Anda di halaman 1dari 19

“ TAHARAH “

ALI ASMUL, M.Pd

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


2021
THAHARAH

A. Bersuci

Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah
membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut cara-
cara yang ditentukan oleh syariat islam.Thaharah atau bersuci adalah syarat wajib yang harus
dilakukan dalam beberapa macam ibadah. Seperti dalam QS Al-maidah ayat : 6[5:6] Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu :

1. Bersuci lahiriah

Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat tinggal dan
lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis. Membersihkan diri dari najis adalah
membersihkan badan, pakaian atau tempat yang didiami dari kotoran sampai hilang rasa, bau
dan warnanya. QS Al-Muddassir ayat : 4[74:4] dan pakaianmu bersihkanlah,

2. Bersuci batiniah

Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan perbuatan
maksiat seperti iri, dengki, takabur dll. Cara membersihkannya dengan taubatan nashoha
yaitu memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

 Macam – Macam Alat Thaharah

Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk bersuci misalnya,
kita tidak hanya bisa menggunakan air, tetapi kita juga bisa menggunakan tanah, batu, kayu
dan benda-benda padat lain yang suci untuk menggantikan air jika tidak ditemukan. Dalam
bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang boleh dan tidak boleh
digunakan untuk bersuci.Macam-macam air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah Air
mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, misalnya air hujan, air sumur, air laut, air sungai,
air danau/ telaga, air salju, dan air embun.

 Cara – cara Thaharah


Ada berbagai cara dalam bersuci yaitu bersuci dengan air seperti berwudhu dan mandi
junub atau mandi wajib. Ada juga bersuci dengan menggunakan debu, tanah yaitu dengan
bertayamum. Dan bisa juga menggunakan air,tanah,batu dan kayu (tissue atau kertas itu
masuk kategori kayu) yaitu dengan beristinja.

 Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya:

1. Najis ringan (najis mukhafafah)

Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum
makan apapun kecuali air susu ibunya saja dan umurnya kurang dari 2 tahun. Cara
membersihkan najis ini cukup dengan memercikkan air kebagian yang terkena najis.

2. Najis sedang (najis mutawassitah)

Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air kencing dsb. Cara
membersihkannya cukup dengan membasuh atau menyiramnya dengan air sampai najis
tersebut hilang (baik rasa, bau dan warnanya).

3. Najis berat (najis mughalazah)

Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan dalil yang pasti
(qat’i) . yaitu anjing dan babi. Cara membersihkannya yaitu dengan menghilangkan barang
najisnya terlebih dahulu lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah
satunya dengan tanah atau batu.

B. Macam – macam air dan pembagiannya

Air merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam Islam. Air sangat
penting untuk digunakan sebagai sarana bersuci bagi seorang muslim. Maka ibadah akan sah jika
segala bentuk hadas dan najis telah bersih dengan air. Menurut madzhab Imam Syafi’I, para ulama
membagi air menjadi empat kategori dan hukum kegunaannya dalam bersuci, yaitu; air suci dan
mensucikan, air musyammas, air suci namun tidak mensucikan, dan air mutanajis.

Sebelumnya, kita sebagai muslim harus mengetahui volume air yang dapat digunakan untuk
bersuci menurut Ilmu fiqih. Dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji, para ulama madzhab Syafi’i
menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai
kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi
wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm.
 4 Macam Air dan Pembagiannya Dalam Islam

1) Air yang suci dan mensucikan

Kategori air ini dibolehkan untuk diminum dan dipakai untuk bersuci atau menyucikan benda
lain. Air yang masih murni yang jatuh dari langit atau keluar dari bumi dan belum berubah
keadaanya. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori air
suci dan mensucikan, ia berkata :

‫ وماء البر‬،‫ وماء الثلج‬,‫ وماء العين‬،‫ وماء البئر‬،‫ وماء النهر‬،‫ وماء البحر‬،‫ ماء السماء‬:‫المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه‬

"Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air
sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es."
Allah berfirman;

‫عَلى ُق ُل ۡو ِب ُك ۡم َو ُي َثبِّتَ ِب ِه ااۡل َ ۡقدَا َ ؕم‬ ۡ ‫ٓاء َمٓا ًء ِّل ُي َط ِّه َر ُك ۡم ِب ٖه َو ُي ۡذ ِه َب‬
ٰ ‫عَن ُك ۡم ِر ۡجزَ الش َّۡي ٰط ِن َو ِل َي ۡر ِب َط‬ َ ‫ِا ۡذ ُي َغشِّۡي ُك ُم ال ُّن َع‬
َّ ‫اس َا َم َن ًة ِّم ۡن ُه َو ُي َن ِّز ُل عَ َل ۡي ُك ۡم ِّمنَ ال‬
ِ ‫س َم‬
“(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketentraman dari-Nya, dan Allah
menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan
menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta
memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).” (QS. Al-Anfal:11). Walaupun pada kategori ini air
mengalami perubahan, hal itu hanya terjadi salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna,rasa dan
baunya) seperti berikut:

 Berubah karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
 Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam.
 Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah karena ikan atau kiambang.
 Berubah karena tanah yang suci, begitu juga berubah yang sukar memeliharanya misalnya
berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon-pohon yang berdekatan dengan sumur
atau tempat-tempat air yang lainnya.

