Allah tidak menerima shalat orang yang tidak bersuci dan shadaqah dari
hasil korupsi — HR. Muslim
Materi II Praktik Thaharah
Air yang dipakai untuk bersuci adalah air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan. Yang tergolong
air mutlak ada tujuh macam :
Air Hujan, “(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-
Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki(mu)” (QS. Al Anfal: 11)
Air Laut, Rasulullah SAW bersabda, “Air laut itu suci mensucikan, dan bangkainya juga halal”.
(HR. Lima Ahli Hadist)
Air Sumur, Air sungai, dan Air mata air,
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ketika beliau ditanya tentang air sumur Budho‟ah, beliau
menjawab :“Air sumur itu suci, tidak dinajisi oleh sesuatu apapun” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Air salju yang sudah mencair dan Air embun
Dasar hukum air salju dan embun adalah sabda Rasulullah SAW, ada pada doa Iftitah:
“.........Ya Allah, basuhlah aku dari segala kesalahanku dengan air salju dan air embun. (HR. Bukhari
Muslim)
Termasuk air mutlak adalah air yang mengalami perubahan tetapi tidak menghilangkan sifat suci men-
sucikan, baik perubahan itu terjadi pada warna, rasa dan bau atau salah satu diantaranya. Air tersebut adalah:
Air yang berubah karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di tempat yang mengandung
belerang.
Materi II Praktik Thaharah
Air yang berubah karena lama tergenang, seperti air kolamAir yang berubah karena sesuatu yang terjadi
padanya, seperti ikan yang ada di dalamnya
Air yang berubah karena tanah yang suci atau daun-daun yang jatuh dari pohon yang berdekatan
Ada satu macam air lagi yang suci dan dapat digunakan untuk mensucikan, namun haram dipakai yaitu
air yang diperoleh dengan cara ghasab (yakni mengambil tanpa izin pemiliknya atau mencuri).
C. Najis
Najis adalah kotoran yang wajib untuk dihilangkan dan dibasuh.
Menurut tingkatannya najis dibagi tiga:
1. Najis Mukhoffafah (ringan) adalah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun, dan belum
makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Cara menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang
terkena najis tersebut.
2. Najis Mutawashitho (sedang). Yang terasuk najis ini adalah
a. Bangkai binatang darat yang mempunyai darah mengalir yang mati tanpa disembelih atau tidak dis-
embelih menurut syariat islam. Termasuk juga sesuatu yang dipotong dari binatang yang masih hidup
seperti telinga/ekornya.
b. Susu, tulang dan bulu hewan yang haram dimakan
c. Nanah
d. Darah, kecuali hati, limpa dan darah yang tersisa pada urat binatang yang disembelih
e. Muntahan
f. Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan binatang, baik yang biasa terjadi, seperti
air kecil dan air besar, ataupun jarang terjadi seperti madzi dan wadi.
Madzi adalah cairan encer yang keluar ketika syahwat memburu atau ketika bercumbu rayu (dari
pihak wanita disebut qadzi). Sedangkan wadi adalah cairan putih kental yang keluar setelah
buang air kecil atau ketika dalam keadaan letih.
Nanah, darah, dan muntahan yang sedikit dan sulit untuk dihindarkan, maka dimaafkan.
Najis Mutawashitho dibagi dua yaitu:
Najis „ainiyah yaitu naijs yang berwujud dan dapat dilihat, misalnya kotoran manusia atau binatang.
Najis hukmiyah yaitu najis yang tidak berwujud dan tidak terlihat, seperti bekas air kencing dan arak
yang mudah mengering. Cara membersihkan najis mutawashitho cukup dibasuh tiga kali agar sifat-
sifat najis (warna, rasa dan bau) nya hilang.
3. Najis Mugholladzoh (berat) adalah yang berasal dari anjing dan babi seperti air liur, daging, darah dan ko-
torannya. Cara menghilangkannya, dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan air yang bercam-
pur dengan tanah.
Materi II Praktik Thaharah
D. Hadast
Hadast adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya
ibadah. Pembagian jenis hadast adalah,
Hadast kecil (shughro). Penyebabnya antara lain: keluar sesuatu dari dubur atau qubul, menyentuh kulit
lawan jenis yang bukan muhrimnya tanpa penghalang (menurut madzhab Imam Syafii) dan tidur nyenyak
dalam keadaan tidak tetap. Cara bersuci dari hadas ini ialah dengan berwudhu.
Hadast besar (kubro). Penyebabnya antara lain: keluar air mani, bersetubuh, wanita selesai haid, wanita
yang baru melahirkan dan selesai masa nifasnya dan seseorang yang baru masuk islam. Cara mensucikannya
adalah dengan mandi wajib.
