menghadap kiblat.
3) Mendahulukan tangan yang kanan dari pada tangan yang kiri.
4) Mendahulukan bagian atas ketika mengusap wajah.
5) Meniup debu dari telapak tangan agar menjadi tipis, sehingga tidak mengotori
wajah atau tangan.
6) Mengusap anggota tayamum dengan melebihi batas yang wajib diusap, baik
dalam wajah atau tangan.
7) Muwalah yaitu sambung menyambung dalam mengusap anggota tayamum.

5. Hal-hal yang Membatalkan Tayamum


1) Segala sesuatu yang membatalkan wudlu.
2) Ada air. Orang yang bertayammum karena tidak ada air kemudian melihat air
atau menduga ada air sebelum melaksanakan shalat, maka tayamumnya batal.
3) Murtad, yaitu orang yang keluar dari Islam
DAFTAR PUSTAKA

Abdi Al-Rahman Ibnu Muhammad Ibnu Husain Ibnu Amr. Bugiyah al-Mustarsyidin. Surabaya: Al-
Hidayah.

Abdu al-Hamid Ibnu Muhammad Ali Qudus. Syarhu Lathaif al-Isyarah. DarKutub Ihya’ al-Arabiyah.

Abu Al-Qasim Abdi Al-Karim Ibnu Muhammad Al-Quzwaini. Al-Muharrar. DarIhya Kutub al-Arabiyah.

Abu Bakar ad-Dimyathi. I’anah at-Thalibin. Surabaya : Al-Hidayah.

Abu Dawud. Sunan Abi Dawud. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Abu Hamid Al-Ghazali. Ihya’ Ulum Ad-Din. Sankapura: Darul Kutub Al-Islamiyah.

Abu Ibrahim Ali Ibnu Yusuf. Al-Muhadzdzab. Surabaya: Al-Hidayah.

Abu Syuja’. Al-Iqna’ al-Nashir. Syaukah al-Nur Asia

Abu Zakariya Yahya Al-Anshari. Fathu al-Wahhab Ala Syarhi Minhaj al-Thullab. Bairut : Dar Makrifah.

Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Al-Hakim. Mustadrak 'Ala as-Shahihain. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

An-Nasa’i. Sunan Kubra. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Dawud, Muhammad Ali. tt. Ulum al-Qur'an wa al-Hadits. Oman: Dar al-Bashir.

Ibnu Abdil Mu’thi Muhammad Ibnu Amr Ibnu Ali Nawawi. Nihayah al-Zai. Surabaya : Al-Hidayah.

Ibnu Majah. Sunan Ibnu Majah. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Ibnu Qasim al-Ghuzy. Fathul Qarib al-Mujib. Surabaya : Al-Hidayah.

Ibnu Zakariya Muhyiddin Ibnu Syaraf Al-Nawawi. Al-majmu’ ‘Ala Syarhi alMuhadzdzab. Al-nasyir :
Zakariya Ali Yusuf.

Ibnu Zakariya Yahya Al-Nawawi. Minhaj al-Thalibin wa’umdah al-mu’tadin.

Ibrahim Al-Bajuri. Hasyiyah Al-Bajuri. Surabaya : Al-Hidayah.

Muhammad Ali Al-Kurdi Al-Syafi’i. Tanwir al-Qulub Bairut : Dar al-Fikr

Muhammad Nawawi Al-Banteni. Riyadu Al-Badi’ah. Dar Ihya Kutub alArabiyah.

Muhammad Zuhri Al-Ghamrawi. Anwar al-Masalik. Sankapura : al-Haramain.

Muhammnad Ibnu Sulaiman Al-Kutdi. Al-Hawasyi al-Madaniyah. Sankapura : al-Haramain.

Muslim. Shahih Muslim. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Syihabuddin Abi Al-Abbas Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami. Syarwani. Dar Shadir.

Anda mungkin juga menyukai