2. Air suci tetapi tidak mensucikan

Kategori ini memiliki dzat yang suci namun tidak bisa digunakan bersuci, baik untuk
menghilangkan membersihkan hadas atau najis. Ada tiga kategori air yang termasuk dalam air suci
tetapi tidak mensucikan;

 Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan sesuatu benda yang suci,
selain dari perubahan yang tersebut di atas seperti air teh, air kopi,dan sebagainya.
 Air sedikit kurang dari dua qullah (tempatnya persegi panjang yang mana panjangnya,
lebarnya,dalamnya 1 1/4 hasta. Kalau tempatnya bundar maka garis tengahnya 1 hasta, dalam
2 ¼ hasta, dan keliling 3 1/7 hasta) Sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau
menghilangkan hukum najis. Sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula
bertambah timbangannya.
 Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu(air
nira), air kelapa dan sebagainya.

3. Air mutanajis atau air yang bernajis


Dalam air mutanajis merupakan air yang memiliki volume kurang dari dua qullah lalu terkena
atau kejatuhan barang najis atau air yang melebih dua qullah namun berubah salah satu sifat air
karena terkena najis. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

َ)‫س ُه ش َْي ٌء ِااّل َما َغ َل َب عَ َلى َط ْع ِم ِه َا ْو َل ْو ِن ِه َا ْو ِر ْي ِح ِه (رواه ابن ماجه والبيهقى‬ ُ ‫ْل َم‬
ُ ‫اءاَل ُي َن ِّج‬
"Air itu tidak dinajisi sesuatu, kecuali apabila berubah rasa, warna, dan baunya." (Riwayat
Ibnu Majah dan Baihaqi).

4. Air musyammas atau air yang makruh


Air termasuk musyammas, jika air dijemur di bawah sinar matahari dengan menggunakan wadah
logam selain emas dan perak. Air kategori ini makruh digunakan untuk badan, namun tidak untuk
pakaian. Kecuali air yang terkena sinar matahari di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-
tempat yang tidak akan berkarat
C. Benda-Benda yang Termasuk Najis Dalam Ajaran Islam

1. Bangkai binatang darat


Semua bangkai binatang yang tinggal di darat termasuk najis. Namun ada
pengecualian untuk binatang yang tidak berdarah ketika masih hidup seperti belalang serta
mayat manusia adalah benda yang suci.Adapun untuk bangkai binatang yang tinggal di laut
seperti ikan, maka itu juga suci. Tertulis dalam firman Allah Quran Surat Al-Maidah ayat 3
yang artinya, “Diharamkan atas kamu (makan) bangkai,”
2. Darah
Segala jenis darah adalah tergolong najis kecuali dua hal, yaitu hati dan limpa.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist riwayat Ibnu Majah, “Telah
halal untuk kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah, yakni belalang dan ikan, hati dan
limpa.”Sebagai bentuk pengecualian yaitu darah yang tertinggal dalam daging hewan
sembelihan juga dalam darah ikan. Keduanya merupakan darah yang termaafkan, artinya
halal.

3. Nanah

Karena merupakan darah yang membusuk, nanah juga merupakan benda najis. Baik
itu nanah kental maupun nanah yang hanya cair.

4. Segala Macam Sesuatu yang Keluar dari Alat Kelamin Maupun Anus

Benda yang keluar dari dua pintu, seperti tinja, air kencing, ataupun sesuatu yang
tidak biasa semisal mazi baik dari binatang halal maupun haram merupakan benda yang najis.
Kecuali mani, tidak termasuk najis.
5. Arak

Benda-benda yang termasuk najis juga berasal dari segala jenis minuman yang
memabukkan.

6. Anjing dan Babi

Anjing dan babi merupakan hewan yang tidak suci. Untuk yang lainnya merupakan
hewan suci.

7. Bagian Tubuh Binatang yang Dipotong Selagi Binatang Tersebut Hidup

Ibarat bangkai, bagian tubuh dari binatang yang diambil selagi masih hidup. Karena
bangkai sendiri hukumnya najis, maka hal ini juga mengikut hukum bangkai.Baik itu dari
kambing, ayam, atau lainnya. Kecuali untuk bulu dari hewan yang halal dimakan, seperti
bulu domba, bulu unta, atau bulu kambing tidak termasuk najis.

 Pembagian Benda-Benda yang Termasuk Najis Berdasarkan Tingkatannya


 Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)

Najis mukhaffafah merupakan najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki
dengan umur kurang dari dua tahun. Sang bayi pun belum pernah mengkonsumsi apapun
selain air susu ibunya.

 Najis Mutawassitah (Najis Sedang)

Merupakan najis yang berasal dari qubul atau dubur, baik itu manusia maupun
binatang (kecuali air mani), benda cair yang memabukkan, serta susu dari hewan yang haram
dimakan.Kemudian, ada juga bangkai tulang maupun bulu, kecuali bangkai mayat manusia,
ikan, dan belalang. Najis mutawasitah ini masih terbagi menjadi dua: Pertama adalah najis
‘ainiyah, merupakan najis yang tampak atau bisa di lihat. Umumnya memiliki bau, warna,
dan rasa. Kedua yakni najis hukmiyah, merupakan najis yang tak nampak wujudnya,
semisal arak yang telah mengering atau bekas kencing.

 Najis Mughallazah ( Najis Berat )

Najis mughalladzah yakni najis berat yang berasal dari anjing dan babi.

 Cara mensucikan benda-benda yang termasuk najis


 Menyucikan Najis Mukhaffafah (Ringan)
Sesuatu yang terpapar najis ringan atau mukhaffafah, yakni kencing atau kotoran bayi
yang belum genap 2 tahun dan hanya minum ASI, cara mensucikannya bisa dengan percikan
air.Namun, percikan air tersebut merupakan air yang mengalir membasahi semua bagian
yang terkena najis. Kapasitas air harus lebih banyak dari najis tersebut. Semisal yang terkena
naji adalah pakaian, maka tinggal perciki air mengalir tadi lali keringkan seperti biasanya.