Cara beristinja dapat dilakukan dengan salah satu dari cara berikut:
a. Membasuh dan membersihkan tempat keluar kotoran dengan air sampai bersih. Ukuran bersih ini
ditentukan oleh keyakinan masing-masin
b. Membasuh atau membersihkan tempat keluar kotoran dengan batu. Kemudian dibasuh dan diber-
sihkan dengan air.
c. Membersihkan tempat keluar kotoran dengan batu atu benda-benda kesat lainnya sampai bersih. Member-
sihkan tempat keluar kotoran sekurang-kurangnya dengan tiga buah atau sebuah batu yang memiliki tiga
permukaan sampai bersih.
Syarat-syarat istinja‟ dengan menggunakan batu atau benda keras/kesat terdiri dari enam macam:
a. Batu atau benda itu kesat dan harus suci serta dapat dipakai untuk membersihkan najis
b. Batu atau benda itu tidak termasuk yang dihormati seperti bahan makanan atau batu masjid
c. Sekurang-kurangnya dengan tiga kali usapan sampai bersih
d. Najis yang dibersihkan belum sampai kering
e. Najis itu tidak pindah dari tempatnya
f. Najis itu tidak bercampur dengan benda lain, meskipun benda itu suci dan tidak terpercik oleh air
2. Memercikkan Air
Bersuci dari Najis Mukhoffaf (ringan), cukup dengan dipecikkan air saja pada bagian yang terkena najis kecil
mukhaffaf
4. Menyamak
Bersuci dari Najis Mugholazzoh (berat), cukup dengan dicuci tujuh kali dengan air mutlak dan salah satunya
dengan air tanah
Keterangan :
1 sha‟ = 3 1/3 liter
1 mud = 625 gram
Ukuran ini menurut kondisi daerah Arab yang susah air, pada prinsipnya tidak boleh berlebih-lebihan.
1. Berniat
2. Mengucapkan “Bismillah”
3. Mencuci kedua telapak tangan sebanyak tiga kali
dan menyela-nyela di antara jari jemari kedua tangan. Lihat
Gambar No 2
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan Rosul-
Nya” (Hadist Riwayat Muslim dan Tirmidzi)
Materi II Praktik Thaharah
2. Tayamum
Tayamum menurut bahasa sama dengan “al qoshdu”, artinya menyengaja atau menuju. Menurut syariah,
tayamum adalah mengusap muka dan dua tangan dengan debu yang suci dan dengan niat agar dapat mengerja-
kan shalat atau ibadah lain (bukan berniat menghilangkan hadast). Ini adalah rukhsoh (keringanan) bagi orang
yang tidak dapat memakai air dalam bersuci karena alasan tertentu.
Adapun dalilnya adalah surah An-Nisa:43 (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci). sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”
Adapun dalil dari hadist Rasulullah SAW, dari Abu Umamah Al Bahli RA Nabi SAW, bersabda, “Telah
dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan alat bersuci, maka dimanapun seorang dari umatku menemui
waktu shalat, maka disitu terdapat alat untuk bersuci,”. (HR. Ahmad).
a. Syarat-syarat tayamum
1) Telah masuk waktu sholat. Tayamum tidak sah bila dilakukan sebelum waktu shalat dan dikhawatirkan
bila menunggu adanya air akan habis waktu sholat.
2) Mencari air terlebih dahulu.
3) Tidak ada penghalang yang menghalangi sampainya media debu yang diusapkan pada anggota taya-
mum seperti minyak dan pasta.
4) Adanya udzur yang disebabkan oleh salah satu
Bila tidak ada air, atau ada air tapi tidak mencukupi untuk bersuci.
Tidak bisa menggunakan air karena adanya sebab dari beberapa sebab syar‟i.
Ketika ada air yang jaraknya dekat tetapi untuk mengambilnya dikhawatirkan keselamatan jiwa
atau hartanya.
Karena airnya sangat dingin dan di khawatirkan akan terjadi kemudaratan bila memakainya.
b. Rukun-rukun tayamum
1) Niat.
2) Menyapu muka dengan tanah.
3) Menyapu kedua tangan (ada yang berpendapat hingga siku, ada pula pendapat hingga pergelangan tan-
gan saja).
4) Tertib atau berurutan.
c. Sunnah tayamum
1) Mengawali dengan bacaan Basmalah.
2) Mendahulukan anggota tayamum sebelah kanan.
3) Bersiwak.
4) Meniup debu di telapak tangan agar menjadi tipis.