 Najis Mutawassithah (Sedang)

Karena terbagi menjadi dua bagian, cara mensucikannya pun juga punya aturan
masing-masing. Untuk yang pertama adalah membersihkan terlebih dahulu najis ‘ainiyah.
Caranya mensucikannya sebanyak tiga kali lalu siram dengan air yang lebih banyak.
Sedangkan untuk najis hukmiyah, membersihkannya bisa dengan air yang mengalir dengan
jumlah yang lebih banyak dari najis.

 Najis Mughallazah (Berat)

Contohnya seperti terkena ludah anjing atau babi. Langkah pertama buang terlebih
dahulu wujud najis sampai benar-benar hilang.Jika sudah, najis mughaladzah ini harus
dibasuh dengan basuhan sebanyak 7 kali. Salah satu basuhan wajib memakai campuran tanah
atau debu.

D. ISTINJA’

Dalam ilmu fiqih, istinja adalah membersihkan sesuatu (najis) yang keluar dari qubul atau
dubur menggunakan air atau batu dan benda sejenisnya yang bersih dan suci. Syaikh
Abdurrahman AlJuzairi dalam Fikih Empat Madzhab Jilid 1 menjelaskan, istilah ini disebut
juga dengan istithabah atau istijmar.Hanya saja, istijmar biasanya dikhususkan untuk istinja
dengan batu. Istijmar sendiri diambil dari kata al-jimar yang berarti kerikil kecil. Sedangkan,
disebut juga dengan istithabah karena dampak yang ditimbulkannya (membersihkan kotoran)
membuat jiwa terasa nyaman. Dalam pendapat lain sebagaimana dijelaskan oleh Rosidin
dalam buku Pendidikan Agama Islam, kata istinja berasal dari akar kata naja' yang artinya
bebas dari penyakit (kotoran). Jadi, disebut istinja karena orang yang beristinja berusaha
bebas dari penyakit dan menghilangkan penyakit tersebut.

 Hukum Istinja

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi mengatakan istinja hukumnya fardhu. Ulama Hanafiyah


berkata bahwa hukum istinja atau aktivitas lain yang menggantikan kedudukannya seperti
istijmar adalah sunnah muakkadah, baik bagi laki-laki maupun perempuan.Sementara itu,
Hasan ibn Salim al-Kaf dalam alTaqrirat al-Sadidah sebagaimana dijelaskan Rosidin
membagi hukum istinja menjadi 6 jenis. Antara lain sebagai berikut:
1. Wajib
Istinja hukumnya wajib jika yang keluar adalah najis yang kotor lagi basah. Seperti air
seni, madzi, dan kotoran manusia.
2. Sunnah

Istinja hukumnya sunnah jika yang keluar adalah najis yang tidak kotor. Contohnya cacing.
3. Mubah

Jika beristinja dari keringat.

4. Makruh

Istinja hukumnya makruh jika yang keluar adalah kentut.

5. Haram

Haram namun sah jika beristinja dengan benda hasil ghashab. Istinja hukumnya haram
dan tidak sah jika beristinja dengan benda yang dimuliakan seperti buahbuahan.

6. Khilaf al-aula

yakni antara mubah dan makruh: Jika beristinja dengan air zam-zam.
 Tata Cara Istinja

Secara umum, tata cara beristinja ada tiga. Pertama, menggunakan air dan batu. Cara ini
merupakan cara yang paling utama. Batu dapat menghilangkan bentuk fisik najis. Sementara
itu, air yang digunakan harus suci dan menyucikan. Air tersebut dapat menghilangkan bekas
najis.Kedua, menggunakan air saja. Ketiga, menggunakan batu saja. Adapun, batu yang
diperbolehkan untuk beristinja haruslah suci, bukan najis atau terkena najis, merupakan
benda padat, kesat, dan bukan benda yang dihormati.

E. Adab buang air kecil dan besar

1. Mencari tempat yang sepi dan jauh dari penglihatan orang. Karena, ketika Nabi
Muhammad hendak buang air besar, beliau pergi hingga tidak dilihat siapapun (HR Abu
Daud dan Tirmidzi).
2. Hendaklah memakai alas kaki karena Nabi apabila masuk toilet beliau memakai sepatu
(HR Baihaqi).
3. Tidak membawa masuk apa saja yang di dalamnya terdapat zikir kepada Allah. Karena,
Nabi Muhammad mengenakan cincin yang ada tulisan Rasulullah, namun jika beliau masuk
ke toilet, maka beliau melepasnya (HR Tirmidzi).
4. Masuk ke toilet/WC mendahulukan kaki kiri, sambil berdoa: “Bismillahi Innii A’uudzubka
Minal Khubutsi Wal Khobaaitsi” yang artinya Dengan nama Allah sesungguhnya aku
berlindung diri kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan wanita. Imam Bukhari meriwayatkan
Nabi selalu membaca doa itu ketika hendak masuk ke dalam toilet.
5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air, karena Nabi bersabda
"Janganlah kalian menghadap kiblat, dan jangan pula membelakanginya ketika buang air
besar ataupun buang air kecil" (Mutaffaq Alaih).
6. Tidak buang air kecil atau besar di tempat berteduh manusia, atau di jalan mereka, atau di
air mereka, atau di pohon-pohon mereka yang berbuah. Nabi bersabda: "Takutlah kepada tiga
tempat laknat; buang air besar di aliran air, di tengah jalan, dan di tempat berteduh" (HR
Hakim).
7. Tidak buang air di lubang-lubang tanah karena kemungkinan ada binatang yang tersakiti
dalam lubang itu (HR Abu Daud).
8. Tidak mengobrol ketika buang air besar. Nabi bersabda: "Jika dua orang buang air besar,
maka hendaklah setiap orang dari keduanya bersembunyi dari orang satunya, dan keduanya
jangan mengobrol karena Allah membenci hal tersebut" (HR Ahmad).

F. WUDHU
 Pengertian Wudhu’

Menurut bahasa wudhu’ berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara’, wudhu
berarti membersihkan anggota tubuh tertentu (muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki)
dari najis dan mensucikan diri dari hadats kecil sebelum melaksanakan ibadah kepada Allah
SWT.Wudhu’ adalah suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan sebelum orang
mengerjakan shalat.

Kata wudhu merupakan kata serapan dari Bahas Arab yang sudah lazim diucapkan
dengan fasih oleh kaum muslim Indonesia. Adapun artinya, dalam kamus bahasa Indonesia
tertulis menyucikan diri (sebelum sembahyang) dengan membasuh muka, tangan, kepala,
dan kaki. Sedangkan dalam bahasa Arab kata wudhu’ merupakan turunan dari kata kerja
(fi;il) wadhu’ayadha’u yang artinya: bersih. Kemudian, ketika kata ini menjadi istilah dalam
fikih (hukum islam), arti kata wudhu’ adalah: perbuatan mengambil wudhu, yaitu
menggunakan air yang suci lagi menyucikan untuk meratakannya pada anggota-anggota
tubuh tettentu sebagaimana yang di jelaskan dan di syari’atkan (ditetapkan) oleh Allah s.w.t
serta diajarkan oleh Rasulullah s.a.w

 Ayat dan Hadist tentang Wudhu

Ayat Al-Qur’an tentang melakukan wudhu adalah sebagai berikut :

‫ْن‬wِ ‫ ْال َك ْعبَي‬ ‫ِإلَى‬ ‫ َوَأرْ ُجلَ ُك ْم‬ ‫وس ُك ْم‬ ِ ِ‫ ْال َم َراف‬ ‫ِإلَى‬ ‫ َوَأ ْي ِديَ ُك ْم‬ ‫ ُوجُوهَ ُك ْم‬ ‫فَا ْغ ِسلُوا‬ ‫الصَّال ِة‬ ‫ِإلَى‬ ‫قُ ْمتُ ْم‬ ‫ِإ َذا‬ ‫آ َمنُوا‬  َ‫الَّ ِذين‬ ‫ياَأيُّهَا‬
ِ ‫بِ ُر ُء‬ ‫ َوا ْم َسحُوا‬ ‫ق‬

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan


shalat[2], maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki". (Al-Maidah :6)
Hadist tentang melakukan wudhu’ adalah sebagai berikut :

Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,:

َ ‫َأحْ د‬ ‫ِإ َذا‬ ‫َأ َح ِد ُك ْم‬ ُ‫صاَل ة‬


‫يَت ََوضَّأ‬ ‫ َحتَّى‬ ‫َث‬ َ  ‫تُ ْقبَ ُل‬  ‫اَل‬

“Tidak akan diterima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadats hingga dia
berwudhu” [Muttafaqun alaihi, Bukhari (135), Muslim (225)]

Hadits dari Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda,

َّ ‫ال‬ ‫ِإلَى‬ ‫ت‬
‫صاَل ة‬ ُ ْ‫ُأ ِمر‬ ‫ِإنَّ َما‬
ُ ‫قُ ْم‬ ‫ِإ َذا‬ ‫بِ ْال ُوضُو ِء‬ ‫ت‬

“Hanya saja aku diperintah untuk berwudhu apabila hendak melakukan shalat” [HR.
Abu Dawud (3760), Tirmidzi (1848)]

Ini juga hadis yang menunjukkan bahwa bersuci adalah syarat diterimanya shalat.
Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk berwudhu ketika hendak
melaksanakan sholat. Karena shalat tanpa berwudhu, maka akan sia-sia dan tidak diterima

Dari Abu Sa’id radhiyallahu Anhu Dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda،
ُّ  ‫صاَل ِة‬
‫التَّ ْسلِيم‬ ‫ َوتَحْ لِيلُهَا‬ ‫التَّ ْكبِي ُر‬ ‫ َوتَحْ ِري ُمهَا‬ ‫الطهُو ُر‬ َّ ‫ال‬ ُ ‫ِم ْفتَاح‬

“Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, penutupnya adalah salam”
[HR. Abu Dawud (60), Tirmidzi (3), Ibnu Majah (275), dan yang lainnya. Syeikh Albani
menshahihkan hadits ini dalam Shahihul Jami’ (5761)]

Adapun keistimewaan wudhu’ yaitu : “Bila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-
kumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya ; jika ia membersihkan hidung, maka dosa-
dosanya akan keluar dari hidungnya, begitu juga tatkala ia membasuh muka, maka dosa-
dosanya akan keluar dari mukanya sampai-sampai dari bawah pinggir kelopak matanya. Jika
ia membasuh kedua tangan, maka dosa-dosanya akan keluar dari kedua tangan ia sampai-
sampai dari bawah kukunya, demikian pula halnya dengan ia menyapu kepala, maka dosa-
dosanya akan keluar dari kepala bahkan dari kedua telinganya. Begitupun tatkala ia
membasuh kedua kaki, maka keluarlah dosa-dosa tersebut dari dalamnya, sampai-sampai
bawah kuku  jari-jari kakinya. Kemudian tinggallah perjalanannya ke masjid dan shalatnya
menjadi pahala yang bersih baginya “(HR. Malik, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim).