Dari hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa tata cara tayamum sebagai berikut:
1. Memukulkan dua telapak tangan ke tanah/debu dengan sekali pukulan.
2. Meniup atau mengibaskan tanah/debu yang menempel pada kedua telapak tangan tersebut.
3. Mengusap wajah terlebih dahulu, lalu mengusap kedua telapak tangan, bagian dalam maupun luarnya
ataupun mengusap telapak tangan dahulu baru setelahnya mengusap wajah.
3. Mandi Wajib
Mandi menurut bahasa sehari-hari adalah membersihkan badan dengan air. Adapun mandi menurut
istilah syar‟i adalah, menghilangkan hadast besar. Dasar hukumnya dalam firman Allah Ta‟ala: “Dan jika
kamu junub maka mandilah” (QS. Al Maidah: 6 dan An Nisa: 43).
a. Sebab-sebab mandi
Bersetubuh, baik mengeluarkan mani atau tidak.
Keluar mani baik disengaja maupun tidak disengaja.
Meninggal dunia, kecuali mati syahid.
Sehabis masa haid/menstruasi bagi wanita.
Sehabis nifas, yaitu mengeluarkan darah setelah melahirkan.
b. Rukun mandi besar ada 3 (tiga)
Niat.
Menghilangkan kotoran dan najis pada badan.
Meratakan air ke seluruh tubuh.
c. Sunnah mandi besar ada 4 (empat)
Diawali dengan membaca Basmallah.
Berwudhu sebelum mandi.
Menggosok seluruh tubuh dengan tangan.
Mendahulukan bagian kanan dari yang kiri.
d. Larangan atas orang junub:
Melaksanakan sholat.
Melaksanakan thowaf.
Menyentuh dan membawa mushaf.
I‟tikaf (berdiam diri di masjid).
Materi II Praktik Thaharah
e. Mandi sunnah
Mandi bagi orang yang akan melaksanakan shalat jum‟at
Dari Ibnu Umar: Rasulullah SAW bersabda, “ Apabila salah seorang kamu hendak pergi sholat
jum‟at, hendaklah ia mandi.” (HR. Muslim)
Mandi ketika hendak wukuf di Arofah, sebelum hari Raya idul Fitri dan idul Adha
Dari Faqih bin Sa‟ad : “Sesungguhnya Nabi SAW mandi pada hari jum‟at, hari Arafah, hari Raya Idul
Fitri dan hari Raya Haji (HR. Abdulloh bin Ahmad).
Mandi bagi orang yang baru sembuh dari gila
Mandi menjelang haji dan umrah
Dari Zaid bin Tsabit, sesungguhnya Rasulullah SAW membuka pakaiannya ketika hendak ihram dan
beliau mandi (HR. Tirmidzi)
Mandi sehabis memandikan mayat
Nabi SAW bersabda: ”Barangsiapa memandikan mayat, hendaklah ia berwudhu”(HR. Tirmidzi).
Mandi bagi orang yang baru menyatakan diri memeluk islam
Dari Qais bin Ashim ketika ia masuk islam, Rasulullah SAW menyuruhnya mandi dengan air dan daun
bidara (HR. Lima Ahli Hadist kecuali Ibnu Majah).
a. Niat. Tanpa niat mandi tidak akan sah menjadi mandi wajib atau mandi sunnah. Niat yang membedakan
mandi biasa, mandi wajib dengan mandi sunnah. Orang yang akan mandi wajib harus berniat menghilang-
kan hadast besar dan yang melakukan mandi sunnah harus berniat melakukan mandi sunnah.
b. Membasuh seluruh anggota badan. Setiap orang yang akan mandi menghilangkan hadast, wajib merata-
kan air di sekujur tubuhnya, yang dikatakan (hakikat) mandi adalah membasuh air ke seluruh anggota
badan.
Dari Aisyah RA, Riwayat Bukhori dan Muslim, ia berkata “adalah Rasulullah SAW jika ia melakukan
mandi junub, beliau memulai dengan mencuci tangannya, kemudian menuangkan air dengan tangan
kanannya ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu, kemudian mengambil ait, lalu be-
liau memasukkan jari-jemarinya ke pangkal rambut. Kemudian beliau menuangkan air atas kepalanya seban-
yak tiga tuangan. Kemudian beliau menyiramkan air ke sekujur tubuhnya kemudian mencuci kedua kakinya.”
Wanita tidak perlu menggerai rambutnya ketika mandi karena junub. Tapi dianjurkan menggeraikan ketika
mandi karena haid atau nifas. Dalilnya, “gerailah rambutmu lalu mandilah”
Referensi :
Al Asqolani, Ibnu Hajar , Bulughul Maram