 Fardu (Rukun) Wudhu


Tidaklah sah apabila seseorang yang meninggalkan salah satu rukun (fardunya) wudhu.
Adapun rukun-rukun wudhu itu adalah :

1. Niat Untuk mengerjakan wudhu. Niat itu letaknya di dalam hati. Adapun niatnya yaitu

‫َر فَرْ ضًا هّٰلِل ِ تَ َعالَى‬


ِ ‫ث ْاالَصْ غ‬
ِ ‫ْت ْال ُوضُوْ َء لِ َر ْف ِع ْال َح َد‬
ُ ‫نَ َوي‬

“Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardu karena Allah Ta’ala”

2. Membasuh seluruh muka,

3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku

4. Membasuh kepala

5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki

6. Tertib (berurutan)

 Syarat Sah Wudhu
1. orang yang tidak beragama islam tidak
2. sah melaksanakan wudhu.
3. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
4. Tidak berhadats besar
5. Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak)
6. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya getah,
cat dan sebagainya
7. Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi
mensucikan.

 Beberapa Syarat – Syarat Wudu’ diantaranya yaitu :


1. Air yang digunakan untuk berwudu’ harus air yang mutlaq / suci.

2. Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian)

3. Suci anggota wudu’ dari najis

4. sah nya wudu’, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudu’ dan salat, dalam
arti bahwa setelah berwudu’ yang bersangkutan masih memungkinkan untuk
melaksanakan shalat yang dimaksud pada waktunya yang telah ditentukan. Sedangkan jika
waktunya sempit, dimana jika ia berwudu’ maka keseluruhan salatnya atau sebahagian
salatnya berada diluar waktu salat yang telah ditentukan, sementara jika ia tayammum maka
keseluruhan salatnya masih bias ia laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka
apabila ia berwudu’, maka batallah wudu’nya.
5. Melaksanakan wudu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang lain

6. Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudu’.

7. Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam membasuh
anggota wudu yang satu dengan yang lain, sebelum kering. Kecuali airnya kering karena
terkena sinar matahari, ataupun panas badan.

5. yang membatalkan Wudhu menurut beberapa madzhab

1. Keluarnya sesuatu melewati satu dari dua jalan

Segala sesuatu yang keluar melalui salah satu jalan keluarnya najis (qubul dan dubur)
merupakan penyebab batalnya wudhu seseorang. Akan tetapi, menurut Imam Syafi’i, air
mani yang keluar dari tubuhnya sendiri (bukan air mani yang menempel) bukan penyebab
batalnya wudhu. Ini karena jika seseorang mengeluarkan air mani maka dia wajib mandi. Air
mani adalah air yang memancar keluar dari kemaluan, biasanya pada saat berhubungan intim.

2. Hilang akal

Hilang akal merupakan salah satu penyebab wudhu seseorang batal. Hilang akal di sini
dapat disebabkan oleh pingsan, gila, atau tidur. Namun, tidur yang dilakukan dalam posisi
duduk tidak membatalkan wudhu.

3. Bertemunya dua kemaluan antara laki-laki dan perempuan

Penyebab lain batalnya wudhu seseorang adalah bertemunya dua kemaluan laki-laki dan
perempuan. Baik yang terjadi secara disengaja ataupun tidak.

4. Menyentuh kemaluan

Hal terakhir yang membatalkan wudhu adalah menyentuh kemaluan dengan telapak tangan.

G. TAYAMMUM
 Pengertian Tayamum

Pengertian Tayamum secara lughat(etimologi) yaitu “menyengaja”, sedangkan


secara sraya’ (terminologi) yaitu “Mendatanakan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan
sampai sikut dengan syarat dan rukun tertentu.Tayamum diperbolehkan pada tahun ke-6
Hijriyah, sebagai keringanan (rukshah) yang diberikan kepada umat Isalam. Tayamum
merupakan pengganti dari thaharah, ketika seseorang tidak dapat mandi atau wudhu. Salah
satu ayat  yang sering dijadikan dasar untuk bertayamum adalah dalam firman Allah surat Al-
Maidah ayat 6, yang berbunyi :

ۡ‫ق َوامۡ َسح ُۡوا بِ ُر ُء ۡو ِس ُكمۡ َواَ ۡر ُجلَ ُكمۡ ِالَى ۡالـ َك ۡعبَ ۡي ِن‌ ؕ َواِ ۡن ُك ۡنتُم‬ ۡ ۡ َ‫اِ َذا قُمۡ تُمۡ اِلَى الص َّٰلو ِة ف‬
ِ ِ‫اغ ِسلُ ۡوا ُوج ُۡوهَ ُكمۡ َواَ ۡي ِديَ ُكمۡ اِلَى ال َم َراف‬
‫ٓا ًء‬ww‫ د ُۡوا َم‬w‫ٓا َء فَلَمۡ تَ ِج‬w ‫تُ ُم النِّ َس‬w ‫َٓاٮ ِط اَ ۡو ٰل َم ۡس‬ ۡ ٰ ۤ َ ‫اطَّهَّر ُۡوا‌ ؕ َواِ ۡن ُك ۡنتُمۡ َّم ۡر‬wwَ‫ا ف‬wwً‫جُ نُب‬
ِٕ ‫ ٌد ِّم ۡن ُكمۡ ِّمنَ الغ‬w‫ ٓا َء اَ َح‬w‫فَ ٍر اَ ۡو َج‬w ‫ ٰى اَ ۡو عَلى َس‬w ‫ض‬
)٦ : ‫ص ِع ۡيدًا طَيِّبًا فَامۡ َسح ُۡوا بِ ُوج ُۡو ِه ُكمۡ َواَ ۡي ِد ۡي ُكمۡ ِّم ۡن ‌هُ (المئدة‬
َ ‫فَتَيَ َّم ُم ۡوا‬
Artinya :
“Jika kamu hendak melakukan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke
siku. Dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai ke mata kaki. Dan kalau kamu
junub (wajib mandi) bersihkanlah dirimu (mandilah). Dan kalau kamu sedang sakit atau
sedang bepergian atau kembali dari tempat buang air (kakus), atau bersetubuh dengan
perempuan, lalu kamu tidak menemukan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(bersih), kemudian sapulah wajah dan tangan kamu dengan tanah tersebut” (QS. Al-
maidah : 6)
Dan salah satu hadits Nabi yang berbunyi :
)‫ّللا َعلَ ْٻ ِه و َسلَّ ْم جعلت لنااٲلرض كلها مسجدا وتربتها طهورا (رواه مسلم‬ٙٓ‫صلَى ه‬
َ ‫قَال النَّبِ ّى‬
Artinya :
“Bumi dijadikan untuk-Ku sebagai mesjid dan debunya dapat mensucikan”.  (HR.Muslim)
Dari Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6 tersebut telah jelas bahwa tayamum
merupakan pengganti wudhu atau mandi ketika seseorang dalam keadaan udzur, baik seperti
sedang sakit, sedang dalam perjalanan jauh ataupun tidak adanya air ketika hendak berwudhu
atau mandi.Dalam hal ini tayamum berkedudukan hanya sebagai pengganti wudhu, oleh
karenanya tayamum tidak bisa dikiaskan dengan wudhu, sebab tayamum itu adalah bersuci
dalam keadaan darurat. Jika dimungkinkan masih bisa melaksanakan wudhu maka tidak
diperbolehkan untuk bertayamum.
 Sebab-sebab diperboloehkannya tayamum

Ada beberapa sebab yang mengakibatkan seseorang diperbolehkan untuk bertayamum,


diantaranya :
1. Tidak adanya air

Hal ini bisa disebabkan karena sudah diusahakan untuk mencari air tetapi tidak
mendapatkan air, sedangkan waktu shalat sudah masuk atau karena sedang dalam perjalanan
(musafir). Ada beberapa kriteria musafir yang diperbolehkan bertayamum, yaitu sebagai
berikut :
 Ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air, maka ia
boleh langsung bertayamum tanpa harus mencari air terlebih dahulu.
 Ia tidak yakin, ia menduga disana mungkin ada air, tetapi mungkin juga tidak.
Pada keadaan yang demikian, ia wajib lebih dulu mencari air di tempat-tempat
yang dianggapnya mungkin terdapat air.
 ia yakin ada air disekitar tempat itu. Akan tetapi menimbang situasi pada saat
itu tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya
musafir yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan tayamum.

2.  Adanya udzur

Adanya udzur seperti sakit, yang menurut prediksi dokter akan bertambah parah akan
bertambah parah atau semakin lama sembuhnya bila terkena air.
Ada perbedaan pendapat tentang sebab tayamum yang ke-3 ini, Imam Hanafi berpendapat
hanya ada dua yg disebutkan diatas yg merupakan sebab diperbolehkannya tayamum,
menurut Imam Syafi’i sebab ke-3 adalah adanya air sedikit tetapi untuk minum hewan yang
dimulyakan oleh syara’, menurut Imam Malik adanya air sedikit tetapi untuk minum hewan
sekalipun anjing, dan menurut Imam Hambali sebab yang ke-3 adalah mancari air setelah
waktunya shalat tetapi tidak menemukan air.
 Syarat-syarat tayamum

Tayamum dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :


 Dengan tanah yang suci dan berdebu.

Menurut pendapat Imam Syafi’i, tidak sah tayamum selain dengan tanah. Menurut
pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum dengan tanah, pasir atau batu. Dalil pendapat
yang kedua ini adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW. :
‫ْجدًا‬ َ ‫ت لِى ااْل َرْ ضُ طَيِّبَةً َو طَهُوْ ر‬
ِ ‫ًاو َمس‬ ْ َ‫ُج ِعل‬

Artinya :
“Telah dijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud” Perkataan “bumi”
termasuk juga tanah, pasir dan batu.
Yang dimaksud dengan tanah (debu) yang suci disini adalah tanah murni (khalis)
yang tidak bercampur dengan barang selainnya (seperti tepung dan sebangsanya), dan bukan
pula tanah yang musta’mal (yang sudah terpakai untuk thaharah).
 Sudah masuk waktu shalat.

Tayamum disyariatkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum
terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
 Menghilangkan najis.

Menurut sebagian ulama, sebelum melakukan tayamum hendaklah ia membersihkan diri


terlebih dahulu dari najis, tetapi menurut pendapat yang lain ada juga yang mengatakan tidak
usah.
 Rukun- rukun tayamum
1. Niat
Imam Hanafi mewajibkan niat didalam tayamum karena ‘ainutturob (dzatiyah debu) tidak
dapat mensucikan, sehingga butuh penguat yaitu niat. Bedahalnya dengan air, Karena
menurut  Imam Hanafi, bersuci dengan air tidak perlu niat. Imam Hanafi memperbolehkan
tayamum dengan niat menghilangkan hadats, karena tayamum merupakan pengganti wudhu
atau mandi, maka menurut Imam Hanafi satu kali tayamum boleh untuk melakukan beberapa
kali shalat fardu.
Sedangkan Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali sependapat bahwa satu kali
tayamum hanya dapat digunakan untuk satu kali shalat fardu dan tidak boleh di niati rof’ul
hadats(menghilagkan hadats) tetapi istibahatish shalat(diperbolehkan melakukan sholat).
2. Mengusap wajah dengan dengan debu
3. Mengusap kedua tangan.Menurut Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengusap kedua
tangan sampaisiku-siku, sedangkan menurut Imam Maliki dan Imam Hambali cukup
dengan mengusap tangan hingga pergelangan tangan saja.Menurut Imam Hanafi dan
Imam Hambali hanya ada 3 rukun-rukun tayamum yang disebutkan diatas. Menurut
Imam Maliki rukun tayamum yang ke-4 adalah Mualah (terus menerus tanpa ada
pemisah lama) antara mengusap anggota satu dengan yang lain, dan antara tayamum
dengan shalat merupakan rukun tayamum. Sedangkan menurut Imam Syafi’i rukun
tayamum yang ke-4 adalah tartib (mendahulukan anggota yang seharusnya diawal
dan mengakhirkan anggota yang seharusnya terakhir).
 Sunat-suunat tayamum
1. Membaca basmallah. Dalilnya adalah hadits sunat wudhu, karena tayamum
merupakan pengganti wudhu.
2. Mengepikan debu dari telapak tangan supaya debu yang berada di telapak tangan
menjadi tipis.
3. Mendahulukan menyapu tangan kanan dari yang kiri dan memulakan bagian atas dari
bagian bawah ketika menyapu muka.
4. Merenggangkan jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah.
5. Menyela-nyela jari setelah menyapu kedua tangan
6. Dilakukan dengan tertib
7. Membaca dua kalimat syahadat sesudah tayamum, sebagaiman sesudah selesai
berwudhu
 Batalnya tayamum
1. Semua hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum.
2. Adanya air. Apabila seseorang bertayamum karena tidak ada air dan bukan karena
sakit atau luka, lalu ia mendapatkan air sebelum ia melaksanakan shalat maka
tayamumnya itu batal. Oleh karena itu ada beberapa ketentuan bagi orang yang
bertayamum tetapi kemudian menemukan air, adalah sebagai berikut :
A. jika menemukan air setelah shalat selesai, maka tidak wajib baginya untuk
mengulangi shalatnya, meskipun waktu shalat itu masih ada. Sebagaimana
diteranggkan dalam hadits berikut yang artinya :

“Dua orang laki-laki melakukan  suatu perjalanan dan datanglah waktu shalat,


sedangkan mereka tidak mendapakan air. Maka keduanya bertayamum dengan tanah yang
suci, lalu melaksanakan shalat. Kemudian diantara mereka menemukan air, maka seorang
dari mereka berwudhu dan mengulangi shalatnya, sedangkan yang satunya tidak mengulangi
shalatnya, kemudian mereka menghadap Nabi SAW dan menceritakan peristiwa itu. Maka
Rasulullah SAW bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya, “ Engkau telah sesuai
sunnah dan memperoleh pahala dari shalatmu.” Kepada orang yang berwudhu lagi
mengulangi  shalatnya, “Bagimu pahala dua kali.”
B. Jika orang yang bertayamum bukan karena sakit,lalu menemukan air sebelum ia
melaksanakan shalat, maka tayamumnya itu batal dan ia harus berwuudhu.
C. Apabila orang yang bertayamum karena junub, lalu ia menemukan air setelah
shalat, maka ia tidak wajib mengulangi wudhu melainkan harus mandi.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi SAW berikut yang artinya :

“Rasulullah SAW melakukan shalat bersama oorang-orang. Ketika beliau berpaling


dari shalatnya, ada seorang laki-laki yang memisahkan diri dan tidak ikut shalat. Maka
Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa kamu tidak ikut shalat bersama orang-orang?”
Dia menjawab : “ Saya sedng junub dan tidak saya dapati air.” Maka beliau bersabda :
“Pakailah tanah, itu cukup bagimu.” Selanjutknya diceritakan oleh Imran setelah mereka
memperoleh air, maka Rasulullah SAW memberikan setimba air kepadanya seraya
bersabda : ”Pergilah dan kucurkanlah ke tubuhmu (mandilah)”
3.   Murtad.

H. Darah Yang Keluar dari Rahim Perempuan

Dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd dijelaskan,
darah yang keluar dari rahim perempuan ada tiga:
1. Darah Haid

Menurut bahasa (etimologi) haid adalah mengalir. Seorang wanita disebut haid jika
darahnya mengalir. darah yang keluar dari rahim wanita secara alami dan normal. Adapun
yang dimaksud di sini adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan ketika dalam
kondisi sehat, bukan karena penyakit maupun akibat kehamilan.Darah yang dialami
perempuan ini keluar secara rutin. Umumnya, ia keluar lima hingga tujuh hari. Menurut
aturan syariat, paling sedikit masa haid adalah sehari semalam, sedangkan paling lama
adalah lima belas hari.
2. Darah Istihadhah

Darah yang keluar dari kemaluan wanita di luar norma budaya bulannya (haid) atau di
luar waktu haid, serta bukan disebabkan karena melahirkan. Darah istihadhah keluar
karena penyakit. Darah ini bukan bagian dari darah haid, sehingga perlakuan hukum
antara orang yang sedang mengalami istihadhah dengan orang yang haid berbeda.Kondisi
ini bisa terjadi karena berbagai kemungkinan, diantaranya adalah: Ketidakseimbangan
hormon. Infeksi baik oleh bakteri ataupun jamur. Pada umumnya, wanita mengalami
istihadhah selama 40 hari.. Seorang wanita yang mengalami istihadhah dilarang
meninggalkan ibadahnya, seperti shalat, puasa dan ibadah yang lain.
3. Darah Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari obyek vital peremuan yang disebabkan olehkarena
perempuan tersebut melahirkan seorang anak. Selepas perempuan melahirkan, biasanya
akan keluar darah dari bagian kewanitaan. Darah tersebut dikenal dengan sebutan darah
nifas. Secara syariat, paling sedikit, darah nifas keluar sekejab saja dan paling banyak
selama 60 hari. Umumnya, darah nifas keluar selama empat sampai enam hingga tujuh
pekan.
Perempuan yang keluar darah haid dan nifas tidak diperbolehkan salat, puasa,
membaca Alqur'an, memegang dan membawa mushaf, berdiam diri di masjid, tawaf, dan
berhubungan suami-istri. Untuk ibadah puasa, setelah perempuan tersebut suci, maka ia
wajib mengqada puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya. Cara bersuci dari darah haid
dan nifas adalah dengan mandi janabat selepas darah tidak lagi keluar dari alat kelamin
perempuan.

I. Pekerjaan Yang Dilarang Ketika Tengah Berhadas Kecil Dan Besar


Di dalam Islam terdapat beberapa larangan untuk dilakukan ketika seseorang tengah
berhadas. Baik itu merupakan hadas besar maupun kecil. Mungkin jika dari teman-teman
masih ada yang belum tahu, mari kita simak hal-hal yang dilarang untuk dilakukan ketika
seseorang tengah berhadas pada uraian berikut ini:
 Hal-hal yang dilarang dilakukan ketika hadas kecil
1. Dilarang melakukan shalat fardhu maupun shalat sunnah. Termasuk juga sujud
tilawah, sujud syukur dan hutbah jum'at. Nabi Muhammad bersabda yang
artinya : Allah tidak menerima shalatnya dari salah satu dari kamu jika dia berhadas
hingga orang tersebut berwudhu ( Hadits riwayat Bukhaari Dan Muslim

2. Dilarang melakukan Thawaf. Baik itu Thawaf fardhu maupun thawaf sunnah.

3. Pekerjaan yang dilarang selanjutnya adalah membawa atau menyentuh mushaf al-
Qur'an. Namun bila dalam keadaan tertentu menyendtuh mushaf diperbolehkan.
Diperbolehkannyapun lantaran beberapa sebab. Beberapa diantaranya adalah ketika
kita menyelamatkan al-Qur'an yang akan terbakar, tenggelam dan lain sebagainya.
Nah, pada keadaan yang seperti ini menyelamatkan Al-Qur'an hukumnya akan
menjadi wajib karena untuk menjaga kehormatannya.

4. Pada point nomer tiga di atas terkait larangan menyentuh al-Qur'an ketika tengah
berhadas dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad yang artinya:  Dari Abu Bakri bin
Muhammad. Sesungguhnya Nabi besar Saw. telah mengirim surat kepada penduduk
Yaman. Dalam surat itu beliau menyebutkan kalimat: "Tidak boleh menyentuh Al-
Qur'an kecuali orang yang suci." (Hadits Riwayat Daruqutni).

 Hal-hal yang dilarang disebabkan karena hadas besar atau junub


1. Melakukan shalat. Baik yang wajib maupun sunnah. Untuk keterangannya selaras
dengan point pertama pada perkara yang tidak boleh dilakukan ketika sedang
berhadas kecil.
2. Dilarang Thawaf. Thawaf adalah kegiatan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali.
Tawaf adalah salah satu amal ibadah yang dilakukan oleh Muslim pada saat
melaksanakan haji dan umrah.

3. Sama halnya dengan point ketiga pada pekerjaan yang dilarang ketika hadas kecil.

4. Membaca Al-Qur'an. Sabda Rasulullah : " Tidak boleh bagi orang yang sedang junub
dan wanita yang tengah haid membaca sesuatu dari al-Qur'an." (Hadits Riwayat
Tirmizi, Abu Daud, dan Ibnu Majjah)

5. Beri'tikaf di dalam masjid. walau hanya berhenti sejenak.


DAFTAR PUSTAKA

http://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-cara-thaharah/
https://www.harapanrakyat.com/2021/07/benda-benda-yang-termasuk-najis/
https://m.oase.id/read/ReZ28w-macam-macam-air-dan-pembagiannya-dalam-islam
https://www.republika.co.id/berita/q59d8d430/adab-buang-air-dalam-islam
https://news.detik.com/berita/d-5657528/istinja-pengertian-hukum-dan-tata-caranya
http://lathifahatirah.blogspot.com/2017/11/bab-i-pendahuluan-i.html?m=1
http://ummiie2tita.blogspot.com/2015/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
https://m.republika.co.id/berita/qcm3na430/jenis-darah-yang-keluar-dari-rahim-dalam-islam
http://perahujagad.blogspot.com/2015/08/pekerjaan-yang-dilarang-ketika-berhadas.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai